BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

II TINJAUAN PUSTAKA. Terintegrasi memiliki arti yaitu upaya terobosan dalam mempercepat adopsi

BAB I PENDAHULUAN. kehutanan. Sementara itu, revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan juga

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

I. PENDAHULUAN. maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan membangun

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

: EFEKTIVITAS DAN DAMPAK PROGRAM SIMANTRI TERHADAP PENDAPATAN DAN KESEMPATAN KERJA RUMAH TANGGA PETANI DI KECAMATAN NUSA PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah bagian vital yang tidak dapat dipisahkan dari perjalanan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

PENGANTAR. Latar Belakang. merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

dwijenagro Vol. 4 No. 2 ISSN :

AGRIMETA: JURNAL PERTANIAN BERBASIS KESEIMBANGAN EKOSISTEM

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

PROGRAM DAN KEGIATAN. implementasi strategi organisasi. Program kerja operasional merupakan proses

Renstra BKP5K Tahun

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

DAFTAR ISI. JUDUL... i ABSTRAK...iii ABSTRACT...iv. LEMBAR PENGESAHAN...v. RINGKASAN...vi. RIWAYAT HIDUP...x. KATA PENGANTAR...xi. DAFTAR ISI...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

I. PENDAHULUAN. khususnya lahan pertanian intensif di Indonesia semakin kritis. Sebagian besar

DUKUNGAN PENYULUH DI KELEMBAGAAN PETANI PADA PENGUATAN PERKEBUNAN KOPI RAKYAT

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan tersebut

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh sektor pertanian. Sehingga pembangunan yang menonjol juga berada pada sektor

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah. Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak dapat

Renja BP4K Kabupaten Blitar Tahun

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Konsep dan Definisi 2.1.1 Sistem pertanian teritegrasi Simantri adalah upaya terobosan dalam mempercepat adopsi teknologi pertanian, karena merupakan pengembangan model percontohan dalam percepatan alih teknologi kepada masyarakat pedesaan. Simantri mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya baik secara vertikal maupun horizontal sesuai potensi masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010). Kegiatan integrasi yang dilaksanakan juga berorientasi pada usaha pertanian tanpa limbah (zero waste) dan menghasilkan kebutuhan pangan manusia (food), pakan ternak (feed), pupuk (fertilizer), dan bahan bakar (fuel) yang biasa disebut 4F. Kegiatan utamanya adalah mengintegrasikan usaha budidaya tanaman dan ternak, dimana limbah tanaman diolah untuk pakan ternak dan cadangan pakan pada musim kemarau dan limbah ternak (faeces, urine) diolah menjadi biogas, biourine, pupuk organik dan bio pestisida (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010). Maksud dan kegiatan Simantri yaitu : (1) Mendukung berkembangnya diversifikasi usaha pertanian secara terpadu dan berwawasan agribisnis; (2) Sebagai salah satu upaya pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran, mendukung pembangunan ramah lingkungan, Bali bersih dan hijau (clean and 13

14 green) serta program Bali Organik menuju Bali Mandara; (3) Kegiatan utama adalah integrasi tanaman dan ternak dengan kelengkapan : unit pengolah kompos, pengolah pakan, instalasi biourine dan biogas; (4) Dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan dengan target peningkatan pendapatan petani pelaksana, minimal 2 (dua) kali lipat dalam 4 5 tahun ke depan. Kriteria lokasi kegiatan Simantri yakni : (1) desa yang memiliki potensi pertanian dan memiliki komoditi unggulan sebagai titik ungkit, (2) terdapat Gapoktan yang mau dan mampu melaksanakan kegiatan terintegrasi, (3) dilaksanakan pada desa dengan rumah tangga miskin (RTM) yang memiliki SDM dan potensi untuk pengembangan agribisnis (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010). Pengembangan Simantri antara sektor pertanian dengan sektor peternakan yang secara luas dan lengkap, prinsip ramah lingkungan dan berbasis sumber daya lokal, diharapkan potensi lokal yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal akan bisa termanfaatkan dengan maksimal. Pengetahuan manajemen usaha untuk semua komoditas perlu mendapatkan perhatian khusus untuk membuka peluang diversifikasi usaha, agar pengembangan program Simantri dapat mencakup kawasan yang lebih luas. Diversifikasi vertikal untuk masingmasing komoditas juga akan memberikan nilai tambah ekonomis bagi petani. Sehingga pada akhirnya akan tercipta pola pertanian yang mandiri, komperhensif, ramah lingkungan, berbasis pada sumber daya lokal, melembaga dan berkesinambungan. Hal itu dibarengi dengan meningkatnya pendapatan perekonomian petani dan peningkatan kesejahteraan petani (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010).

15 2.1.2 Indikator keberhasilan simantri Untuk menilai keberhasilan kegiatan Simantri, terdapat ukuran keberhasilan yang dipergunakan yaitu indikator keberhasilan Simantri (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010). Beberapa indikator keberhasilan Simantri yang diharapkan dapat terwujud dalam jangka pendek (4-5 tahun) antara lain : (1) Berkembangnya kelembagaan dan SDM baik petugas pertanian maupun petani. (2) Terciptanya lapangan kerja melalui pengembangan diversifikasi usaha pertanian dan industri rumah tangga. (3) Berkembangnya intensifikasi dan ekstensifikasi usaha tani. (4) Meningkatnya insentif berusaha tani melalui peningkatan produksi dan efisiensi usaha tani. (5) Tercipta dan berkembangnya pertanian organik menuju green economic. (6) Berkembangnya lembaga usaha ekonomi perdesaan. (7) Peningkatan pendapatan petani (minimal 2 kali lipat). 2.1.3 Paket kegiatan utama simantri Paket kegiatan utama Simantri pada tahap awal yang disyaratkan meliputi : (1) Pengembangan komoditi tanaman pangan, peternakan, perikanan dan intensifikasi perkebunan sesuai potensi wilayah; (2) Pengembangan ternak sapi atau kambing dan kandang koloni (20 ekor); (3) Bangunan instalasi bio gas sebanyak 3 unit ; kapasitas 11 m 3 sebanyak 1 unit dan kapasitas 5 m 3 masingmasing 1 unit dilengkapi dengan kompor gas khusus sebanyak 5 unit; (4) Bangunan instalasi biourine sebanyak 1 unit; (5) Bangunan pengolah kompos dan pakan masing-masing sebanyak 1 unit; (6) Pengembangan tanaman kehutanan sesuai kondisi dan potensi masing-masing wilayah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010).

