Boks 1 TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI PROVINSI RIAU. 1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB V PENUTUP. penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya. Kemudian, akan

Boks 2 SURVEI INDIKATOR PERBANKAN RIAU TAHUN I. Latar Belakang

PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Riau

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

I. PENDAHULUAN. Kebijaksanan moneter mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

Boks 3. KEBIJAKAN PENTARGETAN INFLASI DAN IMPLEMENTASINYA PADA TINGKAT PEREKONOMIAN REGIONAL

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberalisasi dan globalisasi membawa konsekuensi pada fundamental

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

1. Tinjauan Umum

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

Boks 1. Perkembangan Peta Perekonomian Sulawesi Tengah di Indonesia Wilayah Timur 1

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 2 Juni 2014

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. negara. Saat jumlah uang beredar tidak mencukupi kegiatan transaksi pada satu

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau

I. PENDAHULUAN. berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu Negara berkembang di kawasan Asia. Salah

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil

Satuan Kerja Kementerian Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi Riau

RINCIAN HARGA PENAWARAN FORMULIR UNTUK KEPERLUAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD TAHUN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara sangat menentukan tingkat. kesejahteraan masyarakat suatu negara, yang berarti bahwa suatu negara

Standar Pelayanan Minimal

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. Selama krisis berlangsung, sektor pertanian telah menjadi sektor

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI BARAT TRIWULAN III TAHUN 2014

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

ANALISIS DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

HARGA PERKIRAAN SENDIRI (HPS) FORMULIR UNTUK KEPERLUAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD TAHUN KOMISI PEMILIHAN 2014 UMUM PROVINSI RIAU

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

Suku Bunga dan Inflasi

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

Transkripsi:

Boks 1 TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI PROVINSI RIAU 1. Latar Belakang Stabilitas perekonomian merupakan prasyarat dasar bagi tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kualitas pertumbuhan. Hal ini penting untuk memberikan kapasitas berusaha bagi para pelaku ekonomi. Perekonomian yang tidak stabil akan menimbulkan biaya yang tinggi serta menyulitkan pelaku usaha dan masyarakat umum dalam menyusun rencana ke depan, khususnya untuk jangka panjang bagi investasi. Dalam hal kebijakan moneter, Bank Indonesia mempunyai peran yang penting untuk mencapai dan menjaga stabilitas moneter. Untuk mencapai stabilitas tersebut, kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai stabilitas eksternal dan internal. Beberapa hasil riset di beberapa negara menunjukkan bahwa stabilitas internal (stabilitas tingkat harga) merupakan salah satu prasyarat tercapainya stabilitas eksternal. Oleh karena itu, tujuan kebijakan moneter di banyak negara difokuskan untuk mencapai stabilitas internal. 2. Tujuan Penelitian Sebagaimana kita ketahui bahwa kebijakan moneter pada dasarnya bersifat sentralistik. Artinya, pengaruh atau dampak yang ditimbulkan dari penetapan kebijakan moneter tersebut akan memiliki pengaruh yang inheren di setiap wilayah atau provinsi. Atau dengan kata lain setiap wilayah memiliki derajat yang tidak sama terhadap respon dari suatu kebijakan moneter yang dilakukan secara terpusat. Studi yang dilakukan oleh Arnold dan Vrugt (2004) 1 menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh signifikan terhadap perbedaan respon kebijakan moneter di suatu wilayah adalah karakteristik dari industri yang sensitif terhadap perubahan suku bunga. Lebih lanjut, dari temuan tersebut dapat diimplikasikan 1 Firm Size, Industry Mix and the Regional Transmission of Monetary Policy in Germany. German Economic Review, Blackwell Publishing, vol. 5(1), pages 35-59, 02

