TINJAUAN PUSTAKA Hukum Permintaan Teori permintaan pada dasarnya merupakan perangkat analisis untuk melihat besaran jumlah barang atau jasa yang diminta serta perubahan permintaan akan suatu barang atau jasa berdasarkan hukum permintaan. Perubahan permintaan akan suatu barang atau jasa tersebut akan dapat dilihat dari perubahan pada kurva permintaan. Maka analisis permintaan akan suatu barang atau jasa erat kaitanya dengan perilaku konsumen. Konsumen adalah mereka yang memiliki pendapatan (uang) dan menjadi pembeli barang dan jasa di pasar (Adiningsih dan Kadarusman, 2003). Penjelasan mengenai perilaku konsumen yang paling sederhana dapat diperoleh melalui hukum permintaan. Dalam hukum permintaan dikatakan bahwa, Apabila harga suatu barang turun maka permintaan akan barang tersebut meningkat dan sebaliknya, jika suatu harga barang naik maka permintaan konsumen akan barang tersebut turun, apabila semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah yang diminta dianggap tidak berubah cateris paribus (Nopirin, 1994). Gambar 1. Kurva permintaan dan penawaran (Wikipedia, 2016) 5
Berdasarkan hukum permintaan (the law of demand) perubahan permintaan atas suatu barang dan jasa semata-mata ditentukan oleh harga dari barang atau jasa tersebut, ceteris paribus. Namun dalam kenyataannya, banyak permintaan terhadap suatu barang atau jasa juga ditentukan oleh faktor-faktor lain selain faktor harga itu sendiri. Oleh sebab itu perlu juga dijelaskan bagaimana faktor-faktor yang lain akan mempengaruhi permintaan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan, yaitu : 1. Harga barang itu sendiri Naik turunnya harga barang/jasa akan mempengaruhi banyak/sedikitnya terhadap barang yang diminta. Kuantitas akan menurun ketika harganya meningkat dan kuantitas yang diminta meningkat ketika harganya menurun, dapat dikatakan bahwa kuantitas yang diminta berhubungan negatif (negatively related) dengan harga (Djojodipuro, 1991). Sesuai dengan hukum permintaan hubungan antara harga barang dan jumlah barang yang diminta adalah negatif. Bila harga naik maka permintaan turun dan sebaliknya bila harga turun permintaan akan naik dengan asumsi ceteris paribus. Dengan demikian perubahan harga terhadap permintaan mempunyai arah yang berkebalikan (Pracoyo, 2006). 2. Pendapatan Pendapatan masyarakat mencerminkan daya beli masyarakat. Tinggi/rendahnya pendapatan masyarakat akan mempengaruhi kualitas maupun kuantitas permintaan. Pendapatan yang lebih rendah berarti bahwa secara total hanya ada uang yang sedikit untuk dibelanjakan, sehingga masyarakat akan membelanjakan sedikit uang untuk beberapa dan mungkin pula terhadap sebagian
besar barang. Jika permintaan terhadap suatu barang berkurang ketika pendapatan berkurang, barang tersebut dinamakan barang normal (Samosir, 2008) Hubungan antara pendapatan dengan jumlah barang yang diminta adalah positif. Bila pendapatan seseorang/masyarakat meningkat maka akan meningkatkan permintaan terhadap suatu barang. Ini terjadi, bila barang yang dimaksud adalah barang yang berkualitas tinggi maka denggan adanya kenaikan pendapatan, konsumen justru akan mengurangi permintaan terhadap barang tersebut (Pracoyo, 2006). 3. Jumlah Tanggungan Permintaan berhubungan positif dengan jumlah tanggungan. Pertambahan jumlah tanggungan/penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan pertambahan permintaan. Tetapi biasanya pertambahan jumlah tanggungan/penduduk diikuti oleh perkembangan dalam kesempatan kerja. Dengan demikian lebih banyak pendapatan yang diterima seseorang maka ini menambah daya beli dalam masyarakat. Pertambahan daya beli ini akan menambah permintaan (Sukirno, 2003). 4. Harga komoditi lain Permintaan terhadap suatu barang dapat dipengaruhi oleh perubahan harga barang-barang lain, baik atas barang subtitusi maupun terhadap harga barang komplementer. Sifat dan pengaruh terhadap barang subtitusi dan komplementer ini dikarenakan permintaan suatu barang memiliki kaitan dan pengaruh yang langsung maupun tidak langsung. Pengaruh mempengaruhi atas suatu barang dari harga barang lain ini dikarenakan masing-masing barang mempunyai hubungan saling menggantikan fungsi kegunaan, dan juga saling melengkapi. Jika barang
