BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET

ANCAMAN BADAI MATAHARI

SEMBURAN RADIO MATAHARI SEBAGAI INDIKATOR CUACA ANTARIKSA

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

ANALISIS SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II SEBAGAI PREKURSOR KEMUNGKINAN TERJADINYA BADAI MAGNET BUMI

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

LEDAKAN MATAHARI PEMICU ANOMALI DINAMIKA ATMOSFER BUMI

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

KESETARAAN KECEPATAN GELOMBANG KEJUT SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II DAN LONTARAN MASSA KORONA

ABSTRACT ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

ANALISIS ASOSIASI SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE III DENGAN FLARE SINAR-X DAN FREKUENSI MINIMUM IONOSFER

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Semburan Radio Tipe III Sebagai Indikator... (Suratno et al.)

MATAHARI SEBAGAI SUMBER CUACA ANTARIKSA

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

PENGUAPAN KROMOSFER YANG TERKAIT DENGAN FLARE TANGGAL 13 MEI 2013 (CHROMOSPHERIC EVAPORATION RELATED TO THE MAY 13, 2013 FLARE)

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

Analisis Kejadian Corona Mass Ejection (CME) dan Solar Wind di Stasiun Geofisika Kampung Baru Kupang (KPG)

STRUKTUR MATAHARI DAN FENOMENA SURIA

PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel

Analisis Distribusi Temperatur Atmosfer Matahari saat Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016 di Palu, Sulawesi Tengah

DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET ( )

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi.

BADAI MATAHARI DAN PENGARUHNYA PADA IONOSFER DAN GEOMAGNET DI INDONESIA

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL SMP SELEKSI TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2007

STUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA

KARAKTERISTIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNET REGIONAL INDONESIA

IDENTIFIKASI LUAS DAERAH AKTIF DI MATAHARI PENYEBAB KEJADIAN BADAI GEOMAGNET

KAJIAN STUDI KASUS PERISTIWA PENINGKATAN ABSORPSI LAPISAN D PADA TANGGAL 7 MARET 2012 TERHADAP FREKUENSI KERJA JARINGAN KOMUNIKASI ALE

BBM 8. RADIASI ENERGI MATAHARI Oleh : Andi Suhandi

HELISITAS MAGNETIK DAERAH AKTIF DI MATAHARI

MODEL SPEKTRUM ENERGI FLUENS PROTON PADA SIKLUS MATAHARI KE-23

KARAKTERISTIK LONTARAN MASSA KORONA (CME) YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET

KLASIFIKASI DAN PERUBAHAN JUMLAH SUNSPOT DIAMATI DARI LABORATORIUM ASTRONOMI JURUSAN FISIKA FMIPA UM PADA BULAN AGUSTUS OKTOBER 2012

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

Variasi Pola Komponen H Medan Geomagnet Stasiun Biak Saat Kejadian Solar Energetic Particle (SEP) Kuat Pada Siklus Matahari Ke-23

IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN

KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

GANGGUAN GEOMAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN MEDAN MAGNET ANTARPLANET YANG TERKAIT

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan indentifikasi terhadap lubang korona, angin

PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. Raja Kerajaan Tata Surya

Silabus IPA Fisika SMP dan MTs Jilid 3 1

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Studi literatur ini dilakukan dengan menganalisis keterkaitan

ANALISIS PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

TELAAH MODEL NUMERIK MEKANISME TERJADINYA FLARE DI MATAHARI

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

TRY OUT UJIAN NASIONAL SMA PROGRAM IPA AKSES PRIVATE. Mata pelajaran : MATEMATIKA Hari/Tanggal : / 2013

Fisika Umum (MA 301) Cahaya

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

Fisika EBTANAS Tahun 2001

KARAKTERISTIK SUDDEN COMMENCEMENT DAN SUDDEN IMPULSE DI SPD BIAK PERIODE

Gudang March 29 Permalink

PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI

PREDIKSI BINTIK MATAHARI UNTUK SIKLUS 24 SECARA NUMERIK

cuaca antariksa fenomena Edisi Revisi sebuah persembahan dari Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Pertanyaan Final (rebutan)

PREDIKSI UN FISIKA V (m.s -1 ) 20

LEMBAR KERJA PERCOBAAN 01 MATERI PELAJARAN : KELAS/SEMESTER : NAMA KELOMPOK : NAMA ANGGOTA KELOMPOK : KEGIATAN PERCOBAAN A.

