No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada Maret 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Provinsi Bengkulu yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,357 (kategori ketimpangan sedang). Angka ini menurun jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2015 yang sebesar 0,376 dan Gini Ratio September 2015 sebesar 0,371. Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2016 sebesar 0,385, turun sebesar 0,02 poin dibanding Gini Ratio Maret 2015 sebesar 0,405 dan turun 0,013 poin dibanding Gini Ratio September 2015 sebesar 0,398. Sementara Gini Ratio di daerah perdesaan pada Maret 2016 sebesar 0,302 menurun 0,043 poin dibanding Gini Ratio Maret 2015 yang sebesar 0,345 dan menurun 0,036 poin dibanding Gini Ratio September 2015 yang sebesar 0,338. Selama periode Maret 2015 Maret 2016, distribusi pengeluaran dari kelompok penduduk 40 persen terbawah masih dalam kategori ketimpangan rendah namun distribusinya c e n d e r u n g meningkat, yaitu dari 18,88 pada Maret 2015 dan 19,12 persen pada September 2015, menjadi 19,07 persen pada Maret 2016. Distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah di daerah perkotaan pada Maret 2016 tercatat sebesar 15,53 persen turun dibanding Maret 2015 (16,39 persen) dan September 2015 (16,96 persen). Sementara di daerah perdesaan distribusi pengeluaran dari kelompok penduduk 40 persen terbawah pada Maret 2016 adalah sebesar 22,10 persen naik dibanding Maret 2015 (20,63 persen) dan September 2015 (21,00 persen). 1. Perkembangan Gini Ratio 5 Tahun Terakhir (September 2012 Maret 2016) Salah satu ukuran ketimpangan yang sering digunakan adalah Gini Ratio. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0-1. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi. Gini Ratio pada September 2012 tercatat sebesar 0,360 dan meningkat pada September 2015 yang mencapai 0,386. Pada September 2013, Gini Ratio mengalami penurunan dimana tercatat sebesar 0,372 dan menurun terus hingga September 2014. Kenaikan Gini Rasio kembali terjadi pada Maret 2015 sebesar 0,376 namun turun kembali pada periode Maret 2016 sebesar 0,357. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerataan pengeluaran di Provinsi Bengkulu mengalami perbaikan selama periode Maret 2015 Maret 2016. Berdasarkan daerah tempat tinggal, Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2016 adalah sebesar 0,385 mengalami penurunan sebesar 0,02 poin dibanding Gini Ratio Maret 2015 sebesar 0,405 dan menurun sebesar 1
0,013 poin dari Gini Ratio September 2015 sebesar 0,398. Untuk daerah perdesaan Gini Ratio Maret 2016 adalah sebesar 0,302 menurun 0,043 poin dibanding Gini Ratio Maret 2015 yang sebesar 0,345 serta menurun 0,036 poin dibanding Gini Ratio September 2015 sebesar 0,338. Tabel 1 Gini Ratio Menurut Daerah, Sept 2012 Maret 2016 Tahun Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan (1) (2) (3) (4) Sep 2012 0,391 0,322 0,360 Maret 2013 0,432 0,337 0,386 Sep 2013 0,411 0,326 0,372 Maret 2014 0,404 0,305 0,356 Sep 2014 0,381 0,330 0,355 Maret 2015 0,405 0,345 0,376 Sep 2015 0,398 0,338 0,371 Maret 2016 0,385 0,302 0,357 Gambar 1. Perkembangan Gini Ratio, Sept 2012 - Maret 2016 0,440 0,432 0,420 0,400 0,391 0,386 0,411 0,404 0,381 0,405 0,398 0,385 0,380 0,360 0,360 0,372 0,356 0,355 0,376 0,371 0,357 0,340 0,320 0,322 0,337 0,326 0,330 0,345 0,338 0,300 0,305 Sep 2012 Maret 2013 Sep 2013 Maret 2014 Sep 2014 Maret 2015 Sep 2015 Maret 2016 0,302 Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan 2
