BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak bermanfaat lagi (Sri Moertinah, 2010:104). Limbah dapat dihasilkan dari

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN

I. PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang

ISO untuk meminimalkan limbah, by Sentral Sistem Consulting

2.2 INDUSTRI DAN LINGKUNGAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan energi. Kebutuhan energi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. gugus amino yang bersifat basa dan memiliki inti benzen. Rhodamin B termasuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PENUTUPAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Pengertian, Konsep Dasar serta Perkembangan. Teknologi Bersih. (Clean Technology)

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput).

BAB I PENDAHULUAN. industri yang mampu bersaing di dunia internasional. Industri batik juga

BAB I PENDAHULUAN. perubahan siklus ekonomi menyebabkan dunia usaha terus mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

BAB 1 PENDAHULUAN. air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri,

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PERESMIAN PERLUASAN PT. INDO BHARAT RAYON PURWAKARTA, 12 OKTOBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai flokulan alami yang ramah lingkungan dalam pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAB 1 PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat telah memberikan dampaknya ke

BAB I PENDAHULUAN. implementasi perjanjian perdagangan bebas multilateral ASEAN-China Free

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN LINGKUNGAN SEKITAR KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN SOLOKAN JERUK KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan bisnis di era global saat ini semakin ketat. Fungsi

BAB I PENDAHULUAN. anggota badan serta penutup untuk tangan, kaki, dan kepala. Dalam

PENGOLAHAN DAN PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYEMPURNAAN - TEKSTIL YANG RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh posisi persaingan..., Rahmitha, FE UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia

BAB I PENDAHULUAN. hutang. Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

BAB I PENDAHULUAN. konsisten menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor andalan. Dampak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun kakao

BAB I PENDAHULUAN. menggali dan mengolah sumber daya alam dengan sebaik-baiknya yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Perusahaan berskala besar dan sedang dalam kurun waktu dua. pemerintah dalam meningkatkan ekonomi negara yang lebih terpusat

BAB I PENDAHULUAN. tingginya tuntutan adanya pengungkapan aspek lingkungan hidup oleh perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhanpun juga berkembang seiring jaman. Banyak produkproduk

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian juga memiliki dampak meningkatkan pencemaran oleh limbah cair

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang

BAB I PENDAHULUAN. Strategi yang pertama sering dikatakan sebagai strategi inward looking,

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI MELALUI KERJASAMA ANTAR PELAKU USAHA PADA KLASTER INDUSTRI BATIK SIMBANGKULON, KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR. Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan

BAB I PENDAHULUAN. air di kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius,

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Linda Maulidia Kosasih, 2013

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan negara ini. Industri merupakan salah satu pilar pokok dalam

I. PENDAHULUAN. Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam

24/05/2013. Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN. Produksi Bersih (PB) PB Merupakan pendekatan yang cost-effective

Analisis Perkembangan Industri

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRODUKSI BERSIH (Cleaner Production) HA Latief Burhan Universitas Airlangga

INDUSTRI.

BPS PROVINSI JAWA BARAT

1. Yulianty Widjaja (Direktur DAVINCI); dan 2. Para Hadirin Sekalian Yang Berbahagia.

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan Cina mulai

PELUANG-PELUANG PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI TEKSTIL FINISHING BLEACHING (STUDI KASUS PABRIK TEKSTIL FINISHING BLEACHING PT. DAMAITEX SEMARANG)

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

BPS PROVINSI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia

PARADIGMA PENGELOLAAN USAHA

Pendekatan Pengelolaan Lingkungan. Investigasi Kerusakan Lingkungan. PengelolaanLingkunganHidup:

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. bersejarah, flora, fauna dan masih banyak kekayaan alam yang lainnya. Namun semakin