yang digantikan bergerak naik, maka akan dapat mengakibatkan jumlah permintaan barang penggantinya juga akan ikut mengalami kenaikan (Sukirno, 2003). 5. Tingkat Pendidikan Kalau orang bertindak, mereka belajar. Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku individual yang muncul dari proses pendidikan yang dijalani (pengalaman). Pendidikan seseorang sangat mempengaruhi pilihannya. Apabila pendidikan konsumen tinggi maka akan lebih memilih barang yang berkualitas baik, tingkat pendidikan dapat dilihat dari pendidikan terakhir konsumen (Setiadi, 2003). 6. Umur Sesuai dengan pernyataan orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli semasa hidupnya. Umur berhubungan dengan selera akan makanan, pakaian, perabot dan rekreasi. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga, tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan kedewasaannya (Kotler dan Amstrong, 1996). Hukum Penawaran (Supply) Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan para penjual. Dalam hukum ini dinyatakan bagaimana keinginan para penjual untuk menawarkan barangnya apabila harganya tinggi dan bagaimana pula keinginan untuk menawarkan barangnya tersebut apabila harganya rendah. Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para
penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan (Sukirno, 2003). Dalam hukum penawaran, pada dasarnya menyatakan makin tinggi harga suatu barang, makin banyak jumlah barang yang ditawarkan oleh pedagang. Sebaliknya, makin rendah harga barang, makin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan oleh pedagang/produsen, dengan anggapan faktor-faktor lain tidak berubah (Daniel, 2002). Penawaran (supply) menunjukkan seluruh hubungan antara jumlah suatu komoditi yang ditawarkan dan harga komoditi tersebut, dimana variabel-variabel lain dianggap tetap. Satu titik pada kurva penawaran menggambarkan jumlah yang ditawarkan (the quantity supplied) pada harga tersebut. Kurva penawaran menanjak ke atas, yang menggambarkan bahwa jumlah yang ditawarkan naik dengan kenaikan harga. Penawaran bukan suatu titik pada kurva penawaran, melainkan seluruh kurva penawaran, ialah hubungan yang lengkap (seluruh hubungan) antara penjualan yang diinginkan dengan harga-harga alternatif yang mungkin terjadi dari komoditi yang besangkutan (Kadariah, 1994). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran, yaitu : 1. Harga beli pedagang Untuk mengembangkan teori tentang penentuan harga suatu komoditi, perlu dipelajari hubungan antara jumlah yang ditawarkan dari setiap komoditi dan harga komoditi tersebut. Suatu teori ekonomi dasar menjelaskan bahwa makin tinggi harga suatu komoditi, makin banyak jumlah barang yang ditawarkan. Sebabnya ialah karena keuntungan yang dapat diperoleh dari produksi suatu
komoditi akan naik jika harga tersebut naik, demikian juga sebaliknya, sedangkan input yang dipakainya tetap (Djojodipuro, 1991). Naik atau turunnya harga barang/jasa akan mempengaruhi banyak/sedikitnya terhadap jumlah barang yang ditawarkan. Kuantitas akan meningkat ketika harganya meningkat dan kuantitas yang diminta menurun ketika harganya menurun, dapat dikatakan bahwa kuantitas yang diminta berhubungan positif dengan harga (Djojodipuro, 1991). 2. Biaya pemasaran Biaya pemasaran adalah semua pengeluaran pedagang yang akan digunakan untuk menjual barang-barang yang akan ditawarkan. Untuk analisis biaya pemasaran perlu diperhatikan dua jangka waktu yaitu jangka panjang (jangka waktu dimana semua faktor produksi dapat mengalami perubahan, misalnya sewa tempat, dll) dan jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana sebagian faktor produksi dapat berubah dan sebagian lainnya tidak dapat berubah, misalnya biaya keamanan (Samosir, 2008). 3. Profit/keuntungan Pedagang telur dianggap selalu bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan. Artinya bahwa pedagang telur selalu memilih tingkat output yang dapat memberikan keuntungan maksimum. Keuntungan diperoleh dari total penerimaan dikurangi total biaya yang dikeluarkan pedagang telur (Kadariah, 1994). Telur Ayam Ras Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas adalah berasal dari ayam hutan
dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak dan ini disebut proses pengembangbiakan. Tahun demi tahun ayam hutan dari wilayah dunia diseleksi secara ketat oleh para pakar. Arah seleksi ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam hutan dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari produksi yang banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur (Gallus, 2010). Telur ayam ras adalah salah satu sumber pangan protein hewani yang populer dan sangat diminati oleh masyarakat. Hampir seluruh kalangan masyarakat dapat mengonsumsi telur ayam ras untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini karena telur ayam ras relatif murah dan mudah diperoleh serta dapat memenuhi kebutuhan gizi yang diharapkan (Lestari, 2009). Telur ayam ras segar adalah telur yang belum mengalami fortifikasi, pendinginan, pengawetan, dan proses pengeraman (BSN, 2008). Telur ayam ras mempunyai kandungan protein yang tinggi dan susunan protein yang lengkap, akan tetapi lemak yang terkandung di dalamnya juga tinggi. Secara umum telur ayam ras dan telur itik merupakan telur yang paling sering di konsumsi oleh masyarakat (Sudaryani, 2003). Perbedaan zat gizi telur ayam ras dengan telur itik dan telur puyuh dapat dilihat pada Tabel 1. Telur adalah komoditi ekonomi, karena memang ada permintaannya. Tetapi permintaan konsumen terhadap telur ini dipengaruhi selera, dan selera ini dipengaruhi antara lain, oleh tingkat pendidikan konsumen itu. Dahulu prinsip konsumen kita adalah Biar kecil, keriput, kotor, yang penting makan telur. Tetapi pandangan konsumen kini berubah, telur yang kotor, keriput
dan kecil tidak laku. Konsumen cenderung pada produk yang penggunaannya praktis, cepat, kualitas terjamin dan tahan lama, sekalipun itu harus membayar lebih (Rasyaf, 1991). Tabel 1. Perbedaan kandungan gizi per 100 gram telur ayam ras dengan telur puyuh dan telur itik. Zat gizi Telur ayam Telur puyuh Telur itik 1 2 3 4 Energi (kkal) 143 158 185 Protein (g) 12,58 13,05 12,81 Total lemak (g) 9,94 11,09 13,77 Karbohidrat (g) 0,77 0,41 1,45 Kalsium/Ca (mg) 53 64 64 Besi/Fe (mg) 1,83 3,65 3,85 Magnesium (mg) 12 13 17 Fosfor/P (mg) 191 226 220 Kalium/K (mg) 134 132 222 Natrium/Na (mg) 140 141 146 Seng/Zn (mg) 1,11 1,47 1,41 Tembaga/Cu (mg) 0,102 0,062 0,062 Mangan/Mn (mg) 0,038 0,038 0,038 Selenium/Se (mkg) 31,7 32,0 36,4 Thiamin (mg) 0,069 0,069 0,156 Riboflavin (mg) 0,478 0,478 0,404 Niasin (mg) 0,070 0,070 0,200 Asam Panthothenat (mg) 1,438 1,438 1,862 Vitamin B6 (mg) 0,143 0,143 0,250 Vitamin B12 (mkg) 1,29 1,58 5,40 Vitamin A (IU) 487 543 674 Vitamin E (mg) 0,97 1,08 1,34 Vitamin K (mkg) 0,3 0,3 0,4 Kolesterol (mg) 423 844 884 Sumber: USDA (2007) Bisnis ayam ras di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat mengesankan. Konsumsi masyarakat terhadap produk hasil ternak yang dua puluh tahun lalu masih didominasi oleh daging sapi kini telah digantikan oleh daging dan telur ayam ras. Hal ini dapat terjadi karena peternakan ayam ras dikelola secara lebih efisien dan harga daging dan telur ayam ras yang terjangkau (Suharno, 1999). Meskipun permintaan masyarakat terhadap telur ayam ras fluktuatif, tetapi pada waktu tertentu permintaan masyarakat terhadap telur ayam ras sangat tinggi, misalnya untuk keperluan hajatan, hari-hari besar dan sebagainya. Terdapat
kecenderungan permintaan telur ayam ras akan selalu ada setiap saat, karena potensi pasar telur ayam ras cukup besar dalam peranannya sebagai bahan baku pembuatan makanan ringan (roti, kue, martabak, dan lain-lain). Dan juga telur ayam ras merupakan subtitusi dari daging. Ketika harga daging meningkat masyarakat akan mensubtitusikan daging terhadap telur ayam ras sehingga permintaan telur ayam ras akan meningkat (Sianipar, 2011). Tabel 2. Data produksi telur di daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2010-2013 Kabupaten/Kota Jenis Telur Ayam Petelur Ayam Kampung Itik Manila Kabupaten 1 2 3 1. N i a s - 4.539 1.111 2. Mandailing Natal - 1 90731 290.050 3. Tapanuli Selatan - 15.133 17.507 4. Tapanuli Tengah 13.776 53.533 7.397 5. Tapanuli Utara - 34.474 15.262 6. Toba Samosir - 10.314 85.668 7. Labuhanbatu 12.557 21.999 12.898 8. A s a h a