BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Hasil bumi yang berlimpah dan sumber daya lahan yang tersedia luas, merupakan modal mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara agraris dapat dilihat dari pelaku dan alam serta iklim yang mendukung kegiatan pertanian. Pelaku pertanian, seperti petani saat ini terus mengalami penurunan regenerasi karena pertanian dipandang tidak memiliki prospek yang bagus. Alam yang mendukung kegiatan pertanian dapat berjalan lancar apabila faktor produksi pertanian yang dibutuhkan mencukupi. Faktor produksi merupakan sumber daya yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa. Faktor produksi yang mempengaruhi kegiatan pertanian diantaranya lahan, tenaga kerja, modal dan keahlian. Lahan merupakan faktor produksi yang penting bagi kegiatan pertanian. Menurut Purwowidodo (1983) dalam Pellokila (2005), lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi dan tumbuhan yang sampai batas tertentu akan memengaruhi kemampuan penggunaan lahan. Penetapan penggunaan lahan pada umumnya didasarkan pada karakteristik lahan dan daya dukung lingkungannya. Bentuk penggunaan lahan yang ada dapat dikaji kembali 1
2 melalui proses evaluasi sumber daya lahan, sehingga dapat diketahui potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya. Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Optimalisasi lahan pertanian merupakan usaha meningkatkan pemanfaatan sumber daya lahan pertanian menjadi lahan usaha tani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan melalui upaya perbaikan dan peningkatan daya dukung lahan, sehingga dapat menjadi lahan usaha tani yang lebih produktif. Lahan di Indonesia masih tergolong subur dan produktif untuk diolah menjadi kegiatan usaha tani. Namun, saat ini berbagai masalah lahan terjadi di Indonesia. Permasalahan yang terjadi diantaranya tentang alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian dan sengketa kepemilikan lahan. Alih fungsi lahan terjadi seiring dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah di Indonesia, sehingga lahan pertanian banyak yang dikonversi menjadi permukiman maupun sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan masyarakat. Masalah sengketa lahan sering terjadi di Indonesia antara pihak yang memiliki modal kuat dengan pihak yang kekurangan modal. Permasalahan yang dipaparkan di atas menyebabkan lahan yang ada di Indonesia semakin berkurang. Akan tetapi, ada fenomena unik yang terjadi di tengah permasalahan tersebut. Lahan di Indonesia memang semakin berkurang jumlahnya, tetapi ternyata ada pula lahan yang terlantar yang belum dikelola secara optimal. Seluruh lahan yang belum atau tidak dipergunakan sesuai peruntukannya atau tidak terpelihara dengan baik digolongkan lahan tidur termasuk diantaranya lahan pribadi
3 yang semula ditujukan untuk investasi. Menurut Karama dan Abdurrahman (1994) dalam Rahmawaty (2002), lahan-lahan yang belum dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian produktif dapat dikategorikan sebagai lahan tidur. Menurut Kepala Badan Pertanahan Nasional, Joyowinoto, saat ini di Indonesia terdapat sekitar 7,8 hektar lahan tidur yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemanfaatan lahan tidur merupakan salah satu cara untuk mengganti lahanlahan yang telah dikonversi maupun lahan yang sama sekali belum digunakan. Lahan tidur yang sudah dimanfaatkan sebenarnya dapat menghasilkan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Lahan tidur yang terdapat di perkotaan maupun perdesaan ternyata dapat memberikan peluang yang baik untuk terciptanya lahan baru untuk petani. Kegiatan usaha tani dengan melakukan pemanfaatan lahan tidur menjadi lahan pertanian akan menjadi hal yang menarik apalagi jika melakukan kegiatan usaha tani di perkotaan. Secara geografis luas wilayah kota sangat terbatas sehingga konsep pertanian tradisional akan sulit diterapkan di kawasan perkotaan. Sementara itu, konversi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian terus mengalami peningkatan mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat perkotaan. Salah satu kota yang memanfaatkan lahan tidur adalah Jakarta yang memiliki luas sekitar 65.000 hektar, dengan penduduk berjumlah 9.588.198 jiwa (Badan Pusat Statistik Jakarta, 2010). Luas lahan pertanian di Jakarta selalu mengalami penurunan setiap tahunnya seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan sarana penunjang kehidupan penduduk kota Jakarta. Lahan pertanian di Jakarta berkurang karena sebagian besar lahan pertanian sudah menjadi permukiman,