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan industri khususnya industri tesktil diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun bila dalam perumusan kebijakan pembangunan industri tidak memasukkan unsur-unsur pertimbangan yang berorientasi pada lingkungan, maka tiga unsur pokok dalam ekosistem yaitu air, udara dan tanah akan mengalami penurunan kualitas yang substansial sebagai akibat dari pencemaran limbah industri. Limbah dan emisi merupakan non product output dari kegiatan industri tekstil. Khusus industri tekstil yang di dalam proses produksinya mempunyai unit Finishing- Pewarnaan (dyeing) mempunyai potensi sebagai penyebab pencemaran air dengan kandungan amoniak yang tinggi. Pihak industri pada umumnya masih melakukan upaya pengelolaan lingkungan dengan melakukan pengolahan limbah (treatment). Dengan membangun instalasi pengolah limbah memerlukan biaya yang tidak sedikit dan selanjutnya pihak industri juga harus mengeluarkan biaya operasional agar buangan dapat memenuhi baku mutu. Untuk saat ini pengolahan limbah pada beberapa industri tekstil belum menyelesaikan penanganan limbah industri. Pengolahan limbah cair yang mengandung zat warna dan logam berat dengan pengendapan dan adsorpsi sebenarnya hanya mengalihkan kandungan logam berat dari fase cair ke fase padat. Air limbah yang terolah telah memenuhi baku mutu, tetapi padatan yang dihasilkan dari pengolahan air limbah yang mengandung zat warna dan logam berat masih menjadi persoalan selanjutnya yang umumnya masih mengandung B3, sehingga harus ada penanganan tingkat lanjut yang lebih baik lagi. Penanganan limbah tingkat lanjut dilakukan dengan cara pengolahan maupun penimbunan, sehingga diperlukan biaya lagi yang akan membuat pihak industri tekstil menjadi tidak tertarik dalam mengelola lingkungan dan akan menurunkan daya saing suatu produk yang dihasilkannya. Pada awalnya pengelolaan lingkungan di industri didasarkan pada pendekatan kapasitas daya dukung ( Carrying Capacity Approach ) akibat terbatasnya daya dukung alamiah untuk menetralisir pencemaran yang semakin meningkat. Upaya

BAB I PENDAHULUAN 2 dalam mengatasi masalah pencemaran berubah menjadi pendekatan pengolahan limbah yang terbentuk ( End Of Pipe Treatment ). Treatment dalam kondisi End of Pipe tidak/belum memecahkan permasalahan yang ada. Strategi pengolahan limbah industri harus diarahkan juga pada upaya meningkatkan efisiensi, sehingga tidak saja aman dari aspek lingkungan tetapi juga akan didapatkan biaya produksi yang lebih menguntungkan. Selain upaya pengolahan limbah melalui pendekatan internal, yang juga untuk saat ini belum banyak dimengerti oleh kalangan industriawan, sebagian besar industri "lahir" ketika isu lingkungan belum populer, sehingga pengolahan limbah dilakukan setelah perencanaan pembangunan suatu industri direalisir atau setelah limbah terbentuk. Di Indonesia proses industrialisasi mulai dilaksanakan pada awal dekade 1970-an pada saat Repelita I, namun jauh sebelum kemerdekaan, Indonesia telah mempunyai sejumlah industri manufaktur. Perkembangan produksi tekstil nasional dewasa ini menunjukkan bahwa bahan tekstil yang dikerjakan menjelang akhir PELITA V (tahun 1992-1993) terutama meliputi serat kapas (30,89%), serat poliester (43,12%) serat rayon (16,35 %), serat akrilik (4,4%), serat nilon (3,3%) dan serat lain (2,6%). Dari data penggunaan serat tersebut maka 90,35% limbah tekstil berasal dari proses serat kapas, serat poliester dan serat rayon. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997, ditekankan bahwa arah pembangunan jangka panjang adalah pembangunan ekonomi dengan bertumpukan pada pembangunan ekonomi dengan bertumpukan pada pembangunan industri, yang diantaranya memakai berbagai jenis bahan kimia dan zat radio aktif. Disamping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat, industrialisasi juga menimbulkan ekses, antara lain dihasilkannya limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). Dalam pasal 10 UU No. 23 tahun 1997, ditegaskan bahwa Pemerintah berkewajiban mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, sedangkan untuk kegiatan industri Pemerintah juga berkewajiban untuk memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang ramah terhadap lingkungan hidup. Dalam upaya untuk menunjang kinerja pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh sektor industri, maka Kementerian Lingkungan Hidup telah melakukan

