BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Musyarakah dalam Fiqh Muamalah. tanggung jawab yang sama. Musyarakah bisa berbentuk mufawadhah atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB II LANDASAN TEORI. skim pembiayaan syari ah. Dibawah ini akan dijelaskan pengertian tentang

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat

BAB III TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

I. Flow-chart. Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah :

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Bai Bitsaman Ajil dalam Fiqh Muamalah

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

Perbankan Syariah. Transaksi Musyarakah. Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN WARU SIDOARJO

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

HILMAN FAJRI ( )

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN UANG MUKA. Secara bahasa, murābahah berasal dari kata ar-ribhu ( الر بح ) yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KETENTUAN PEMBIAYAAN KREDIT SINDIKASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun landasan teori yang akan diuraikan adalah teori-teori yang

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISIS TERHADAP IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI KSPPS AR-RAHMAH GRINGSING LIMPUNG BATANG

BAB I PENDAHULUAN. membayangkan mesti di dasarkan pada dua konsep hukum Mudhârabah dan

BAB II LANDASAN TEORI

MUD{A<RABAH DALAM FRANCHISE SISTEM SYARIAH PADA KANTOR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB II LANDASAN TEORI PEMBIAYAAN EKSPOR IMPOR MELALUI LETTER OF CREDIT (L/C) DALAM HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

BAB II LANDASAN TEORI. dananya kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah.

BAB I PEDAHULUAN. peluang terjadinya jual-beli dengan sistem kredit atau tidak tunai dalam

BAB IV. A. Tinjauan terhadap Sewa Jasa Penyiaran Televisi dengan TV Kabel di Desa Sedayulawas

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada fungsi sosial LAZ, Baznas, dan lembaga pengelola wakaf.

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB III TINJAUAN UMUM AQAD MURABAHAH DALAM FIQH MUAMALAH. Kata aqad dalam kamus bahasa arab berasal dari kata ع ق د - ی ع ق د - ع ق د ا yakni

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. menyatakan ijab dan yang kedua menyatakan qabul, yang kemudian

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

BAB III LANDASAN TEORI. suku bangsa, sejak dahulu sampai sekarang 1. Sebelum kita membahas apa itu

BAB IV ANALISIS PENENTUAN NISBAH BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DI BMT BINTORO MADANI DEMAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya diantara penelitian tersebut adalah: 1. Penelitian yang dilakukan oleh AGUS ADI DEWANTO, SH pada

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI ISTISHNA. atas dasar saling merelakan, atau jual beli merupakan pemilikan harta benda

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

DANA TALANGAN H A J I. خفظ اهلل Oleh: Ustadz Dr. Erwandi Tirmidzi, MA. Publication: 1433 H_2012 M DANA TALANGAN HAJI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG DANA ZAKAT MA L DI YAYASAN NURUL HUDA SURABAYA. A. Analisis Mekanisme Hutang Piutang Dana Zakat

BAB II PRODUK PENGHIMPUNAN DANA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SIMPANAN WADI AH BERJANGKA DI BMT TEGAL IJO DESA GANDUL KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi mudharabah berasal dari akar kata dharb (,(ضرب yang

BAB I PENDAHULUAN. krisis moneter. Lebih dari itu, lembaga keuangan syariah ini diharapkan mampu membawa

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

BAB II LANDASAN TEORI. tata cara dan proses di dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariah

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI IKAN TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

ANALISIS PENERAPAN AKAD QARD} WAL IJA>RAH PADA PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI CABANG PURWOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Umum Tentang Akad Talangan Dalam Pembiayaan. yang diberikan kepada orang yang meminjam (Muqtaridh) dinamakan

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI KERJASAMA BANK MANDIRI SYARI AH DENGAN BANK MANDIRI KONVESIONAL (ATM BERSAMA CABANG DARMO)

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB I PENDAHULUAN. berinvestasi dalam usaha-usaha yang berkaitan dengan media dan barang yang tidak

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB III. Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) bersal dari perkataan Co dan Operation yang mengandung arti kerja sama untuk

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian dan Landasan Syariah Deposito ib Mudhrabah. penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut

BAB II KONSEP UMUM TENTANG SYIRKAH. A. Pengertian dan Landasan Hukum Syirkah. atau lebih, sehingga masing-masing sulit dibedakan, misalnya persekutuan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

mura>bahah terdapat berbagai formulasi definisi yang berbeda-beda

BAB IV STOCK INDEX FUTURE TRADING DI CENTRAL CAPITAL FUTURES DALAM PERSPEKTIF MADZHAB SYAFI I

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah saw. diberi amanat oleh Allah swt. untuk menyampaikan kepada. tercapainya kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat.

