Analisa Pemetaan Tutupan Lahan Sawah Dengan Data Airborne Hyperspectral ( Studi Kasus: Kabupaten Indramayu, Jawa Barat ) Stephanus Harnugrahtomo, Bangun Muljo Sukojo, Chatarina Nurjati Supadiningsih Jurusan Teknik Geomatika, FTSP, ITS, Surabaya, 60111, Indonesia Email: harnugtomo@ymail.com Abstrak Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu atau teknologi untuk memperoleh informasi atau fenomena alam melalui analisis suatu data yang diperoleh dari hasil rekaman obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. Perekaman atau pengumpulan data penginderaan jauh (inderaja) dilakukan dengan menggunakan alat pengindera (sensor) yang dipasang pada pesawat terbang atau satelit. Teknologi penginderaan jauh dapat menjadi solusi untuk pendeteksian tutupan lahan sawah untuk suatu wilayah yang cukup luas sehingga dibutuhkan waktu yang cepat. Airborne Hyperspektral merupakan salah satu metode penginderaan jauh yang dapat memberikan data informasi yang banyak karena terdiri dari kanal yang banyak dan sempit. Dalam penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan data hasil pemotretan dari pesawat menggunakan data Airborne Hyperspectral di Kabupaten Indramayu Jawa Barat dengan data hasil ground truth di lapangan. Dengan data ini akan dilakukan analisa pemetaan tutupan lahan sawah untuk mengetahui areal persawahan yang terdapat di Kabupaten Indramayu. Hasil dari penelitian ini adalah berupa peta tutupan lahan sawah yang menunjukkan bahwa areal persawahan di Kabupaten Indramayu Jawa Barat sesuai dengan data Airborne Hyperspectral adalah sawah irigasi dengan luas 9166,21 ha; sawah tadah hujan dengan luas 1287,58 ha yang nantinya akan dijadikan sebagai informasi dan inventarisasi sumber daya lahan. Selain itu juga dapat memperkuat ketahanan pangan dengan perluasan komoditas pertanian. Kata kunci: Airborne Hyperspectral, komoditas, pertanian, inventarisasi. PENDAHULUAN Latar Belakang Keragaman data dan informasi lahan pertanian dan produksinya mulai dirasakan pada tahun 1980-an (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1998). Penyebaran, kondisi serta perubahan lahan pertanian tidak dapat diketahui secara pasti tanpa bantuan teknologi yang lebih maju. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi (1,6% per tahun) menyebabkan perubahan penggunaan lahan dengan cepat (Adimihardja et al.,2004), sehingga inventarisasi dan pemantauan penggunaan lahan yang dilaksanakan secara teristris (ground base method) sering tidak dapat mengikuti laju perubahannya. Dalam usaha pemantapan ketahanan pangan dan pengadaan stok pangan nasional, pada era globalisasi informasi dituntut ketepatan, kecepatan penyampaian data sumberdaya pertanian. Teknologi Inderaja memungkinkan untuk digunakan dalam deteksi penyebaran lahan pertanian, dan hasilnya merupakan sumber informasi utama dalam pemutakhiran dan pembaharuan (updating) data sumberdaya pertanian. Salah satu keuntungan dari data citra satelit untuk deteksi dan inventarisasi sumberdaya lahan pertanian adalah setiap lembar (scene) citra ini mencakup wilayah yang sangat luas yaitu sekitar 60 180 km2 (360.000 3.240.000 ha). Dengan mengamati daerah yang sangat luas sekaligus, beserta keadaan lahan yang mencakup topografi/relief, pertumbuhan tanaman/ vegetasi dan fenomena alam yang terekam dalam citra memberi peluang untuk mengamati, mempelajari pengaruh iklim, vegetasi, litologi dan topografi terhadap penyebaran sumberdaya lahan dan lahan pertanian (Puslit. Tanah dan Agroklimat, 2000). 1
