BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

INUNG ISMI SETYOWATI B

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah merupakan bagian dari anggaran daerah, hal ini disebabkan adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 yang dalam perkembangannya kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproduksi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otononomi daerah menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah serta kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut : Peneliti Judul Variabel Hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan. merata berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar negara republik

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Bratakusumah & Solihin (2002) pengertian PAD adalah pendapatan yang berasal dari dalam daerah yang bersangkutan guna membiayai kegiatan - kegiatan daerah tersebut. Dalam kenyataannya PAD terdiri dari empat jenis pendapatan, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Menurut UU Nomor 32 tahun 2004 Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Situngkir dan Manurung (2009) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar 10

11 Pemerintah Daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah meneliti, menentukan, dan menetapkan sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal. Kebijakan keuangan Daerahdiarahkan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber utama Pendapatan Daerah yang dapat dipergunakan oleh Daerah dalam melaksanakan Pemerintahan dan pembangunan Daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dari Pemerintah tingkat atas (subsidi). Usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang lebih luas tidak hanya ditinjau dari segi Daerah masing-masing tetapi kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan Asli Daerah itu sendiri dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh Daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap Daerah. Dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, sebagaimana yang disebutkan dalam UU No. 33 Tahun 2004 yaitu Daerah dilarang menetapkan peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan

12 ekonomi biaya tinggi dan menetapkan peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar Daerah, dan kegiatan impor/ekspor. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan akumulasi dari pos penerimaan pajak yang berisi pajak daerah dan pos retribusi daerah, pos penerimaan non-pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, pos penerimaan investasi serta pengelolaan sumber daya alam (Bastian, 2002). Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari : 1. Pajak daerah 2. Retribusi daerah 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain lain PAD yang sah Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja atau pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan dialokasikan dalam belanja. Abdullah & Halim (2004) menemukanbahwa sumber pendapatan daerah berupa PAD dan dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja daerah secara keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal hanya sebesar 10% dari total pendapatan daerah, kontribusinya terhadap pengalokasian anggaran cukup besar, terutama bila dikaitkan dengan kepentingan politis.

13 PAD suatu daerah umumnya mencerminkan kemakmuran (wealth) dari pemerintah daerah ataupun propinsi. Peningkatan PAD merupakans alah satu sumber pendanaan daerah untuk dengan peningkatan kualitas layanan publik (Adi, 2006). Kualitas layanan publik yang baik akan mencerminkan kinerja suatu pemerintah daerah untuk meningkatkan nilai PAD, akan berdampak pada peningkatan kemakmuran penduduk. Peningkatan PAD akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Adanya kenaikan PAD akan memicu dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah menjadi lebih baik daripada pertumbuhan ekonomi daerah sebelumnya. Kenaikan PAD juga dapat mengoptimalkan dan meningkatkan aktivitas pada sektor-sektor yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi, seperti sektor industri dan perdagangan, sektor jasa, dan sektor-sektor lainnya. Peningkatan PAD akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Adanya kenaikan PAD akan memicu dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah menjadi lebih baik daripada pertumbuhan ekonomi daerah sebelumnya. Kenaikan PAD juga dapat mengoptimalkan dan meningkatkan aktivitas pada sektor-sektor yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi, seperti sektor industri dan perdagangan, sektor jasa, dan sektor-sektor lainnya.

14 2. Dana Perimbangan a. Pengertian Dana Perimbangan Pengertian dana perimbangan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 18 tentang Perimbangan antar Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Dana Perimbangan diartikan sebagai dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Pendapatan yang termasuk kedalam Dana Perimbangan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan antar Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yaitu : 1. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Bagi Hasil sebagaimana pasal Pasal 11 UU No. 33/2004 a. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. b. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

15 c. Dana Bagi Hasil (DBH) yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari : Kehutanan Pertambangan umum Perikanan Pertambangan minyak bumi Pertambangan gas bumi Pertambangan panas bumi 2. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berdasarkan UU NO. 33 tahun 2004 pasal 29 Proporsi DAU antar Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara Propinsi dan Kabupaten/Kota. Dana Alokasi Umum (DAU) atau disebut transfer atau block grant dari pempus penting untuk pemda dalam menjaga/menjamin tercapainya standar pelayanan public minimum diseluruh negeri (Simanjuntak dalam Sidik et al, 2002) Transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu tujuan transfer adalah mengurangi kesenjangan keuangan horizontal antar-daerah, dan mengurangi kesenjangan vertical Pusat-Daerah.mengatasi persoalan efek pelayanan public antar-daerah, dan

16 untuk menciptakan stabilitas aktivitas perekonomian di daerah (Abdullah dan Halim 2003). 3. Dana Alokasi Khusus (DAK) Berdasarkan UU NO. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Pasal 39 menyebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan Urusan Daerah sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam APBN. 4. Dana Perimbangan dari Provinsi Dalam UU no 32/2004 maupun UU No 33/2004 tidak ada pasal yang secara tegas menetapkan aturan Dana Perimbangan dari Pemerintah Provinsi untuk Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal yang mendasari adalah Peraturan Daerah yang dibenarkan dalam ke Undang Undang tersebut untuk mengatur adanya Dana Perimbangan, Hibah, Dana Darurat, Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus serta lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.(abdulah dan Halim 2003) Untuk memberi dukungan terhadap pelaksanaan otonomi daerah telah diterbitkan UU no 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah didalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan. Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada

17 pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak penting.(abdulah & Halim 2003). 3. Belanja Daerah a. Pengertian Belanja Daerah Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Belanja Daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana. Belanja Daerah merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pemerintah daerah harus mengalokasikan belanja daerah secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran belanja perlu diperhatikan (1) Penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; (2) Penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan dan rasional.