16 Dinas Pertanian Tanaman Pangan (2010) menyebutkan paket utama Simantri dibiayai dari dana Bantuan Sosial (Bansos) APBD Provinsi. Akan tetapi pada tahun 2012 program simantri dibiayai melalui dana Hibah hingga sekarang. Untuk kegiatan penunjang termasuk dalam pengembangan infrastruktur perdesaan dibiayai dari kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait sesuai ketersediaan dana dan kegiatan masing-masing. Dalam jangka panjang juga diharapkan peran swasta dalam bentuk Coorporate Social Responsibility (CSR). Dukungan pembinaan teknis dan pembiayaan juga dilaksanakan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali. 2.1.4 Gabungan kelompok tani Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usaha tani bagi anggotanya dan petani lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian serta terhadap sumber informasi. Pada prinsipnya, lembaga Gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya serta memiliki peran penting terhadap pertanian (Deptan, 2007). Gapoktan sebagai kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi

17 desa atau yang berada dalam satu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier. Kelompok tani tersebut antara lain terdiri dari kelompok tani subak, kelompok tani tegalan, kelompok tani ternak, kelompok tani ikan, kelompok tani kehutanan, dan kelompok tani perkebunan. 2.1.5 Kelompok tani Kelompok Tani adalah kumpulan petani atau peternak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Jumlah anggota kelompok tani terdiri atas 20 orang atau disesuaikan dengan kondisi lingkungan masyarakat dan usaha taninya (Deptan, 2007). Kelembagaan petani (kelompok tani) mempunyai fungsi: sebagai wadah proses pembelajaran, wahana kerja sama, unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, unit pengolahan dan pemasaran, serta unit jasa penunjang. (1) Kelas Belajar, wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera, (2) Wahana Kerjasama, untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompoktani dan antar kelompoktani serta dengan pihak lain. sehingga usaha taninya akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, (3) Unit Produksi dan Usaha tani yang dilaksanakan secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas.

18 2.1.6 Pendamping simantri Peran penyuluh sebagai mata rantai yang menghubungkan antara penelitian dan petani. Sama halnya dengan program Simantri di Bali peranan tenaga pendamping berperan besar dalam membantu petani-peternak anggota Gapoktan Simantri dalam menerapkan inovasi dari program ini. Fasilitasi merupakan suatu kegiatan yang menjelaskan pemahaman, tindakan, keputusan yang dilakukan seseorang atau bersama orang lain untuk mempermudah tugas. Fasilitasi mengandung pengertian membantu dan menguatkan masyarakat agar dapat memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya sendiri sesuai potensi yang dimilikinya (Komunitas Pemberdayaan Masyarakat, 2012). Dalam konteks pembangunan, istilah fasilitasi biasa dikaitkan dengan pola pendampingan, pendukungan atau bantuan dalam masyarakat. Biasanya tindakan ini diikuti dengan pengadaan personil, tenaga pendamping, relawan atau pihak lain yang berperan memberikan penyuluhan, penerangan, bimbingan, terapi psikologis penyadaran agar masyarakat yang tidak tahu menjadi tahu dan sadar untuk berubah (Suksesmina, 2011). Menurut Pusat Penyuluhan Pertanian dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (2014) mengatakan, pendampingan penyuluh adalah kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh pertanian dalam rangka mendukung pencapaian sasaran program. Pemantapan dan pengembangan Simantri dilaksanakan secara terarah, terpadu, terkoordinasi dan berkelanjutan dengan melibatkan petugas lapangan secara berkesinambungan yang selanjutnya disebut pendamping (Dinas Pertanian, 2013). Pendampingan dilakukan oleh tenaga khusus dengan latar belakang pendidikan teknis pertanian,

19 peternakan, perkebunan dan perikanan untuk membantu masyarakat petani dalam berbagai sektor pertanian, serta mentransfer pengetahuan, sikap dan perilaku tertentu kepada poktan. Kegiatan pendampingan dilakukan dalam upaya mendorong partisipasi dan kemandirian anggota poktan. 2.1.7 Syarat dan tugas pendamping simantri Menurut Dinas Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali tahun 2013, syarat menjadi petugas pendamping Simantri adalah mereka yang dinyatakan lulus seleksi administrasi dan wawancara, yang selanjutnya petugas itu ditetapkan dengan Keputusan Gubernur untuk melaksanakan kegiatan pendampingan di lokasi Simantri secara kontinyu dan berkelanjutan. Sekurangkurangnya berijasah Sarjana (S1) diutamakan latar belakang pendidikan teknis pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan atau berpengalaman menangani teknis operasional Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan. Memiliki kemampuan koordinatif dan keterampilan berkomunikasi di lapangan. Tugas sebagai pendamping Simantri menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali tahun 2013: (1) Petugas pendamping wajib mendampingi Gapoktan dalam membina kelompok, menetapkan lokasi pusat kegiatan Simantri bersama-sama dengan petugas lapangan lainnya, (2) Petugas pendamping akan mendampingi Gapoktan Simantri dalam menetapkan kesepakatan-kesepakatan bagi hasil/sistem kadas yang diperlukan untuk penumbuhan kelompok ternak/kebun/ikan dan tanaman pangan dengan orientasi kesejahteraan tanpa memberatkan anggota kelompok sebagai pengelola/pengadas bila ternak, serta membuat perjanjian kerjasama pengelolaan lahan yang dipergunakan sebagai

20 tempat usaha Simantri, (3) Melaksanakan pendampingan dalam menterjemahkan Simantri di daerah ke arah yang lebih praktis dan dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi lapangan, (4) Melaksanakan pendampingan sesuai petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis maupun menyesuaikan spesifikasi kegiatan berdasarkan kondisi lapangan, (5) Mendampingi dalam pengelolaan dan pembuatan kerjasama dalam pengadaan material maupun bahan-bahan yang diperlukan untuk kebutuhan kegiatan Simantri, (6) Petugas pendamping wajib memberikan motivasi dalam penguatan Gapoktan kelompok, dinamika kelompok, kerjasama kelompok, perencanaan kelompok serta mendorong peran serta anggota untuk selalu aktif dalam kegiatan kelompok, (7) Petugas pendamping terus memberikan pendampingan terhadap kelompok pelaksana dan juga kelompok pendukung yang belum mendapat bagian sebagai pelaksana sehingga program dapat berjalan secara simultan dan mengurangi pergesekan sosial diantara kelompok inti dengan pelaksana lainnya, (8) Petugas pendamping wajib memberikan laporan kepada Koordinator Simantri Provinsi melalui Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, setiap awal bulan dan laporan akhir kegiatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas/Badan Instansi Penanggung jawab Simantri tingkat Kabupaten/Kota, (9) Petugas pendamping juga wajib mendampingi dan memfasilitasi informasi dalam rangka pembuatan materi penyuluhan, penayangan maupun pembuatan data based untuk kepentingan pelaksanaan kegiatan Simantri, (10) Petugas pendamping berkewajiban mengkoordinasikan kegiatan Simantri kepada petugas lainnya, Kepala Desa, Kelian Subak, Petugas Kecamatan dan Tim Kabupaten/Kota serta Provinsi.