BAB III METODE PENELITIAN

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

MANAJEMEN FREKUENSI DAN EVALUASI KANAL HF SEBAGAI LANGKAH ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LAPISAN IONOSFER

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF

FENOMENA ASTRONOMI SISTEM BUMI, BULAN & MATAHARI

Daftar Isi. Tata Surya. Matahari. Gerak edar bumi dan bulan. Lithosfer. Atmosfer.

CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015

ANALISIS KOMPATIBILITAS INDEKS IONOSFER REGIONAL [COMPATIBILITY ANALYSIS OF REGIONAL IONOSPHERIC INDEX]

1. Persamaan keadaan gas ideal ditulis dalam bentuk = yang tergantung kepada : A. jenis gas B. suhu gas C. tekanan gas

Copyright all right reserved

Spektrum Gelombang Elektromagnetik

ANALISIS PERGERAKAN BINTIK MATAHARI Dl DAERAH AKTIF NOAA 0375

drimbajoe.wordpress.com

PLTS. Pembangkit listrik yang memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber penghasil listrik. (Sumber : Buku Paket Kelas XI, Yudhistira)

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2006

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Anwar Santoso, Mamat Ruhimat, Rasdewita Kesumaningrum, Siska Fillawati Pusat Sains Antariksa

Analisis Variasi Komponen H Geomagnet Pada Saat Badai Magnet

#2 Dualisme Partikel & Gelombang (Sifat Partikel dari Gelombang) Fisika Modern Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya

UJIAN NASIONAL SMA/MA

YANG TERKAIT DENGAN LUBANG KORONA TANGGAL 22 AGUSTUS 2010

01. Perhatikan gambar di bawah ini!

KARAKTERISTIK BADAI GEOMAGNET BESAR DALAM SIKLUS MATAHARI KE-22 DAN 23

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matahari merupakan sumber energi utama perubahan kondisi lingkungan antariksa. Matahari terus-menerus meradiasikan kalor, radiasi elektromagnetik pada seluruh panjang gelombang dan partikel bermuatan (elektron dan proton). Atmosfer Matahari terdiri atas permukaan fotosfer, lapisan di atasnya sampai ketinggian sekitar 20.000 km disebut kromosfer dan lapisan terluar yang membentang jauh ke luar angkasa disebut korona. Di atas daerah aktif Matahari terdapat medan magnet kuat yang kaki-kakinya tertancap di bintik Matahari (sunspot). Di sana struktur medan magnet tersebut masih tertutup dan menjerat sejumlah massa partikel bermuatan yang berasal dari permukaan Matahari. Massa yang semakin bertambah dan tekanan di dalam lengkungan magnetik semakin kuat menyebabkan garis gaya magnetik tidak lagi mampu menahannya sehingga terjadi robekan atau rekoneksi antar garis-garis gaya magnet, mekanisme ini dikenal sebagai flare (Moldwin, 1985). Flare tersebut menyebabkan terjadinya lontaran massa menuju korona dan ruang antar planet dan peningkatan radiasi elektromagnetik secara mendadak. Peningkatan intensitas pancaran gelombang elektromagnetik khususnya pada rentang panjang gelombang radio ini disebut semburan radio Matahari (solar radio burst). Semburan radio Matahari dapat diamati di landas Bumi dengan sistem penerima radio yang disebut radiospektrograf. Hasil dari pengamatan menggunakan radiospektrograf ini akan memiliki pola tertentu terhadap perubahan frekuensi dan intensitas terhadap waktu sehingga disebut sebagai spektra dinamik (McLean dan Labrum., 1985). Noise radio dari Matahari awal mula diketemukan tahun 1942 pada perang dunia II sampai tahun 1959 dengan pola-pola tertentu (McLean dan Labrum, 1985). Berdasarkan urutan waktu penemuannya Wild dkk. (1963) menemukakan bahwa semburan radio Matahari dibedakan menjadi 5 (lima) tipe, yaitu tipe I, tipe II, tipe III, tipe IV dan tipe V.

2 Ketika flare berlangsung, maka akan terjadi lemparan partikel bermuatan yang didominasi elektron dan menyebabkan timbulnya suatu kejutan. Akibat kejutan tersebut maka terjadilah suatu gelombang yang disebut gelombang kejut (shock wave) sebagai lontaran massa korona (coronal mass ejection/cme). Fenomena semburan radio Matahari yang terkait dengan dua kejadian ini adalah semburan radio Matahari tipe II dan tipe III, yaitu bahwa semburan radio Matahari tipe II terjadi karena lewatnya gelombang kejut dan semburan tipe III terjadi karena terlontarnya elektron energi (kecepatan) tinggi. Radiasinya terjadi melalui mekanisme radiasi plasma yaitu interaksi antara plasma setempat (ambient) dengan lewatnya partikel bermuatan. Frekuensi radiasi plasma berbanding lurus dengan akar kerapatannya (f = 8,98 N(R), N: kerapatan plasma), sementara kerapatan plasma Matahari berbanding terbalik menurut hukum pangkat dari ketinggian korona N = N 0 x10 4,32/R (Newkirk., 1961). Penelitian ini difokuskan pada fenomena semburan radio Matahari tipe II. Berdasarkan mekanisme kejadiannya, semburan radio Matahari tipe II terkait dengan kejadian flare dan gelombang kejut atau CME. Gelombang kejut (shock wave) mendorong paket-paket elektron yang berada di depannya dan ataupun menyeretnya. Gelombang kejut akan merangsang osilasi plasma di korona dan medium antar planet, serta meningkatkan intensitas emisi pada medium tersebut. Mekanisme penjalaran antara semburan radio Matahari dan gelombang kejut atau CME ini berbeda. Semburan radio Matahari terjadi oleh radiasi elektromagnetik sehingga hanya membutuhkan waktu sekitar 8 menit untuk dapat teramati di Bumi dengan menggunakan radiospektrograf. Sedangkan gelombang kejut atau CME menjalar di medium antar planet sesuai dengan kecepatan muka gelombang kejut yang menyeretnya. Dampak lewatnya gelombang kejut terhadap atmosfer atas Bumi adalah terjadinya gangguan pada medan magnet Bumi, yaitu interaksi antara medan magnet Bumi dan medan magnet antar planet yang terbawa oleh muka gelombang kejut. Bahkan untuk gangguan yang lebih besar, dapat menyebabkan terjadinya badai magnet Bumi. Terdapat indikator magnet yang menggambarkan terjadinya gangguan medan magnet yang disebut dengan Dst (Disturbances Storm

3 Time). Badai magnet akan diindikasikan dengan adanya penurunan indeks Dst secara signifikan (Moldwin., 2008). Karena semburan tipe II telah dapat terdeteksi di landas Bumi hanya dalam waktu sekitar 8 menit semenjak flare terjadi, sementara penyebabnya (yaitu gelombang kejut) yang sekaligus merupakan penyebab dari terjadinya gangguan medan magnet Bumi yang baru akan sampai di atmosfer atas Bumi dalam beberapa puluh jam kemudian, sehingga semburan radio Matahari tipe II ini dapat dijadikan indikator dan prakiraan waktu kemungkinan akan terjadinya gangguan pada medan magnet Bumi tersebut. Analisisnya dilakukan dengan menggunakan data hasil pengamatan semburan radio Matahari berupa spektrum dinamik yang menggambarkan pergeseran frekuensi terhadap waktu pengamatan (df/dt). Untuk dapat memperoleh kecepatan pergeseran muka gelombang kejutnya, perlu dilakukan pengkonversian dari pergeseran frekuensi (df/dt) spektrum dinamik menjadi pergeseran posisi (dr/dt). Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan frekuensi plasma dan kerapatan plasma di korona Matahari yang berubah sebagai fungsi ketinggian N=N(R), yaitu kerapatan ini menurun seiring bertambahnya ketinggian korona (R). Dengan demikian dapat dihitung laju muka gelombang kejut dan waktu penjalaran (travel time) dari awal waktu kejadian semburan radio Matahari tipe II. Dengan adanya pengamatan semburan radio Matahari tipe II, kita dapat memantau secara real time dan menjadikannya sebagai informasi awal terhadap kemungkinan akan terjadinya gangguan pada medan magnet Bumi. Fenomena ini perlu diwaspadai terhadap kemungkinan dampak yang ditimbulkan, khususnya terhadap peralatan luar angkasa yang memiliki fungsi sebagai media komunikasi atau misi-misi yang lainnya. Substansi utama makalah ini adalah akan mengemukakan pengujian waktu penjalaran (travel time) gelombang kejut yang diperoleh dari peristiwa semburan radio tipe II (sebagai travel time hitungan) dengan membandingkan waktu penjalaran yang dihitung dari awal kejadian flare sampai terlihat adanya penurunan indeks Dst yang signifikan, dimana hal tersebut mengindikasikan terjadinya gangguan pada medan magnet Bumi (sebagai travel time data).

