37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Konsumsi Ransum Selama Penelitian Perlakuan Ulangan R0 R1 R2 R3 R4...g... 1 1683,18 2093,89 1857,37 1497,39 1991,09 2 1725,43 1840,95 1915,88 1459,98 1387,56 3 1830,87 1679,86 1578,61 1920,24 1365,69 4 1652,18 1811,25 1510,20 1332,11 1607,72 5 1612,17 1868,52 1549,17 1801,89 1482,24 Rataan 1700,76 1858,89 1682,24 1602,32 1566,86 Keterangan: R 0 = Ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi R 1 = Ransum mengandung 5% limbah udang fermentasi R 2 = Ransum mengandung 10% limbah udang fermentasi R 3 = Ransum mengandung 15% limbah udang fermentasi R 4 = Ransum mengandung 20% limbah udang fermentasi Tabel 6 memperlihatkan bahwa rataan konsumsi ransum berkisar antara 1566,86 g-1858,89 g. Rataan konsumsi ransum pada perlakuan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0= 1700,76 g), selanjutnya untuk perlakuan ransum mengandung 5% limbah udang fermentasi (R1= 1858,89 g), perlakuan ransum mengandung 10% limbah udang fermentasi (R2= 1682,24 g), perlakuan ransum mengandung 15% limbah udang fermentasi (R3= 1602,32 g), dan perlakuan ransum mengandung 20% limbah udang fermentasi (R4= 1566,86
38 g). Berikut ini grafik konsumsi ransum setiap perlakuan selama penelitian dari minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan yang dapat dilihat pada Grafik 1. Grafik 1. Rataan Konsumsi Ransum Selama Penelitian Rataan pada Grafik 1 memperlihatkan konsumsi ransum setiap perlakuan terus meningkat dari minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan. Rataan konsumsi ransum tertinggi dari setiap perlakuan terdapat pada minggu kedelapan. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya umur, ayam meningkatkan konsumsi ransumnya untuk kebutuhan produksi dan hidup pokoknya. Sejalan dengan pendapat Fadilah (2004), bahwa setiap minggunya ayam mengonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan dengan minggu sebelumnya dan semakin bertambahnya umur konsumsi ransum akan meningkat.
39 Jumlah konsumsi ransum yang berbeda dari setiap perlakuan disebabkan karena pengaruh penggunaan berbagai tingkat limbah udang fermentasi di dalam ransum. Semakin tinggi penggunaan limbah udang fermentasi memperlihatkan konsumsi ransum yang semakin menurun. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan khitin dan serat kasar yang semakin tinggi di dalam ransum yang menyebabkan ransum bersifat amba (volumenous) sehingga menurunkan konsumsi ransum ayam. Sesuai dengan pendapat Mirzah dkk. (2008), bahwa semakin tingginya penggunaan limbah udang fermentasi dalam ransum mengakibatkan tingginya kandungan khitin yang akan menyebabkan ransum bersifat amba (volumenous) sehingga konsumsi ransum ayam menjadi semakin menurun. Menurut NRC (1994), dengan semakin tingginya kandungan serat kasar dalam ransum maka konsumsi ransum cenderung menurun karena ransum yang berserat tinggi akan bersifat amba sehingga mempercepat penuhnya tembolok. Guna melihat seberapa jauh pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum dilakukan analisis statistik dengan Uji Sidik Ragam yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa kelima ransum perlakuan, baik yang tanpa penambahan limbah udang fermentasi maupun yang diberi limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0,05) terhadap konsumsi ransum. Artinya, tingkat pemakaian tepung limbah udang fermentasi di dalam ransum ayam sampai dengan 20% ternyata tidak banyak mempengaruhi konsumsi ransum pada ayam kampung selama penelitian. Sesuai pendapat Djunaidi dkk. (2009), bahwa penggunaan berbagai tingkat limbah udang fermentasi dalam ransum tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan terhadap konsumsi ransum. Dinyatakan oleh Reddy dan Quddratullah (1996) dan Rosenfeld dkk. (1997),
