BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

A. Sifat Fisik Kimia Produk

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang

Biodiesel Dari Minyak Nabati

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Pembahasan Degumming

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar sangat

Lipid. Dr. Ir. Astuti,, M.P

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

Soal Open Ended OSN PERTAMINA 2015 Bidang Kimia. Algae Merupakan Bahan Bakar Terbarukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN BABI. bio-diesel.

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005 (juta liter) (Wahyudi, 2006)

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katalis Katalis merupakan suatu senyawa yang dapat meningkatkan laju reaksi tetapi tidak terkonsumsi oleh reaksi. Katalis digunakan secara luas baik di alam, laboratorium dan industri. (Shriver, D. & Atkins, P., 1999 ) Katalis yang berada pada fase yang sama (liquid) dengan reaktan disebut sebagai katalis homogen. Sedangkan katalis yang berada pada fase yang berbeda dengan reaktannya (dapat berupa padatan, cairan yang tidak dapat bercampur ataupun gas) disebut sebagai katalis heterogen (Helwani, Z. 2009). 2.1.1 Katalis Homogen Katalis homogen terdiri atas dua jenis yaitu katalis asam homogen dan katalis basa homogen. Katalis yang umum digunakan dalam reaksi transesterifikasi yaitu KOH dan NaOH.Penggunaan katalis ini menimbulkan masalah pada proses pemisahan produk reaksi sehingga menghasilkan limbah pencucian dalam jumlah yang besar. Di samping itu, katalis basa bekerja dengan baik pada batas asam lemak bebas (ALB) < 0,5%. Jika bahan baku mengandung ALB tinggi, akan terjadi reaksi antara katalis dengan asam lemak bebas membentuk sabun. (Shu, 2010). Katalis asam homogen yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi misalnya H 2 SO 4, HCl, dan H 3 PO 4. Akan tetapi penggunaan katalis ini memerlukan waktu reaksi yang lama, menyebabkan korosi pada reaktor yang digunakan, rasio molar alkohol dengan minyak harus besar serta memerlukan suhu yang tinggi (Helwani, 2009).

2.1.2. Katalis Heterogen Katalis heterogen terdiri atas dua jenis yaitu katalis heterogen yang bersifat asam dan katalis heterogen yang bersifat basa. Beberapa katalis heterogen telah disintesis baik yang bersifat asam maupun basa. Katalis basa heterogen yang paling umum digunakan adalah senyawa oksida logam seperti logam alkali, alkali tanah sebagai katalis transesterifikasi minyak nabati. Oksida logam alkali tanah (MgO, CaO, SrO, dan BaO) dikenal sebagai oksida logam tunggal (single metal oxides) (Endalew, A., 2011). Veljkovic (2009) telah menggunakan CaO pada reaksi transesterifikasi minyak bunga matahari dengan yield 98%. Katalis basa heterogen juga dapat berupa pencampuran atau pendopingan oksida logam untuk meningkatkan kebasaannya seperti logam Na, Li, dan K yang didoping pada CaO, MgO dan BaO pada reaksi tranesterifikasi minyak lobak dengan yield 96,7% (D Cruz, 2007) dan oksida campuran antara Na, Li, dan La 2 O 3 untuk transesterifikasi minyak kacang tanah menghasilkan metil ester asam lemak dengan yield> 99% (Singh dan Fernando 2009). Selain katalis basa heterogen, katalis asam heterogen juga telah banyak digunakan untuk mengkatalisis reaksi transesterifikasi. Drelinkiewicz, A (2014) telah mensintesis asam polianilin sulfonat sebagai katalis transesterifikasi dan esterifikasi menghasilkan biodiesel yang menunjukkan kereaktifan dan kestabilan katalis yang tinggi (Drelinkiewicz, A., 2014).Garcia, C (2008) telah berhasil menggunakan zirkonium sulfat sebagai katalis transesterifikasi miyak kacang kedelai dengan metanol dan etanol dengan yield98,6% (metanolisis) dan 92% (etanolisis). Katalis senyawa karbon dengan basis sulfonat menjadi katalis yang paling diminati saat ini karena memiliki gugus SO 3 H dengan kerangka karbon yang stabil sehingga mudah dipisahkan dari sistem reaksi (Kang, S., 2013). Katalis heterogen memiliki keuntungan dibandingkan dengan katalis homogen yaitu: mudah dipisahkan dari produk reaksi, lebih tahan terhadap asam lemak bebas yang terkandung di dalam bahan baku tanpa melalui reaksi saponifikasi sehingga memungkinkan untuk melakukan reaksi transesterifikasi dan esterifikasi sekaligus dengan bahan baku yang mengandung kadar asam lemak bebas yang tinggi, baik bahan baku yang berasal dari hewan maupun yang berasal dari tumbuhan. (Drelinkiewicz, A., 2014)