Contoh Penghitungan Murabahah (Hipotesis)

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

BAB IV PENERAPAN AKAD BAYʽ BITHAMAN AJIL DALAM PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA DI KOPONTREN NURUL HUDA BANYUATES SAMPANG MADURA

BAB I PENDAHULUAN. berpedoman penuh pada Al-Qur an dan As-Sunnah. Hukum-hukum yang melandasi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MUDHARABAH. dimana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal)

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK BAGI HASIL DENGAN PEMBAGIAN TETAP DARI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI KJKS KUM3 RAHMAT SURABAYA

BAB IV ANALISIS PERSEPSI NASABAH RENTENIR TENTANG QARD} PADA PRAKTIK RENTENIR DI DESA BANDARAN KECAMATAN BANGKALAN

Pembiayaan Multi Jasa

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain agar mereka tolong-menolong dalam semua kepentingan hidup

ISLAM dan DEMOKRASI (1)

BAB I PENDAHULUAN. pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa pembayaran serta peredaran uang

MUDHARABAH dan MUSYARAKAH. Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Pembiayaan Bank Syariah C. Dosen Pengampu : H. Gita Danupranata, SE., MSI.

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Akad Musyarakah dalam Fiqh Muamalah 1. Pengertian Musyarakah Secara etimologis, musyarakah berasal dari kata Arab syirkah yang berarti kemitraan dalam suatu usaha, dan dapat diartikan sebagai bentuk kemitraan antara dua orang atau lebih yang menggabungkan modal atau kerja mereka, untuk berbagi keuntungan serta menikmati hak dan tanggung jawab yang sama. Musyarakah bisa berbentuk mufawadhah atau kemitraan tidak terbatas, tidak tertutup dan sejajar. Setiap mitra samasama mempunyai kewajiban menyumbang modal dan mempunyai hak dalam manajemen dan pengaturan usaha. Masing-masing mitra menjadi wakil dan penjamin dari mitra lainnya. 1 Secara terminologi, ulama fiqh beragam pendapat dalam mendefinisikannya, diantara lain sebagai berikut: a. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie Musyarakah adalah akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk ta awun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi keuntungannya. 2 1 Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, Op. Cit, hlm. 63 2 Hendi Suhendi, Op. Cit, hlm. 126 21

22 b. Menurut Sayid Sabiq Musyarakah yaitu akad antara dua orang yang berserikat pada pokok harta (modal dan keuntungannya). 3 c. Menurut Hanafiyah Musyarakah adalah ungkapan adanya transaksi (akad) antara dua orang yang bersekutu pada pokok harta dan keuntungan. Musyarakah dalam wacana fiqh adalah bentuk kedua dari penerapan prinsip bagi hasil yang dipraktikkan dalam sistem perbankan Islam, dimana konsep musyarakah ini dapat digunakan dalam perbankan Islam. 4 2. Dasar Hukum Musyarakah Musyarakah merupakan akad kerjasama yang diperbolehkan, hal ini berdasarkan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur an, Al-Hadits ataupun ijma ulama. Diantara dalil (landasan syariah) yang memperbolehkan praktik kerjasama antara lain sebagai berikut: a. Al Qur an Surat Shad ayat 24 ق ال ل ق ذ ظ ل م ك ب س ؤ ال و ع ج ت ك إ ل ى و ع اج إ ن ك ث يز ا م ه ال خ ل ط اء ل ي ب غ ي ب ع ض م ع ل ى ب ع ض إ ال ال ذ ي ه آم ى ا ع م ل ا الص ال ح ات ق ل يل م ا م ظ ه د ا د أ و م ا ف ت ى اي ف اس ت غ ف ز ر ب خ ز ر اك ع ا أ و ا ب )٤٢( - Artinya: Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian dari mereka berbuat dzalim kepada sebagian lain, kecuali yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan amat sedikitlah mereka ini. (QS. Shad: 24). 3 Sayid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, hlm. 294 sebagaimana dikutip oleh Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 126 4 Abdullah Saeed, Islam dan Bunga Studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 107