40 bahwa konsumsi ransum tidak berbeda nyata pada ayam yang diberi tepung limbah udang fermentasi dalam campuran ransumnya. Hasil penelitian Filawati (2003) membuktikan bahwa pemanfaatan tepung limbah udang fermentasi dalam ransum memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap konsumsi ransum ayam. Tidak terdapatnya perbedaan konsumsi ransum secara nyata dari setiap perlakuan dapat dikarenakan persentase khitin dalam ransum yang masih dalam batas toleransi sehingga tidak mempengaruhi konsumsi ransum pada ayam selama penelitian. Selain itu, tidak berbeda nyatanya konsumsi ransum juga disebabkan ransum yang diberikan mempunyai palatabilitas yang baik. Sesuai dengan pendapat Church dan Pond (1979), bahwa palatabilitas mempengaruhi banyaknya ransum yang dikonsumsi oleh ayam. Limbah udang yang diolah dengan cara fermentasi memperlihatkan peningkatan kualitas dan palatabilitasnya di dalam ransum sehingga jumlah konsumsi ransum perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0). Sejalan dengan hasil penelitian Rahayu dkk. (2004) dan Palupi dkk. (2008), bahwa pengolahan limbah udang menggunakan mikroorganisme Bacillus licheniformis dan ragi berupa Saccharomyces cereviseae membuat protein terlepas dari faktor pembatas berupa khitin sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kualitas nutrien yakni kandungan protein pada limbah udang dan meningkatkan palatabilitasnya, sehingga palatabilitas ransum sampai dengan perlakuan R4 (penambahan limbah udang fermentasi 20%) tidak berbeda dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0). Selain itu, tidak berbeda nyatanya (P>0,05) perlakuan terhadap konsumsi ransum juga disebabkan oleh kandungan energi dan protein
41 ransum yang tidak berbeda sehingga ayam menyesuaikan konsumsi ransum berdasarkan kandungan energi dan protein dalam ransum (Wahju, 1997). 4.2. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Protein Konsumsi protein diperoleh dari konsumsi ransum dikalikan dengan kandungan protein kasar dalam ransum. Hasil perhitungan rataan konsumsi protein selama penelitian disajikan pada Tabel 7. Rataan konsumsi protein pada ayam berkisar antara 273,42 g sampai dengan 304,86 g. Rataan konsumsi protein pada ayam yang tidak diberikan penambahan limbah udang fermentasi (R0= 0%) dalam ransum adalah 283,01 g, untuk perlakuan ransum yang diberikan limbah udang fermentasi 5% (R1); 10% (R2); 15% (R3); dan 20% (R4) menghasilkan rataan konsumsi protein berturut-turut adalah 304,86 g; 275,05 g; 277,68 g; dan 273,42 g. Tabel 7. Rataan Konsumsi Protein Selama Penelitian Perlakuan Ulangan R0 R1 R2 R3 R4...g... 1 280,08 343,40 303,68 259,50 347,44 2 287,11 301,92 313,25 253,01 242,13 3 304,66 275,50 258,10 332,78 238,31 4 274,92 297,05 246,92 230,85 280,55 5 268,27 306,44 253,29 312,27 258,65 Rataan 283,01 304,86 275,05 277,68 273,42 Keterangan: R 0 = Ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi R 1 = Ransum mengandung 5% limbah udang fermentasi R 2 = Ransum mengandung 10% limbah udang fermentasi R 3 = Ransum mengandung 15% limbah udang fermentasi R 4 = Ransum mengandung 20% limbah udang fermentasi