2.1.3. Katalis Enzim Reaksi transesterifikasi secara enzimatis mencegah terbentuknya sabun, reaksi terjadi pada ph netral, suhu reaksi yang lebih rendah sehingga lebih bersifat ekonomis. Beberapa metode secara enzimatis bertujuan untuk memecah ikatan kovalen, ikatan silang (cross linking) dan enkapsulasi mikro. Lipase merupakan enzim yang paling banyak digunakan pada reaksi transesterifikasi, karena harganya lebih murah dibandingkan dengan enzim yang lain dan mampu mengkatalisis baik reaksi hidrolisis maupun transesterifikasi trigliserida dalam kondisi biasa untuk menghasilkan biodiesel (Semwal, S., 2010). Macario (2009) telah melakukan enkapsulasi enzim lipase (Rhizomucor miehe lipase). Enzim tersebut dienkapsulasi di dalam fase micellar dari surfaktan yang mengandung silika. Biokatalis yang dienkapsulasi telah digunakan untuk reaksi transesterifikasitriolein dengan metanol dalam kondisi bebas pelarut. Metil ester asam lemak yang dihasilkan dengan yield77% dengan waktu reaksi selama 96 jam dan suhu 40 0 C (Macario, 2009). Penggunaan katalis enzim dalam reaksi transesterifikasi memiliki permasalahan yaitu selain harga enzim yang mahal juga adanya asam lemak bebas pada bahan baku yang bereaksi dengan alkohol rantai pendek (seperti metanol dan etanol) menyebabkan enzim terdenaturasi. Gliserol sebagai salah satu produk reaksi, memberi efek negatif pada enzim yang digunakan (Lou, 2008). 2.2 Reaksi Transesterifikasi Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi dari minyak atau lemak dengan alkohol untuk membentuk ester dan gliserol. Transesterifikasi terdiri dari tiga reaksi reversibel yaitu konversi trigliserida menjadi digliserida, digliserida menjadi monogliserida dan monogliserida menjadi metil ester dan gliserol (Chouhan, 2011). Reaksi ini dibagi atas tiga jenis yaitu: a. Interesterifikasi yaitu pembentukan alkil ester dari ester dengan ester b. Alkoholisis yaitu pembentukan alkil ester dari suatu ester dengan alkohol

c. Asidolisis yaitu reaksi antara suatu ester dengan asam karboksilat (Frank, G., 2004). Reaksi transesterifikasi meliputi pengubahan lemak/minyak menjadi senyawa metil ester. Umumnya pada reaksi transesterifikasi diperlukan adanya katalis berdasarkan reaksi di bawah ini : Trigliserida Metanol Gliserol Metil Ester Gambar 1.2. Skema Reaksi Transesterifikasi Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor penting antara lain : a. Suhu Reaksi Pengaruh suhu terhadap reaksi transesterifikasi menghasilkan metil ester dengan bahan baku trigliserida dapat dilakukan dalam berbagai suhu reaksi. Konwar, L (2013) telah melakukan reaksi transesterifikasi minyak jarak dengan variasi suhu reaksi 50 sampai 100 0 C. Peningkatan suhu menghasilkan peningkatan laju transesterifikasi. Meskipun demikian, suhu yang paling tepat untuk transesterifikasi adalah 80 0 C dengan tidak adanya kandungan asam lemak bebas di dalam bahan baku (Konwar, L., 2013). b. Perbandingan Molar Alkohol dengan Minyak Perbandingan molar antara metanol dengan minyak merupakan salah satu faktor yang sangat penting dengan adanya asam lemak bebas yang terkandung di dalam bahan