21 2.2 Teori Teori yang Relevan 2.2.1 Teori produksi Teori produksi adalah teori yang mempelajari berbagai macam input pada tingkat teknologi tertentu yang menghasilkan sejumlah output tertentu (Sudarman, 2004). Sasaran dari teori produksi adalah untuk menentukan tingkat produksi yang optimal dengan sumber daya yang ada. Menurut Aziz N, (2003), teori produksi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu yang pertama, teori produksi jangka pendek dimana apabila seseorang produsen menggunakan faktor produksi, maka ada yang bersifat variabel dan yang bersifat tetap. Kedua, teori produksi jangka panjang apabila semua input yang digunakan adalah input variabel dan tidak terdapat input tetap, sehingga dapat diasumsikan bahwa ada dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja dan modal. Dalam ilmu ekonomi, terdapat tiga masalah pokok berupa mencari jawaban atas pertanyaan (1) Apa (what) yang akan diproduksi dan berapa jumlahnya. (2) Bagaimana (how) cara menghasilkan/memproduksi barang dan atau jasa tersebut. (3) Untuk siapa (for whom) barang dan atau jasa tersebut dihasilkan atau diproduksi. Setiap proses produksi memiliki elemen utama sistem produksi yaitu input, proses dan output. Input merupakan sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi, proses merupakan cara yang digunakan untuk menghasilkan produk dan output merupakan produk yang ingin dihasilkan (Soeratno, dkk, 2000). Kegiatan produksi yang mengubah input menjadi output tersebut dalam ekonomi biasanya dinyatakan dalam fungsi produksi. Fungsi

22 produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu (Sugiarto, dkk, 2002). Produksi adalah suatu proses dimana beberapa barang dan jasa yang disebut input diubah menjadi barang-barang dan jasa lain yang disebut output. Banyak jenis aktivitas yang terjadi dalam proses produksi, meliputi perubahan bentuk, tempat dan waktu penggunaan hasil-hasil produksi. Output perusahaan yang berupa barang-barang produksi tergantung pada jumlah input yang digunakan dalam produksi. Hubungan antara input dan output ini dapat diberi ciri dengan menggunakan suatu fungsi produksi. Lebih lanjut Gunawan, dkk. (1997), mengatakan bahwa produksi mencakup setiap pekerjaan yang menciptakan atau menambah nilai dan guna suatu barang atau jasa. Agar produksi yang dijalankan dapat menciptakan hasil, maka diperlukan beberapa faktor produksi (input). Dan untuk menghasilkan output, maka faktor-faktor produksi yang merupakan input perlu diproses bersama-sama dalam suatu proses produksi (metode produksi). Rahardja dan Mandala, (2006) menyatakan biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam melakukan kegiatan produksi. Biaya total sama dengan biaya tetap yang ditambah dengan biaya variable. Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang besarnya tidak tergantung pada jumlah produksi, contohnya biaya barang modal, gaji pegawai, bunga pinjaman, bahkan pada saat perusahaan tidak berproduksi (Q=0), biaya tetap harus dikeluarkan dalam jumlah yang sama. Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang besarnya tergantung pada tingkat produksi, contohnya upah buruh, biaya bahan baku. Biaya rata-rata

23 adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi satu unit output. Besarnya biaya rata-rata adalah biaya total dibagi jumlah output, maka besarnya biaya rata-rata (average cost) sama dengan biaya tetap rata-rata (average fixed cost) ditambah dengan biaya variabel rata-rata (average variable cost). 2.2.2 Faktor produksi Faktor produksi atau input merupakan hal yang mutlak harus ada untuk menghasilkan suatu produksi. Dalam proses produksi, seorang pengusaha dituntut mampu menganalisa teknologi tertentu yang dapat digunakan dan bagaimana mengkombinasikan beberapa faktor produksi sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh hasil produksi yang optimal dan efisien. Menurut Suryawati (2004), faktor-faktor produksi (input) diperlukan oleh perusahaan atau produsen untuk melakukan proses produksi. Input dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yakni : pertama, input tetap yaitu input yang tidak dapat diubah jumlahnya dalam jangka panjang, misalnya gedung, lahan. Kedua, input variabel yaitu input yang dapat diubah-ubah jumlahnya dalam jangka pendek, contohnya tenaga kerja. Guna mencapai tingkat output tertentu, dalam jangka pendek hanya bisa dilakukan pengkombinasian input tetap dengan mengubah-ubah jumlah input variabel. Sedangkan dalam jangka panjang, pengusaha atau produsen dimungkinkan untuk mengubah jumlah input tetap sehingga dapat dikatakan dalam jangka panjang semua input adalah merupakan input variabel. 2.2.3 Fungsi produksi Menurut Sadono Sukirno (2003), fungsi produksi adalah kaitan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan. Faktor-faktor

24 produksi dikenal sebagai input dan jumlah produksi sebagai output. Menurut Soeratno, dkk (2000), fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat (dan kombinasi) penggunaan input dan tingkat output per satuan waktu. Fungsi produksi adalah suatu hubungan matematis yang menggambarkan suatu cara dimana jumlah dari hasil produksi tertentu tergantung pada jumlah input tertentu yang digunakan (Bishop & Toussaint, 1986). Fungsi produksi merupakan landasan teknis dari proses produksi yang menggambarkan hubungan antara faktor produksi dengan kuantitas produksi. Hubungannya rumit dan kompleks karena beberapa faktor produksi secara bersama-sama mempengaruhi kuantitas produksi. Namun demikian, dalam teori ekonomi digunakan asumsi dasar mengenai sifat fungsi produksi dimana semua produsen tunduk pada hukum The Law of Diminishing Return. Hukum ini menyatakan bahwa semakin banyak variabel yang ditambahkan pada sejumlah tertentu sumberdaya tetap, perubahan output yang diakibatkannya akan mengalami penurunan dan bisa menjadi negatif (Mc.Eachern, 2001). Produksi budidaya adalah suatu proses dimana barang yang disebut input yaitu ternak sapi, tanaman pangan/perkebunan dan juga ikan dibudidayakan untuk memberikan nilai tambah output baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu (Sugiarto, dkk, 2002). Produksi pengolahan limbah adalah suatu proses untuk merubah input dalam hal ini limbah ternak kotoran sapi diolah atau diproses menjadi output

25 kompos dan pupuk organik granuler, biourine serta biogas. Gas-bio dimanfaatkan untuk keperluan memasak, sedangkan limbah biogas (sludge) yang berupa padatan dimanfaatkan menjadi kompos dan bahan campuran pakan sapi dan ikan, dan yang berupa cairan (biourine) dimanfaatkan menjadi pupuk cair untuk tanaman sayuran dan ikan. 2.2.4 Teori pendapatan Menurut Gustiyana (2004), pendapatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan usaha tani dan pendapatan rumah tangga. Pendapatan merupakan pengurangan dari penerimaan dengan biaya total. Pendapatan rumah tangga yaitu pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usaha tani ditambah dengan pendapatan yang berasal dari kegiatan di luar usaha tani. Pendapatan usaha tani adalah selisih antara pendapatan kotor (output) dan biaya produksi (input) yang dihitung per bulan, per tahun, per musim tanam. Pendapatan luar usaha tani adalah pendapatan yang diperoleh sebagai akibat melakukan kegiatan diluar usaha tani seperti berdagang, kuli bangunan dan lain sebagainya. Dalam usaha pertanian, menurut Prawirokusumo (1990) ada beberapa pembagian pendapatan yaitu : (1) Pendapatan kotor (Gross income) adalah pendapatan usaha tani yang belum dikurangi biaya-biaya, (2) Pendapatan bersih (net income) adalah pendapatan setelah dikurangi biaya, (3) Pendapatan pengelola (management income) adalah pendapatan yang merupakan hasil pengurangan dari total output dengan total input. Input produksi adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi serta menjadi barang tertentu atau menjadi produk akhir, dan termasuk didalamnya adalah barang yang dibeli dan jasa yang dibayar. Ada

26 beberapa konsep biaya dalam ekonomi yaitu 1) Biaya tetap, 2) Biaya total tetap, 3) Biaya Variabel dan 4) Biaya total variabel serta Biaya tunai dan tidak tunai (Prawirokusumo, 1990). Lebih lanjut dikatakan biaya tetap yaitu biaya yang masa penggunaannya tidak berubah walaupun jumlah produksi berubah (selalu sama) atau tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi karena tetap dan tidak tergantung kepada besar kecilnya usaha maka bila diukur per unit produksi biaya tetap makin lama makin kecil (turun), yang termasuk biaya tetap dalam usaha tani sayuran antara lain tanah, bunga modal, pajak, dan peralatan. Biaya Variabel yaitu biaya yang selalu berubah tergantung besar kecilnya produksi. Yang termasuk biaya ini adalah : biaya sarana produksi, biaya pemeliharaan, biaya panen, biaya pasca panen, biaya pengolahan dan biaya pemasaran serta biaya tenaga kerja dan biaya operasional. Biaya tunai meliputi biaya yang diberikan berupa uang tunai seperti biaya pembelian pupuk, benih/bibit, obat obatan, dan biaya tidak tunai adalah biaya biaya yang tidak diberikan sebagai uang tunai tetapi tidak diperhitungkan seperti biaya tenaga kerja keluarga. Pendapatan kotor adalah sejumlah uang yang diperoleh setelah dikurangi semua biaya tetap dan biaya variabel, sedangkan pendapatan bersih dihitung dari pendatan kotor dikurangi pajak penghasilan. Dalam penelitian ini pendapatan yang diamati peningkatannya adalah pendapatan usaha tani. Pendapatan usaha tani adalah besarnya manfaat atau hasil yang diterima oleh petani yang dihitung berdasarkan dari nilai produksi dikurangi semua jenis pengeluaran yang digunakan untuk produksi. Untuk itu pendapatan usaha tani sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya sarana produksi, biaya pemeliharaan,

27 biaya pasca panen, pengolahan dan distribusi serta nilai produksi (Prawirokusumo, 1990). Pendapatan usaha tani sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi, harga jual dan biaya usaha tani. Pendapatan akan meningkat apabila jumlah produksi dan harga naik, tentunya dengan biaya yang dapat diminimalisir (Ratmi Rosilawati, 2013). Menurut Hernanto (1994), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha tani yaitu : (a) luas usaha, meliputi areal pertanaman, luas tanaman, luas tanaman rata-rata, (b) tingkat produksi, yang diukur lewat produktivitas per hektar dan indeks pertanaman, (c) pilihan dan kombinasi, (d) intensitas perusahaan pertanaman dan (e) efisiensi tenaga kerja. Selanjutnya Baharsjah (1992) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang menentukan kemajuan dan peningkatan pendapatan yaitu kondisi sumber daya alam, kondisi sumber daya manusia dan kondisi kelembagaan atau usaha. 2.2.5 Peranan pertanian dalam pembangunan Sektor pertanian memberikan kontribusi yang relatif besar bagi pembangunan, hal tersebut bisa dilihat kontribusinya bagi PDRB Provinsi Bali pada umumnya dan Kabupaten Badung pada khususnya. Data BPS tahun 2014 menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar kedua terhadap PDRB Bali atas dasar harga konstan setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini membuktikan sektor pertanian bukanlah sektor yang dapat diabaikan dalam upaya peningkatan PDRB Provinsi Bali pada umumnya dan juga Kabupaten Badung. Pertanian memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya. Khususnya dalam hal ketahanan sektor ini

28 terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro dimana sektor ini tetap mampu tumbuh positif pada saat puncak krisis ekonomi sementara sektor ekonomi lainnya mengalami kontraksi. 2.2.6 Karakteristik petani Petani memiliki karakteristik yang sangat beragam, karakteristik tersebut dapat berupa karakteristik ekonomi, karakteristik sosial serta karakteristik demografi. Karakteristik tersebutlah yang membedakan petani dilihat dari tipe perilaku terhadap situasi tertentu. Menurut Hartanto (1984), karakteristik sosial ekonomi meliputi : umur, pendidikan, luas lahan, pendapatan petani dan pengalaman. Karakteristik petani menurut Nurmanaf (2003) yaitu meliputi : jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman, sumber informasi, dan pendapatan usaha tani. Karakteristik yang diamati dalam penelitian ini adalah pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman, dan jarak tempat tinggal. Faktor-faktor karakteristik petani yang diamati dalam penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Pendidikan formal Pengembangan usaha ternak sapi sebagai usaha keluarga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait, antara lain pendidikan, penggunaan input, pemasaran, kredit, kebijakan, perencanaan, penyuluhan, dan penelitian (Pambudy, 1999). Pendidikan merupakan faktor penting untuk mempercepat proses perkembangan inovasi agar mendapatkan hasil produksi yang maksimal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang sifatnya melembaga, yang pelaksanaannya sesuai dengan perkembangan seseorang (Gerungan, 1980). Petani

