BAB III BERBAGAI MACAM PERSPEKTIF DAN TEORI PERILAKU KRIMINAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KEDUDLIKAN PERILAKU KRIMINAL DALAM PERILAKU MENYIMPANG

SMA/MA IPS kelas 10 - SOSIOLOGI IPS BAB 5. PERILAKU MENYIMPANGLATIHAN SOAL BAB 5

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak termasuk golongan dewasa dan juga bukan golongan anak-anak, tetapi remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain.

FAJAR DWI ATMOKO F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA PENCURIAN PADA SAAT TERJADI BENCANA ALAM

Bab 5. Ringkasan. suka berkelompok, dan sebagainya. Kehidupan berkelompok dalam masyarakat Jepang

TINJAUAN PUSTAKA. tengah-tengah masyarakat telah memberikan dampak negatif bagi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. 1

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB 1 PENDAHULUAN. seorang pengarang akan mencoba menggambarkan realitas yang ada ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB IV BERBAGAI JENIS PERILAKU KRIMINAL

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat. Oleh : Suzanalisa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak

kasihan kepada dia. Susuk yang sering dipakai oleh joged adalah susuk bersinar. Selain susuk tadi, ada juga joged yang mempunyai pengasihan

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang utama dan pertama dalam. terhadap pembentukan kepribadian dan perkembangan tingkah laku anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. selain itu tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan yang telah dilaksanakan

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti Jakarta, Surabaya (Jawa Timur), Semarang (Jawa Tengah), Bandung (Jawa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Pencurian Kendaraan Bermotor

yang mendorong terjadinya KDRT dalam masyarakat Minangkabau perkotaan? Apakah Ada Hubungan antara pergeseran peran keluarga luas dan mamak dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

Perilaku Sosial dan Kontrol Sosial. Lolytasari, M.Hum

BAB I PENDAHULUAN. keamanan budaya telah membawa dampak negatif berupa peningkatan kualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka tinggali sekarang ini contohnya dari segi sosial, budaya, ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Dunia ini tidak pernah lepas dari kehidupan. Ketika lahir, sudah disambut

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

NILAI MUHASABAH (STUDI BIOGRAFI PADA SESEORANG YANG MENGALAMI EVALUASI DIRI POSITIF)

MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. Pembahasan kriminalitas di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan dewasa Sulistyawati (2014). fisik, psikis dan lingkungan Willis (2014). Tuntutan-tuntutan inilah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB III PERANAN PIHAK POLDA SUMATERA UTARA DALAM MENAGGULANGI PENCURIAN KENDARAAN NERMOTOR YANG DILAKUKAN SECARA TERORGANISIR

Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial

BAB V KESIMPULAN. Perkawinan adalah hubungan yang permanen antara laki-laki dan perempuan

PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat disamping

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang cukup menyita waktu, khususnya persoalan pribadi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan modern (modernitas) adalah berkaitan dengan suatu keadaan

TUGAS AKHIR. Oleh: WINDRA PAHLEVI L2D

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

I. PENDAHULUAN. Kesusastraan sebagai hasil seni bahasa merupakan hal yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya dituntut untuk dapat berperan sebagai

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, dengan jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERSEPSI SEBAGAI INTI KOMUNIKASI INTERPERSONAL

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia

KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MIKRO (MICROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYMPANGAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut seolah-olah berjalan dengan mulus. mewah yang dapat dibanggakan dan menjadi pusat perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga pendidikan dasar dan menengah dijajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. saat ini adalah Adolescense yang berasal dari kata latin yaitu Adolescentia

Standar Kompetensi: Menerapkan prinsip-prinsip kerjasama dengan kolega dan pelanggan. Kompetensi Dasar: Memelihara standar penampilan pribadi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Mengapa kekerasan dan pemerkosaan di tengah keluarga semakin marak?

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neng Kokom Komariah, 2015

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. Secara keseluruhan pendapat para tokoh mengenai gundik/selir, penulis secara garis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bebas terlepas dari paksaan fisik, individu yang tidak diambil hak-haknya,

BAB VI PENUTUP. bawah umur yang berlaku di Kota Batam ; Sebagaimana berlaku di seluruh

BAB V PENUTUP. 1. Penerapan konsep noodweer exces dalam kasus penganiayaan atas dasar

KERANGKA TEORI. dilarang. 1 Teori labeling memiliki dua proposisi, pertama, perilaku menyimpang bukan

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB III KEJAHATAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR. A. Kejahatan Pencurian Dalam Perspektif Hukum Pidana dan Kriminologi

BAB 1 PENDAHULUAN. pelanggaran mendasar atas hak-hak anak. Tekanan fisik dan emosi yang. yang mereka alami bukan karena kehendaknya.

INTERAKSI SOSIAL PADA PENGAMEN DISEKITAR TERMINAL TIRTONADI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I. 1. Untuk apa buku ini diciptakan?

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa Indonesia

Transkripsi:

BAB III BERBAGAI MACAM PERSPEKTIF DAN TEORI PERILAKU KRIMINAL Telah diutarakan di muka, bahwa perilaku kriminal, merupakan salah satu jenis dari perilaku menyimpang. Oleh karena itu sejumlah faktor yang menjadi penyebab munculnya perilaku menyimpang menjadi pula penyebab munculnya perilaku kriminal. Baik faktor penyebab yang bersifat internal, seperti : Genetis, Fisik, dan Psikis, maupun faktor penyebab yang bersifat eksternal, seperti : lingkungan sosial, meliputi nilai, norma dan budayanya. Perspektif internal merupakan perspektif yang menunjuk pada faktor-faktor penyebab yang muncul karena faktor-faktor pelaku itu sendiri, bukan karena faktorfaktor sosial atau lingkungan sosial. Sedangkan perspektif eksternal merupakan perspektif yang memandang bahwa perilaku kriminal muncul karena faktor-faktor sosial atau faktor luar diri individu yang bersangkutan. A. Perspektif Internal Ada beberapa jenis perspektif yang termasuk di dalam perspektif internal ini, yaitu meliputi : 1. Pendekatan Fisik atau Physical Approach, Suatu pendekatan yang menyatakan bahwa tindak kriminal dapat dikaitkan dengan tipe fisik seseorang. Lombroso menyebutnya sebagai Physical Type Theory (Teori tipe fisik), sedangkan Soemodidjojo menyebutnya dengan istilah Pendekatan Katuranggan. Perspektif ini memandang bahwa faktor utama yang menjadi pamacu perilaku kriminal itu adalah faktor fisik. Keadaan fisik individu mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, akan memberikan banyak informasi mengenai kecenderungan individu yang bersangkutan dalam potensinya terhadap tindak kriminal. Seseorang yang berbadan kecil dan kurus dinyatakan tidak atau kurang memiliki potensi untuk melakukan tindak kriminalias yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan fisik, seperti misalnya menjadi preman, demikian juga seseorang yang berwajah jelek menjadi kurang potensial menjadi wanita penghibur,

atau sebaliknya seorang pria yang berwajah kurang menguntungkan menjadi tidak potensial bertindak sebagai "gigolo" dan sebagainya. 2. Pendekatan Psikis atau Psycological Approach Suatu pendekatan yang melihat tindak kriminal sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kondisi kejiwaan seseorang. Pendekatan ini meliputi :, a. Dalil Peniruan, yaitu suatu kondisi kejiwaan yang membuat seseorang sangat mudah meniru dan terpengaruh terhadap perilaku orang lain. Ingat bagaimana anak-anak Play group atau Taman Kanak-Kanak yang sangat mudah menirukan perilaku gurunya, atau seseorang yang sangat mudah terpengaruh oleh berbagai macam iklan, dan sebagainya. b. Ketidak-stabilan Daya Berfikir, yaitu suatu kondisi kejiwaan yang demikian sensitif, sehingga apabila ada hal-hal tertentu yang membuat bingung dirinya, maka seseorang tersebut menjadi kehilangan daya pikir rasionalnya, yang pada akhirnya justru bisa terdorong ke arah tindak kriminal, atau menjadi korban tidak kriminal. Seperti misalnya, ketika seseorang sangat terdesak oleh kondisi anaknya yang sedang sakit, namun tidak mempunyai biaya sama sekali untuk membeli obat atau berobat.pada saat seperti ini, seringkali para orang tua menjadi tidak dapat berfikir rasional, sehingga ia terpaksa mencuri yang akhirnya ketahuan, tertyangkap dan bahkan masuk ke penjara. 3. Pendekatan Penampilan atau Performance Approach Suatu pendekatan yang melihat bahwa tindak kriminal terjadi karena faktor penampilan dari calon korban yang bersifat memancing minat, sering juga disebut sebagai Exhibition Crime, misalnya : (1) Memakai perhiasan atau uang dalam jumlah banyak secara menyolok, (2) Pergi sendirian di malam hari atau tempat sepi, tanpa pengawalan, (3) Menggunakan busana yang dapat memancing minat untuk mengganggu, melecehkan atau bahkan memperkosa dan sebagainya. B. Perspektif Eksternal Sementara itu perspektif yang lain, adalah serangkaian perspektif yang mendasarkan diri pada pengaruh faktor luar atau faktor eksternal.