baku minyak maupun lemak. Karena transesterifikasi merupakan reaksi yang setimbang, maka dibutuhkan alkohol berlebih agar kesetimbangan mengarah pada pembentukan ester asam lemak. Yao, J (2010) telah melakukan reaksi transesterifikasi minyak biji kapas dengan variasi mol alkohol dengan minyak yaitu 3 : 1 ; 9 : 1 ; 12 : 1 (mol / mol) dengan metil ester maksimal yang diperoleh pada perbandingan 12 : 1 (mol / mol) c. Konsentrasi Katalis Konsentrasi katalis yang digunakan bergantung pada bahan baku yang digunakan. Dalam katalis asam heterogen, konsentrasi katalis mengacu pada banyaknya gugus sulfonat yang terikat pada katalis tersebut yang bersifat polar sehingga mampu menkonversi asam lemak bebas dalam bahan baku yang digunakan. Penelitian sebelumnya menggunakan konsentrasi katalis sebesar 2 6,5% (berat) untuk transesterifikasi minyak jarak dengan asam lemak bebas 8,17% (Konwar, L., 2013). d. Waktu Reaksi Semakin lama waktu reaksi transesterfikasi maka semakin besar yield yang diperoleh dari reaksi tersebut. Yao, J (2010) telah melakukan reaksi transesterifikasi minyak biji kapas dengan variasi waktu 1-5 jam. Diperoleh hasil bahwa metil ester meningkat pada waktu reaksi 1 dan 2 jam sedangkan pada 3-5 jam peningkatan kadar metil ester yang terjadi tidak terlalu signifikan (Yao, J., 2010). 2.3. Industri Oleokimia Oleokimia saat ini mewakili satu dari kemungkinan-kemungkinan utama terhadap tantangan besar ilmu kimia pada produk-produk yang terperbarukan. Semua teknologi yang diperlukan untuk penghancuran biji, pemurnian minyak, transformasi dan fraksionasi bahan kimia telah tersedia dan diketahui.berbicara secara umum mengenai sistem industri, maka terdapat empat unit proses (penghancuran, pemurnian, fraksionasi, dan transformasi bahan kimia) yang dilakukan dengan berbagai aktor tumbuhan yang berbeda (Bondioli, P., 2003). Industri oleokimia seperti industri kelapa sawit merupakan industri yang berkembang pesat di Indonesia dan merupakan sumber material terperbaharui yang sangat potensial untuk