bahwa kebijakan moneter akan relatif efektif pada wilayah yang industrinya memiliki keterkaitan cukup kuat terhadap penyerapan kredit atau pun sumber pembiayaan lain (financial deepening). Efektivitas kebijakan moneter secara tidak langsung akan bergantung pada seberapa besar peran suatu wilayah dalam merespon kebijakan moneter yang ditetapkan secara sentral. Sehubungan dengan hal tersebut, sangat penting bagi Bank Indonesia untuk mengetahui secara dini pengaruh kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi di suatu wilayah, agar koordinasi dan karakteristik kebijakan yang diambil (policy mix) menjadi lebih tepat sasaran serta dapat meminimalisir informasi yang asimetris. 3. Hasil Penelitian Secara spesifik, metode Kointegrasi VAR (Vector Autoregressive) digunakan untuk mengestimasi respon masing-masing wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki share of growth cukup tinggi terhadap kebijakan moneter. Adapun ukuran penentuan wilayah didasari atas tingginya rata-rata sumbangan pertumbuhan dalam 6 (enam) tahun terakhir. Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa Kabupaten/Kota yang memiliki sumbangan pertumbuhan cukup besar dalam beberapa kurun waktu tersebut diantaranya adalah Kab. Indragiri Hilir, Kab. Siak, Kab. Bengkalis dan Kota Pekanbaru. Tabel 1. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Kab./Kota di Provinsi Riau Wilayah 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kuantan Singingi 0,14 0,17 0,23 0,23 0,24 0,25 Indragiri Hulu 0,22 0,23 0,24 0,27 0,27 0,27 Indragiri Hilir 0,41 0,35 0,43 0,41 0,47 0,48 Pelalawan 0,16 0,18 0,17 0,20 0,22 0,20 Siak (0,11) 0,07 (0,02) 0,66 0,69 0,03 Kampar 0,30 0,27 0,13 0,35 0,40 0,28 Rokan Hulu 0,14 0,15 0,17 0,17 0,17 0,17 Bengkalis 0,44 (0,05) 0,37 1,60 1,04 0,57 Rokan Hilir 0,51 0,26 (0,15) 0,54 0,48 0,19 Pekanbaru 0,50 0,76 0,73 0,71 0,75 0,76 Dumai (0,18) 0,07 0,30 0,06 0,17 0,17 Riau 2,53 2,46 2,61 5,41 5,15 3,41 Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini selengkapnya disajikan pada Tabel 2. Data dan periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini bersifat bulanan (monthly) dari bulan Januari 2001 sampai dengan Desember 2008. Selanjutnya, alur transmisi kebijakan moneter diasumsikan melalui jalur suku bunga. Tabel 2. Data dan Jenis Variabel yang Digunakan No Proksi Variabel Sumber 1 Kebijakan Moneter BI rate 2 Suku bunga riil [Sk. bunga kredit tertimbang - tingkat harga] Bank Indonesia 3 Kredit Kredit Menurut Lokasi Proyek 4 Faktor Eksternal [Kurs nominal * Inflasi AS/Inflasi Domestik] 5 Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kab./Kota (2000=100) BPS 6 Tingkat Harga Inflasi IHK (yoy)

3.1. Pertumbuhan Ekonomi Secara spesifik, Shock BI rate sebesar 1 (satu) St.Dev akan mengakibatkan pertumbuhan output di Kab. Indragiri Hilir, Siak dan Bengkalis masing-masing meningkat sebesar 0,00054%, 0,021% dan 0,00249%. Sementara, pertumbuhan output kota Pekanbaru akan merespon secara negatif sebesar 0,003% terhadap shock BI rate 1 St.Dev. Hal ini diindikasikan akibat cukup tingginya penyaluran kredit perdagangan pada wilayah tersebut sehingga perubahan suku bunga akan direspon secara berkebalikan oleh output. Seperti kita ketahui porsi kredit perdagangan di Provinsi Riau pada tahun 2008 mencapai 25,42% dan sebagian besar disalurkan di Kota Pekanbaru. Grafik 1. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Gejolak (Shock) BI rate Keseluruhan kondisi ini mengimplikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi Riau tidak begitu responsif terhadap kebijakan moneter. Hal ini diindikasikan karena sebagian besar sektor utama yang menguasai pangsa terbesar dalam PDRB tidak memiliki pangsa yang cukup besar terhadap penyerapan kredit Temuan ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Ray dan Gosh (2001), dimana faktor komposisi perusahaan menjadi penyebab adanya perbedaan dampak kebijakan moneter di suatu wilayah. Seperti kita ketahui, sebagian besar penyaluran kredit sektor perdagangan di Kota Pekanbaru disalurkan kepada sub sektor perdagangan eceran. Hal ini menjadi sejalan dengan studi Ray dan Gosh (2001) yang menemukan wilayah dengan konsentrasi perusahaan kecil yang tinggi akan lebih sensitif terhadap perubahan kebijakan moneter.