29 yang tingkat pendidikannya relatif lebih tinggi dan relatif lebih muda, akan lebih dinamis dan lebih mudah untuk mempertimbangkan hal-hal baru. Pendidikan formal berhubungan erat dengan kemampuan intelektual. Wahjono (2010) mengatakan bahwa kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Tujuh dimensi paling sering dikutip yang membentuk kemampuan intelektual adalah kemahiran berhitung, pemahaman (comprehension) verbal, kecepatan perceptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang, dan ingatan (memori). Soekartawi (1988) mengemukakan bahwa mereka yang berpendidikan lebih tinggi akan relatif lebih cepat menerapkan inovasi, begitu pula sebaliknya, mereka yang berpendidikan lebih rendah agak sulit untuk menerapkan inovasi ini dengan cepat. Berdasarkan hasil penelitian Yudiani (1996) didapatkan bahwa tingkat penerapan inovasi oleh petani berhubungan sangat nyata dengan pendidikan formalnya. Gapener, 1964 (Nuraini, 1984) menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor penting untuk mempercepat proses penerapan inovasi. Pendidikan anggota rumah tangga petani dapat mempengaruhi keputusan produksi. Chavas et. al. (2005) dalam penelitiannya memasukkan pendidikan dalam menganalisis karakteristik rumah tangga dan usaha tani. Makin tinggi tingkat pendidikan, makin mudah anggota keluarga mengadopsi teknologi sehingga mereka dapat meningkatkan produksi secara rasional untuk mencapai keuntungan yang maksimum. Gould dan Saupe (1989) menganalisis umur, pendidikan, dan pelatihan sebagai variabel yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja dalam off-farm, pekerjaan usaha tani dan rumah tangga.

30 2) Pendidikan non formal Pendidikan non formal menurut Rogers (2005) adalah setiap kegiatan yang terorganisir dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari aktifitas yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani proses belajar peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan non formal melayani pendidikan kepada masyarakat baik orang dewasa maupun anak-anak. Selanjutnya menurut Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyarankan bahwa definisi pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar jalur pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara berstruktur dan berjenjang. Suhardiyono (1992) mengatakan bahwa pendidikan non formal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir di luar sistem pendidikan formal bagi sekelompok orang untuk memenuhi keperluan khusus. Pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidikan formal. Pendidikan non formal yang diterima petani biasanya berupa penyuluhan oleh tenaga penyuluh lapangan atau pendamping Simantri. Kartasapoetra (1987) menyatakan bahwa penyuluhan merupakan sistem pendidikan yang bersifat non formal atau sistem pendidikan di luar sistem persekolahan yang biasa. Penyuluhan pertanian berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian menuju suatu arah yaitu profesional.

31 3) Pengalaman Pengalaman adalah banyaknya jenis pekerjaan atau jabatan yang pernah diemban oleh seseorang, serta lamanya mereka bekerja pada masing-masing pekerjaan (Sunuharyo, 1997). Semakin banyak pengalaman kerja seseorang maka akan semakin banyak manfaat yang berdampak pada luasnya wawasan pengetahuan di bidang pekerjaannya serta semakin meningkatkan keterampilan orang tersebut. Pengalaman kerja akan mempengaruhi keterampilan seseorang dalam melaksanakan tugas dan juga membuat kerja lebih efisien (Cahyono, 1995). Pengalaman kerja adalah sebagai suatu ukuran tentang lama waktu atau masa kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik (Foster, 2001). Terdapat beberapa hal untuk menentukan berpengalaman tidaknya seorang karyawan yang sekaligus sebagai indikator pengalaman kerja seperti masa kerja, tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, serta penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan. Studi paling baru menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara senioritas dan produktivitas pekerjaan. Dengan demikian, masa kerja yang diekspresikan sebagai pengalaman kerja dapat menjadi peramal yang baik terhadap produktivitas kerja seseorang (Robbins, 2003). 4) Jarak tempat tinggal Jarak rumah petani dengan lahan garapannya akan sangat mempengaruhi produktivitas, dan juga akan mempengaruhi kinerja dari petani itu sendiri. Hasil penelitian Mahananto et. al. (2009) menunjukkan bahwa, secara simultan faktorfaktor luas lahan garapan, jumlah tenaga kerja efektif, jumlah pupuk, jumlah

32 pestisida, pengalaman petani dalam berusaha tani, jarak rumah petani dengan lahan garapan, dan sistem irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan produksi padi sawah. Lebih lanjut dikatakan jarak lahan garapan dengan rumah tempat tinggal petani berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi sawah. Jarak lahan garapan dengan rumah petani menunjukkan hubungan yang negatif yang berarti semakin jauh jarak lahan garapan dengan rumah petani akan mengakibatkan penurunan produksi. Pengaruh jarak ini adalah melalui pengelolaan usaha tani, semakin jauh maka petani akan membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak untuk mencapai tempat kerjanya lahan garapannya. Hal ini akan mengakibatkan intensitas pengelolaan usaha taninya seperti : mengikuti pertumbuhan tanaman, menjaga tanaman dari serangan hama dan penyakit, dan juga mengurusi irigasi menjadi turun sehingga secara langsung semakin jauh jarak lahan garapan dengan rumah petani akan mampu menurunkan produktivitas tanaman padi sawah. Ruswendi (2011) mengatakan bahwa aksesibilitas lokasi usaha ternak ke jalan raya dengan jarak ± 1 km dengan keragaman masih kurang dari 6 km dianggap masih cukup kondusif, sehingga memudahkan pengangkutan input dan output hasil usaha tani/usaha ternak. 2.2.7 Penyuluhan Penyuluh pertanian merupakan pendidikan non formal yang ditujukan kepada petani beserta keluarganya yang hidup di pedesaan dengan membawa dua tujuan utama yang diharapkannya. Tujuan jangka pendek adalah menciptakan perubahan perilaku termasuk di dalamnya sikap, tindakan dan pengetahuan, serta

