Analisis AMMI untuk Stabilitas Hasil Galur-galur Kedelai di Lahan Kering Masam Darman M. Arsyad dan Amin Nur Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak, PO Box 66 Malang, Jawa Timur ABSTRACT. Stability Analysis of Soybean Breeding Lines under Dryland Acid Soils. Twelve soybean breeding lines were evaluated under dryland acid soil in Lampung (four locations) and South Sumatra (two locations) during rainy season 2002/2003. A split plot design with three replications was used in each location. Mainplots were low input of fertilizers (22.5 kg N, 27 kg P 2, and 40 kg K 2 O per ha), and medium input (22.5 kg N, 36 kg P 2, 53 kg K 2 O and 1.0 t CaCO 3 per ha). Subplots were 12 breeding lines of soybean. The results showed that yields of soybean were affected by main factor (environments and breeding lines) and interaction of environments x breeding lines, suggesting that certain lines adapted well in particular environment, but not in other environment. AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction) model implemented for yield analysis showed that breeding lines of D3623-22, W3465-27-2 (Ratai) and K3911-66 (Tanggamus) were classified as stable (have a wide adaptation), while nine other breeding lines were not stable (they have specific adaptation). Keywords: Soybean, yield stability, dryland acid soils ABSTRAK. Ketersediaan varietas-varietas kedelai yang beradaptasi baik pada lahan kering masam diperlukan dalam upaya pengembangan areal tanaman kedelai ke agroekosistem tersebut. Untuk tujuan tersebut telah dilakukan pengujian 12 galur kedelai di lahan kering masam Lampung (empat lokasi) dan Sumatera Selatan (dua lokasi) pada MH 2002/2003. Rancangan percobaan di setiap lokasi adalah petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama adalah masukan rendah (22,5 kg N, 27 kg P 2 O/ha), dan masukan sedang (22,5 kg N, 36 kg P 2 O, dan 1,0 t CaCO 3 /ha). Anak petak terdiri atas 12 genotipe (galur/varietas) kedelai. Hasil biji dipengaruhi oleh faktor utama (lingkungan dan genotipe) dan interaksi genotipe x lingkungan, yang berarti bahwa genotipe yang beradaptasi baik pada lingkungan tertentu tidak demikian pada lingkungan yang lain. Penggunaan model AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction) untuk analisis data hasil kedelai menunjukkan bahwa galur D3623-22, W3465-27-2 (Ratai), dan K3911-66 (Tanggamus) tergolong stabil (beradaptasi luas), sedangkan sembilan galur/varietas lainnya tergolong tidak stabil (beradaptasi spesifik). Kata kunci: Kedelai, stabilitas hasil, lahan kering masam Indonesia memiliki lahan kering yang luas untuk pengembangan areal tanaman kedelai, tetapi kesuburannya relatif rendah dan bereaksi masam. Salah satu upaya untuk mendukung pengembangan budi daya kedelai pada agroekosistem tersebut adalah penyediaan varietas yang sesuai untuk lingkungan bersangkutan. Pengujian galur harapan pada berbagai lingkungan sering menjumpai fenomena interaksi galur/varietas dengan lingkungan, sebagai akibat dari kompleksnya kondisi lingkungan (Miller 1989). Fenomena interaksi