BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ruang lingkup pelayanan publik meliputi berbagai aspek kehidupan

dokumen-dokumen yang mirip
PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SINJAI BUPATI SINJAI,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 64 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PADA BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI KARIMUN PERATURAN BUPATI KARIMUN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN BUPATI SIMEULUE NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 21 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 333 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 9 TAHUN 2016

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 10 TAHUN 2016

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 15 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA TENTANG

'~\,.~'.~ ~ Y WALIKOTA SURAKARTA PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG WEWENANG PENANDATANGANAN PERIJINAN PADA DINAS PERIJINAN PADA MASA TRANSISI

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 53 TAHUN 2007 TENTANG PELAYANAN PERIJINAN PADA PEMERINTAH KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN WALIKOTA MAGELANG NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 2 TAHUN 2009 T E N T A N G

WALIKOTA BANDA ACEH PERATURAN WALIKOTA BANDA ACEH NOMOR 27 TAHUN 2014

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

WALIKOTA LUBUKLINGGAU, PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN WALIKOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 4 TAHUN2015 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN PUBLIK PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN TERPADU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG TIMUR

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR PELAYANAN PERIJINAN TERPADU BUPATI MADIUN,

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANDUNG WALIKOTA BANDUNG,

Grafik Realisasi Investasi Kota Cilegon Tahun 2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN PUBLIK BIDANG PERIZINAN

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN

7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Per/20M.PAN/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik;

BAB III DESKRIPSI INSTANSI

I. PENDAHULUAN. Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG KEWENANGAN PENANDATANGANAN SEBAGIAN PERIZINAN DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

1 BAB I PENDAHULUAN. Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK), Izin

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 67 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Rancangan Rencana Kerja (Renja) Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

BERITA DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2007 NOMOR: 24 PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR: 24 TAHUN 2007 TENTANG

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2010

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 23 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAYANAN TERPADU

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN PADA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG

Panduan Permohonan Pendaftaran Izin BPMPP

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN WEWENANG PENGELOLAAN DAN PENANDATANGANAN PERIZINAN

WALI KOTA BOGOR PROVINSI JAWA BARAT AN PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service

Kata Pengantar. Pedoman Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 30 Tahun 2014 Seri E Nomor 25 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 54 SERI E

Kondisi Pelayanan Perizinan Sebelum. Presentasi Seminar ICT For Good Governance Jakarta 6 Desember 2011 Sistem Kepuasan Konsumen BPPT Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG.

BUPATI PULANG PISAU PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 19 TAHUN 2015

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 1 Tahun 2017 Seri E Nomor 1 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA BOGOR PROVINSI JAWA BARAT RANCANGAN PERATURAN WALIKOTA BOGOR TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 44 Tahun 2017 Seri E Nomor 35 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG

LKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2015

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, setidaknya terdapat 3 (tiga) fungsi

Nomor Sifat Lampiran Hal. : : Biasa : - : Laporan Pelimpahan Pengelolaan Perizinan. Singaparna, September 2017 Zulhijjah 1438 H Kepada : SINGAPARNA

bahwa sehubungan dengan telah diundangkannya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup pelayanan publik meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat yang sangat luas dan kompleks. Kinerja organisasi yang baik sangat berpengaruh terhadap pelayanan publik yang mengutamakan kepuasan pelanggan (masyarakat). Namun, selama ini birokrasi di Indonesia belum mampu menunjukkan kondisi yang sesuai dengan harapan masyarakat. Kondisi tersebut merupakan salah satu ketidakberhasilan kinerja birokrasi dalam upaya menuju Good Governance. Good Governance merupakan suatu cara mengatur pemerintahan yang baik dengan memberikan pelayanan publik secara efisien kepada masyarakat. Organisasi publik merupakan penyelenggara pemerintahan dan pelayan bagi warganegara. Peran organisasi publik sangat sentral dalam sistem pemerintahan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Terciptanya suatu kinerja yang tinggi dalam organisasi publik perlu diupayakan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan secara efektif, efisien dan responsif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat Upaya pemerintah dalam meningkatkan citra pelayanan dimulai dengan diberlakukannya UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas UU No. 2 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah 1