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa penyaluran kredit kepada sektor tradables (pertanian,pertambangan dan industri pengolahan) kurang dari 15%. Penyerapan kredit terbesar masih berada pada sektor lain-lain yang utamanya digunakan untuk kredit konsumsi. Tabel 3. Penyaluran Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau No. Sektor Ekonomi 2008 2009 Tw I 10 Pertumbuhan (yoy,%) 2008 2009 ytd 1 Pertanian 3.932.236 4.459.132 4.248.563 21,07 13,40-4,72 2 Pertambangan 96.653 69.319 142.067 34,25-28,28 104,95 3 Perindustrian 1.672.153 1.526.552 1.606.513 5,48-8,71 5,24 4 Listrik, Gas dan Air 11.514 54.190 50.111 79,29 370,64-7,53 5 Konstruksi 817.718 919.412 727.882 35,42 12,44-20,83 6 Perdag., Resto. & Hotel 4.673.397 5.719.076 4.913.492 33,12 22,38-14,09 7 Pengangkutan, Pergud. 416.621 568.182 634.309 18,01 36,38 11,64 8 Jasa-jasa 1.610.994 2.151.359 2.307.698 36,35 33,54 7,27 9 Lain-lain 7.117.194 8.612.941 10.272.334 36,01 21,02 19,27 Jumlah 20.348.480 24.080.163 24.902.969 28,84 18,34 3,42 3.2. Inflasi Peranan kebijakan moneter (dalam hal ini adalah BI rate) dalam menjelaskan fluktasi inflasi di Provinsi Riau ditampilkan pada Grafik 2 di bawah ini. Berdasarkan grafik tersebut, diketahui bahwa fluktuasi inflasi di Provinsi Riau cukup dominan dipengaruhi oleh inflasi inersia (adaptive inflation). Sedangkan peranan BI rate dan suku bunga kredit masing-masing berkisar kurang dari 20%. Sumber fluktuasi inflasi di Provinsi Riau relatif dominan dipengaruhi inflasi inersia yang berkisar antara 60%-80%. Namun demikian, estimasi model ini hanya dilakukan untuk kota Pekanbaru sehingga belum mencerminkan wilayah Riau seutuhnya. Grafik 2. Sumbangan Masing-Masing Variabel Terhadap Fluktuasi Inflasi Hasil ini secara khusus mengkonfirmasi fakta dilapangan yang menunjukkan bahwa tekanan inflasi di Provinsi Riau lebih dipengaruhi oleh faktor non moneter seperti arus distribusi, ketersediaan stok dan gangguan alam. Seperti kita ketahui, inflasi di Kota Pekanbaru

sebagian besar disebabkan oleh flukutasi pada IHK Kelomok Bahan Makanan yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan yang berasal dari provinsi lain seperti Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Disamping itu, temuan ini juga menunjukkan bahwa peranan kebijakan moneter membutuhkan rentang waktu yang cukup panjang untuk dapat mempengaruhi inflasi di Provinsi Riau. Pada grafik tersebut, terlihat bahwa peranan BI rate dalam menjelaskan fluktuasi inflasi di Provinsi Riau diperkirakan mulai cukup besar pada horizon ke-21 (setelah 6 kuartal). 4. Implikasi Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan moneter yang dilakukan secara sentralistik belum dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi maupun inflasi di Provinsi Riau. Lebih lanjut, perubahan BI rate akan direspon secara negatif oleh inflasi yang diukur melalui IHK Pekanbaru meskipun sumbangannya relatif kecil dalam jangka pendek. Temuan ini mengimplikasikan bahwa faktor penawaran relatif lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi maupun inflasi dibandingkan dengan faktor permintaan (BI rate). Selain itu hal ini juga diindikasikan akibat relatif kecilnya pangsa kredit yang disalurkan kepada sektor utama di Provinsi Riau. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan yaitu: 1. Meningkatkan pangsa kredit kepada sektor-sektor unggulan di Provinsi Riau melalui optimalisasi Kredi Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E); 2. Mengoptimalkan peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan struktrual inflasi yang pada umumnya berasal dari sisi penawaran.