Ketersediaan data Inderaja/citra satelit dalam bentuk digital memungkinkan penganalisaan dengan komputer secara kuantitatif dan konsisten. Selain itu data Inderaja dapat digunakan sebagai input yang independen untuk verifikasi lapangan (Rubini Atmawidjaja, 1995). Dengan teknologi Inderaja, penjelajahan lapangan dapat dikurangi, sehingga akan menghemat waktu dan biaya bila dibanding dengan cara terestris di lapangan. Pemanfaatan teknologi Inderaja di Indonesia perlu lebih dikembangangkan dan diaplikasikan untuk mendukung efisiensi pelaksanaan inventarisasi sumberdaya lahan/tanah dan identifikasi penyebaran karakteristik lahan pertanian (sawah irigasi, sawah tadah hujan, pemukiman) terutama pada wilayah sentra produksi pangan.. Perumusan Masalah Bagaimana tutupan lahan sawah yang terdapat di Kabupaten Indramayu dengan menggunakan citra Airborne Hyperspectral bulan Juni 2011 Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wilayah studi adalah daerah persawahan Kabupaten Indramayu. b. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data Airborne Hyperspectral di Kabupaten Indramayu pada bulan Juni tahun 2011. c. Penelitian mencakup pada analisa tutupan lahan sawah. d. Hasil penelitian ini adalah peta tutupan lahan sawah. Tujuan a. Memetakan tutupan lahan sawah di Kabupaten Indramayu Jawa Barat b. Melakukan analisa tutupan lahan sawah di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat menggunakan data Airborne Hyperspectral Manfaat Penelitian a. Memberikan informasi spasial (peta) mengenai pola tutupan lahan sawah di Kabupeten Indramayu METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian Tugas Akhir ini dilakukan di Kabupaten Indramayu Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 107º52 108º10 BT dan 6º17 6º40 LS. Lokasi studi ditunjukkan dengan kotak warna merah pada Gambar1 berikut ini Gambar 1. Lokasi Penelitian Data dan Peralatan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data HyMap yang selanjutnya sudah dilakukan koreksi atmosferik, koreksi geometrik, dan koreksi lainnya. Koreksi dilakukan oleh pihak HyVISTA Pty, Ltd. Hasil data HyMap yang diperoleh merupakan data yang sudah siap digunakan. a. Citra Airborne Hyperspectral Kabupaten Indramayu pada bulan Juni 2011 b. Data Pengukuran Lapangan Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Perangkat Keras (Hardware) - Notebook HP Pavillion dv3 b. Perangkat Lunak (Software) - Sistem Operasi Windows 7. - ENVI 4.6.1. - ArcGis 9.3. - Matlab 7.0. c. Peralatan Lapangan -GPS Handheld Garmin Oreon dengan ketelitian alat sebesar 30 meter Diagram Alir Penelitian 2
Pekerjaan yang akan dilakukan dalam kegiatan penelitian ini adalah seperti pada diagram alir berikut: pengolahan data yang telah dilakukan berupa pemilihan data yang akan ditampilkan pada peta tutupan lahan sawah yang akan dibuat. c. Tahap Akhir Penyusunan laporan merupakan tahap akhir dari proses penelitian ini. Tahap ini merupakan bentuk pelaporan secara jelas dan detil atas semua proses yang dilakukan dan disusun bab per bab disesuaikan dengan perkembangan aktivitas Tugas Akhir yang dilakukan. Tahap Pengolahan Data Tahapan dalam pengolahan data ini adalah: Citra Airborne Hyperspectral Georeference Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Mosaicking Berikut penjelasan dari diagram alir diatas: Croping a. Tahap Persiapan Pada tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah : Data GCP Koreksi Geometrik Tidak - Identifikasi Awal, bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada dan bagaimana cara memecahkan permasalahan tersebut sehingga dapat ditentukan tujuan dari pekerjaan ini dan diperoleh manfaatnya. - Studi Literatur, bertujuan untuk mendapatkan referensi yang berhubungan dengan