2. Perkembangan Distribusi Pengeluaran Maret 2015 Maret 2016 Disamping Gini Ratio ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran Bank Dunia. Berdasarkan ukuran ini tingkat ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya dibawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12-17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada diatas 17 persen. Pada Maret 2016, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 19,07 persen yang berarti ada pada kategori ketimpangan rendah. Persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah pada bulan Maret 2016 ini meningkat jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2015 yang sebesar 18,88 persen namun menurun jika dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar 19,12 persen. Apabila melihat Gini Ratio dari sisi wilayah tercermin bahwa ketimpangan di perkotaan lebih parah dibandingkan dengan ketimpangan di perdesaan, ukuran Bank Dunia juga menunjukkan hal yang sama, yaitu di perkotaan tergolong ketimpangan sedang (di bawah 17 persen) sementara di perdesaan tergolong ketimpangan rendah (di atas 17 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perkotaan pada Maret 2016 adalah sebesar 15,53 persen yang berarti ada pada kategori ketimpangan sedang. Angka ini tercatat lebih rendah dibanding kondisi September 2015 yang sebesar 16,96 persen dan sebesar 16,39 persen pada kondisi Maret 2015. Sementara di daerah perdesaan, persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah pada Maret 2016 adalah sebesar 22,10 persen yang berarti ada pada kategori ketimpangan rendah dan angkanya meningkat baik dibanding kondisi Maret 2015 (20,63 persen) maupun September 2015 (21,00 persen). Tabel 2 Distribusi Pengeluaran Penduduk Provinsi Bengkulu Maret 2015 - Maret 2016 (Persentase) Penduduk 40 Penduduk 40 Penduduk 20 Jumlah Daerah/Tahun persen Terbawah persen Menengah persen Atas (1) (2) (3) (4) (5) Perkotaan Maret 2015 16,39 36,28 47,33 100 September 2015 16,96 35,88 47,16 100 Maret 2016 15,53 40,59 43,88 100 Perdesaan Maret 2015 20,63 35,28 44,09 100 September 2015 21,00 35,26 43,73 100 Maret 2016 22,10 37,95 39,95 100 Perkotaan+Perdesaan Maret 2015 18,88 34,90 46,22 100 September 2015 19,12 34,98 45,90 100 Maret 2016 19,07 37,43 43,49 100 3
Gambar 2. Perkembangan Persentase Pengeluaran Kelompok Penduduk 40 Persen terbawah Maret 2015, September 2015 dan Maret 2016 25,000 20,000 15,000 22,10 20,63 21,00 18,88 19,12 19,07 16,39 16,96 15,53 10,000 5,000,000 Maret 2015 Sep-15 Maret 2016 Perkotaan Perdesaan Perkotaan dan Perdesaan 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perbaikan Tingkat Ketimpangan Beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap adanya perbaikan tingkat ketimpangan pengeluaran selama periode Maret 2015 Maret 2016 diantaranya adalah: a. Meningkatnya Upah Minimum Regional (UMR) di Provinsi Bengkulu dari Rp. 1.500.000, pada tahun 2015 menjadi Rp. 1.605.000,- pada tahun 2016. b. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), terjadi peningkatan jumlah buruh/karyawan dari 265,7 ribu orang (Februari 2015) menjadi 300,7 ribu orang (Februari 2016). c. Kenaikan pengeluaran yang merefleksikan peningkatan pendapatan kelompok penduduk bawah tidak lepas dari upaya pembangunan infrastruktur padat karya (dengan tersalurkannya dana desa), bantuan sosial (pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan). d. Inflasi rendah yang terjadi di Kota Bengkulu juga ikut mempengaruhi perbaikan ketimpangan pengeluaran. 4
PROVINSI Tabel 3. Gini Ratio menurut Provinsi, Maret 2015, September 2015, dan Maret 2016 2015 2016 MARET SEPTEMBER MARET Kota Desa K+D Kota Desa K+D Kota Desa K+D 11 Aceh 0,367 0,292 0,334 0,368 0,293 0,339 0,343 0,288 0,333 12 Sumatera Utara 0,360 0,296 0,336 0,332 0,285 0,326 0,334 0,282 0,319 13 Sumatera Barat 0,358 0,304 0,342 0,325 0,280 0,319 0,353 0,288 0,331 14 Riau 0,392 0,328 0,364 0,385 0,330 0,366 0,369 0,309 0,347 15 Jambi 0,381 0,339 0,361 0,354 0,319 0,344 0,377 0,313 0,349 16 Sumatera Selatan 0,390 0,314 0,360 0,354 0,286 0,334 0,373 0,293 0,348 17 Bengkulu 0,405 0,345 0,376 0,398 0,338 0,371 0,385 0,302 0,357 18 Lampung 0,403 0,345 0,376 0,399 0,313 0,352 0,393 0,330 0,364 19 Bangka Belitung 0,291 0,263 0,283 0,284 0,259 0,275 0,289 0,240 0,275 21 Kepulauan Riau 0,361 0,293 0,364 0,333 0,283 0,339 0,351 0,284 0,354 31 DKI Jakarta 0,431 0,431 0,421 0,421 0,411 0,411 32 Jawa Barat 0,433 0,316 0,415 0,446 0,310 0,426 0,423 0,317 0,413 33 Jawa Tengah 0,420 0,326 0,382 0,402 0,344 0,382 0,381 0,323 0,366 34 DI Yogyakarta 0,443 0,334 0,433 0,428 0,332 0,420 0,423 0,334 0,420 35 Jawa Timur 0,442 0,344 0,415 0,428 0,327 0,403 0,423 0,333 0,402 36 Banten 0,411 0,269 0,401 0,390 0,261 0,386 0,402 0,264 0,394 51 Bali 0,382 0,332 0,377 0,406 0,350 0,399 0,369 0,329 0,366 52 Nusa Tenggara Barat 0,399 0,333 0,368 0,376 0,342 0,360 0,391 0,317 0,359 53 Nusa Tenggara Timur 0,332 0,288 0,339 0,301 0,303 0,348 0,330 0,281 0,336 61 Kalimantan Barat 0,354 0,301 0,334 0,361 0,286 0,330 0,373 0,296 0,341 62 Kalimantan Tengah 0,366 0,293 0,326 0,340 0,268 0,300 0,359 0,296 0,330 63 Kalimantan Selatan 0,377 0,299 0,353 0,374 0,282 0,334 0,346 0,297 0,332 64 Kalimantan Timur 0,313 0,293 0,316 0,319 0,273 0,315 0,314 0,288 0,315 65 Kalimantan Utara 0,298 0,270 0,294 0,322 0,282 0,314 0,304 0,268 0,300 71 Sulawesi Utara 0,386 0,324 0,368 0,356 0,345 0,366 0,386 0,355 0,386 72 Sulawesi Tengah 0,425 0,329 0,374 0,415 0,303 0,370 0,387 0,320 0,362 73 Sulawesi Selatan 0,421 0,380 0,424 0,386 0,346 0,404 0,422 0,367 0,426 74 Sulawesi Tenggara 0,414 0,369 0,399 0,411 0,355 0,381 0,407 0,367 0,402 75 Gorontalo 0,423 0,369 0,420 0,391 0,366 0,401 0,414 0,392 0,419 76 Sulawesi Barat 0,395 0,348 0,363 0,383 0,339 0,362 0,393 0,347 0,364 81 Maluku 0,312 0,323 0,340 0,328 0,307 0,338 0,327 0,313 0,348 82 Maluku Utara 0,282 0,263 0,280 0,315 0,256 0,286 0,295 0,249 0,286 91 Papua Barat 0,343 0,476 0,440 0,349 0,461 0,428 0,326 0,376 0,373 94 Papua 0,339 0,380 0,421 0,347 0,387 0,392 0,312 0,383 0,390 INDONESIA 0,428 0,334 0,408 0,419 0,329 0,402 0,410 0,327 0,397 5