42 Perbedaan konsumsi protein setiap perlakuan selama penelitian dari minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan dapat dilihat pada Grafik 2. Grafik 2. Rataan Konsumsi Protein Selama Penelitian Terlihat pada Grafik 2 rataan konsumsi protein setiap perlakuan terus meningkat dari minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan. Rataan konsumsi protein tertinggi dari setiap perlakuan terdapat pada minggu kedelapan sama seperti pada rataan konsumsi ransum. Hal ini disebabkan besarnya konsumsi protein ditentukan oleh jumlah ransum yang dikonsumsi dan kandungan protein dalam ransum. Kandungan protein ransum yang sama antar ransum perlakuan pada penelitian menjadikan konsumsi protein bergantung pada jumlah konsumsi ransum. Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap konsumsi protein dilakukan analisis Uji Sidik Ragam yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
43 Berdasarkan hasil analisis statistik kelima ransum perlakuan, yaitu ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi, ransum mengandung 5%, 10%, 15% dan 20% limbah udang fermentasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0,05) terhadap konsumsi protein. Tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) pada konsumsi protein sampai dengan tingkat penggunaan 20% limbah udang fermentasi dalam ransum karena dipengaruhi oleh konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Dengan kata lain, penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% dalam ransum memberikan rataan konsumsi ransum yang sama besar sehingga menyebabkan konsumsi protein pun memberikan hasil yang sama. Dinyatakan Parakkasi (1990), unggas akan mengonsumsi protein seiring kuantitas ransum yang dikonsumsi. Rataan konsumsi protein yang tidak signifikan (P>0,05) juga disebabkan karena tingkat energi dan protein pada kelima ransum perlakuan sama. Hal tersebut menyebabkan konsumsi protein tidak berbeda nyata (P>0,05) karena konsumsi protein dipengaruhi oleh kandungan energi dan protein dalam ransum. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Tillman dkk. (1998), bahwa konsumsi protein dipengaruhi oleh kandungan energi metabolis dan protein ransum. Energi metabolis yang diberikan sama dalam ransum akan menghasilkan konsumsi ransum yang sama, dengan kata lain ransum mengandung protein yang sama sehingga konsumsi protein juga sama. 4.3. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Rataan pertambahan bobot badan setiap ekor ayam kampung dari masingmasing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 8. Rataan pertambahan bobot badan berkisar antara 398,17-475,60 g. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Husmaini (2000), bahwa rataan pertambahan bobot badan pada ayam
44 kampung umur delapan minggu ialah sebesar 431,60 g. Rataan pertambahan bobot badan yang dihasilkan oleh kelompok ayam yang diberikan perlakuan ransum tanpa penambahan limbah udang fermentasi (R0) adalah 448,97 g, selanjutnya untuk ayam yang mendapatkan perlakuan dengan penambahan 5% limbah udang fermentasi (R1) dalam ransum adalah 475,60 g, selanjutnya untuk R2 (10%); R3 (15%); dan R4 (20%) berturut-turut adalah 458,69 g; 414,50 g; dan 398,17 g. Tabel 8. Rataan Pertambahan Bobot Badan Selama Penelitian Perlakuan Ulangan R0 R1 R2 R3 R4...g... 1 424,47 508,90 517,27 415,05 385,98 2 466,07 475,10 473,80 445,20 422,40 3 472,49 457,53 415,20 416,76 395,60 4 446,00 483,25 453,40 345,55 389,20 5 435,80 453,20 433,80 449,96 397,65 Rataan 448,97 475,60 458,69 414,50 398,17 Keterangan: R 0 = Ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi R 1 = Ransum mengandung 5% limbah udang fermentasi R 2 = Ransum mengandung 10% limbah udang fermentasi R 3 = Ransum mengandung 15% limbah udang fermentasi R 4 = Ransum mengandung 20% limbah udang fermentasi Berikut ini grafik pertambahan bobot badan setiap perlakuan selama penelitian dari minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan yang dapat dilihat pada Grafik 3.