33 untuk tujuan jangka panjang adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan jalan meningkatkan taraf hidup mereka (Sastraatmadja, 1993). Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga dapat membuat keputusan yang benar. Kegiatan tersebut dilakukan oleh seseorang yang disebut penyuluh pertanian (Van Den Ban dan Hawkins, 1999). Peranan penyuluhan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu: menyadarkan masyarakat atas peluang yang ada untuk merencanakan hingga menikmati hasil pembangunan, memberikan kemampuan masyarakat untuk menentukan program pembangunan, memberi kemampuan masyarakat dalam mengontrol masa depannya sendiri, dan memberi kemampuan dalam menguasai lingkungan sosialnya (Fashihullisan, 2009). Peran seorang pekerja pengembangan masyarakat atau pendamping dapat dikategorikan ke dalam empat peran, yaitu : peran fasilitator (facilitative roles), peran pendidik (educational roles), peran utusan atau wakil (representasional roles), dan peran teknikal (technical roles). Profesionalisme Petugas Penyuluh Lapang (PPL) berkaitan erat dengan tugas pokok penyuluh pertanian. Tugas pokok penyuluh secara garis besar adalah menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, mengevaluasi dan melaporkan, kegiatan penyuluhan pertanian. Setiap penyuluh harus mampu melaksanakan peran ganda sebagai guru, penganalisa, konsultan dan organisator (Nuryanto, dkk, 2000). Berdasarkan perannya tersebut maka secara empris penyuluh pertanian merupakan ujung tombak keberhasilan pembangunan pertanian. Sebagai ujung tombak sudah tentunya penyuluh harus mampu memainkan perannya dengan baik

34 sehingga dapat mendorong proses pembangunan pertanian, dalam hal ini agar tercapainya peningkatan produksi untuk meningkatkan pendapatan. Fasilitasi atau pendampingan mengandung pengertian membantu dan menguatkan masyarakat agar dapat memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya sendiri sesuai potensi yang dimilikinya (Komunitas Pemberdayaan Masyarakat, 2012). Secara umum pelaku proses fasilitasi sering disebut fasilitator. Dalam PNPM Mandiri Perdesaan; fasilitator kecamatan, fasilitator kabupaten dan aparat berperan sebagai fasilitator dari luar masyarakat, sehingga dalam pemberdayaan masyarakat dipahami sebagai pendamping. Agar dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik, maka seorang fasilitator atau pendamping perlu menyadari perannya di masyarakat maupun di kelompok tani yaitu sebagai guru/edukator, sebagai mediator, sebagai motivator, dan sebagai evaluator. 1) Edukator Melakukan tugas mendidik, pembimbingan, konsultasi, dan penyampaian materi untuk peningkatan kapasitas dan perubahan perilaku pembelajar (Komunitas Pemberdayaan Masyarakat, 2012). Tugas pendamping sebagai edukator sangat menonjol disetiap kegiatan pendidikan, pelatihan, lokakarya, seminar dan diskusi. Penguasaan terhadap pola perubahan perilaku baik pengetahuan keterampilan dan sikap menjadi penting untuk menentukan proses dan hasil dari suatu pembelajaran. Edukasi yaitu untuk memfasilitasi proses belajar yang dilakukan oleh para penerima manfaat pendampingan dan atau stakeholders pembangunan yang lainnya (Mardikanto, 2010). Meskipun edukasi berarti memberikan pendidikan, tetapi proses pendidikan tidak boleh menggurui

35 apalagi memaksakan kehendak, dimana merupakan suatu proses yang benar-benar harus berlangsung sebagai proses belajar bersama yang partisipatif. Fungsi sebagai edukator seringkali dibutuhkan untuk membantu masyarakat dalam mempelajari dan memahami keterampilan atau pengetahuan baru dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan pelaksanaan program. Sebagai pendamping harus mampu menyampaikan materi yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi dan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat serta mudah diterapkan tahap demi tahap (Petunjuk Teknis Operasional, PNPM, 2013). 2) Mediator Seorang pendamping diharapkan dapat membantu masyarakat memediasi sehingga masyarakat bisa mengakses potensi potensi dan sumber daya yang dapat mendukung pengembangan dirinya, seperti pada sektor swasta, perguruan tinggi, LSM dan peluang pasar. Selanjutnya seorang pendamping yang sebagai mediator diharapkan juga dapat berperan sebagai orang yang dapat menengahi apabila diantara kelompok atau individu di masyarakat terjadi perbedaaan kepentingan. Perlu diingat fungsi ini bukan berarti pendamping yang memutuskan tetapi hanya perlu mengingatkan masyarakat tentang konsistensi terhadap berbagai kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Arti lain adalah menyesuaikan berbagai kepentingan untuk mencapai tujuan bersama. Jika diperlukan seorang pendamping bisa membantu masyarakat dengan memberikan berbagai alternatif kesepakatan dalam menyesuaikan berbagai kepentingan demi tercapainya tujuan bersama. Untuk itu seorang pendamping harus netral dan tidak memihak kepada salah satu kelompok saja (Petunjuk Teknis Operasional, PNPM, 2013). Lee dan

36 Swenson (1986) menyatakan peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Dalam mediasi upaya-upaya yang dilakukan pada prinsipnya diarahkan untuk mencapai win-win solution atau saling menguntungkan. 3) Motivator Motivator perannya merupakan untuk memberikan dorongan atau motivasi kerja kepada kelompok agar bisa berpartisipasi dalam kegiatannya dan juga untuk meningkatkan produksinya (Komunitas Pemberdayaan Masyarakat, 2012). Sering ditemui bahwa masyarakat jarang mengetahui dan mengenal potensi dan kapasitasnya sendiri. Seorang pendamping harus mampu merangsang dan mendorong masyarakat untuk menemukan dan mengenali potensi dan kapasitasnya sendiri. Dengan fungsinya tersebut pendamping mampu mendorong masyarakat sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan secara mandiri. Tetapi di satu sisi, seorang pendamping harus dapat berfungsi sebagai animator yakni ketika masyarakat sudah secara penuh /mandiri dapat memutuskan segala sesuatu tanpa bayang-bayang intervensi pendampingnya (Petunjuk Teknis Operasional, PNPM, 2013). Van den Ban dan Hawkins (1999) menyatakan salah satu tugas utama penyuluh adalah mendorong agar petani memiliki motivasi untuk mau belajar. Menurut Yunasaf dan Tasripin (2011) motivasi merupakan proses penumbuhan motif atau dorongan, sehingga seseorang mau untuk secara sadar belajar atau berubah perilakunya 4) Evaluator Menurut petunjuk teknis operasional, PNPM (2013), tahapan yang harus