genotipe x lingkungan telah lama diketahui sebagaimana yang dilaporkan oleh Yates dan Cochran pada tahun 1938 (Hildebrand 1980). Secara sederhana interaksi genotipe x lingkungan dapat dibedakan ke dalam: (a) perbedaan respon antara dua atau lebih genotipe (galur/varietas) berubah/berbeda dari suatu lingkungan ke lingkungan yang lain, dan fenomena ini tidak mengubah urutan (ranking) genotipe-genotipe dari suatu lingkungan ke lingkungan lainnya, dan (b) perbedaan respon dua/lebih genotipe dari suatu lingkungan ke lingkungan yang lain diikuti oleh perubahan urutan genotipe-genotipe tersebut. Pada kondisi pertama, hal ini tidak begitu berpengaruh terhadap program pemuliaan, tetapi pada kondisi kedua sangat berpengaruh karena fenomena ini akan mengeliminasi peluang untuk mendapatkan suatu genotipe yang unggul pada semua lingkungan (Miller 1989). Terjadinya interaksi genotipe x lingkungan pada tanaman kedelai sudah banyak dilaporkan (Miller 1989). Dengan demikian, penggunaan nilai rata-rata hasil dari lintas lokasi sebagai kriteria/tolok ukur seleksi (pemilihan galur) menjadi kurang tepat. Finlay dan Wilkinson (1963) berdasarkan analisis regresi mendefinisikan varietas yang beradaptasi umum adalah varietas yang memiliki rata-rata hasil yang tinggi pada lintas lingkungan, varietas dengan stabilitas di atas rata-rata beradaptasi pada lingkungan suboptimal, dan varietas dengan stabilitas di bawah rata-rata beradaptasi pada lingkungan optimal. Eberhart dan Russel (1966) mengemukakan bahwa varietas yang stabil adalah yang memiliki koefisien regresi sama dengan satu, dan simpangan regresinya tidak berbeda dengan nol. Varietas yang stabil menurut Eberhart dan Russel (1966) kira-kira sama dengan varietas yang beradaptasi umum menurut Finlay dan Wilkinson (1963). Kelemahan metode Eberhart dan Russel adalah kemungkinan tereleminasinya varietasvarietas yang responsif terhadap lingkungan produktif (koefisien regresi >1). Pendekatan analisis stabilitas yang dikemukakan di atas adalah berdasarkan komponen linier dari pengaruh interaksi, sehingga apabila pola interaksi genotipe x lingkungan tidak linier maka akan menyisakan keragaman yang cukup besar (Sumertajaya 2005). Kelemahan tersebut mendorong berkembangnya metode analisis 78
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006 AMMI (Additive Main Effect and Multiplicative Interaction) yang lebih efektif menjelaskan interaksi genotipe x lingkungan (Zobel 1980; Kang 1980; Freeman 1980; Mattjik dan Sumertajaya 2002). Pengaruh interaksi genotipe x lingkungan diuraikan dengan model bilinier, sehingga kesesuaian lingkungan bagi genotipe dipetakan secara simultan dengan menggunakan biplot. Metode ini merupakan gabungan dari pengaruh aditif pada analisis ragam dan pengaruh multiplikasi pada analisis komponen utama. Tujuan terpenting dari penggunaan analisis AMMI adalah: (a) menjelaskan interaksi genotipe x lingkungan, di mana AMMI dengan biplot meringkas pola hubungan antargenotipe, antarlingkungan, dan interaksi genotipe x lingkungan; dan (b) meningkatkan keakuratan dugaan