23 Ayat ini merujuk pada dibolehkannya praktek akad musyarakah. Lafadz al-khulatha dalam ayat ini bisa diartikan saling bersekutu/partnership, bersekutu dalam konteks ini adalah kerjasama dua orang atau lebih pihak untuk melakukan sebuah usaha perniagaan. Berdasarkan penjelasan ini, jelas sekali bahwa pembiayaan musyarakah mendapatkan legalitas dari syariah. b. Hadits Abu Daud dari Abu Hurairah Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya. (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah). 5 Dalam hadits ini, Allah memberikan pernyataan bahwa Dia akan bersama dua orang yang bersekutu dalam suatu usaha perniagaan, dalam arti bahwa Allah akan menjaga, memberikan pertolongan dan berkah-nya atas usaha perniagaan yang dilakukan, usaha yang dijalankan akan semakin berkembang sepanjang tidak ada pihak yang berkhianat. Jika terdapat pihak yang berkhianat diantara mereka, maka Allah akan mengangkat pertolongan dan berkah-nya atas usaha perniagaan yang dijalankan. Hadits ini secara jelas membenarkan praktik akad musyarakah dan menunjukkan urgensi sifat amanah dan tidak membenarkan adanya khianat dalam kontrak musyarakah yang dijalankan. 6 5 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.209-210 6 Ibid

24 c. Ijma Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-mughni telah berkata, Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya. 7 3. Rukun dan Syarat Musyarakah a. Rukun musyarakah Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi (necessary condition), misalnya ada penjual dan pembeli. Tanpa adanya penjual dan pembeli, maka jual beli tidak akan ada. 8 Rukun dari akad musyarakah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu: 1) Pelaku Akad - Para mitra usaha 2) Obyek Akad - Modal (mal) - Kerja (dharabah) - Keuntungan (ribh) 3) Akad (Sighat) - Serah (Ijab) - Terima (Qabul) 9 52 7 Muhammad Syafi i Antonio, Op.Cit, hlm. 91 8 Hendi Suhendi, Op.Cit, hlm. 70 9 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.

25 b. Syarat Musyarakah Syarat yaitu sesuatu yang keberadaannya melengkapi rukun (sufficient condition). Contohnya adalah pelaku transaksi haruslah orang yang cakap hukum (mukalaf) menurut mazhab Hanafi, bila rukun sudah terpenuhi tapi syarat tidak terpenuhi maka rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi rusak (fasid). 10 4. Jenis-jenis Akad musyarakah Musyarakah terbagi menjadi 4 jenis yaitu sebagai berikut: a. Syirkah al- Inan Syirkah al- inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis al-musyarakah jenis ini. b. Syirkah Mufawadhah Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis al-musyarakah ini adalah kesamaan dana yang 10 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 47

26 diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak. c. Syirkah A maal Al-musyarakah ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Almusyarakah ini kadang-kadang disebut musyarakah abdan atau sanaa i. d. Syirkah Wujuh Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis al-musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut sebagai musyarakah piutang. 5. Skema Musyarakah

27 berikut 2.1 : Mekanisme musyarakah dapat digambarkan dalam skema sebagai Skema Musyarakah 11 Nasabah Parsial: Asset Value Bank Syariah Parsial Pembiayaan PROYEK USAHA KEUNTUNGAN Bagi hasil keuntungan sesuai porsi kontribusi modal (nisbah) 6. Contoh Perhitungan Musyarakah Pak Usman adalah seorang pengusaha yang akan melaksanakan suatu proyek. Usaha tersebut membutuhkan modal sejumlah Rp.100.000.000,00. Ternyata setelah dihitung, Pak Usman hanya memiliki Rp.50.000.000,00 atau 50% dari modal yang diperlukan. Pak Usman kemudian datang ke sebuah bank syariah untuk mengajukan pembiayaan dengan skema musyarakah. Dalam hal ini, kebutuhan terhadap modal sejumlah Rp.100.000.000,00 dipenuhi 50% dari anggota dan 50% dari 11 Muhammad Syafi i Antonio, Op.Cit, hlm. 91-94