n 2.035.894 67.124 79.305 9. Simalungun 130.753 86.885 24.506 10. D a i r i - 80.271 10.730 11. K a r o 4.146 39.571 10.655 12. Deli Serdang 5.640.334 71.550 1 67763 13. L a n g k a t 3.163.947 102.662 1 24648 14. Nias Selatan - 9.285 5.225 15. H. Hasundutan - 172.280 17.306 16. Pakpak Bharat - 7.656 768 17. Samosir - 6.756 6.781 18. Serdang Bedagai 982.383 143.334 127.665 19. Batu Bara 17.702 26.327 39.658 20. Padang Lawas Utara - 12.494 3.847 21. Padang Lawas - 20.021 13.569 22. Labuhanbatu Selatan - 14.223 5.643 23. Labuhanbatu Utara 719 5.118 7.190 24. Nias Utara - 6.397 707 25. Nias Barat - 4.450 0 71. S i b o l g a - 504 272 72. Tanjungbalai - 4.555 5.048 73. Pematangsiantar - 6.554 2.507 74. Tebing Tinggi - 6.217 5.934 75. M e d a n 77991 15.561 39.495 76. B i n j a i 1918135 14.876 22.454 77. Padangsidimpuan - 6.129 4.107 Kabupaten 1 2 3 78. Gunungsitoli 1523 8.824 611 2013 140.710,63 12.704 11.563 2012 108.018,10 9.866 13.377 2011 81.184,27 9.777 13.979 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (2014)
Semua telur ayam adalah sama. Itulah yang berlaku dalam bisnis perunggasan saat ini, yang membedakan hanyalah telur ayam kampung dengan telur ayam ras. Jika sama-sama telur ayam kampung atau sama-sama telur ayam ras yang membedakan hanyalah telur utuh dan telur yang rusak. Di berbagai pasar, pembeli diberi kebebasan memilih sendiri, khususnya untuk wilayah Sumatera Utara yang membedakan telur atas ukuran telur dan di jual secara perbutir. Secara lengkap grading telur berdasarkan ukuran berat dapat dilihat dibawah ini (gram): Jumbo 70,5; Ekstra Besar 63,5 70,5; Besar 52,3 63,6; Sedang 42,9 52,2; Kecil 34,4 42,8; Kecil Sekali 34,3 (BSN, 2008). Tabel 3. Data Konsumsi Telur dan Susu (g) /Kapita/hari untuk wilayah perkotaan. No. Tahun Telur dan Susu (g/kapita/hari) Total kebutuhan protein (g/kapita/hari) 1 2005 3,76 58,47 2 2006 - - 3 2007 4,38 58,89 4 2008 4,31 58,66 5 2009 3,80 54,78 6 2010 4,88 58,2 7 2011 3,89 54,71 8 2012 4,09 52,13 9 2013 4,00 52,38 10 2014 5,44 54,94 Sumber: Sumatera Utara Dalam Angka (Berbagai Tahun Terbit) Pada kenyataannya, peternak khususnya peternak ayam ras di Indonesia, mempunyai posisi yang cukup rawan dalam bisnis unggas yang secara statistik sangat pesat. Hal penting yang harus dibahas tentu saja langkah yang perlu diambil agar posisi rawan itu dapat berubah menjadi posisi strategis yang menguntungkan. Untuk menuju ke posisi tersebut, perlu diketahui permasalahan yang dihadapi peternak ayam Indonesia. Menurut Suharno (1999), permasalahan tersebut yaitu : 1). Permintaan fluktuatif
Berbeda dengan masyarakat di negara maju yang menggunakan komoditas peternakan dalam menu sehari-hari, tidak semua masyarakat di Indonesia dapat mengkonsumsi daging dan telur ayam masih dianggap sebagai makanan mewah dan mahal. Masyarakat mengkonsumsinya di saat-saat tertentu seperti lebaran, tahun baru dan bulan-bulan tertentu. Keadaaan tersebut sangat menyulitkan program produksi ayam. Para peternak mencoba melakukan program peningkatan produksi jika lebaran tiba. Namun, kesulitan jika usai lebaran permintaan langsung anjlok, sedangkan produksi tidak dapat diberhentikan karena barang hidup sehingga harga merosot tajam. 2). Pasarnya masih tradisional Jika permintaan terhadap komoditas ayam benar fluaktuatif seperti yang disebut di atas, maka logikanya pasokan ayam diatur dengan menggunakan teknologi penyimpanan. Dengan cara ini, permintaan daging dan telur ayam dapat diramalkan jumlahnya untuk waktu setahun. Dengan produksi ayam stabil, sementara permintaan fluktuatif, pasokan ayam ke konsumen dapat diatur sesuai dengan irama permintaan konsumen. Jadi, untuk kondisi tersebut, teknologi pascapanen harus dikembangkan. Namun, kenyataannya pasar ayam di Indonesia masih bersifat tradisional. Kondisi ini menyebabkan masalah fluktuasi semakin meningkat dialami oleh peternak. Fluktuasi ini juga akan selalu terjadi berulangulang setiap tahun. 3). Konsumen belum tahu persis tentang ayam Ketidaktahuan konsumen secara pasti tentang ayam menjadi satu masalah yang cukup merepotkan. Di beberapa media massa pernah terjadi pemberitaan mengenai ayam yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.