respon interaksi genotipe x lingkungan (Mattjik dan Sumertajaya 2002). Penggunaan metode analisis AMMI pada kedelai telah dilaporkan oleh Wright et al. dalam Zobel (1980) untuk memilah adaptasi tujuh genotipe ke dalam genotipe yang stabil (adaptasi luas) dan tidak stabil (adaptasi spesifik). Penggunaan model AMMI untuk analisis stabilitas 12 genotipe padi sawah di tujuh lokasi telah dilaporkan oleh Sutjihno (1996). Tujuan penelitian adalah untuk menilai stabilitas galur-galur dan varietas kedelai pada agroekosistem lahan kering masam di wilayah Lampung dan Sumatera Selatan. BAHAN DAN METODE Sebanyak 12 galur/varietas kedelai dievaluasi di lahan kering masam Lampung (4 lokasi) dan Sumatera Selatan (2 lokasi) (Tabel 1). Galur/varietas kedelai yang dievaluasi adalah D3623-22, W3465-27-2, D3465-42-1, W3898-14-3, B4F4WH01, MLG 2505-1, MLG 3383-1, Tanggamus, Sibayak, Nanti, Slamet, dan Wilis. Rancangan percobaan di setiap lokasi adalah petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama adalah masukan rendah (22,5 kg N, 27 kg P 2 O/ha) dan masukan sedang (22,5 kg N, 36 kg P 2 O dan 1,0 t CaCO 3 /ha). Anak petak terdiri atas 12 galur/varietas kedelai. Ukuran petak percobaan 3,2 m x 4,5 m, jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman perrumpun. Pemberian pupuk dan kapur sesuai dengan perlakuan pada petak utama dilakukan sebelum tanam dengan cara disebar merata di permukaan tanah. Pengendalian gulma dilakukan secara manual pada saat tanaman berumur 3 dan 6 minggu setelah tanam. Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida deltametrin pada dosis 1-2 ml/l air, setiap 1-2 minggu sekali atau sesuai kebutuhan. Untuk keperluan analisis gabungan, setiap petak utama tiap lokasi (ada dua) dianggap sebagai lingkungan, sehingga dalam penelitian ini terdapat 12 lingkungan percobaan. Analisis ragam gabungan dan ragam regresi gabungan untuk hasil biji mengikuti metode Gomez dan Gomez (1984). Analisis koefisien regresi dan galat baku galur/varietas serta kontribusi galur terhadap kuadrat tengah mengikuti metode Shukla (1972). Untuk mengetahui adaptasi dan stabilitas galur-galur yang diuji dilakukan analisis model AMMI dan biplot dengan software IRRI STAT. Persamaan matematis model AMMI (Gauch 1980, 1992) adalah: di mana Y ge g e N n gn en ge Y ge = + g + e + n gn en + ge = hasil genotipe ke-g pada lingkungan ke-e = rata-rata umum = simpangan genotipe ke-g terhadap rata-rata umum = simpangan lingkungan ke-e terhadap rata-rata umum = jumlah sumbu PCA (Principle Component Analysis) dalam model = nilai singular untuk PCA sumbu ke-n = nilai vektor ciri galur untuk PCA sumbu ke-n = nilai vektor ciri lingkungan untuk PCA sumbu ke-n = galat sisa Tabel 1. Lokasi dan waktu tanam percobaan evaluasi daya hasil dan stabilitas galur-galur kedelai di lahan kering masam Lampung dan Sumatera Selatan. Lokasi Tanggal tanam Desa Kecamatan Kabupaten Propinsi 1 12 Nopember2002 Kayu Agung Kayu Agung Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan 2 19 Nopember2002 Indralaya Indralaya Ogan Ilir Sumatera Selatan 3 25 Desember 2002 Ngestirahayu Punggur Lampung Tengah Lampung 4 8 Januari 2003 Seputih Banyak Seputih Raman Lampung Tengah Lampung 5 31 Desember 2002 Kedaton Batanghari Nuban Lampung Timur Lampung 6 18 Januari 2003 Margomulyo Tegineneng Lampung Selatan Lampung 79
