PENGARUH PIJAT OKSITOSIN TERHADAP TANDA KECUKUPAN ASI PADA IBU NIFAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGORESAN Effect of oxytocin Massage on Breast Milk Adequacy Sign of Postpartum Mothers in the Working Region of Community Health Center of Ngoresan. Lailatif Nadiah Safitri 1), Angesti Nugraheni 2) Program Studi D IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran UNS ABSTRACT Effect of oxytocin Massage on Breast Milk Adequacy Sign of Postpartum Mothers in the Working Region of Community Health Center of Ngoresan. The Study Program of Diploma IV in Midwife Educator, the Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta 2015. Background: The breastfeeding mothers in the working region of Community Health Center of Ngoresan encountered breastfeeding problem as much as 53%. The problem can be dealt with oxytocin massage. The massage functions to stimulate the oxytocin secretion, which later stimulates breast milk secretion. Objective: To investigate effect of oxytocin massage on breast milk adequacy sign on postpartum mothers in the working region of Community Health Center of Ngoresan Method: This research used the quasi experimental research method with the non randomized control group pretest posttest. Its samples consisted of 30 respondents and were taken by using the total sampling technique. The data of research were collected through questionnaire of breast milk adequacy sign. They were analyzed by using the univariate and bivariate aided with the computer program of SPSS 16.0. Result: The result of data analysis on the breast milk adequacy sign following the oxytocin massage on the experimental group and the control group with the Chisquare test shows that the value of p is 0.008, and that of odds ratio (OR) with the confidence interval of 95% is 9.750. Conclusion: The oxytocin massage has an effect on the breast milk adequacy sign on postpartum mother. The experimental group has a probability of 9.750 times greater to show the breast milk adequacy sign than the control group. Keywords: Oxytocin massage, breast milk adequacy sign, postpartum mothers
PENDAHULUAN ASI (Air Susu Ibu) merupakan makanan alami pertama untuk bayi, oksitosin yang merangsang kontraksi uterus dan sekresi ASI (Suherni dkk, 2010). Bila let down reflex tidak mengandung semua energi dan nutrisi bekerja maka bayi tidak akan yang dibutuhkan bayi dalam bulan mendapatkan ASI yang memadai, pertama kehidupan (Nugroho dkk, 2014). UNICEF dan WHA (World walaupun produksi ASI cukup (Roesli, 2013). Health Assembly) merekomendasikan Berdasarkan hasil studi pemberian ASI eksklusif selama 6 pendahuluan di wilayah kerja bulan. Pemberian ASI eksklusif ini Puskesmas Ngoresan (RW20 dan memberikan banyak manfaat bagi bayi, yaitu sebagai nutrisi, meningkatkan RW21) pada bulan Desember 2014 dengan metode wawancara, didapatkan daya tahan tubuh, kecerdasan, dan hasil bahwa dari 17 orang ibu jalinan kasih sayang dengan ibunya (Roesli, 2013). menyusui bayi 0-6 bulan terdapat 9 orang ibu yang mengalami masalah SDKI (Survei Demografi dan menyusui. Secara teori bahwa pijat Kesehatan Indonesia) tahun 2012 oksitosin mampu menstimulasi sekresi menyatakan bahwa di Indonesia hanya sejumlah 27% bayi umur 4-5 bulan ASI. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui pengaruh pijat oksitosin yang mendapatkan ASI Eksklusif. terhadap tanda kecukupan ASI pada Jumlah ini mengalami penurunan 14% ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas jika dibandingkan dengan laporan Ngoresan. SDKI 2007 bahwa terdapat 41% bayi usia dibawah 4 bulan yang mendapat SUBJEK DAN METODE ASI Eksklusif. Kendala yang Penelitian ini menggunakan mengakibatkan ibu berhenti menyusui yaitu ASI tidak mau keluar atau penelitian eksperimen semu dengan pendekatan non randomized control produksinya kurang lancar (Dewi dan group pretest posttest design. Tri, 2011). ASI keluar pada saat dengan jumlah yang tepat dipengaruhi oleh 2 Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan meliputi RW1 hingga RW36 di Kelurahan