PENGARUH FREKWENSI PENCUCIAN TERHADAP RESIDU PESTISIDA (GOLONGAN ORGANOPOSPAT JENIS PROFENOFOS) PADA CABE MERAH (Capsium annum) Awalia Gusti (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRACT Tujuan penelitian adalah : untuk mengetahui kandungan residu pestisida dengan menggunakan air, air hangat dengan suhu 60 0 c dan menggunakan air pencucian buah/sayur masing-masing 1 kali dan 2 kali pencucian. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, dengan melakukan uji laboratorium pada cabe merah. Cabe merupakan komoditas yang yang rentan pada hama sehingga penggunaan pestisida yang berdampak terdapatnya residu pestisida tidak dapat dihindari. Profenofos merupakan salah satu jenis pestisida golongan organofosfat yang digunakan dengan ketentuan tidak boleh melebihi 0,5 mg/kg. Para pedagang menggiling cabe dengan menggunakan cara tradisional dan mencuci cabe dengan air seadanya, berulang-ulang dengan frekwensi pencucian hanya satu kali sebelum digiling. Analisis residu pestisida menggunakan gas chromathography (GC). Data diinterpretasikan, didiskripsikan, kemudian dibandingkan dengan standar yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa residu pestisida organofosfat (profenofos) terdapat pada sampel yang diamati.dari semua jenis sampel cabe yang diamati, kandungan residu profenofos berada di atas Nilai ambang batas, dengan pencucian menggunakan air biasa untuk 1 kali pencucian yaitu 0,108 mg/kg, 2 kali pencucian adalah0,104 mg/kg dengan air hangat untuk 1 kali pencucian adalah 0,093 mg/kg dan 2 kali pencucian 0,084 mg/kg menggunakan larutan pencucian pada 1 kali pencucian adalah 0,074 mg/kg dan 2 kali pencucian adalah 0,070 mg/kg. Mengingat sifat pestisida dan tingkat degradasinya yang berbeda, maka diperlukan penanganan residu pestisida lebih lanjut untuk menjamin keamanannya. Diharapkan kepada masyarakat untuk melakukan tindakan pencucian pada cabe lebih dari dua kali dan sebaiknya menggunakan larutan pencucian buah. Kata kunci: Cabe merah; Residu pestisida; Organopospat(profenofos) PENDAHULUAN Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/PERMENTAN/SR.140/2/2007 yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk membasmi hama. Hasil Penelitian Laboratorium Pestisida Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2011 dan 2012 hampir seluruh sampel cabe yang diperiksa di kota Padang ditemuinya pestisida pada cabe yang baru dipanen yaitu di atas: 0,5 mg/kg. World Health Organization (WHO) dan Program Lingkungan PBB memperkirakan ada sekitar 3 juta orang yang bekerja pada
sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida kimia dan sekitar 18.000 orang diantaranya meninggal setiap tahunnya. Menurut NRDC (Natural Resources Defense Council) tahun 1998, hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anak-anak awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia. Hal ini tentulah sangat mengkhawatirkan apabila cabe yang akan digunakan tidak dicuci bersih. Hampir seluruh jenis masakan masyarakat Indonesia menggunakan cabe setiap hari di menu makanannya. Dari pengamatan yang telah dilakukan terhadap beberapa pedagang dan ibu Rumah Tangga ketika menggiling cabe kebanyakan hanya mencuci cabe dengan air biasa dengan jumlah air yang sedikit dan menggunakan air yang tidak mengalir, dan kecendungan menggunakan air yang berulang. Sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian apakah terdapat perbedaan kadar pestisida dengan menggunakan berbagai macam bahan pencuci, yaitu air biasa, air hangat, dan larutan pencucian buah dan sayur dengan membuat variasi frekwensi pencucian pada setiap bahan pencucian. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kandungan pestisida pada cabe setelah dicuci dengan menggunakan media dan frekwensi pencucian yang berbeda. METODE PENELITIAN Jenis penelitian bersifat survai, dengan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Pengujian Pestisida UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Padang dan pengambilan sampel buah cabe di Pasar Tradisional Padang. Waktu pelaksanaan penelitian dari bulan April 20123 sampai dengan bulan Nopember 2013. Adapun Sampel penelitian adalah : Cabe merah yang dijual di pasar tradisional di kota Padang. Jumlah sampel yang diperlukan adalah : 7 x 0,25 kg = 1,75 kg. Bahan Penelitian : Cabe merah 9 x 0,25 kg = 2,25 kg, Kantong Palstik, Karet, Baskom 9 bh, Aluminium foil. Tissu, Larutan Pencuci, Container Box, Kertas saring, Pestisida Cara Kerja : Dilakukan uji pendahuluan terhadap residu pestisida pada cebe yang dijual di pasar. Apabila kandungan residu pestisida kurang dari 5 mg/kg (Nilai ambang batas), maka dibuat kontrol dengan memberikan larutan pestisida dia atas 5 mg/kg. Cabe dimasukkan dalam baskom dengan volume air yang dapat merendam cabe. Untuk cabe yang menggunakan bahan air hangat (suhu 60 0 C) volume air sama dengan poin 1.Untuk cabe yang menggunakan bahan larutan pencucian sayur dan buah
disesuaikan dengan ketentuan di petunjuk pemakaian. Masing-masing sampel dimasukkan ke dalam plastik steril dan diikat dengan tali karet. Kemudian dimasukkan ke dalam container box yang diisi dengan 3.4. Alur Penelitian esbatu untuk menjaga sampel tetap segar dan kadar kontaminan tidak berubah, selanjutnya sampel yang telah dicuci sesuai frekwensi pencucian Residu Pestisida Cabe Merah dgn air (1x,2x,pencucian) Residu Pestisida Cabe Merah dgn air hangat (1x,2x, pencucian) Residu Pestisida Cabe Merah dgn larutan pencuci buah (1x,2x pencucian) Air mengalir Volume Air Perendaman Cabe HASIL PENELITIAN Residu Pestisida (Profenofos) pada Cabe Hasil pengujian kadar residu insektisida golongan organofosfat berbahan aktif profenofos pada buah cabe yang dijual di Pasar Tradisional di kota Padang dapat dilihat pada tabel 1. berikut : Tabel 1. Kadar Residu Pestisida (profenofos) pada Cabe yang dijual di Pasar Alai Padang tahun 2013 Nama Sampel (Cabe) Jumlah Residu Pestisida/Profenofos (mm/kg) Keterangan Cabe Segar 0,130 Berdasarkan pada hasil penelitian yang disajikan di Tabel 1. di atas diketahui bahwa residu pestisida pada cabe yang dijual di Pasar Tradisional di Kota Padang tahun 2013 adalah o,130 mm/kg.
Kandungan Pestisida (Profenofos) Pada Sampel Berdasarkan hasil penelitian yang telah dari sampel dapat dilihat kandungan dilakukan dil Labor Pestisida Padang maka pestisida (profenofos) sebagai berikut : Tabel 2. Kandungan Pestisida (Profenofos) pada Cabe dengan beberapa kali pencucian dan bahan yang berbeda Sampel Satu Kali Pencucian Dua kali Pencucian Keterangan (mg/kg) (mg/kg) Pencucian Dengan Air Biasa 0,108 0,104 Pencucian dengan Air Hangat (60 0 C) 0.093 0,084 Pencucian dengan Menggunakan Larutan Pencucian Buah 0,074 0,070 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kandungan pestisida profenofos pada beberapa kali pencucian, maka yang tertinggi kandungan pestida adalah pada pencucian dengan air biasa, dengan 1 kali pencucian.sedangkan kandungan pestisida yang terendah adalah pada pencucian dengan menggunakan larutan pencucian buah/sayur dengan frekwensi pencucian 2 kali pencucian. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dilihat bahwa kandungan pestisida pada cabe yang dijual di Pasar Tradisional di Kota Padang mengandung residu pestisida profenofos adalah 0,130 mg/kg. Kandungan pestisida yang diperbolehkan adalah 0,5mg/kg. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan tersebut masih berada pada nilai ambang batas yang diperbolehkan. Sesuai dengan peraturan menteri Pertanian Indonesia tentang Batas Maksimum Residu pestisida berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kesehatan nomor: 881/MENKES/SKB/VIII/1996 dan 711/Kpts/TP.270/8/96 tanggal 22 Agustus 1996. bahwa kandungan profenofos pada cabe hanya diperbolehkan sebanyak 0,5 mg/kg. Namun demikian walaupun dari hasil penelitian cabe yang dijual mengandung pestisida dibawah ambang batas, zat pestisida merupakan bahan yang karsinogenik yang apabila termakan terus menerus maka akan dapat terakumulasi dalam tubuh sedikit demi sedikit yang akan berdampak pada kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya. Hal ini kalau dibiarkan terus menerus tentu akan menimbulkan efek yang berbahaya
terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Kadar residu yang paling tinggi dan bahkan melampaui Batas Maksimum Residu (BMR) yaitu dengan kadar residu 0,108 mg/kg. Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973, dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/PERMENTAN/SR.140/2/2007 yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk : Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. Memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu/gulma. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.memberantas atau mencegah ha ma-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak.memberantas atau mencegah hama-hama air. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan. Memberantas atau mencegah binata ng-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air Semua fungsi di atas tentulah akan berdampak buruk pada manusia apaila pestisida sampai masuk ke dalam tubuh manusia melewati nilai ambang batas yang ditentukan. Batas maksimum residu insektisida dengan bahan aktif Profenofos yang telah ditetapkan adalah 0,5 mg/kg. Kadar residu yang melebihi batas maksimum residu (BMR) yang ditetapkan akan berdampak negatif pada lingkungan terutama pada kesehatan konsumen. Pestisida organofosfat yang masuk ke dalam tubuh manusia mempengaruhi fungsi syaraf dengan jalan menghambat kerja enzim kholinesterase, suatu bahan kimia esensial dalam menghantarkan impuls sepanjang serabut syaraf (Prijanto, 2009). Pada saat enzim dihambat,mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh (Darmono, 2012). Gejala keracunan akibat Insektisida golongan organofosfat pada petani ditandai dengan sakit kepala, pusing, lemah anggota badan, sakit perut, mual, muntah, berkeringat banyak, keluar air liur yang banyak, pandangan kabur, susah bernafas dan pingsan (Thompson dkk, 2004; Moretto, 2004; Alegantina dkki, 2005). Dalam era perdagangan bebas dituntut kualitas pangan termasuk cabe, bebas dari cemaran kimia yang berbahaya termasuk residu insektisida sehingga aman untuk dikomsumsi dan dapat diterima di pasar internasional. Pencucian yang berulang-
ulang dengan menggunakan air mengalir akan mengurangi residu pestisida, hal ini terlihat dari hasil penelitian bahwa terdapat pengurangan pestisida dari 0,130 mg/kg menjadi 0,108 mg/kg dengan pencucian menggunakan air biasa untuk satu kali pencucian. Cabe yang sudah dicuci satu kali kemudian di cuci kembali dengan air biasa dan terjadi penurunan kandungan pestisida dari jenis profenofos menjadi 0,104mg/kg. Artinya terdapat penurunan sekitar hanya sekitar 0,026 mg/kg. Pencucian dengan menggunakan air hangat terdapat penurunan kandungan pestisda yang cukup baik dari 0,130 mg/kg menjadi 0,093 untuk satu kali pencucian dan 0,084 mg/kg untuk dua kali pencucian. Berarti terdapat penurunan sekitar 0,046 mg/kg kandungan pestisida pada pencucian dua kali dengan menggunakan air hangat suhu 60 0 C. Sedangkan kandungan pestisida yang cukup besar penurunannya adalah dengan pencucian menggunakan larutan pencucian buah yaitu untuk satu kali pencucian menjadi 0,074 mg/kg, dan untuk dua kali pencucian kandungan pestisida