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis ragam menunjukkan bahwa hasil tanaman sangat nyata dipengaruhi oleh lingkungan, galur, dan interaksi keduanya (Tabel 2). Hal ini mengindikasikan terdapat perbedaan respon antara galur-galur/varietas terhadap perubahan lingkungan pengujian. Variasi sifat fisika dan kimia tanah dari lokasi-lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3. Pada umumnya tanahtanah lokasi percobaan tergolong masam (ph KCl 3,8- Tabel 2. Analisis ragam gabungan hasil genotipe kedelai toleran lahan masam pada beberapa lingkungan di Lampung dan Sumatera Selatan, 2001-2003. Sumber keragaman Db JK KT F. hitung Lingkungan (L) 11 129,439 11,767 99,40** Ulangan/L 24 2,841 0,118 2,44 Galur (G) 11 4,035 0,367 7,57 ** L x G 121 11,374 0,094 1,94 ** Galat 264 12,798 0,049 Total 431 160,488 0,372 KK (%) 13,9 ** = nyata pada taraf p = 0,01 KK = koefisien keragaman 5,7), kandungan hara makro NPK tergolong rendah, Al dd 0,11-2,41 me/100 g, kecuali Lampung Selatan dan Lampung Timur. Lingkungan pengujian, dapat dikelompokkan ke dalam tiga strata, yaitu lingkungan berproduktivitas tinggi dengan rata-rata 2,5 t/ha (Ogan Komering Ilir), lingkungan berproduktivitas sedang dengan rata-rata 1,5 t/ha (Lampung Selatan, Ogan Ilir, dan Lampung Tengah 1), dan lingkungan berproduktivitas rendah dengan rata-rata 1,0 t/ha (Lampung Timur dan Lampung Tengah 2). Data hasil galur di setiap lingkungan dapat dilihat pada Tabel 4. Tingginya hasil yang diperoleh di KP Kayu Agung (Ogan Komering Ilir) nampak ditunjang oleh keragaan agronomis tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah polong per tanaman (Tabel 5). Faktor lingkungan yang mendukung adalah cukupnya curah hujan, kandungan bahan organik tanah tinggi (>3%), dan tidak ada gangguan hama dan gulma tanaman. Di Indralaya, Ogan Ilir, walaupun keragaan agronomis tanaman cukup baik (Tabel 6), namun hasil yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan di Kayu Agung, karena gangguan hama pengisap polong. Analisis ragam regresi gabungan menunjukkan interaksi galur x lingkungan (linier) sangat nyata menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata di antara koefisien-koefisien regresi galur-galur yang diuji Tabel 3. Data analisis tanah tiap lokasi percobaan di Lampung dan Sumatera Selatan. Sifat tanah KP Kayu Agung Indralaya Ngestirahayu, Seputih Banyak, Kedaton, Margomulyo, Ogan Komering Ilir Ogan Ilir Punggur Seputih Raman Batanghari Nuban Tegineneng, Sumatera Selatan Sumatera Selatan Lampung Tengah Lampung Tengah Lampung Timur Lampung Selatan Tekstur Pasir (%) 65,3 76,3 40,8 - - - Debu (%) 18,9 16,5 8,2 - - - Liat (%) 15,8 7,2 51,0 - - - ph (H 2 O) (1:1) 5,1 5,3 4,7 4,7 6,5 6,0 (KCl) (1:1) 3,9 4,6 3,9 3,8 5,7 5,2 Zat organik N (%) 0,3 0,3 0,1-0,1 0,1 C (%) 3,1 3,6 1,2 3,0 1,5 