4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, diperlukan rumusan terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Berapakah nilai kelajuan gelombang kejut akibat dari flare? 2. Bagaimana memprediksi kemungkinan akan terjadinya gangguan medan magnet Bumi dengan menggunakan semburan radio Matahari tipe II sebagai indikatornya? C. Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini antara lain adalah: 1. Analisis tentang semburan radio Matahari tipe II diperoleh dengan menggunakan pendekatan kinematis. Pendekatan kinematis ini digunakan untuk membatasi permasalahan gerak suatu materi tanpa meninjau penyebab pergerakannya ataupun meninjau gaya-gaya yang mempengaruhinya. 2. Data yang dianalisis merupakan data semburan radio Matahari tipe II yang bersumber dari pengamatan radiospektrograf Matahari yang dioperasikan di Loka Pengamatan Dirgantara (LPD) LAPAN - Sumedang, didukung oleh data hasil pengamatan Culgoora Observatory Australia (http://www.ips.gov.au), The Green Bank Solar Radio Bursts Spectrometer (GBSRBS) of National Radio Astronomy Observatory dan Bruny Island Radio Spectrometer (BIRS) (http://gbsrbs.nrao.edu/). Data semburan radio Matahari tipe II yang dianalisis diperoleh dari tahun 2002 2012, dengan data yang digunakan merupakan data yang memiliki citra tampak jelas. D. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis kelajuan muka gelombang kejut pada peristiwa semburan radio Matahari tipe II.

5 2. Menguji prakiraan kemungkinan akan terjadinya gangguan medan magnet Bumi dengan menggunakan data semburan radio Matahari tipe II sebagai indikatornya. E. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitik. Dalam mengidentifikasi semburan radio Matahari tipe II ini, spektrum radio dinamik frekuensi versus waktu yang dihasilkan melalui pengamatan menggunakan radiospektrograf, akan digunakan sebagai data untuk menentukan kelajuan muka gelombang kejut yang akan sampai ke atmosfer atas Bumi, sehingga dapat dijadikan sebagai informasi awal atau prediksi kemungkinan adanya dampak/gangguan yang akan ditimbulkan. F. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat mengetahui kemungkinan akan terjadinya gangguan medan magnet Bumi, dimana fenomena ini berpotensi berdampak terhadap peralatan luar angkasa misalnya peralatan yang memiliki fungsi sebagai media komunikasi, sehingga kita dapat mengantisipasi untuk menghadapi kemungkinan gangguan-gangguan yang akan terjadi. G. Struktur Organisasi Skripsi Bab I Pendahuluan Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi. Bab II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dipaparkan mengenai Matahari, aktivitas Matahari serta dampak dari aktivitas Matahari.

6 Bab III Metode Penelitian Pada bab ini dipaparkan mengenai metode dan desain penelitian, lokasi penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, serta bagan prosedur penelitan. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada bab ini dipaparkan mengenai data semburan radio Matahari tipe II, analisis peristiwa semburan radio Matahari tipe II terkait dengan nilai kelajuan muka gelombang kejut akibat dari flare, serta analisis peristiwa semburan radio Matahari tipe II terkait kemungkinan akan terjadinya gangguan medan magnet Bumi. Bab V Kesimpulan dan Saran Pada bab ini dipaparkan mengenai kesimpulan dan saran yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.