18 Berdasarkan PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Sejak dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal pada tahun 2001, anggaran belanja daerah, dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, baik dari segi cakupan jenis dana yang didaerahkan, maupun dari besaran alokasi dana yang didaerahkan. A. Klasifikasi Belanja Berdasarkan PP No. 24/2005 Berdasarkan SAP (PP No. 24/2005), belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi. Penjelasan lebih lanjut untuk setiap klasifikasi dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Klasifikasi Ekonomi Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi ekonomi meliputi kelompok belanja operasi, belanja modal, dan belanja tak terduga. Masing-masing kelompok belanja tersebut dirinci menurut jenisnya. Belanja daerah menurut jenisnya disusun sesuai dengan kebutuhan satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

19 Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan seharihari pemerintah daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Berdasarkan rincian jenisnya, belanja operasi terdiri dari: belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bagi hasil. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah. Dengan demikian, jenis-jenis belanja daerah berdasarkan klasifikasi ekonomi (jenisnya) terdiri atas : a. Belanja pegawai b. Belanja barang dan jasa c. Belanja bunga d. Belanja subsidi

20 e. Belanja hibah f. Belanja bantuan keuangan/sosial g. Belanja bagi hasil h. Belanja modal i. Belanja lain-lain/tidak terduga 2. Klasifikasi Organisasi Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit organisasi pengguna anggaran. Hal ini berarti bahwa belanja daerah disusunberdasarkan satuan kerja perangkat daerah yang bertindak sebagaipusat-pusat pertanggungjawaban uang/barang. Klasifikasi belanja menurut organisasi dipemerintah daerah antara lain belanja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah (Sekda) pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dinas pemerintah tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan lembaga teknis daerah provinsi/kabupaten/kota. 3. Klasifikasi Fungsi Belanja daerah menurut fungsi disusun berdasarkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, klasifikasi

21 menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi utama pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Belanja daerah menurut program dan kegiatan disusun sesuai dengan kebutuhan dalam rangka melaksanakan fungsi pemerintahan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah (SKPD). 4. Belanja Langsung a. Pengertian Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari : 1. Belanja Pegawai Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dimana pekerjaan tersebut yang berkaitan dengan pembentukan modal. 2. Belanja Barang dan Jasa

22 Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. 3. Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aktiva tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Untuk mengetahui apakah suatu belanja dapat dimasukkan sebagai belanja modal atau tidak, maka perlu diketahui definisi aset tetap atau aset lainnya dan kriteria kapitalisasi aset tetap. 5. Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen A. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Langsung Studi tentang pengaruh pendapatan daerah (local own resources revenue) terhadap pengeluaran daerah sudah banyak dilakukan, sebagai contoh penelitian yang pernah dilakukan oleh Rizanda Pradita (2013). Abdullah & Halim (2004) menyatakan pendapatan (terutama pajak) akan mempegaruhi Anggaran Belanja Pemerintah Daerah dikenal dengan nama

23 tax spend hyphotesis. Dalam hal ini pengeluaran Pemerintah Daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan Pemerintah Daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran. Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat (UU 32/2004). Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah sangat tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi tersebut menjadi bentukbentuk kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja daerah. Jika Pemerintah Daerah yang memiliki PAD tinggi maka pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi (Martini dkk, 2013). Melihat beberapa hasil penelitian di atas telah menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya. Pendapatan Asli Daerah sekaligus dapat menunjukkan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak Pendapatan Asli Daerah yang didapat semakin memungkinkan daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri, tanpa harus tergantung pada Pemerintah Pusat. Berarti ini menunjukan bahwa

24 Pemerintah Daerah tersebut telah mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya. Penurunan kegiatan ekonomi di berbagai daerah juga menyebabkan penurunan PAD daerah sehingga menghambat pelaksanaan kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat oleh pemerintah daerah secara otonom. Begitu juga sebaliknya peningkatan kegiatan ekonomi di berbagai daerah akan meningkatkan PAD daerah sehingga pelaksanaan kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat oleh pemerintah tidak terhambat. B. Hubungan Dana Perimbangan dengan Belanja Langsung Menurut Maimunah (2006) dalam jangka panjang transfer berpengaruh terhadap belanja daerah. Secara spesifik ditegaskan bahwa variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah dalam jangka pendek disesuaikan dengan teransfer yang diterima. Sesuai dengan PP No 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah yang menyatakan bahwa APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Artinya, disetiap penyusunan APBD, jika Pemda akan mengalokasikan belanja langsung maka harus benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan daerah dengan mempertimbangkan Dana Perimbangan yang diterima.