2,4 C/N ratio 11,1 14,5 8,7-14,9 - P (ug/g)-bray I 129,5 114,2 2,0 4,7 Susunan kation Ca (me/100 g) 1,1 2,3 7,6 1,9 8,4 7,4 Mg (me/100 g) 0,4 0,5 1,8 0,7 4,6 5,1 K (me/100 g) 0,3 0,3 0,2 0,1 0,8 0,2 Na me/100 g) 0,3 0,3 0,2 - - - KTK (me/100 g) 12,6 10,9 15,3 5,6 18,0 25,2 Jumlah kation (me/100 g) 2,1 3,3 9,8 - - - Kej. basa (%) - - 64,5 - - - Al-tukar (me/100 g) 1,8 0,1 0,7 2,4 0 0 H-tukar (me/100 g) 1,4 0,1 0,4 0,5 0 0 Fe (ppm) - - 66,3 57,0 46,2 24,4 Mn (ppm) - - 12,7 2,8 4,3 16,2 Cu (ppm) - - 0,9 - - - Zn (ppm) - - 2,9 - - - 80
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006 Tabel 4. Keragaan hasil galur-galur kedelai di lahan kering masam Lampung dan Sumatera Selatan, MH 2002/2003 Galur Hasil (t/ha) Rata- A1 B1 C1 D1 E1 F1 A2 B2 C2 D2 E2 F2* rata Tanggamus 1,68 1,48 1,05 0,86 2,88 1,74 1,65 1,60 1,17 1,01 2,74 1,89 1,65 Sibayak 1,70 1,55 1,36 0,83 2,34 1,35 1,75 1,53 1,20 0,54 2,44 1,87 1,58 Nanti 1,53 1,34 1,06 0,58 2,50 1,23 1,42 1,44 1,13 0,85 2,45 1,79 1,45 D3623-22 1,55 1,46 1,08 0,91 2,38 1,77 1,32 1,25 1,06 0,81 2,42 1,90 1,48 W 3465-27-2 1,65 1,57 1,05 0,59 2,15 1,84 1,53 1,67 1,25 0,69 2,65 2,30 1,61 D 3465-42-1 1,68 1,50 1,19 0,70 2,33 2,12 1,61 1,55 1,27 0,65 2,35 2,06 1,62 W3898-14-3 1,63 1,60 1,11 0,84 2,48 2,25 1,68 1,78 1,27 0,69 2,41 2,18 1,68 B4F4WH01 1,79 1,53 1,28 1,03 2,54 1,97 1,68 1,62 1,30 0,66 3,41 2,26 1,76 MLG 2505-1 1,75 1,39 1,08 0,75 2,48 2,06 1,55 1,46 1,34 0,70 2,34 1,52 1,56 MLG 3383-1 1,75 1,55 1,27 0,77 2,52 2,05 1,46 1,32 1,13 0,63 2,61 2,23 1,53 Slamet 1,27 1,11 0,88 0,84 2,43 2,06 1,35 1,27 1,13 0,64 2,44 1,62 1,41 Wilis 1,23 1,32 0,99 0,71 2,78 2,31 1,34 1,13 0,91 0,35 2,74 2,19 1,53 Rata-rata 1,60 1,45 1,12 0,78 2,48 1,49 1,53 1,47 1,18 0,68 2,58 1,49 A1, A2 = Ngestirahayu (Lampung Tengah-1), B1, B2 = Margomulyo (Lampung Selatan), C1, C2 = Kedaton (Lampung Timur), D1, D2 = Seputih Banyak (Lampung Tengah-2), E1, E2 = Ogan Komering Ilir (Sumatra Selatan), dan F1, F2 = Ogan Ilir (Sumatra Selatan). *Angka 1 dan 2 di belakang huruf kapital masing-masing adalah masukan rendah (22,5 kg N, 27 kg P 2 O/ha) dan masukan sedang (22,5 kg N, 36 kg P 2 O, dan 1,0 t CaCO 3 /ha). Tabel 5. Keragaan agronomis tanaman dan hasil galur/varietas kedelai di lahan kering masam, KP Kayu Agung, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, MH I 2002/2003. Galur Tinggi tanaman Jumlah cabang/ Jumlah polong/ Hasil biji Bobot 100 biji (cm) tanaman tanaman (t/ha) (g) A B A B A B A B A B Tanggamus 86 91 3,3 3,3 91 113 2,88 2,74 10,2 9,9 Sibayak 101 103 3,3 3,2 117 102 2,34 2,44 11,1 10,2 Nanti 96 93 2,5 2,7 121 121 2,50 2,45 10,3 9,7 D3623-22 90 86 3,1 2,9 83 100 2,38 2,42 9,2 9,1 W 3465-27-2 102 92 2,4 2,9 104 101 2,15 2,65 9,1 10,0 D 3465-42-1 98 81 1,6 1,4 101 106 2,33 2,35 9,4 8,8 W3898-14-3 105 103 2,8 3,8 98 131 2,48 2,41 8,4 8,5 B4F4WH01 84 91 2,2 2,2 65 75 2,54 3,41 12,5 12,1 MLG 2505 92 105 2,3 3,1 67 103 2,48 2,34 8,3 7,7 MLG 3383 86 93 2,3 1,7 104 94 2,52 2,61 8,7 8,4 Slamet 104 105 3,1 2,6 69 68 2,43 2,44 13,0 12,6 Wilis 82 91 3,3 2,9 73 83 2,78 2,74 12,0 11,8 Rata-rata 94 93 2,7 2,7 91 100 2,48 2,58 10,2 9,9 Pupuk + kapur (P) tn tn * tn tn Galur (G) ** ** ** * ** Interaksi P x G tn tn tn tn tn BNT 0,05 14,0 0,9 28,3 0,48 1,0 KK % 10,3 24,0 20,6 13,3 6,6 A = masukan rendah (22,5 kg N, 27 kg P 2 O/ha) B = masukan sedang (22,5 kg N, 36 kg P 2 O dan 1,0 t CaCO 3 /ha) 81