penulisan tugas akhir in. - Pengumpulan Data, dilakukan pengumpulan data-data yang diperlukan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Data dapat berupa spasial dan data tabular. b. Tahap Pengolahan Data Pada tahap pengolahan data ini meliputi pengolahan data spasial dan data lapangan yang akan dilakukan pemetaan tutupan lahan sawah sehingga memudahkan dalam pengoperasian dan lebih informatif. Tahap selanjutnya dalam Pengolahan Data yaitu analisa data yaitu menganalisa hasil dari Ground Truth RMSE<1 Citra Terkoreksi Sample Area Klasifikasi Terbimbing Uji Ketelitian >80% Analisa Ya Ya Peta Tutupan Lahan Sawah Gambar 3. Tahap Pengolahan Data Tidak 3
Keterangan: a. Open Image File pada Data Airborne Hyperspectral Kabupaten Indramayu Jawa Barat bulan Juni 2011 untuk semua layer. b. Georeference untuk Data Airborne Hyperspectral ini menggunakan Georeference from GLT untuk memberikan nilai koordinat pada citra. Proses ini dilakukan di software Envi 4.6.1. c. Mosaicking dilakukan setelah semua layer pada citra telah diberikan georeference maka selanjutnya digabungkan semua layer hingga menjadi satu bagian. Gambar 4. Hasil Penggabungan Citra Airborne Hyperspectral d. Apabila nilai Root Mean Square Error (RMSE) lebih besar dari satu (RMSE > 1) maka harus dilakukan koreksi geometrik lagi, sampai di dapat nilai RMSE kurang atau sama dengan 1 (RMSE 1) sehingga citra tersebut sudah terkoreksi secara geometrik. e. Croping untuk memotong citra g. Klasifikasi Terbimbing dilakukan berdasarkan hasil citra yang sudah diberikan sample area. Gambar 6. Citra Klasifikasi Terbimbing h. Analisa yang dilakukan dari hasil pemetaan tutupan lahan sawah. i. Ground Truth dilakukan dengan pengambilan titik sampel di lapangan dan untuk melakukan cek lapangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Strength Of Figure (SOF) Berikut ini adalah hasil plot titik SOF di lapangan sebanyak 12 titik yang menyebar beserta nilai SOF yang didapat menggunakan data Airborne Hyperspectral. 11 10 9 6 8 7 3 2 1 1 12 5 4 Gambar 5. Hasil Pemotongan Citra f. Sample Area untuk pemberian suatu area dengan melakukan digitasi dan pemberian nama tertentu berdasarkan dari citra. Gambar 7. Hasil titik SOF di lapangan *Perhitungan SOF nya adalah : *Jumlah titik adalah 12 *Jumlah baseline adalah 23 *N ukuran adalah jumlah baseline x 3 yaitu 23x3=69 *N parameter adalah jumlah titik x 3 yaitu 12x3=36 U (ukuran lebih) = N ukuran N parameter = 69 36 = 33 Besar SoF = = 0.476 4
Ground Control Point (GCP) GCP atau Titik Kontrol Bumi dapat didefinisikan sebagai sebuah titik di permukaan bumi yang diketahui lokasinya (misal: koordinatnya telah ada) yang digunakan sebagai sumber georeferensi data citra, seperti citra penginderaan jauh atau peta scan. Titik kontrol bumi (GCP) adalah suatu titik-titik yang letaknya pada suatu posisi piksel suatu citra yang koordinat petanya (referensinya) diketahui. GCP terdiri atas sepasang koordinat x dan y, yang terdiri atas koordinat sumber dan koordinat referensi. Koordinat-koordinat tersebut tidak dibatasi oleh adanya koordinat peta. GCP merupakan pasangan-pasangan titik pada citra yang kemudian dilakukan cek lapangan untuk memperbaiki distorsi sistemik pada citra awal. Objek-objek yang dapat digunakan GCP adalah objek yang sama pada citra maupun referensi. GCP idealnya diletakkan pada pertigaan jalan, sungai, garis pantai, teluk, tanjung, atau kenampakan pada permukaan bumi lainnya yang dapat dikenali dengan kemungkinan perubahan yang relatif lambat dan tetap. Penentuan titik GCP diusahakan menyebar pada posisi terluar dari citra yang akan dilakukan koreksi