2 Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, selanjutnya PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dan pada akhirnya melalui menteri Dalam Negeri dengan Permendagri No. 24 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu serta Permendagri No. 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah. Meskipun setiap instansi pemerintah telah mengadakan perbaikan dan peningkatan setiap tahunnya, namun masih dirasa kurang. Peningkatan kinerja menjadi salah satu faktor utama untuk memperbaiki kondisi birokrasi di Indonesia agar dapat memperikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat yang menjadi pelanggannya. Adanya evaluasi kerja dalam suatu organisasi menujukkan bahwa organisasi tersebut mulai berusaha untuk mengupayakan peningkatan kinerja yang optimal. Oleh karena itu, penilaian terhadap kinerja suatu organisasi sangat penting dilakukan karena dapat dipakai sebagai tolak ukur tingkat keberhasilan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu dan dapat dijadikan sebagai perbaikan atau peningkatan kinerja organisasi selanjutnya. Pemerintah melalui kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang intinya meminta pemerintah daerah melakukan kegiatan seperti: a. Penyederhanaan sistem dan prosedur perizinan usaha b. Pembentukan Lembaga Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di daerah c. Pemangkasan waktu dan biaya perizinan d. Perbaikan sistem pelayanan

3 e. Perbaikan sistem informasi f. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi proses penyelenggaraan perizinan Berdasarkan Peraturan Walikota Pematangsiantar No. 1 Tahun 2009 Tentang Urusan Pemerintah Kota Pematangsiantar, Peraturan Walikota No. 2 Tahun 2009 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kota Pematangsiantar dan Peraturan Walikota No. 4 Tahun 2009 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Pematangsiantar maka dibentuklah Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Pematangsiantar dengan menimbang: a. Bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya dibidang perizinan, maka perlu adanya sistem pemberian izin yang cepat, efisien dan terpadu. b. Bahwa untuk mempercepat/memperlancar dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dalam proses penerbitan perizinan di Kota Pematangsiantar, maka dipandang perlu menunjuk Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Pematangsiantar untuk dan atas nama Walikota Pematangsiantar. c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b diatas perlu ditetapkan Keputusan Walikota tentang penunjukan Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Pematangsiantar untuk menandatangani naskah/sertifikat bidang perizinan dan non perizinan di Kota Pematangsiantar.

4 Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Pematangsiantar merupakan suatu badan yang memiliki wewenang dalam bidang perizinan yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang terbentuk pada Maret 2009. IMB merupakan izin pengaturan fisik terhadap bangunan yang sebelumnya berada dibawah naungan Dinas Pekerjaan Umum Pematangsiantar. Namun untuk mewujudkan pelayanan publik yang maksimal, maka dibentuk Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu. Pembentukan BPTSP pada dasarnya ditunjukan untuk menyederhanakan birokrasi penyelenggaraan perizinan dalam bentuk pemangkasan tahapan dan prosedur dalam instansi yang bersangkutan, pemangkasan biaya, pengurangan jumlah persyaratan, pengurangan jumlah paraf dan tanda tangan yang bersangkutan, dan pengurangan waktu proses perizinan. Dengan adanya BPTSP, maka telah terjadi perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang tujuannya meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik, lebih murah dan lebih cepat. Pelayanan publik yang dilakukan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Pematangsiantar sangat beragam. Terdapat berbagai jenis pelayanan bidang perizinan antara lain: 1. Izin Usaha Angkutan 2. Izin Trayek 3. Izin Gangguan (HO) 4. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 5. Izin Usaha Industri (IUI) 6. Tanda Daftar Industri (TDI)