Tabel 6. Keragaan agronomis tanaman dan hasil galur/varietas kedelai di lahan kering masam, Indralaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, MH I 2002/2003. Galur Tinggi tanaman Jumlah cabang/ Jumlah polong/ Hasil biji Bobot 100 biji (cm) tanaman tanaman (t/ha) (g) A B A B A B A B A B Tanggamus 78 62 4,7 5,3 108 140 1,74 1,89 11,7 11,2 Sibayak 86 87 5,0 4,2 144 137 1,35 1,87 12,9 12,7 Nanti 85 87 3,3 4,1 135 186 1,23 1,79 11,6 11,3 D3623-22 78 76 4,7 4,4 161 146 1,77 1,90 10,5 10,3 W 3465-27-2 86 87 3,8 4,1 117 131 1,84 2,30 11,5 12,2 D 3465-42-1 70 70 5,0 4,9 156 116 2,12 2,06 12,1 11,8 W3898-14-3 86 97 5,9 5,3 158 132 2,25 2,18 10,5 11,1 B4F4WH01 67 71 4,0 4,5 88 95 1,97 2,26 13,8 13,2 MLG 2505 84 84 3,8 4,1 128 112 2,06 1,52 9,3 9,4 MLG 3383 83 78 2,9 2,7 106 99 2,05 2,23 10,9 10,6 Slamet 104 104 4,5 3,5 89 95 2,06 1,62 15,3 15,5 Wilis 74 75 4,0 3,7 93 96 2,31 2,19 13,3 13,2 Rata-rata 73 81 4,3 4,2 124 124 1,90 1,98 11,9 11,9 Pupuk + kapur (P) tn tn tn tn tn Galur (G) ** ** ** * ** Interaksi P x G tn tn tn tn tn BNT 0,05 12,6 1,1 34,0 0,61 0,8 KK % 10,7 18,3 19,5 22,8 4,7 A = masukan rendah (22,5 kg N, 27 kg P 2 O per ha) B = masukan sedang (22,5 kg N, 36 kg P 2 O dan 1,0 t CaCO 3 per ha) (Tabel 7). Sebanyak sembilan galur memiliki koefisien regresi b=1 sehingga tergolong stabil dan tiga galur (Wilis, Sibayak, dan B4F4WH01) memiliki koefisien regresi tidak sama dengan satu sehingga tergolong tidak stabil (Tabel 8). Galur yang memiliki daya hasil tinggi dan stabil adalah W3898-14-3 (asal persilangan Wilis x No. 3898), Tanggamus (asal persilangan Kerinci x No. 3911), D3465-42-1 (asal persilangan Dempo x No. 3465), dan W3465-27-2 (asal persilangan Wilis x No. 3465). Galur yang tergolong stabil memiliki galat baku yang lebih kecil, dan kontribusi terhadap kuadrat tengah interaksi (KT- GxL) dan regresi (KT-Reg.) juga kecil (Tabel 8). Galur yang tidak stabil (Wilis, Sibayak, dan B4F4WH01) memiliki galat baku yang lebih besar, dan kontribusi terhadap kuadrat tengah interaksi dan regresi juga besar. Analisis ragam gabungan dengan model AMMI menunjukkan bahwa komponen yang dapat dipertimbangkan adalah komponen ke-1 sampai ke-4 (Tabel 9). Pengaruh interaksi dengan penggunaan model AMMI2 direduksi menjadi dua komponen, yaitu komponen yang menerangkan keragaman interaksi sebesar 64,4%, dan komponen yang tidak diterangkan oleh model sebesar 35,6%. Biplot antara komponen 1 dengan komponen 2 untuk data hasil galur-galur kedelai dapat dilihat pada Gambar 1. Garis yang menghubungkan galur/varietas ke titik pusat (0,0) memperlihatkan keeratan hubungan Tabel 7. Analisis ragam regresi gabungan antara hasil dengan lingkungan. Sumber keragaman Db JK KT F. hitung Lingkungan (L) 11 43,146 3,922 Galur (G) 11 1,345 0,123 