37 dilaksanakan untuk mengetahui dampak dari suatu kegiatan biasanya dilaksanakan pada akhir yaitu evaluasi. Peran evaluator merupakan rangkaian kegiatan pengukuran dan penilaian yang dapat dilakukan sebelum kegiatan berjalan, selama kegiatan masih berjalan dan setelah kegiatan selesai dilakukan. Meskipun demikian, evaluasi seringkali hanya dilakukan setelah kegiatan selesai, untuk melihat proses hasil kegiatan (output), dan dampak kegiatan (outcome), yang menyangkut kinerja (performance) baik terknis maupun finansial. Menurut Edy Suharto (2005) peran seorang pekerja sosial seringkali diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping, oleh karena itu pekerja sosial sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan dalam pemberdayaan masyarakat. Wulandari (2011) menyatakan pendamping dapat memberikan penilaian, saran dan masukan terhadap keseluruhan program guna meningkatkan kualitas program serta melakukan evaluasi. Sangat diperlukan kegiatan untuk mengukur, mengevaluasi dan menganalisis langkah-langkah yang telah dilakukan sebelumnya agar menemukan langkah-langkah strategis selanjutnya. Dengan evaluasi pendamping dan petani bisa mengetahui kendalakendala yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan serta petani dapat mengetahui apakah tujuan telah tercapai. 2.2.8 Teori keberhasilan Menurut David Korten (1984) dalam Nurkholes (2002) yang mengemukakan pandangannya mengenai bagaimana melihat ukuran keberhasilan pembangunan dalam memecahkan suatu masalah dari tiga sudut pandang yaitu (1) program, (2) penerima program, (3) organisasi pelaksana. Dalam hal ini David

38 Korten sering menyebut sebagai adanya kesesuaian tiga arah dari suatu proyek dengan teorinya : kunci untuk mencapai kesesuaian tiga arah tersebut, tidak terletak pada (blueprint) organisasional yang didesain bagi penyelenggara program atau proyek, melainkan terutama terletak didalam suatu proses penyelenggaraan program atau proyek itu, dimana proses tersebut langsung dialami oleh ketiga komponen perubahan masyarakat. Menurut model kesesuaian program ini bahwa keberhasilan program harus dilihat sebagai hal yang ditandai dari tiga kesesuaian yaitu penerima program (beneficiaries), organisasi pelaksana (organization) dan program (programme), dimana ketiganya harus ada kesesuaian satu sama lain. Program tersebut dapat dikatakan berhasil dan sukses jika mampu menjawab ketiga kesesuaian, sehingga tercapainya tujuan program yang telah ditetapkan agar antara output program dan impact program mampu menjawab permasalahan yang ada. Dari ketiga kesesuaian oleh David Korten dapat dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan seperti keberhasilan Simantri ditentukan oleh siapa penerima program dan bagaimana pelaksanaannya. Variabel keberhasilan Simantri diukur berdasarkan indikator yang terdapat pada petunjuk teknis dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, dari ke tujuh indikator keberhasilan Simantri dipakai hanya empat indikator yaitu : 1) Berkembangnya kelembagaan dan SDM baik petugas pertanian maupun petani. Kelembagaan pada Simantri diarahkan untuk mendukung peningkatan pengembangan pertanian/pangan organik dengan cara koordinasi antar instansi baik pendamping atau penyuluh, mendorong berkembangnya kelembagaan

39 sertifikasi dan pengawasan pada tingkat petugas pertanian serta peningkatan kelembagaan di tingkat kelompok tani. Pengembangan SDM dapat diarahkan dalam rangka peningkatan intensitas dan kualitas serta pelayanan dalam pengembangan pertanian terintegrasi, serta peningkatan kapasitas pelaku usaha pertanian terintegrasi, baik dalam bidang budidaya, penanganan pasca panen, pengolahan hasil, pemasaran, dan pengembangan usaha. Menurut Malayu (2011) pengembangan SDM adalah proses persiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi didalam organisasi, biasanya berkaitan dengan peningkatan kemampuan intelektual untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih baik. 2) Tercipta dan berkembangnya pertanian organik menuju green economic. Pengembangan pertanian organik yang merupakan sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik pupuk, zat tubuh maupun pestisida. Petani sudah mulai menggunakan hasil olahan pupuk organik yang mereka produksi dari program Simantri dan menerapkan ke lahan mereka masing-masing. Dengan adanya pertanian organik petani bisa menghasilkan output yang terbaik dan hasilnya mereka bisa pasarkan dengan harga yang relatif tinggi sehingga bisa terbentuk suatu usaha kecil baik di kelompok maupun petani perorangan. Fariadi, H (2013) menyarankan pertanian organik hendaknya dikembangkan dengan mengupayakan orientasi ekonomi dengan tidak terlepas dari hubungan yang selaras dengan alam agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.

40 3) Berkembangnya lembaga usaha ekonomi perdesaan. Tumbuhnya kelompok usaha agribisnis yang maju, berdaya saing yang mandiri sehingga mampu menjadi lembaga penggerak ekonomi di perdesaan. Dengan adanya kelompok yang aktif akan terbentuk UMKM, unit simpan pinjam kecil di kelompok maupun koperasi dalam Gapoktan. Gabriela (2014) menyatakan evaluasi program PUAP pada petani, penyuluh dan lembaga terkait mendapat hasil yang baik dengan interpretasi sangat berhasil dalam indikator menumbuh kembangkan usaha agribisnis di desa. 4) Peningkatan pendapatan petani. Harapan yang diinginkan oleh Pemerintah Provinsi Bali melalui bantuan program Simantri adalah agar penghasilan yang diperoleh petani pelaksana dari kegiatan usaha tani meningkat. Peningkatan pendapatan anggota kelompok tani pelaksana Simantri dapat dihitung dari pendapatan rata-rata sebelum menerima paket program Simantri dan setelah menerima sampai mengoperasikan bantuan penguatan modal sampai periode 5 tahun yaitu dengan menghitung setiap tambahan penerimaan setiap siklus produksi budidaya (ternak-ikan-tanaman), siklus produksi pengolahan limbah, maupun siklus pemasaran dari produk Simantri. Kariyasa (2005) bahwa melalui kegiatan integrasi tanaman-ternak, produktivitas tanaman maupun ternak menjadi lebih baik sehingga akan meningkatkan pendapatan petani. Pramono et. al. (2001) menyatakan bahwa pola integrasi padi-sapi potong di Kabupaten Banyumas, Purworejo, Boyolali, Pati, dan Grobogan memberikan pendapatan rata-rata Rp. 2.455.000/ha, dan pendapatan dari pembibitan sapi mencapai Rp. 1.830.000/periode (13 bulan).