geometrik. Titik Easting (m) Northing (m) Deskripsi Desa 1 177020 9299797 Jembatan Eretan Kertawinangun 2 175594 9298424 Jembatan Soge Soge 3 175842 9294912 Perempatan Bongas Bongas 4 171254 9287211 Pertigaan Gabus Wetan Cipedang 5 169011 9288673 Pertigaan Kepitu Cipedang 6 170742 9293271 Perempatan Kepu Sidomulya 7 170959 9297626 Pertigaan Margamulya Margamulya 8 171336 9301101 Perigaan Legok Sukahaji Tabel 1. Data GCP pada zona selatan 49 Titik Easting (m) Northing (m) Deskripsi Desa 9 830948 9301123 Pertigaan Patrol Patrol 10 827369 9298341 Perigaan Anjatan Anjatan 11 827013 9295377 Pertigaan Anjatan-Haurgeulis Salamdarma 12 827171 9289801 Perempatan Haurgeulis Haurgeulis Tabel 2. Data GCP pada zona selatan 48 Koreksi Geometrik Koreksi geometrik ini dilakukan dengan memberikan ground control point (GCP) pada citra dan dilakukan menggunakan perangkat lunak Envi 4.6.1 dengan menu registrasi image to map Sistem proyeksi yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator Zone 49S dan datum yang dipakai adalah WGS 1984. Nilai RMSerror rata-rata untuk koreksi geometrik dari masing-masing citra dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Titik Easting Northing Kolom Baris RMS 1 174608 9301099 1873 455 0.2227 2 174168 9297129 1829 852 0.0253 3 172598 9294369 1672 1128 0.1789 4 169018 9288899 1314 1675 0.1776 5 167268 9289459 1139 1619 0.3681 6 169718 9294009 1384 1164 0.2051 7 170948 9297859 1507 779 0.495 8 172038 9301369 1616 428 0.1653 9 169128 9301189 1325 446 0.3906 10 168708 9297619 1283 803 0.439 11 166148 9294439 1027 1121 0.3587 12 163348 9289979 747 1567 0.0792 Rata-rata RMS Error 0.2949 Tabel 3. Nilai rata-rata RMSE Hasil RMS error rata-rata citra mempunyai nilai RMS error rata-rata kurang dari 1 piksel dan SoF mendekati nol sehingga dianggap memenuhi toleransi yang diberikan (Purwadhi, 2001). ANALISA Uji Ketelitian Klasifikasi Uji ketelitian dilakukan untuk mengetahui ketelitian hasil klasifikasi, metode yang digunakan untuk perhitungan adalah confusion matrix. Sebelum dilakukan uji ketelitian diperlukan ground truth atau survei lapangan untuk masing-masing kelas. Perhitungan uji ketelitian dengan metode confusion matrix ini dilakukan dengan perangakat lunak Envi 4.6.1. Berikut merupakan hasil perhitungan confusion matrix dengan perangkat lunak Envi 4.6.1 5
Overall Accuracy = (13900/16451) 84.49% Kappa Coeficient = 0.649 Class Sawah Tadah Hujan Sawah Irigasi Pemukiman Laut Total Sawah Tadah Hujan 1140 51 218 0 1409 Sawah Irigasi 427 11452 417 0 12297 Pemukiman 1434 4 1306 0 2744 Laut 0 0 0 1 1 Total 3001 11508 1941 1 16451 Tabel 4. Confusion matrix (pixels) Overall Accuracy = (13900/16451) 84.49% Kappa Coeficient = 0.649 Class Sawah Tadah Hujan Sawah Irigasi Pemukiman Laut Total Sawah Tadah Hujan 39.99 0.44 11.23 0 8.56 Sawah Irigasi 14.23 99.52 21.48 0 74.75 Pemukiman 47.78 0.03 67.28 0 16.68 Laut 0 0 0 100 0.01 Total 100 100 100 100 100 Tabel 5. Confusion Matrix (persen) Luas Turupan Lahan Sawah Setelah dilakukan klasifikasi terbimbing menggunakan perangkat lunak Envi 4.6.1 mengahsilkan empat kelas tutupan lahan sawah dengan citra airborne hyperspectral Kabupaten Indramayu bulan juni 2011 yaitu terdapat sawah tadah hujan, sawah irigasi. Selain terdapat sawah, juga terdapat pemukiman bagi penduduk, dan laut karena Kabupaten Indramayu merupakan daerah pesisir. Berikut adalah hasil klasifikasi dengan citra airborne hyperspectral Kabupaten Indramayu bulan Juni 2011 yaitu: Kelas Luas (Hektar) Sawah Tadah Hujan 1287.58 Sawah Irigasi 9166.21 Pemukiman 862.51 Laut 1273.46 Total 12589.76 Tabel 6. Hasil Klasifikasi citra hyperspectral bulan juni 2011 airborne Dari tebel klasifikasi di atas dapat dilihat bahwa luas area masing-masing kelas adalah sawah tadah hujan dengan 1287,58 ha; sawah irigasi 9166,21 ha; pemukiman 862,51 ha; dan laut 1273,46 ha. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan a. Nilai RMS Error untuk citra airborne hyperspectral Kabupaten Indramayu Bulan Juni 2011 adalah sebesar 0,2949 dan masuk ke dalam syarat dengan <1 b. Nilai Strength Of Figure (SOF) di daerah Indramayu dengan 12 titik yang menyebar adalah sebesar 0.476 dan masuk syarat dengan <1 c. Hasil uji ketelitian untuk tutupan lahan mendapatkan nilai 84,49% dan untuk tutupan lahan sawah mendapatkan nilai 94,99% yang telah memenuhi toleransi >80% untuk daerah pertanian d. Daerah yang memiliki area paling luas adalah sawah irigasi e. Berdasarkan dari penelitian didapatkan dua jenis sawah yaitu sawah irigasi dan sawah tadah hujan dengan luas sawah irigasi sebesar 9166,21 ha dan sawah tadah hujan sebesar 1287,58 ha. Saran Adapun saran-saran yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Pada proses ground truth sebaiknya pemberian titik GCP tersebar sesuai dengan citra yaitu diletakkan pada bagian pojok kanan atas, kanan bawah, kiri atas, kiri bawah citra dan bagian tengah citra. b. Diperlukan penelitian lebih lanjut yang terbaru untuk dapat mengetahui perbedaan tutupan lahan sawah sehingga dapat digunakan untuk mengontrol luas tutupan lahan sawah sebagai sentra pertanian. c. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk daerah lain yang memiliki kenampakan objek yang homogen. DAFTAR PUSTAKA Adimihardja A., Wahyunto dan Rizatus Shofiyati. 2004. Gagasan Pengendalian Konversi Lahan Sawah Dalam Rangka Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional. Prosiding Seminar: Multi Fungsi Pertanian dan 6
Konservasi Sumberdaya Lahan, di Bogor, 18 Desember 2003 dan 7 Barbosa P.M., M.A. Casterado, and J. Harrero. 1996. Thematic Mapper Image Classification Method for Crop Extent Estimates in an Irrigation District. International Journal of Remote Sensing, 1996, vol.17.no.18, pp:3665-3674. Pengelolaannya. Puslit. Tanah dan Agroklimat. Bogor. Wibowo, A., Pemilihan Kanal yang Optimal untuk Model Prediksi Kandungan Air Kanopi Daun Padi dengan Data Field-Spectrometer dan Airborne-Hyperspectral, Program Doktoral Disertasi S-3, ITS, Surabaya. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura (Ditjen TPH). 1998. The Role of Agriculture Information System on Rice Production and Productivity. Lokakarya Sistem Pemantauan dan Prediksi Produksi Padi di Indonesia, BPPTeknologi. Jakarta 22 Juli 1998. Evri, Muhammad., Tsuyoshi Akiyama, dan Kensuke Kawamura.,2008. Optimal Visible and Near-Infrared Wavekanal Used in Hyperspectral Indices To Predict Crop Variables of Rice, J.JASS, 24(1): 19-29. Januari 2004. halaman 47-64. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Bogor. Jimenez, L. O. dan Landgrebe, D. A.,1999. Hyperspectral Data Analysis And Supervised Feature Reduction Via Projection Pursuit, IEEE Transactions On Geoscience And Remote Sensing, 37: 2653 2667. Lillesand, T.M., and R.W.Keifer. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation.Third Edition. John Willey & Sons, Inc, United States of America. Murthy C.S., S. Jouma, P.V.Raju, S. Thiruvengadachari and K.A. Hakeem.1995. Paddy Yield Prediction in Bharada Project Command Area Using Remote Sensing Data. Asia Pasific Remote Sensing Journal. Vol.8.No.1, July 1995,p:79-83. Purwadhi, F. dan Sri Hardiyati. 2001. Interpretasi Citra Digital. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2000. Sumberdaya Lahan Indonesia dan 7