1. Pendekatan Kontrol Sosial Suatu pendekatan yang menyatakan bahwa tindak kriminal dapat terjadi karena kontrol sosial yang ada di dalam masyarakat dirasa lemah atau mandul, sehingga sese orang dengan leluasa dapat melakukan tindak kriminal. Beberapa contoh yang dapat disimak adalah antara lain : (1) Pelanggaran lalu lintas di saat petugas polisi lalu lintas nampak tidak ada di jalanan ; (2) Peserta ujian berani menyontek ketika merasa bahwa para pengawasnya tidak terlalu ketat, atau bahkan sangat nampak lengah ; (3) Pencopet dan atau pencuri melakukan aksinya di saat merasa bahwa aktivitasnya tidak akan diketahui orang lain. 2. Teori Anomie dan Rasa Kuat Suatu,teori yang menyatakan bahwa tindak kriminal dapat terjadi karena seseorang merasa dirinya tidak mudah dikenal atau merasa asing, serta dapat pula terjadi apabila seseorang merasa dirinya kuat. Adapun contoh yang dapat dikemukakan adalah : (1) Seseorang atau sekelompok orang menjadi lebih berani melakukan tidak kejahatan, ketika ia atau mereka sedang berada jauh di lura lingkungan keluarga atau masyarakatnya. (2) Seseorang atau sekelompok orang menjadi berani melakukan selingkuh ketika merasa sedang tidak mudah terkontrol oleh istri atau suami atau anggota keluargta lainnya ; (3) Sekelompok remaja yang berani mengganggu remaja lain di saat dirinya sedang bersama temantemannya dan sebagainya. 3. Teori Label Suatu teori yang menyatakan bahwa tindak kriminal dapat terjadi oleh karena pengaruh label yang diberikan masyarakat terhadap diri seseorang atau sekelompok orang. Contoh yang dapat dikemukakan adalah, seseorang yang sebenarnya mempunyai tabiat dan karakter yang balk, namun para tenagga selalu menuduhnya sebagai orang yang berwatak jelek, maka stempel atau label yang diberikan kepada seseorang itu, justru dapat menyebabkan seseorang itu akan merasa percuma berbuat baik, daripada kepalang basah, maka lebih baik mandi aja sekalian. Seseorang yang sebenarnya tidak memiliki potensi selingkuh, namun, pasangan hidupnya selalu bersikap cemburu buta, dan apabila sifat kecemburuannya itu sampai pada anggota keluarga atau masyarakat lain, dan apabila anggota keluarga atau masyarakat lain itu ikut mencurigainya, maka orang

yang dicurigai atau diberi stampel atau label petualang cinta itu akan menjadi merasa percuma berbuat balk, dan justru akan berbuat sesuai dengan apa yang dituduhkannya. C. Teori Perilaku Kriminal Perspektif atau teori lain yang juga ikut andil dalam proses pembahasan perilaku kriminalitas, dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Subculture Theory Suatu perspektif yang menyetakan bahwa perilaku kriminalitas itu merupakan suatu perilaku yang menjadi bagian dari kebudayaan, artinya, sepanjang klebudayaan manusia itu masih ada, maka bersamaan dengan itu perilaku kriminalitas juga akan ada. Mengapa demikian, karena menurut pendekatan ini, proses terjadinya perilaku. kriminalitas juga akan sama dengan proses terjadinya perilaku kriminal. 2. Learning Theory Suatu perspektif yang berpandangan bahwa perilaku kriminalitas itu tidak harus didukung oleh kondisi bakat secara fisik maupun sosial, karena sebenarnya setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan tindak kriminal, asal dirinya mau berlatih atau belajar. Bagaimana cara mencurti, cara berbohong, cara menyontek dan sebagainya, menurut perspektif ini dapat ditempuh dengan proses belajar. 3. Normal dan Pathologycal Theory Suatu perspektif yang menyatakan bahwa suatu perilaku itu, apakah dianggap sebagai kriminal atau tidak, sangat tergantung dari bagaimana masyarakat menempatkan dan memaknai perilaku tersebut. Seseorang yang melakukan kritik terhadap kebijakan Pemerintah di Jaman Orde Baru, bisa dianggap sebagai telah berbuat kriminal atau bahkan subversif, sementara bagi anggota masyarakat lain yang merasa dirugikan oleh kebijakan pemerintah itu, justrui akan menganggap pelakunya sebagai pahlawan. Jadi pendek kata, suatu perilaku, akan dianggap normal, apabila sebagian besar anggota masyarakat telah melakukannya dan telah menganggapnya normal atau biasa. Sementara apabila sejumlah besar anggota masyarakat menganggap tidak normal atau patologis, maka perbuatannya akan dianggap kriminal.

Di antara dua kelompok perspektif itu, pendekatan Sosiologi telah menempatkan diri pada perspektif eksternal, karena pendekatan Sosiologis terhadap masalah kriminal, merupakan pendekatan yang menitik beratkan kepada faktor lingkungan sosial, bukan faktor individual. Baik lingkungan sosial yang paling kecil seperti keluarga, maupun lingkungan sosial yang lebih luas pada tingkat masyarakat.