G x L 121 3,791 0,031 G x L (linier) 11 0,835 0,759 2,825** Deviasi 110 2,956 0,027 Total 143 48,283 antara galur dengan lingkungan. Semakin pendek garis yang menghubungkan galur/varietas dengan titik pusat semakin tinggi tingkat kestabilan suatu galur. Dari biplot tersebut galur-galur kedelai dapat dipilah menjadi kelompok galur stabil (adaptasi luas) dan galur yang spesifik lingkungan. Galur yang dapat dikategorikan sebagai galur stabil dan beradaptasi luas adalah D3623-22, W 3465-27-2, dan Tanggamus. Galur W3465-27-2 dan Tanggamus juga tergolong stabil berdasarkan analisis ragam regresi gabungan. Hasil analisis ragam gabungan berdasarkan komponen linier dari pengaruh interaksi, sedangkan analisis AMMI menguraikan komponen interaksi dalam model bilinier, sehingga hasil analisis kedua metode tersebut tidak persis sama. Analisis AMMI 82
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006 Tabel 8. Rata-rata hasil, koefisien regresi (b i ) dan galat baku (s) 12 galur kedelai dan kontribusi galur terhadap kuadrat tengah (interaksi, regresi, dan deviasi). Galur Hasil (t/ha) b i s KT-GxL KT-Reg. KT-Dev. Tanggamus 1,64 1,08 0,074 0,02 0,03 0,02 Sibayak 1,58 0,78 * 0,097 0,05 0,17 0,03 Nanti 1,45 0,93 0,096 0,03 0,02 0,03 D3623-22 1,48 0,95 0,037 0,01 0,01 0,00 W 3465-27-2 1,61 0,95 0,087 0,03 0,01 0,03 D 3465-42-1 1,62 0,89 0,054 0,01 0,05 0,01 W3898-14-3 1,68 0,95 0,079 0,02 0,01 0,02 B4F4WH01 1,76 1,22 * 0,097 0,05 0,17 0,03 MLG 2505-1 1,56 0,88 0,092 0,03 0,05 0,03 MLG 3383-1 1,63 1,04 0,064 0,01 0,00 0,01 Slamet 1,41 1,03 0,082 0,02 0,00 0,02 Wilis 1,53 1,29 * 0,106 0,07 0,32 0,04 Tabel 9. Analisis ragam model AMMI2 untuk hasil galur-galur kedelai di lahan kering masam. Sumber Keragaman db JK KT F.hitung p Galur 11 1,345 0,122 Lingkungan 11 43,146 3,922 Galur x lingkungan 121 3,791 0,031 AMMI Komponent 1 21 1,495 0,071 3,100** 0,0000 AMMI Komponent 2 19 0,947 0,0499 2,995** 0,0003 AMMI Komponent 3 17 0,648 0,038 3,481** 0,0000 AMMI Komponent 4 15 0,329 0,022 2,888** 0,0003 G x L (Residual) 49 0,372 Total 143 48,282 0,5 MLG 2505 F1 0,24 D3465 42 C2 D2 W3898 14 3 Slamet -0,02 IPCA2 Sibayak Nanti B2 A1 A2 B1 C1 D1 W 3465-27-2 Tanggamus D3623-22 MLG 3383 E1 Wilis -0,28 F2-0,54 B4F4WH01-0,8-0.7-0,38-0,06 IPCA1 Gambar 1. Biplot pengaruh Interaksi model AMMI2 untuk data hasil galur-galur kedelai pada lahan kering masam dengan kesesuaian model 64,4%. A1, A2 = Ngestirahayu (Lampung Tengah), B1, B2 = Margomulyo (Lampung Selatan), C1, C2 = Kedaton (Lampung Timur), D1, D2 = Seputih Banyak (Lampung Tengah), E1, E2 = Ogan Komering Ilir (Sumatra Selatan), F1, F2 = Ogan Ilir (Sumatra Selatan). E2 0,26 0,58 0,9 83