BAB I PENDAHULUAN 3 pendekatan pengelolaan lingkungan hidup baik bersifat wajib atau pun sukarela. Pendekatan yang bersifat wajib antara lain dilakukan melalui program PROPER, AMDAL, Langit Biru, dan Prokasih; sedangkan pendekatan yang bersifat sukarela dan banyak mendapat respon dari berbagai sektor antara lain PRODUKSI BERSIH (PB), Sistem Manajemen Lingkungan, EKOLABEL dan sebagainya. Untuk meningkatkan daya saing akan tercapai apabila industri tekstil dapat melakukan efisiensi pada seluruh aspek produksi dengan melakukan penataan sistem melalui pengendalian input, proses dan output serta peningkatan kualitas SDM. Suatu upaya melakukan efisiensi pada industri tekstil adalah melalui konsep Produksi Bersih ( Cleaner Production / CP ). Selain itu untuk memenuhi target dari Departemen Perindustrian (Depperind) yang menargetkan nilai ekspor tekstil Indonesia pada tahun 2009 sebesar US$ 11,8 miliar USD dibandingkan dengan nilai ekspor pada tahun 2005 sebesar 7,6 miliar USD, sedangkan untuk tahun 2006 sebesar 8,3 miliar USD. Negara-negara tujuan utama Ekspor TPT INDONESIA-2004 Uni Eropa; 1,7 miliar US$; 22% Uni Emirat Arab; 0,35 miliarus$; 5% Korea; 0,2 miliar US$; 3% Negara2 lain; 1,69 miliar US$; 21% ASEAN; 0,59 miliar US$; 8% Jepang; 0,47miliar US$; 6% Afrika; 0,35miliar US$; 5% USA; 2,37miliar US$; 30% Gambar 1.1 Negara-negara tujuan utama Ekspor TPT Indonesia (Dep.Perind. 2005-Warta Ekonomi, Feb.2005) TPT juga adalah salah satu komoditas ekspor utama Indonesia. Industri TPT selalu menjadi penyumbang devisa ekspor terbesar untuk komoditas nonmigas. Pada 2004, industri TPT menyumbang 10,68% terhadap total devisa ekspor Indonesia, di bawah perolehan devisa migas yang menyumbang 21,86%. Efisiensi harus dilakukan hal ini disebabkan oleh kalahnya produk tekstil Indonesia di pasar internasional dengan China dan Kamboja. Karena, negara-negara tersebut dapat menjual produk TPT dengan harga lebih murah 40-50% dari harga produk TPT Indonesia (API,2006 dalam SM-CyberNews)

BAB I PENDAHULUAN 4 Bahan Baku industri tekstil di Indonesia pada umumnya menggunakan seratserat tumbuhan seperti kapas, selain itu digunakan juga serat hewan yaitu wol dan sutera, serta dari serat atau bahan sintetik lain seperti nilon, polyester dan akrilik. Jenis industri tekstil berdasarkan proses produksi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu : Industri pembuatan benang (pemintalan), Industri pembuatan kain (pertenunan dan perajutan), dan Industri pembuatan serat. Dari ketiga jenis industri tekstil tersebut, yang umum terdapat di Indonesia adalah industri pembuatan benang (pemintalan) dan industri pembuatan kain (pertenunan dan perajutan). Untuk tahun 1993 untuk industri tekstil skala menengah ke atas komposisinya adalah sebagai berikut: industri pertenunan sebanyak 682 industri, pakaian jadi (garmen) 674 industri, pencelupan/penyempurnaan 326 industri, perajutan 218 industri dan pemintalan dan false twisting 183 industri Volume dan Nilai Produksi TPT Indonesia 89,92 82,41 82,29 85,58 Volume (juta ton) Nilai (US$ MILIAR) 5,16 4,20 4,19 4,36 Gambar 1.2. Grafik Volume dan Nilai Produksi TPT (Dep.Perind. 2005-Warta Ekonomi, Feb.2005) Dengan produksi total TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) sebesar 1,2 juta ton (KLH,2002). Untuk tahun 2005 industri tekstil yang masih beroperasi sebannyak 2.669 industri/pabrik yang menyerap tenaga kerja 1,2 juta orang, jumlah tersebut telah dikurangi 130 industri akibat bangkrut/tutup sejak 1998. Untuk Jawa Tengah sendiri jumlah perusahaan tekstil yang masih beroperasi mencapai 1.500 industri (SM,Feb.2006) 2001 2002 2003 2004 1 2 3 4 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 5 Dari gambar 4.1 di atas terlihat produksi yang dihasilkan cukup besar, karena tekstil merupakan kebutuhan dasar dan mempunyai kecenderungan meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk serta target nilai ekspor yang ditetapkan. Jumlah Industri Tekstil 2665 2654 2661 2669 2646 Jumlah Industri Tekstil 2001 1 2002 2 2003 3 2004 4 2005 5 TAHUN Gambar 1.3. Grafik Jumlah Industri Tekstil (Dep.Perind. 2005-Warta Ekonomi, Feb.2005) Untuk industri pembuatan serat sintetik lebih banyak merupakan industri kimia organik, yang masalahnya lebih banyak ke arah industri kimia organik oleh karena itu tidak termasuk dalam lingkup bahasan industri tekstil pada penyusunan tesis ini. Gabungan air limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l padatan tersuspensi dan 500 mg/l BOD. Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5 : 1 sampai 3 : 1. Pabrik serat alam menghasilkan beban yang lebih besar. Beban tiap ton produk lebih besar untuk operasi kecil dibandingkan dengan operasi modern yang besar, berkisar dari 25 kg BOD/ton produk sampai 100 kg BOD/ton. Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dari proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasilkan limbah yang lebih banyak dan lebih kuat dari pada limbah dari proses penyempurnaan bahan sintetik.