28 bank. Setelah proyek selesai, anggota mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. Seandainya keuntungan dari proyek tersebut adalah Rp.20.000.000,00 dan nisbah atau porsi bagi hasil yang disepakati adalah 50:50 (50% untuk anggota dan 50% untuk bank), pada akhir proyek Pak Usman harus mengembalikan dana sebesar Rp.50.000.000,00 (dana pinjaman dari bank) ditambah Rp.10.000.000,00 (50% dari keuntungan untuk bank). 12 B. Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam bidang keagamaan yang berhubungan dengan kepentingan umat Islam Indonesia membentu suatu dewan yang berskala nasional. Lembaga ini dikenal dengan nama Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berdiri pada tanggal 10 februari 1999 sesuai dengan Surat Keputusan (SK) MUI No. Kep-754/MUI/II/1999. Lembaga DSN mengatasi dan mengarahkan lembaga-lembaga keuangan syariah untuk mendorong penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan perekonomian. Karena itu keberadaan DSN diharapkan dapat berperan secara optimal dalam pengembangan ekonomi syariah guna memenuhi tuntutan kebutuhan umat. 13 Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan badan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas dan memiliki wewenang untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank 12 Ibid, hlm. 173 13 Surat Keputusan Dewan Syariah Nasional (DSN) No. Kep-754/MUI/II/1999

29 atau lembaga keuangan syariah yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, pembentukan fatwa bidang ekonomi syariah DSN adalah untuk menghindari adanya perbedaan ketentuan yang dibuat oleh Dewan Pengawas Syariah pada masing-masing lembaga keuangan syariah. 14 Adapun tugas dan wewenang Dewan Syariah Nasional (DSN) yaitu: 1. Tugas Dewan Syariah Nasional (DSN) 1) Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya. 2) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuanagan. 3) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. 4) Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan 15 2. Wewenang Dewan Syariah Nasional (DSN) 1) Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait 2) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/ peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen keuangan dan Bank Indonesia. 3) Memberikan rekomendasi dan, atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah. 14 Yeni Salma Barlinti, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam Sistem Hukum Nasional di Indonesia (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat kementrian Agama RI, 2010), hlm. 11. 15 Surat Keputusan Dewan Syariah Nasional (DSN), Op. Cit.

30 4) Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syraiah, termasuk otoritas moneter/ lembaga keuangan dalam maupun luar negeri. 5) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional. 6) Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan. 16 C. Akad Musyarakah dalam Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 mengatur pembiayaan musyarakah dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Ijab Kabul Ijab kabul dinyatakan oleh para pihak harus memperhatikan hal-hal berikut: a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). b) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 2. Subjek Hukum Para pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 16 Ibid.

31 a) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasan perwalian. b) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil. c) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur asset musyarakah dalam proses bisnis normal. d) Setiap mitra memberikan wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola asset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja. e) Seorang mitra tidak diijinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri. 3. Objek Akad Objek akad pada musyarakah terdiri dari modal, kerja, keuntungan dan kerugian. Masing-masing ditentukan hal-hal berikut ini: a) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti barang-barang, property dan sebagainya. Jika modal berbentuk asset terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. b) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain kecuali atas dasar kesepakatan.

32 c) Pada prinsipnya dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, akan tetapi untuk menghindari terjadinya penyimpangan, bank (Lembaga Keuangan Syariah) dapat meminta pinjaman. 4. Kerja a) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. b) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak. 5. Keuntungan a) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika penghentian musyarakah. b) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan diawal yang ditetapkan bagi seorang mitra. c) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau presentasi itu diberikan kepadanya. d) Sistem pembagian keutungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.

33 6. Kerugian Kerugian harus dibagi antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing modal. 17 7. Biaya operasional dan persengkataan a) Biaya operasional dibebankan pada modal bersama. b) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 17 Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia No. 08/DSN- MUI/IV/2000, hlm. 2-4