Jebres, refleks, yaitu refleks Kecamatan Jebres pada November pembentukan/produksi ASI atau refleks 2014 hingga Juni 2015. Populasi target prolaktin dan refleks penelitian ini adalah seluruh ibu nifas pengaliran/pelepasan ASI (let down fisiologís di wilayah kerja Puskesmas reflex) (Roesli, 2013). Oksitosin Ngoresan. Populasi aktual penelitian merupakan hormon yang dilepaskan yaitu ibu nifas fisiologis hari ke-4 oleh hipofise posterior. Dibawah hingga hari ke-11 di wilayah kerja pengaruh oksitosin, sel-sel alveoli Puskesmas Ngoresan bulan Februari berkontraksi, mengeluarkan air susu tahun 2015 sejumlah 37 orang.. melalui sistem duktus ke dalam mulut Pengambilan sampel penelitian bayi, yang disebut refleks let-down (refleks ejeksi susu) (Bobak et al., menggunakan teknik total sampling. Besar sampel penelitian ini sejumlah 2005). Pijat oksitosin merupakan 30 orang yaitu 15 responden kelompok pemijatan di daerah tulang belakang perlakuan dan 15 responden lainnya berfungsi menstimulasi sekresi kelompok kontrol. Penilaian tanda
30 20 10 0 kecukupan ASI dalam penelitian ini menggunakan lembar kuesioner tanda kecukupan ASI. Analisis data penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik responden berupa umur, pendidikan, dan paritas responden. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh pijat oksitosin terhadap tanda kecukupan ASI pada ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan pada kelompok kontrol dan perlakuan menggunakan uji chi-square dengan taraf kesalahan 5%. Uji tersebut dipilih karena variabel bebas dan terikat penelitian berskala nominal dan jenis data tidak berpasangan. HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat 1. Umur Grafik 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan Karakteristik Umur Responden < 20 tahun 20-35 tahun >35 tahun Frekuensi Berdasarkan grafik.1. didapatkan bahwa responden paling banyak berumur 20-35 tahun sejumlah 27 responden (90%). Grafik 2. Distribusi Tanda Kecukupan ASI Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan Tanda Kecukupan ASI Berdasarkan Umur 10 18 < 20 tahun 20-35 tahun >35 tahun Berdasarkan grafik.2. didapatkan bahwa tanda kecukupan ASI paling banyak pada responden usia 20-35 tahun sejumlah 18 responden (66,67%). 2. Pendidikan Grafik 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Frekuensi Berdasarkan grafik 3. didapatkan bahwa pendidikan terakhir responden paling banyak adalah SMA/SMK yaitu 14 responden (46,7%).
Grafik 4. Distribusi Tanda Kecukupan ASI Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan Grafik 6. Distribusi Tanda Kecukupan ASI Berdasarkan Paritas di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan Tanda Kecukupan ASI Berdasarkan Pendidikan Tanda Kecukupan ASI Berdasarkan Paritas 4 10 0 5 Tidak sekolah SD-SMP SMA/SMK 7 1 11 Primipara Multipara Grandemultipara 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Berdasarkan grafik 4. didapatkan hasil bahwa tanda kecukupan ASI paling banyak pada pendidikan terakhir SMA/SMK sejumlah 10 responden (71,43%). 3. Paritas Grafik 5. Distribusi Responden Berdasarkan Paritas di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan Karakteristik Responden Berdasarkan Paritas Frekuensi Berdasarkan grafik 6. didapatkan bahwa tanda kecukupan ASI paling banyak pada ibu primipara yaitu 11 responden (73,33%). B. Analisis Bivariat Grafik 7. Distribusi Tanda Kecukupan ASI setelah dilakukan Pijat Oksitosin pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol 6 Tanda Kecukupan ASI 13 Perlakuan Kontrol Berdasarkan grafik 7., analisa data tanda kecukupan ASI setelah pijat oksitosin pada Berdasarkan grafik 5. kelompok perlakuan dan kontrol didapatkan bahwa paritas dengan uji Chi-Square responden paling banyak adalah didapatkan nilai p=0.008. Nilai p primipara yaitu 15 responden (50%) (0.008) < 0.05 berarti bahwa terdapat perbedaan bermakna