45 Grafik 3. Rataan Pertambahan Bobot Badan Selama Penelitian Terlihat pada Grafik 3 bahwa rataan pertambahan bobot badan setiap perlakuan terus meningkat dari minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan. Rataan pertambahan bobot badan tertinggi dari setiap perlakuan terdapat pada minggu kedelapan. Hal ini disebabkan karena rataan konsumsi ransum maupun konsumsi protein tertinggi dari setiap perlakuan terdapat pada minggu kedelapan. Rataan pertambahan bobot badan yang berbeda dari setiap perlakuan disebabkan karena pengaruh penggunaan berbagai tingkat limbah udang fermentasi di dalam ransum. Semakin tinggi penggunaan limbah udang fermentasi memperlihatkan pertambahan bobot badan yang semakin menurun. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mirzah dkk. (2008), bahwa penggunaan limbah udang fermentasi yang semakin tinggi dalam ransum menyebabkan penurunan pertambahan bobot badan ayam. Hal ini dapat disebabkan karena
46 konsumsi ransum maupun konsumsi protein yang juga berbeda dan semakin menurun dari setiap perlakuan (Tabel 6 dan Tabel 7). Sesuai dengan pendapat Suharno dan Nazaruddin (1994), bahwa konsumsi ransum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan selain tipe ternak, suhu lingkungan, jenis kelamin, energi, dan kadar protein di dalam ransum, didukung pula oleh pendapat Iqbal dkk. (2012), bahwa jumlah konsumsi protein berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan, ini disebabkan karena pertambahan bobot badan berasal dari sintesis protein tubuh yang berasal dari protein ransum. Guna melihat seberapa jauh pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan dilakukan analisis statistik dengan Uji Sidik Ragam yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa kelima ransum perlakuan yaitu ransum mengandung 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20% limbah udang fermentasi memberikan pengaruh yang signifikan (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Pengujian menggunakan Analisis Ragam menunjukkan pengaruh yang signifikan (P<0,05) dari kelima ransum perlakuan yang diujicobakan. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan seperti pada Tabel 9.
47 Tabel 9. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Perlakuan Rataan Pertambahan Bobot Badan Signifikansi 0,05 R0...g... 448,97 bc R1 475,60 c R2 458,69 c R3 414,50 ab R4 398,17 a Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang berbeda artinya berbeda secara nyata berdasarkan Uji Duncan pada taraf 5% Hasil Uji Duncan (Tabel 9) menunjukkan bahwa perlakuan yang memberikan pertambahan bobot badan paling tinggi adalah perlakuan ransum dengan penambahan limbah udang fermentasi 5% (R1= 475,60 g) dan memiliki pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 15% (R3= 414,50 g) dan ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 20% (R4= 398,17 g) sedangkan dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0= 448,97 g) dan ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 10% (R2= 458,69 g) tidak berbeda nyata (P>0,05). Perlakuan ransum dengan penambahan limbah udang fermentasi 20% memberikan pertambahan bobot badan paling rendah (R4= 398,17 g) dan berbeda nyata (P<0,05) dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0= 448,97 g), ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 5% (R1= 475,60 g), dan ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 10% (R2= 458,69 g) sedangkan dengan perlakuan ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 15% (R3= 414,50 g) tidak berbeda nyata (P>0,05). Terlihat
48 bahwa perlakuan penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 10% dalam ransum tidak terjadi penurunan pertambahan bobot badan dan terjadinya penurunan mulai saat penggunaan 15% limbah udang fermentasi dalam ransum. Tidak berbeda nyata (P>0,05) perlakuan ransum dengan penggunaan limbah udang fermentasi 5% (R1) dengan perlakuan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0) dan perlakuan ransum dengan penggunaan limbah udang fermentasi 10% (R2) terhadap pertambahan bobot badan menandakan bahwa keseimbangan asam amino methionin dan lysin pada perlakuan ransum sampai dengan tingkat penggunaan 10% limbah udang fermentasi berada dalam imbangan yang terbaik di dalam ransum, yaitu antara 0,36:1 dan 0,44:1 (Tabel 4) sehingga perlakuan ransum dengan penambahan limbah udang fermentasi 5% (R1) dan 10% (R2) dapat berperan secara optimal