lebih akurat dalam pendugaan respons interaksi genotipe x lingkungan dibandingkan dengan analisis regresi linier (Mattjik dan Sumertajaya 2002). Galur W3465-27-2 telah dilepas sebagai varietas adaptif lahan kering masam pada tahun 2004 dengan nama Ratai, sedangkan varietas Tanggamus dilepas pada tahun 2001. Galur D3465-42-1 dan W3898-14-3 beradaptasi spesifik atau berinteraksi positif dengan lingkungan Lampung (Lampung Tengah, Lampung Selatan dan Lampung Timur), tetapi berinteraksi negatif dengan lingkungan Sumatera Selatan (Ogan Komering Ilir dan Ogan Ilir). Varietas Sibayak, Wilis, dan galur B4F4WH01 beradaptasi spesifik di lingkungan Ogan Komering Ilir dan Ogan Ilir. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil kedelai dipengaruhi oleh faktor utama (lingkungan dan galur) dan interaksi lingkungan x galur. Penggunaan model AMMI untuk analisis data hasil kedelai menemukan galur D3623-22, W3465-27-2 (Ratai), dan K3911-66 (Tanggamus) tergolong stabil (beradaptasi luas). Galur/ varietas D3465-42-1, W3898-14-3, B4F4WH01, MLG 2505-1, MLG 3383-1, D3577-27 (Sibayak), D3623-27 (Nanti), Slamet, dan Wilis beradaptasi spesifik. DAFTAR PUSTAKA Eberhart, S. A. and W. A. Russel. 1966. Stability parameters for comparing varieties. Crop Sci. 6:36-40. Finlay, K. W., and G.N.Wilkinson. 1963. The analysis of adaptation in a plant breeding program. Aust. J. Agric. Res. 13:742-754. Freeman, G. H. 1980. Modern statistical methods for analyzing genotype x environment interaction. p. 118-125. In M.S. Kang (Ed.). Genotype by Environment Interaction and Plant Breeding. Louisiana State Univ. Agr. Center. 392p. Gauch, H. G. 1980. Using interaction to improve yield estimates. p. 141-150. In M.S. Kang (Ed.). Genotype By Environment Interaction and Plant Breeding. Louisiana State Univ. Agr. Center. 392p. Gauch, H. G. 1992. Statistical analysis of regional yield trials: AMMI analysis of factorial designs. Elsevier Science Pub. Amsterdam, Netherland. Gomez, K. A. and A. A. Gomez. 1984. Statistical procedures for agricultural research. John Wiley & Sons, New York. 680 p. Hildebrand, P. E. 1980. Modified stability analysis and on-ffarm research to breed specific adaptability for ecological diversity. p. 169-180. In M.S. Kang (Ed.). Genotype By Environment Interaction and Plant Breeding. Louisiana State Univ. Agr. Center. 392p. Kang, M. S. 1980. Understanding and utilization of genotype by environment interaction in plant breeding. p. 52-68. In M.S. Kang (Ed.). Genotype By Environment Interaction and Plant Breeding. Louisiana State Univ. Agr. Center. 392p. Mattjik, A. A. dan M. Sumertajaya. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. IPB Press. Jilid I 326 hlm. Miller, J. E. 1989. Implications of genotype-environment interaction, p. 2303-2319. In A.J. Pascale (Ed.). Proceeding on World Soybean Research Conference IV. Buenos Aires. Shukla, G. K. 1972. Some statistical aspect of partitioning genotypeenvironmental components of variability. Heredity 29:237-245. Sumertajaya, I. M. 2005. Kajian pengaruh inter-blok dan interaksi pada uji lokasi ganda dan respon ganda. Disertasi Doktor, Institut Pertanian Bogor. 183 hlm. Sutjihno. 1996. Calculation of AMMI model using MSTAT program. Penelitian Pertanian 15:38-42. Zobel, R. W. 1980. A powerful statistical model for understanding genotype-by-environment interaction. p. 126-140. In M.S. Kang (Ed.). Genotype by Environment Interaction and Plant Breeding. Louisiana State Univ. Agr. Center. 392p. 84