BAB I PENDAHULUAN 6 Produksi Bersih merupakan strategi baru yang inovatif dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan dari hulu hingga hilir proses dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan. z Perspektif pendekatan yang menjelaskan interdependensi sistim industri dengan sistim biogeofisik. z Tuntutan akan kepedulian kerjasama warga masyarakat dan pengambilan keputusan menegaskan bahwa produksi bersih bukan sekedar suatu pendekatan berpikir atau suatu alat analisis namun harus ditumbuhkan sebagai etika bagi masyarakat industri, masyarakat luas dan pelaku dalam pengambilan keputusan untuk kelangsungan kehidupan masa depan. 1.2. Permasalahan 1.2.1 Kemungkinan adanya inefisiensi pada setiap tahapan produksi di Industri Tekstil 1.2.2 Apakah memungkinkan menerapkan Produksi Bersih pada setiap tahapan proses? 1.2.3 Bagaimana dampak dari Penerapan Produksi Bersih terhadap Ekonomi, Sosial dan Lingkungan? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Mengidentifikasi penyebab inefisiensi pada setiap tahapan produksi di Industri Tekstil. 1.3.2 Menganalisis peluang penerapan Produksi Bersih di Industri Tekstil. 1.3.3 Menganalisis Penilaian Penerapan Produksi Bersih dalam Industri Tekstil terhadap aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan 1.3.4 Menentukan model penilaian yang sesuai untuk industri tekstil 1.4. Pembatasan Masalah 1.4.1 Penilaian Penerapan Produksi Bersih dilakukan terhadap Pabrik Tekstil yang tidak melakukan Proses Printing/ Pengecapan. 1.4.2 Pabrik yang dikaji adalah PT. Apac Inti Corpora (Bawen-JATENG), PT. Primatexco Indonesia (Desa Sambong-Batang).

BAB I PENDAHULUAN 7 1.5. Manfaat Penelitian bagi industri yang dikaji : 1.5.1 Keuntungan Ekonomi (Economic Benefits) Penurunan jumlah limbah meminimalkan semua biaya yang berhubungan dengan pengolahan dan penanganan limbah, antara lain biaya-biaya yang berkaitan dengan transportasi limbah, pembuangan ataupun pengolahan yang tentunya menjadi lebih murah. 1.5.2 Menaikkan image pada masyarakat dan relasi (enchanced public image and relations) Kesadaran yang tumbuh mengenai pentingnya proteksi terhadap lingkungan dari berbagai kalangan, sudah menyebabkan meningkatnya perhatian masyarakat pada permasalahan lingkungan. 1.5.3 Berkurangnya kewajiban (reduction in liability) Kewajiban-kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dikurangi dengan program-program pollution prevention. Kewajiban jangka pendek seperti misalnya membuang limbah ke lingkungan dapat dikurangi secara signifikan melalui reduksi pada semua penghasil limbah dan modifikasi-modifikasi proses lainnya, demikian juga kewajiban jangka panjang seperti yang berhubungan dengan masalah limbah dapat dihilangkan. 1.5.4 Mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan sekitar pabrik