untuk pertumbuhan dan dapat memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan ayam kampung percobaan. Sesuai dengan pendapat Iskandar dkk. (2001), bahwa imbangan asam amino methionin dan lysin yang paling baik dalam ransum dengan kadar protein 15 % dan energi metabolis 2800 kkal/kg pada ayam kampung umur 8 minggu ialah antara 0,3:1 dan 0,4:1. Didukung pula oleh pendapat Packham (1974) dan McDonald dkk. (1981), bahwa imbangan asam amino methionin dan lysin terbaik dalam ransum ayam berada dalam imbangan antara 0,39:1 dan 0,44:1. Menurut Anggorodi (1994) dan Murtidjo (1994), untuk memenuhi kebutuhan protein sesempurna mungkin maka asam-asam amino essensial harus disediakan dalam jumlah dan keseimbangan yang tepat dalam ransum untuk dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang optimal khusunya pada keseimbangan asam amino methionin dan lysin karena menurut Wahju (1997), asam amino methionin dan lysin sangat
49 diperlukan untuk pertumbuhan ayam. Dapat dinyatakan bahwa penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 10% dalam ransum mampu memasok asam amino sesuai dengan kebutuhan asam amino ternak tersebut sehingga dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang optimal. Keseimbangan asam amino yang baik serta diperolehnya pertambahan bobot badan yang optimal pada ransum perlakuan dengan penggunaan limbah udang fermentasi 5% (R1) dan ransum perlakuan dengan penggunaan limbah udang fermentasi 10% (R2) juga menggambarkan adanya perbaikan kualitas protein ransum dengan dilakukannya teknik fermentasi pada limbah udang sehingga mempengaruhi kecepatan pertambahan bobot badan pada ayam kampung dan adanya perbaikan kualitas kecernaan yang disebabkan dari tepung limbah udang fermentasi yang digunakan mempunyai daya cerna yang optimal dari adanya perlakuan proses deproteinasi oleh mikroorganisme Bacillus licheniformis yang menghasilkan enzim khitinase dan enzim protease untuk mendegradasi ikatan β (1,4) glikosidik pada khitin dan akan membebaskan sebagian protein dalam bentuk monomer N-Asetil-D-glukosamina serta asetil amino (Rahayu dkk., 2004) sehingga dapat meningkatkan kecernaan protein kasar yang disebabkan oleh menurunnya sebagian kandungan khitin dalam limbah udang fermentasi, lalu Lactobacilus sp. yang berfungsi sebagai demineralisasi untuk mengurai glukosa, sukrosa, maltosa, dan laktosa menjadi asam laktat sehingga terjadi endapan mineral (Lee dan Tan, 2002), dan fermentasi dengan bantuan ragi Saccharomyces cereviseae yang memproduksi enzim amilase, lipase, protease, dan enzim lain yang dapat membantu proses pencernaan zat makanan dalam organ pencernaan (Wagstaff, 1989).
50 Terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara perlakuan ransum dengan penambahan 15% limbah udang fermentasi (R3) dan perlakuan ransum dengan penambahan 20% limbah udang fermentasi (R4) yang lebih rendah dari perlakuan ransum dengan penambahan limbah udang fermentasi 5% (R1) dan 10% (R2), ini menandakan bahwa adanya ketidakseimbangan asam amino pada perlakuan ransum R3 dan R4 sehingga menyebabkan banyak protein yang terbuang. Sebagai akibatnya, meskipun ditinjau dari kandungan protein kelima ransum perlakuan yang relatif sama, akan tetapi apabila ditinjau dari segi sintesis protein sel jaringannya akan berbeda. Hal ini disebabkan karena sintesis protein jaringan sangat ditentukan oleh kelengkapan dan tingkat asam amino yang datang atau ditransportasi ke dalam sel jaringan tersebut. Sesuai dengan pendapat Maynard dan Loosli (1978), bahwa proses sintesis yang mengambil tempat di dalam ribosom sangat tergantung dari kehadiran asam-asam amino yang dibutuhkan dan datang dijemput oleh DNA ke dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan ransum perlakuan dengan penambahan limbah udang fermentasi 15% (R3) dan 20% (R4) menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih rendah daripada ransum perlakuan dengan penambahan limbah udang fermentasi 5% (R1) dan 10% (R2) dan terlihat bahwa perlakuan ransum dengan penggunaan limbah udang fermentasi mulai pada tingkat 15% terjadi penurunan pertambahan bobot badan yang signifikan. 4.4. Pengaruh Perlakuan terhadap Imbangan Efisiensi Protein Rataan imbangan efisiensi protein (IEP) diperoleh dari hasil pembagian antara rataan pertambahan bobot badan dengan rataan konsumsi protein setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan yang disajikan pada Tabel 10.