dikembangkan. Kandungan asam lemak jenuh seperti miristat, palmitat, dan stearat serta asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat dan linoleat menjadi bahan baku yang diproses menjadi senyawa baru seperti metil ester asam lemak dan alkohol asam lemak (Roesyadi, A., Hariprajitno, D., Nurjannah, N., dan Savitri, S.D., 2012). Secara sederhana, kegunaan non makanan dari minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit serta produknya dibagi menjadi dua kategori, yaitu produk yang dibuat secara langsung dari bahan minyak (rute langsung) dan produk yang diperoleh melalui rute oleokimia, yaitu senyawa-senyawa kimia yang diturunkan dari minyak atau lemak (Fereidoon, S., 2004). Salah satu produk oleokimia yang dapat diperoleh dari minyak sawit adalah asam lemak. Bagi Indonesia, kebutuhan akan asam lemak ini akan semakin meningkat pada tahuntahun mendatang, karena asam lemak ini banyak dipakai pada berbagai industri seperti industri ban, kosmetik, plastik, cat, farmasi, detergen dan sabun, serta alternatif bahan bakar biodiesel (Tambun, R., 2002). 2.4. Kimia Hijau Secara luas telah diakui bahwa terdapat peningkatan kebutuhan akan proses-proses yang lebih ramah lingkungan dalam industri kimia. Hal ini selanjutnya dikenal sebagai Kimia Hijau atau Teknologi Berkelanjutan yang mengharuskan terjadinya pergeseran pandangan dari konsep tradisional mengenai efisiensi proses menjadi nilai ekonomi untuk menghilangkan atau mengurangi limbah dan menghindari pemakaian zat-zat beracun dan/atau berbahaya (Sheldon, 2007). Beberapa tahun belakangan ini, proses reaksi yang ramah lingkungan telah dipelajari secara mendalam sebagai salah satu nilai dari kimia hijau. Sebagai contoh reaksi oksidasi dilakukan dengan menggunakan udara atau di dalam air, superkritis fluida dan penggunaan cairan ionik sebagai pelarut untuk sintesis kimia organik (Rajendran, 2010). Dalam prakteknya, kimia hijau melingkupi persoalan-persoalan yang lebih luas dari definisi yang diberikan. Meskipun demikian, dengan ditingkatkannya perhatian terhadap proteksi lingkungan, pencegahan polusi, dan teknologi produksi yang bersih dan ramah lingkungan, maka akan terdapat ketertarikan tinggi dan tantangan yang besar bagi ahli kimia untuk mengembangkan produk baru serta prosesnya (Sharma, S. & Mudhoo, A., 2011).

Bahan-bahan kimia organik yang banyak digunakan saat ini diturunkan dari minyak bumi dan gas alam yang tidak terperbarukan, dan juga beberapa bahkan masih dibuat dari batu bara menghasilkan gas CO 2 yang merupakan gas rumah kaca penyebab pemanasan global. (Matlack, A.S., 2001) 2.5. Minyak dan Lemak Minyak dan lemak merupakan senyawa yang sangat melimpah di alam dalam bentuk lipida. Minyak dan lemak berbentuk triester dari reaksi kondensasi antara tiga molekul asam lemak dengan sebuah molekul gliserol. Triester tersebut umumnya dikenal dengan trigliserida. Lemak dan minyak yang dijumpai di alam terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester dari asam lemak rantai panjang. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair. Pada umumnya minyak berwujud cair pada suhu kamar karena mengandung sejumlah besar asam lemak tak jenuh seperti oleat, linoleat, dan linolenat. Sedangkan lemak umumnya berwujud padat pada suhu kamar karena mengandung sejumlah besar asam lemak jenuh seperti stearat, palmitat, dan laurat. Minyak dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dan lemak dapat diperoleh dari hewan. Ada beberapa reaksi penting pada minyak dan lemak yaitu hidrolisa, oksidasi, hidrogenasi, dan esterifikasi / transesterifikasi (Ketaren, S., 1986). Minyak dan lemak yang diperdagangkan merupakan campuran-campuran dari lipid, mayoritas tersusun atas triasilgliserol (umumnya >95%) bersama dengan diasilgliserol, monoasilgliserol dan asam lemak bebas. Namun, minyak dan lemak juga mengandung fosfolipida, sterol bebas dan ester-ester sterol, tokols (tokoferol dan tokotrienol), triterpen alkohol, hidrokarbon dan vitamin-vitamin yang terlarut dalam minyak. Kebanyakan minyak dan lemak biasanya dinamai berdasarkan sumber biologisnya (seperti minyak kedelai) tetapi masing-masing minyak dan lemak memiliki rentang parameter fisika, kimia, dan komposisinya sehingga dapat dikenali (Gunstone, F.D., 2004).