41 2.2.9 Teori kelembagaan Menurut Scott (2008), teori kelembagaan baru (neoinstitutional theory) adalah tentang bagaimana menggunakan pendekatan kelembagaan baru dalam mempelajari sosiologi organisasi. Terdapat tiga elemen analisis yang membangun kelembagaan walau kadang-kadang ada yang dominan, tapi mereka berkerja dalam kombinasi, Ketiga elemen tersebut adalah aspek regulatif, aspek normatif, dan aspek kultural-kognitif. Yustika (2006) membagi aliran kelembagaan dalam ilmu ekonomi kelembagaan lama (old institutional economics) dan ilmu ekonomi kelembagaan baru (new institutional Economics). 2.3 Keaslian Penelitian Pada penelitian ini peneliti ingin menganalisis bagaimana pengaruh karakteristik petani (X1) dengan indikator (pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman, dan jarak tempat tinggal), dan peran pendamping (X2) dengan indikator (sebagai edukator, mediator, motivator, dan evaluator) terhadap produksi usaha Simantri (Y1); bagaimana pengaruh karakteristik petani (X1) dengan indikator (pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman, dan jarak tempat tinggal), peran pendamping (X2) dengan indikator (sebagai edukator, mediator, motivator, dan evaluator) dan produksi usaha Simantri (Y1) dengan indikator (produksi peternakan sapi, produksi tanaman pangan, produksi perikanan, dan produksi pengolahan limbah) terhadap keberhasilan Simantri (Y2); serta menganalisis adakah pengaruh tidak langsung karakteristik petani (pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman, dan jarak tempat

42 tinggal), dan peran pendamping (edukator, mediator, motivator, dan evaluator) terhadap keberhasilan Simantri (berkembangnya kelembagaan dan SDM baik petugas pertanian maupun petani, tercipta dan berkembangnya pertanian organik menuju Green Economic, berkembangnya lembaga usaha ekonomi perdesaan, dan peningkatan pendapatan petani) melalui produksi usaha Simantri. Adapun hasil penelitian terdahulu yang menginspirasi penelitian ini dan sangat relevan sebagai referensi ataupun pembanding adalah : disertasi Sanjaya (2013) dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa : (1) tingkat penerapan Simantri secara rata-rata tergolong sangat tinggi; (2) kualitas SDM petanipeternak terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan usaha peternakan sapi, penerapan usaha tanaman pangan dan usaha penerapan pengolahan limbah ternak sapi. Sedangkan kondisi gapoktan Simantri secara statistik berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap ketiganya; (3) efektivitas penerapan Simantri secara rata-rata tergolong kurang efektif, hanya 8,70 persen responden yang sangat efektif; (4) penerapan usaha peternakan sapi, penerapan usaha tanaman pangan dan penerapan pengolahan usaha limbah ternak sapi terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas penerapan Simantri. Penerapan pengolahan limbah ternak sapi terbukti merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap efektivitas penerapan Simantri; (5) efektivitas penerapan Simantri terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan petani-peternak. Subiharta (2006) dalam penelitiannya menyatakan, salah satu indikator keberhasilan dalam usaha tani integrasi tanaman dengan ternak adalah seberapa

43 besar kontribusi peningkatan pendapatan rumah tangga petani dari usaha tani yang dilakukan, baik dari komponen tanaman, komponen ternak maupun komponen usaha lain yang berkaitan dengan usaha tani bersangkutan. Dari hasil analisa pendapatan pada pola petani pendapatan yang diperoleh sebesar Rp. 1.371.302,- sedangkan pada pola introduksi pendapatan yang diperoleh jauh lebih tinggi dari pendapatan petani yaitu sebesar Rp. 5.511.700,- yang berarti dengan adanya introduksi teknologi varietas, pemupukkan dan cara tanam serta pengendalian hama dan penyakit terpadu dapat meningkatkan hasil sebesar Rp. 4.140.398 16. Jadi Integrasi tanaman dan ternak dengan penggunaan varitas unggul yang diikuti dengan introduksi teknologi pada tanaman padi gogo dan kacang tanah, perbaikan pakan dan pemanfaatan sumber daya lokal dapat menekan biaya dan meningkatkan produksi yang akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan petani. Penelitan Susanti et. al. (2007) mengenai pengintegrasian antara tanaman dengan ternak dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengambilan keputusan petani responden dalam penerapan pertanian padi organik di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut: a) Tahap Pengenalan masuk dalam kategori tinggi, b) Tahap Persuasi masuk dalam kategori sedang, c) Tahap Keputusan masuk dalam kategori tinggi, d) Tahap Konfirmasi masuk dalam kategori sedang. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani responden dalam penerapan pertanian padi organik yaitu : umur, pendidikan, luas usaha tani, tingkat pendapatan, lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, sifat inovasi. Hubungan antara faktor-faktor yang

44 mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi organik petani responden adalah : hubungan umur petani, luas usaha tani, tingkat pendapatan petani, dan sifat inovasi dengan keputusan petani adalah tidak signifikan. Hubungan antara lingkungan ekonomi petani dengan keputusan petani adalah signifikan. Selanjutnya, hubungan pendidikan petani dan lingkungan sosial petani dengan keputusan petani adalah sangat signifikan. Wijayanti (2011) dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: (1) kadar jiwa kewirausahaan yang dimiliki pengurus Gapoktan di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, termasuk dalam kategori baik. (2) Penerapan manajemen agribisnis yang diterapkan pengurus Gapoktan di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, termasuk dalam kategori baik. (3) Tingkat keberhasilan program PUAP di Kecamatan Banjarangkan tergolong dalam kategori cukup berhasil. (4) Antara jiwa kewirausahaan dengan keberhasilan PUAP ada hubungan nyata. Hal ini dimungkinkan karena sifat-sifat kewirausahaan tersebut menjadi pendorong atau niat bagi kemauan dan kemampuan para pengurus Gapoktan untuk berhasil. (5) Terdapat pengaruh sangat nyata dari jiwa kewirausahaan dan penerapan manajeman agribisnis oleh pengurus Gapoktan terhadap keberhasilan PUAP. Penelitian Guruh Julio (2014) yaitu mengenai pengaruh penyuluh terhadap peningkatan produksi dimana hasil penelitiannya adalah, jumlah produksi dan produktifitas usaha tani stroberi di daerah penelitian terdapat perbedaan antara petani yang rajin mengikuti penyuluhan dengan petani yang tidak rajin mengikuti penyuluhan. Rata-rata jumlah produksi petani yang rajin mengikuti penyuluhan