5 7. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 8. Tanda Daftar Perusahaan 9. Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol (ITPMB) 10. Tanda Daftar Gudang (TDG) 11. Izin Pemakaian Gudang dan Lapangan Terbuka 12. Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) 13. Izin Kelayakan Media Reklame (IKMR) 14. Izin Penyelenggaraan Reklame (IPR) 15. Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) 16. Kartu Izin Berjualan (KIB) 17. Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP) 18. Izin Usaha Toko Modern (IUTM) 19. Izin Usaha Pemakaian Air Tanah 20. Izin Pengusahaan Air Tanah 21. Izin Depot Air Minum 22. Izin Mendirikan Rumah Sakit 23. Izin Operasional Sementara Rumah Sakit 24. Izin Operasional Rumah Sakit Kelas C dan D 25. Izin Klinik Dari sekian banyak jenis pelayanan bidang perizinan yang ada di Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Pematangsiantar diatas, penulis tertarik untuk meneliti proses penyelenggaraan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal ini karena IMB sangat penting dalam pengembangan

6 pembagunan terutama dalam penataan bangunan dan lingkungan agar sejalan dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), tetapi dalam kenyataannya masih banyak juga bangunan di Kota Pematangsiantar yang belum memiliki IMB. Hal ini disebabkan adanya anggapan selama ini dalam masyarakat bahwa untuk mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diperlukan banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pemohon serta proses pengurusannya yang memerlukan waktu lama karena harus melalui beberapa prosedur dan tata cara kepengurusan yang panjang. Kendala lain yang sering muncul dalam proses pelayanan kepada masyarakat yaitu pegawai yang kurang disiplin terhadap waktu kerja. Banyaknya pegawai yang datang tidak tepat waktu tentunya menghambat proses pengurusan yang membuat pemohon menunggu. Hal ini tentunya tidak efesien dalam pemberiaan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka perlu ditelitimengenai Kinerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Pematangsiantar Dalam Menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). B. Identifikasi Masalah Adapun yang menjadi identifikasi masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah: 1. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang prosedur pengurusan IMB di BPPT Kota Pematangsiantar. 2. Kurangnya pastisipasi masyarakat untuk mengurus IMB di Kota Pematangsiantar.

7 3. Belum tercapainya target pendapatan retribusi IMB Kota Pematangsiantar tahun 2015. 4. Kurangnya Kinerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Pematangsiantar dalam memberikan pelayanan menerbitkan IMB. 5. Banyak hambatan yang di hadapi BPPT Kota Pematangsiantar dalam menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) C. Pembatasan Masalah 1. Kurangnya Kinerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Pematangsiantar dalam memberikan pelayanan menerbitkan IMB 2. Banyaknya hambatan yang dihadapi BPPT Kota Pematangsiantar dalam menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) D. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang permasalahan yang telah dijabarkan, maka dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Kinerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Pematangsiantar dalam memberikan pelayanan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)? 2. Hambatan apa saja yang dihadapi oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Pematangsiantar dalam menerbitkan IMB?

8 E. Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana Kinerja Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) dalam memberikan pelayanan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Pematangsiantar. 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Pematangsiantar dalam memberikan pelayanan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis dan Pengetahuan dalam Bidang Hukum Khususnya dalam Bidang Perijinan a. Dapat menambah wawasan bagi penulis mengenai teori tentang kinerja sebuah pemerintahan daerah terkait masalah pelayanan perijinan. b. Sebagai referensi bagi peneliti lain dalam mengadakan suatu penelitian tentang masalah kinerja pelayanan perijinan.

9 2. Manfaat Praktis a. Bagi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Pematangsiantar: Sebagai suatu bahan rekomendasi dan pertimbangan dalam membuat suatu kebijakan berikutnya untuk meningkatkan kinerja khususnya yang berkaitan dengan pelayanan perijinan, umumnya pelayanan yang dilakukan pemerintah daerah. b. Bagi Masyarakat: Bagi masyarakat digunakan sebagai untuk menambah wawasan dalam mengurus IMB.