2.6. Asam Lemak Asam lemak terdiri atas unsur-unsur seperti karbon, hidrogen dan oksigen yang tersusun sebagai rangka rantai karbon linier dengan beragam panjang rantai dan mempunyai sebuah gugus karboksil pada salah satu ujung rantainya. Asam-asam lemak dapat berupa saturated (tidak memiliki ikatan rangkap), monounsaturated (memiliki sebuah ikatan rangkap), atau polyunsaturated (memiliki dua atau lebih ikatan rangkap) (Chow, C.K., 2008). 2.7. Metil Ester Metil ester merupakan salah satu senyawa turunan lemak/minyak nabati yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi. Metil ester merupakan bahan baku yang dibutuhkan dalam industri oleokimia. Densitas metil ester adalah salah satu hal ynag perlu diperhatikan, biasanya faktor yang mempengaruhi densitas metil ester adalah kandungan gliserol, dimana semakin banyak kandungan gliserol dalam metil ester maka penggunaannya akan kurang baik. Untuk itu dilakukan cara yang dapat mengubah karakteristik lemak menyerupai solar yaitu menghasilkan metal ester asam lemak yang pemanfaatannya jauh lebih besar. 2.8. Biodiesel Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar yang berasal dari sumber energi terbarukan dari minyak tumbuhan yang dipercaya akan menjadi bahan bakar yang digunakan pada alat transportasi untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi sehingga menyebabkan banyaknya polusi udara. Biodiesel dapat dibuat dari minyak murni tumbuhan, limbah minyak setelah pemakaian maupun minyak yang berasal dari lemak hewan. Minyak tumbuhan dapat diklasifikasi menjadi dua jenis yaitu edibel dan non edibel. Beberapa jenis minyak baik edibel maupun non edibel seperti minyak bunga matahari, minyak kelapa sawit, dan minyak kemiri telah ditransesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel. ( Semwal, 2011 ) Biodiesel menjadi penting di Indonesia karena sejak tahun 2005, Indonesia telah berubah statusnya dari eksportir menjadi net importer bahan bakar minyak yang pada tahun 2005 defisit sekitar 100 juta liter. Ditambah lagi krisis minyak dunia menjadikan harga minyak global meningkat dari sebelumnya sekitar US$ 22/barel menjadi US$ 72/barel ( April

2006 ). Dampaknya, biodiesel yang semula sulit bersaing dengan bahan bakar minyak dari segi harga, kini bias dimunculkan di pasar sebagai bahan bakar alternative pengganti bahan bakar minyak. ( Sudradjat, 2006 ) 2.9. Reaksi Sulfonasi Sulfonasi adalah suatu reaksi yang dilakukan untuk memodifikasi bahan polimer yang memiliki cincin aromatic sebagai rantai utamanya. Sulfonasi merupakan salah satu reaksi elektrofilik. Reaksi sulfonasi dari senyawa polimer aromatis dapat menjadi reaksi yang sangat kompleks karena sifat reversibilitas dari reaksi tersebut. Senyawa seperti H 2 SO 4 dan SO 3 adalah bahan pensulfonasi yang paling umum digunakan untuk berbagai senyawa polimer aromatis misalnya polistirena. ( Pinto, B. P. 2006 ) Sulfonasi terhadap senyawa aromatis seperti benzena bersifat mudah balik dan menunjukkan efek isotop kinetik dimana ion benzenonium sebagai zat antara dalam sulfonasi dapat kembali menjadi benzena atau langsung menjadi asam benzenasulfonat dengan mekanisme yang sama. Gugus sulfonat dapat dengan mudah digantikan oleh berbagai jenis gugus yang lain. Dengan reaksi sulfonasi tersebut, asam aril sulfonat merupakan zat antara yang bermanfaat dalam sintesis untuk menghasilkan senyawa tertentu.(fessenden, R. J. dan J. S. Fessenden. 1986)