menjadi 0,070 mg/kg. Media terbaik yang dapat menurunkan kandungan pestisida adalah dengan menggunakan larutan pencucian buah. Agar larutan pencucian buah tidak menjadi sumber baru terdapatnya bahan kimia lain selama pencucian, maka diharapkan bagi masyarakat yang menggunakan larutan pencucian buah untuk mencuci cabe dan sayuran lainnya, harus memperhatikan aturan pemakaian larutan pencucian tersebut, dan sebagai indikator utama yang dapat menjadi perhatian masyarakat adalah dalam mencuci bahan pangan dapat diamati secara organoleptik yaitu mengamati air pencucian tidak mengandung busa lagi. Agar konsumen yang menggunakan cabe yang telah digiling oleh pedagang terhindar dari efek bahan pestisda kandungan organopospat jenis profenofos, maka perlu pengawasan oleh Instansi terkait yaitu kementerian pertanian dan perdagangan serta dinas kesehatan secara rutin. Disarankan juga sebaiknya masyarakat menggiling cabe sendiri dengan menggunakan air bersih yang memenuhi syarat, air yang mengalir dengan frekwensi yang berulang. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian Hasil residu insektisida golongan organofosfat dengan bahan aktif profenofos yaitu 0,130 mg/kg.hasil residu insektisida golongan organofosfat dengan bahan aktif profenosos pencucian dengan air biasa pada 1 kali cucian adalah 0,108 mg/kg 2 kali cucian adalah 0,104 mg/kg. Hasil residu insektisida golongan organofosfat dengan bahan aktif profenosos pencucian dengan air hangat pada 1 kali cucian adalah 0,093 mg/kg dan 2 kali cucian adalah 0,084 mg/kg. Hasil residu insektisida golongan
organofosfat dengan bahan aktif profenosos pencucian dengan air larutan pencucian buah/sayur pada 1 kali cucian adalah 0,074 mg/kg dan 2 kali cucian adalah 0,070 mg/kg. Disaran sebaiknya yang dilakukan oleh masyarakat dalam penggunaan cabe untuk dikonsumsi adalah cabe harus dicuci dengan air mengalir melebihi 2 kali pencucian. Sebaiknya cabe dicuci dengan menggunakan larutan pencucian buah lebih dari 2 kali pencucian.perlu pengawasan koordinasi dari instansi terkait (kementerian kesehatan, perdagangan, pertanian) terhadap cabe yang digiling oleh pedagang. DAFTAR PUSTAKA Alegantina, S, M. Raini dan P. Lestari, (2005). Penelitian Kandungan Organofosfat dalamtomat dan Selada yang Beredar di Beberapa jenis Pasar di DKI Jakarta. Puslitbang Farmasi, Badan Litbangkes, Depkes Jakarta. Media Litbang Kesehatan Volume XV Nomor I Tahun 2005. Anonim, (2002). Penggunaan pestisida Secara Benar dengan Residu Minimum. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Direktorat Perlindungan Hortikultura, Jakarta. Anonim, (2004a). Pengenalan dan Pengendalian Penyakit Virus pada Cabai. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Direktorat Perlindungan Hortikultura, Jakarta. Anonim, (2004b). Pedoman Penerapan PHT pada Agribisnis tanaman Cabai. Direktorat Perlindungan Hortikultura. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Jakarta. Darmono, (2012). ToksisitasPestisida. http://www.images.multiplycontent.com. Diakses tanggal 23 Juli 2012. Moretto, A., (2004). Occupational Aspects of Pesticide Toxicity in Humans. In Pesticide Toxicology and International Regulation. Eds. Marrs, T.C. and B.Ballantyne. John Wiley & Sons Ltd. Prijanto, T.B., (2009). Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfat pada Keluarga Petani Hortikultura di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Sulistiyono, L. (2004). Dilema Penggunaan Pestisida Dalam Sistem Pertanian Tanaman Hortikultura di Indonesia. Makalah Pribadi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Thompson, C. M. and R. J. Richardson, (2004). Anticholinesterase insecticide. In Pesticide Toxicology and International Regulation. Eds. Marrs, T.C. and B. Ballantyne. John Wiley & Sons Ltd.