antara tanda kecukupan ASI pada kelompok perlakuan dan kontrol. Nilai odds ratio (OR) dengan confidence interval 95% didapatkan sebesar 9.750, berarti bahwa kelompok perlakuan memiliki peluang 9.750 kali lebih besar menunjukkan tanda kecukupan ASI dibandingkan kelompok kontrol. PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Umur Berdasarkan daripada yang usianya lebih muda (Depkes, 1999). Hal ini disebabkan keletihan dan kebutuhan untuk lebih banyak istirahat telah menjadi masalah utama pada orang tua yang sudah berusia lebih dari 35 tahun (Queenan dan Winslow, 1987 dalam Bobak et al., 2005). Jika ibu kurang istirahat, maka ibu akan mengalami kelemahan dalam menjalankan fungsinya sehingga pembentukan dan pengeluaran ASI berkurang (Wulandari dan Handayani, 2011). Oleh karena itu, kurang istirahat menjadi faktor penyebab produksi ASI menurun (Dewi dan Tri, 2011). distribusi responden menurut umur pada tabel 4.1, didapatkan bahwa responden paling banyak berumur 20-35 tahun sejumlah 27 responden, tidak ada responden yang berusia dibawah 20 tahun, 2. Pendidikan dan hanya terdapat 3 responden Berdasarkan distribusi yang berusia diatas 35 tahun. responden menurut pendidikan Berdasarkan distirbusi tanda pada tabel 4.3, didapatkan bahwa kecukupan ASI menurut umur pendidikan terakhir responden pada tabel 4.2 didapatkan bahwa paling banyak adalah SMA/SMK responden usia 20-35 tahun yang sebanyak 14 responden, dan menunjukkan tanda kecukupan hanya terdapat 1 orang responden ASI terdapat 18 orang responden yang tidak sekolah. Responden dan 9 orang lainnya yang berpendidikan terakhir menunjukkan tanda tidak cukup perguruan tinggi berjumlah 6 ASI. Hanya terdapat 1 orang orang responden dan responden berusia diatas 35 tahun berpendidikan terakhir SD-SMP yang menunjukkan tanda ada 9 orang responden. kecukupan ASI dan 2 orang Berdasarkan distribusi tanda lainnya menunjukkan tanda tidak kecukupan ASI menurut cukup ASI. pendidikan pada tabel 4.4, Hal tersebut sesuai dengan didapatkan bahwa responden teori Biancuzzo (2003) bahwa yang berpendidikan terakhir ibu-ibu yang lebih muda atau SMA/SMK terdapat 10 orang umurnya kurang dari 35 tahun yang menunjukkan tanda lebih banyak memproduksi ASI kecukupan ASI dan 4 orang daripada ibu-ibu yang lebih tua. sisanya menunjukkan tanda tidak Sedangkan ibu yang usianya cukup ASI. Sedangkan pada ibu lebih tua memiliki kemampuan yang tidak bersekolah, memproduksi ASI lebih rendah menunjukkan tanda tidak cukup
ASI. Pada responden dengan pendidikan terakhir SD-SMP terdapat 5 orang responden yang menunjukkan tanda kecukupan ASI dan 4 orang lainnya menunjukkan tanda tidak cukup ASI. Pada responden berpendidikan terakhir perguruan tinggi terdapat 4 orang responden dengan tanda cukup ASI dan 2 orang lainnya menunjukkan tanda tidak cukup ASI. Hal tersebut juga sesuai dengan teori Kuncoroningrat (1997) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimiliki (Fauziah, 2009). Pendidikan akan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu dan mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akan menjadi pengetahuan (Azwar, 2005). Serta menurut Susanti (2000) bahwa ibu yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi mempunyai tingkat pemahaman yang tinggi pula tentang ASI. Sebab ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi umumnya akan mempunyai pengetahuan tentang gizi yang lebih baik dan mempunyai perhatian lebih besar terhadap kebutuhan gizi anak (Atabik, 2013). responden yang paling sedikit adalah grandemultipara yaitu 1 responden. Berdasarkan tanda kecukupan ASI menurut paritas pada tabel 4.5, didapatkan bahwa responden primipara terdapat 11 orang yang mengalami tanda kecukupan ASI sedangkan 4 orang lainnya menunjukkan tanda tidak cukup ASI. Pada responden multipara terdapat 7 orang responden yang menunjukkan tanda cukup ASI dan 7 orang lainnya menunjukkan tanda tidak cukup ASI. Hal tersebut sesuai dengan teori Roesli (2013) bahwa semakin banyak anak yang dilahirkan akan mempengaruhi produktivitas ASI karena berkaitan dengan status kesehatan ibu dan kelelahan. Kecemasan dan kelelahan ibu akan mempengaruhi reflek let-down dan menurunkan produksi ASI (Wulandari dan Handayani, 2011). Menurut Dewi dan Tri (2011) bahwa kurang