25 Studi tentang pengaruh dana perimbangan terhadap belanja daerah sudah banyak dilakukan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dana Perimbangan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah baik dengan lag maupun tanpa lag (Indraningrum, 2011). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap anggaran Belanja Modal ini disebabkan karena dengan adanya transfer DAU dari Pemerintah pusat maka Pemerintah Daerah bisa mengalokasikan pendapatannya untuk membiayai Belanja Modal (Nugroho, 2009) Melihat teori dan beberapa hasil penelitian diatas telah menunjukkan bahwa, Dana Perimbangan yang merupakan bagian dari dana transfer memiliki pengaruh pada besarnya belanja pemerintah daerah, dan Dana Perimbangan ini sekaligus dapat menunjukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak dana perimbangan yang didapat maka menunjukan, semakin tergantung Pemerintah Daerah pada Pemerintah Pusat, yang berarti ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah tersebut tidak mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya. B. Penelitian Terdahulu Dari hasil pengamatan dan pengkajian yang telah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas

26 dalam penulisan skripsi ini, penulis ini menemukan beberapa literatur diantaranya : 1. Maimunah (2006) menguji flypaper effect pada dana alokasi umum(dau) dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap belanja daerah pada Kabupaten/Kota di pulau Sumatera. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris pada (1) pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota di pulau Sumatera. (2) kemungkinan terjadinya flypaper effect pada Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota di pulau Sumatera. (3) kecenderungan flypaper effect menyebabkan peningkatan jumlah Belanja Daerah. (4) kemungkinan adannya perbedaan flypaper effect antara Pemerintah Kabupaten/Kota yang PADnya tinggi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang PADnya rendah; dan terakhir (5) pengaruh DAU dan PAD pada kategori pengeluaran sektor yang berhubungan langsung dengan publik (belanja bidang pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum). 2. Anis Setiawati (2007), menguji pengaruh PAD, DAU, DAK dan Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Kemiskinan dan Pengangguran. PAD, DAU, DAK dan Belanja pembangunan digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan daerah, Kemiskinan dan Pengangguran. Data penelitian selama 2001 2005 digunakan sebagai dasar analisis. Hasil pengujian mendapatkan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah PAD dengan arah positif dan DAK dan DAU dengan arah

27 negatif. Untuk pengujian secara langsung pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan dan pengangguran berpengaruh menunjukan adanya pengaruh yang signifikan, tetapi pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan dan berpengaruh positif terhadap pengangguran. 3. Andyka Pratomo (2015), menguji pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Belanja Daerah terhadap Tingkat Kemiskinan DKI Jakarta. PAD, DAU, DBH dan Belanja Daerah digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi Kemiskinan. Data penelitian selama 2002 2013 digunakan sebagai dasar analisis. Hasil pengujian mendapatkan bahwa (1) Pendapatan Asli Daerah mempunyai pengaruh negative dan signifikan terhadap Kemiskinan. (2) Dana Alokasi Umum mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Kemiskinan. (3) Dana Bagi Hasil mempunyai pengaruh negative dan signifikan terhadap Kemiskinan. (4) Belanja Daerah mempunyai pengaruh negative dan signifikan terhadap kemiskinan. 4. Martini dkk (2014) melakukan penelitian tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal pada kabupaten Buleleng Tahun 2006-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Ada pengaruh positif dan signifikan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal. (2) Ada

28 pengaruh positif dan signifikan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal. (3) Ada pengaruh positif dan signifikan dari Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Modal. (4) Ada pengaruh positif dan signifikan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal. (5) Ada pengaruh positif dan signifikan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Dana Alokasi Umum (DAU). dan (6) Ada pengaruh positif dan signifikan dari Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Dana Alokasi Khusus (DAK). 5. Rizanda Pradita (2013), menguji pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal. PAD, dan DAU digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi Belanja Modal. Data penelitian selama 2007 2011 digunakan sebagai dasar analisis. Hasil pengujian didapatkan hasil bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi DAU yang diterima daerah maka akan semakin tinggi pula belanja modal yang akan dibelanjakan. Hasil penelitian ini juga dapat ditemukan hasil bahwa Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi PAD maka pengeluaran pemerintah atas belanja modal belum tentu juga akan semakin tinggi. 6. Nugroho Suratno Putro (2009) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Study Kasus pada

29 Kabupaten/Kota di Prov. Jawa Tengah). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap Anggaran Belanja Modal, Variabel Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Anggaran Belanja Modal, Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum secara bersama-sama berpengaruh terhadap anggaran Belanja Modal, Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah suatu daerah belum tentu diikuti dengan peningkatan anggaran Belanja Modal. C. Model Penelitian Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang akan dilakukan serta untuk memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, berikut ini gambar kerangka pemikiran yang skematis : Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pendapatan Asli Daerah Belanja Langsung Dana Perimbangan

30 D. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara / kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang harus diuji secara empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga variabel Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja Langsung. 2. Diduga variabel Dana Perimbangan terhadap Belanja Langsung.