51 Tabel 10. Rataan Imbangan Efisiensi Protein Selama Penelitian Perlakuan Ulangan R0 R1 R2 R3 R4 1 1,52 1,48 1,70 1,60 1,11 2 1,62 1,57 1,51 1,76 1,74 3 1,55 1,66 1,61 1,25 1,66 4 1,62 1,63 1,84 1,50 1,39 5 1,62 1,48 1,71 1,44 1,54 Rataan 1,59 1,56 1,67 1,49 1,46 Keterangan: R 0 = Ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi R 1 = Ransum mengandung 5% limbah udang fermentasi R 2 = Ransum mengandung 10% limbah udang fermentasi R 3 = Ransum mengandung 15% limbah udang fermentasi R 4 = Ransum mengandung 20% limbah udang fermentasi Terlihat pada Tabel 10 rataan imbangan efisiensi protein berkisar antara 1,46 sampai dengan 1,67. Rataan imbangan efisiensi protein pada perlakuan ransum tanpa penambahan limbah udang fermentasi (R0= 1,59), selanjutnya untuk perlakuan ransum yang mengandung 5% limbah udang fermentasi (R1= 1,56), perlakuan ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 10% (R2= 1,67), lalu perlakuan ransum yang mengandung 15% limbah udang fermentasi (R3= 1,49), dan perlakuan ransum yang mengandung 20% limbah udang fermentasi (R4= 1,46). Nilai imbangan efisiensi protein yang dihasilkan lebih rendah dari hasil penelitian Wiradisastra (2002), bahwa rataan nilai imbangan efisiensi protein ayam umur 8 minggu adalah 1,72-1,93. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan jenis ayam yang digunakan, jenis kelamin, dan perbedaan kandungan protein ransum. Sesuai dengan pendapat Wahju (1997), bahwa nilai imbangan efisiensi protein dipengaruhi oleh umur, jenis ayam, jenis kelamin, lama waktu percobaan, dan kadar protein ransum.
52 Semakin tingginya tingkat penggunaan limbah udang fermentasi dalam ransum memperlihatkan terjadinya penurunan nilai imbangan efisiensi protein. Namun, berdasarkan analisis statistik dengan Uji Sidik Ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa kelima ransum perlakuan yaitu ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi, ransum mengandung 5%, 10%, 15%, dan 20% limbah udang fermentasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0,05) terhadap imbangan efisiensi protein (IEP). Artinya, penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% dalam ransum memberikan pengaruh yang sama baiknya dengan perlakuan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0) terhadap imbangan efisiensi protein. Hasil penelitian Abun (2008) menyatakan bahwa penggunaan limbah udang produk fermentasi sampai dengan tingkat 20% dalam ransum memberikan pengaruh yang sama baiknya dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi. Tidak adanya pengaruh yang nyata (P>0,05) dari kelima perlakuan ransum terhadap imbangan efisiensi protein menandakan bahwa perlakuan ransum yang mengandung limbah udang udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% memiliki kualitas protein yang sama baik dengan perlakuan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0). Hal ini membuktikan bahwa proses fermentasi pada limbah udang dengan bakteri Bacillus licheniformis, Lactobacillus sp., dan ragi berupa Saccharomyces cereviseae dapat memperbaiki kualitas protein ransum dengan meningkatnya kelengkapan dan keseimbangan asam amino esensial yang dikandung di dalamnya serta memiliki daya cerna yang optimal sehingga protein pada limbah udang fermentasi dapat digunakan sebagai pengganti protein dari tepung ikan. Keseimbangan asam amino methionin dan lysin pada ransum perlakuan dengan tingkat penggunaan limbah udang fermentasi
53 15% (R3= 0,49:1) dan 20% (R4= 0,52:1) masih dalam batas keseimbangan asam amino methionin dan lysin yang normal (Tabel 4). Sejalan dengan pendapat Widodo (2010), bahwa imbangan asam amino methionin dan lysin antara 0,48:1 dan 0,52:1 dalam ransum ayam masih dalam batas imbangan yang normal. Hal ini menjelaskan bahwa keseimbangan asam amino dari kelima ransum perlakuan masih berada dalam batas yang normal sehingga nilai imbangan efisiensi protein yang dihasilkan dari penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% dalam ransum memberikan hasil yang sama baiknya dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0).