istirahat dapat menyebabkan produksi ASI menurun. Jika ibu kurang istirahat, maka ibu akan mengalami kelemahan dalam menjalankan fungsinya sehingga pembentukan dan pengeluaran ASI berkurang (Wulandari dan Handayani, 2011). B. Pengaruh Pijat Oksitosin 3. Paritas Terhadap Tanda Kecukupan ASI Berdasarkan distribusi Berdasarkan hasil penelitian responden menurut paritas pada pada tabel 4.7, didapatkan bahwa tabel 4.5, didapatkan bahwa pada kelompok perlakuan terdapat paritas responden paling banyak 13 orang responden (86,7%) yang adalah primipara yaitu 15 menunjukkan tanda kecukupan ASI responden. Sedangkan paritas dan 2 orang lainnya (13,3%)
menunjukkan tanda tidak cukup mioepitel di sekitar alveoli di dalam ASI. Sedangkan pada kelompok kelenjar mammae untuk kontrol hanya terdapat 6 orang responden (40%) yang menunjukkan tanda cukup ASI dan 9 orang lainnya (60%) menunjukkan tanda tidak cukup ASI. Hasil penelitian ini berkontraksi. Kontraksi sel-sel yang menyerupai otot ini menyebabkan susu keluar melalui sistem duktus dan masuk ke dalam sinus-sinus laktiferus (Lawrence, 1997 dalam menunjukkan bahwa kelompok Bobak et al., 2005). Dengan tekanan perlakuan lebih banyak bibir dan gerakan rahang secara menunjukkan tanda kecukupan ASI berirama, maka gusi akan menjepit dibandingkan dengan kelompok kalang payudara dan sinus kontrol. Berdasarkan hasil penelitian laktiferus, sehingga air susu akan mengalir ke puting susu, selanjutnya pada tabel 4.7, bahwa tanda bagian belakang lidah menekan kecukupan ASI setelah pijat puting susu pada langit-langit yang oksitosin pada kelompok perlakuan dan kontrol dengan uji Chi-Square mengakibatkan air susu keluar dari puting susu (Soetjiningsih, 1997). didapatkan nilai p=0.008. Hal ini Pengeluaran ASI inilah yang berarti bahwa terdapat perbedaan bermakna antara tanda kecukupan ASI pada kelompok perlakuan dan mendukung pemberian ASI yang baik bagi bayi sehingga mendapat tanda kecukupan ASI. kontrol. Hasil penelitian ini Kelompok kontrol adalah menunjukkan bahwa nilai p (0.008) < 0.05 sehingga Ha diterima dan H0 kelompok responden yang tidak diberikan pijat oksitosin, sedangkan ditolak yaitu adanya pengaruh pijat kelompok perlakuan adalah oksitosin terhadap tanda kecukupan ASI pada ibu nifas di Wilayah Kerja kelompok responden yang diberikan pijat oksitosin. Kelompok perlakuan Puskesmas Ngoresan. Nilai odds mendapatkan dukungan petugas ratio (OR) dengan confidence kesehatan berupa pijat oksitosin interval 95% didapatkan sebesar yang secara rutin dilakukan selama 9.750, berarti bahwa tanda 3 hari berturut-turut, sedangkan kecukupan ASI 9.750 kali lebih besar pada kelompok perlakuan kelompok kontrol hanya didatangi petugas kesehatan 2 kali yaitu saat dibandingkan kelompok kontrol. pretest dan posttest serta tidak Berdasarkan nilai odds ratio (OR) dilakukan pijat oksitosin. Hal ini tersebut bahwa dari 10 orang ibu menyebabkan kelompok kontrol yang dilakukan pijat oksitosin maka mendapatkan dukungan petugas terdapat 9 orang ibu yang kesehatan yang kurang daripada menunjukkan tanda cukup ASI dan kelompok perlakuan. Hal ini sesuai hanya 1 orang ibu yang dengan teori Soetjiningsih (1997) menunjukkan tanda tidak cukup ASI. Hasil tersebut sesuai dengan bahwa dukungan dari dokter/petugas kesehatan, teman, atau kerabat dekat sangat dibutuhkan oleh ibu dalam teori bahwa pengeluaran hormon keberhasilan menyusui. Menurut oksitosin yang distimulasi oleh pijat Rahayu dkk (2012) bahwa pada oksitosin akan menstimulasi commit sel to user masa menyusui seorang ibu
memerlukan dukungan banyak pihak, termasuk dari para profesional kesehatan termasuk bidan. Hal ini disebabkan dukungan psikologis dari petugas kesehatan dapat membuat ibu memiliki rasa percaya diri sehingga menyusui menjadi lebih berhasil (Soetjiningsih, 1997). Dukungan tenaga kesehatan bagi ibu nifas berupa pelaksanaan pijat oksitosin inilah yang dapat membangkitkan rasa kepercayaan diri ibu. Dengan rasa percaya diri dapat membantu ibu untuk selalu berpikir positif dalam masa menyusuinya, sehingga dapat membantu ibu agar memiliki pikiran dan perasaan yang baik tentang bayinya. Hal ini sesuai dengan teori manfaat pijat oksitosin bagi psikologis ibu yaitu membangkitkan rasa kepercayaan diri ibu dan membantu ibu agar memiliki pikiran dan perasaan yang baik tentang bayinya (Suherni dkk, 2010). Saat ibu melihat bayi dan memikirkan bayinya dengan perasaan penuh kasih sayang membuat pikiran, perasaan dan sensasi seorang ibu menjadi baik yang akhirnya dapat merangsang pengeluaran refleks oksitosin sehingga dapat meningkatkan pengeluaran ASI (Roesli, 2013). 2. Pada kelompok perlakuan terdapat 13 orang responden (86,7%) yang mengalami tanda kecukupan ASI dan 2 orang responden (13,3%) yang mengalami tanda tidak cukup ASI. 3. Terdapat perbedaan bermakna antara tanda kecukupan ASI pada kelompok yang dilakukan pijat oksitosin (perlakuan) dan tidak dilakukan pijat oksitosin (kontrol) dengan nilai p=0.008. Kelompok perlakuan memiliki peluang 9.750 kali lebih besar menunjukkan tanda kecukupan ASI dibandingkan kelompok kontrol. B. Saran 1. Ibu nifas Untuk mendapatkan pengeluaran ASI yang cukup pada bayi maka ibu nifas perlu meningkatkan pengetahuan dan melakukan pijat oksitosin secara rutin selama masa menyusui. 2. Puskesmas Ngoresan Agar Puskesmas Ngoresan lebih aktif untuk memberikan pendidikan kesehatan terutama kepada ibu nifas tentang pijat oksitosin secara periodik. 3. Peneliti selanjutnya Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih lengkap, maka peneliti selanjutnya dapat menggunakan indikator tanda kecukupan ASI yang lebih lengkap. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pada kelompok kontrol terdapat 6 orang responden (40%) yang mengalami tanda kecukupan ASI DAFTAR PUSTAKA dan 9 orang responden (60%) Atabik A., 2013. Faktor Ibu yang yang mengalami tanda tidak Berhubungan dengan Praktik cukup ASI. Pemberian ASI Eksklusif Di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamotan. Skripsi. Semarang: Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Semarang. pp:26 Azwar A., 2005. Manajemen Laktasi. Jakarta: Depkes RI Badan Pusat Statistik, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Kementerian Kesehatan, ICF International., 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: BKKBN. pp.24 http://www.bkkbn.go.id/litbang/p usdu/hasil%20penelitian/sdki% 202012/Laporan%20Pendahulua n%20sdki%202012.pdf. (6 Desember 2014) Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen Kesehatan, Macro International., 2007. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: BKKBN. pp.173 Biancuzzo M., 2003. Breastfeeding the Newborn: Clinical Strategies for Nurses. St. Louis: Mosby. Bobak, Lowdermilk, Jensen., 1995. Maternity Nursing. Fourth Edition. Mosby-Year book, Inc. Terjemahan Maria AW., Peter IA., 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC pp. 461-99 Depkes., 1999. Indonesia Sehat 2010 Visi, Misi, Kebijakan Strategi Pembangunan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dewi VNL., Tri S., 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Media pp.22-77 Fauziah., 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Waktu Menyusui Pertama Kali Pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Jakarta. Skripsi. Jakarta: Program Studi Ilmu Keperawatan. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. pp:66 http://repository.uinjkt.ac.id/dspa ce/bitstream/123456789/20936/1/ 75486-FAUZIAH-FKIK.pdf (21 April 2015) Nugroho T., Nurrezki, Desi W., Wilis., 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas (Askeb 3). Yogyakarta: Nuha Medika pp.134-41 Rahayu YP., Asiyah N., Akhiriyanti EN., 2012. Buku Ajar Masa Nifas dan Menyusui. Jakarta: Mitra Wacana Medika. pp 15-17 Roesli U., 2013.Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya pp.3-20 Soetjiningsih., 1997. ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC pp. 9-93 Suherni, Hesti W., Anita R., 2010. Perawatan Masa Nifas. Cetakan kelima. Yogyakarta: Fitramaya pp. 44-117 Wulandari SR., Handayani S., 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta: Gosyen Publishing. pp:33-71