4 perkantoran, hotel dan bangunan lainnya. Luas lahan pertanian di Jakarta yang semakin menurun terlihat pada Tabel 1. berikut. Tabel 1. Luas Lahan Pertanian Periode 2004-2007 Jenis Luas Lahan per Tahun (hektar) Lahan 2004 2005 2006 2007 Sawah 2226 1446 1221 1152 Pekarangan 5334 5386 5263 5213 Tegalan 1830 1629 1523 1495 Lain-Lain 1995 1861 1802 1752 Total 11385 10322 9809 9612 Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian - Pemprov DKI Jakarta, 2009 Melihat luas lahan pertanian yang sempit di Jakarta, sulit dibayangkan untuk melakukan kegiatan usaha tani di Jakarta. Petani yang memiliki lahan pertanian di Jakarta sudah sangat jarang, lahan-lahan yang tersisa di Jakarta kebanyakan dimiliki oleh pihak swasta yang akan digunakan untuk proyek pembangunan. Akan tetapi, lahan-lahan yang dimiliki swasta ternyata ditelantarkan begitu saja tanpa ada pemanfaatan secara maksimal. Lahan yang belum dimanfaatkan secara maksimal ini kemudian digunakan oleh penduduk Jakarta untuk melakukan kegiatan usaha tani. Beberapa kawasan di Jakarta yang sudah memanfaatkan lahan tidur menjadi lahan usaha pertanian adalah kawasan Jakarta Timur, Jakarta Utara dan Jakarta Pusat. Komoditas yang diusahakan oleh petani dengan memanfaatkan lahan tidur diantaranya padi dan sayuran. Meskipun hasil panen padi dan sayuran tidak memberikan kontribusi tinggi terhadap kebutuhan nasional, paling tidak hasil panen tersebut mencukupi kebutuhan masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Padi sebagai komoditas pangan misalnya, dengan luas lahan dan produksi yang tidak terlalu besar
5 tetapi cukup memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitar lahan tidur yang dimanfaatkan menjadi lahan pertanian tersebut. Data mengenai luas panen dan produksi padi di Jakarta disajikan pada Tabel 2. berikut. Tabel 2. Luas Panen dan Produksi Padi dan Palawija Tahun 2004-2007 Tahun Luas Panen (hektar) Produksi (ton) 2004 2.941 13.465 2005 2.668 13.335 2006 1.323 6.016 2007 1.544 8.002 Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian - Pemprov DKI Jakarta, 2009 Berdasarkan Tabel 2. di atas menunjukkan bahwa Jakarta masih memiliki luas panen yang cukup potensial untuk melakukan usaha tani. Ternyata dengan luas kota Jakarta yang sempit masih bisa dilakukan kegiatan pertanian. Meskipun keberadaan berbagai fasilitas modern ada di Jakarta, tidak langsung lepas begitu saja dari sektor pertanian yang menopang perekonomian negara. Fenomena pemanfaatan lahan tidur menjadi lahan pertanian ini ternyata mendatangkan keuntungan bagi beberapa pihak. Pemanfaatan lahan tidur menjadi lahan pertanian di perkotaan memiliki karakteristik pertanian yang berbeda dengan pertanian di perdesaan. Baik dari segi profil petani maupun kendala yang dihadapi oleh petani. Apabila di perdesaan, usaha tani merupakan hal yang biasa sebab biasanya merupakan usaha turun temurun dari keluarga. Lain halnya dengan pertanian di perkotaan, tentu ada faktor-faktor yang membuat penduduk kota melakukan usaha tani dengan memanfaatkan lahan tidur. Salah satu kawasan di Jakarta Timur tepatnya di Kelurahan Cakung Timur Kecamatan Cakung dapat
6 memberikan contoh pemanfaatan lahan tidur sebagai lahan pertanian yang produktif sehingga dapat memberikan harapan baru bagi penduduk setempat. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah yang dirumuskan adalah : 1. Bagaimana profil petani padi yang memanfaatkan lahan tidur di Kelurahan Cakung Timur. 2. Apa saja kendala yang dihadapi petani dalam pemanfaatan lahan tidur menjadi lahan pertanian padi. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan dalam identifikasi masalah. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui profil petani padi yang memanfaatkan lahan tidur menjadi lahan pertanian. 2. Mengidentifikasi faktor kendala yang dihadapi petani padi dalam pemanfaatan lahan tidur menjadi lahan pertanian padi.
7 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1. Aspek pengetahuan dan pengembangan ilmu, yaitu sebagai bahan penelitian, kajian pustaka atau penelaahan dan informasi bagi berbagai pihak baik dari kalangan akademis maupun non akademis yang ingin mendapatkan informasi mengenai profil dan kendala yang dirasakan petani dalam pemanfaatan lahan tidur menjadi lahan pertanian. 2. Aspek guna laksana, yaitu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan dan evaluasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi bagi pihakpihak yang berkepentingan untuk mengoptimalisasikan pemanfaatan lahan tidur menjadi lahan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani.