BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas)

ANALISIS PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. membayangkan mesti di dasarkan pada dua konsep hukum Mudhârabah dan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN WARU SIDOARJO

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penetapan Sistem Bagi Hasil Akad Mudharabah dalam Kegiatan Pertanian

PENETAPAN BAGI HASIL PADA AKAD MUDHARABAH DALAM KEGIATAN PERTANIAN DI KSPPS TAMZIS BINA UTAMA CABANG BATUR BANJARNEGARA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS WADI< AH MUD{A>RABAH TERHADAP BONUS HAJI GRATIS PADA PT. ANUGERAH NUR NABAWI JOMBANG

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN TABUNGAN PAKET LEBARAN DI KJKS BMT-UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

BAB IV ANALISIS PENENTUAN NISBAH BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DI BMT BINTORO MADANI DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. rizki guna memenuhi kebutuhan kehidupannya. Agama telah menganjarkan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI DALAM JUAL BELI ANAK BURUNG

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB III IMPLEMENTASI AKAD QARD} YANG DIRANGKAI DENGAN AKAD IJA<RAH TEMPAT PENYIMPANAN BARANG JAMINAN QARD} DI KJKS BMT NUSYA, SUKODADI, LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN STANDARISASI TIMBANGAN DIGITAL TERHADAP JUAL BELI BAHAN POKOK DENGAN TIMBANGAN DIGITAL

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI. tata cara dan proses di dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariah

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KETENTUAN PEMBIAYAAN KREDIT SINDIKASI

BAB II PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

BAB IV. dan pemborong cat yang dilakukan masyarakat Tambak wedi. Musha>rakah

BAB I PENDAHULUAN. hukum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI PERUBAHAN PENGHITUNGAN DARI SISTEM "FLAT" KE "EFEKTIF" PADA

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Bai Bitsaman Ajil dalam Fiqh Muamalah

BAB III TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

monay, dalam perbankan dan pembolehan sepekulasi menyebabkan penciptaan uang

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERPANJANGAN SEWA- MENYEWA MOBIL SECARA SEPIHAK DI RETAL SEMUT JALAN STASIUN KOTA SURABAYA

BAB IV PENERAPAN AKAD BAYʽ BITHAMAN AJIL DALAM PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA DI KOPONTREN NURUL HUDA BANYUATES SAMPANG MADURA

BAB II LANDASAN TEORI. skim pembiayaan syari ah. Dibawah ini akan dijelaskan pengertian tentang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SIMPANAN WADI AH BERJANGKA DI BMT TEGAL IJO DESA GANDUL KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI DAN FAKTOR NASABAH MEMILIH TABUNGAN MUḌĀRABAH. A. Analisis Implementasi Akad Produk Tabungan Muḍārabah di BPRS Jabal

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMOTONGAN HARGA JUAL BELI BESI TUA DAN GRAM BESI DI PT. FAJAR HARAPAN CILINCING JAKARTA UTARA

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN MUD}A<RABAH BMT BINA UMMAT SEJAHTERA CABANG TUBAN

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB IV STUDI ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG APLIKASI RETENSI CO ASURANSI SYARI AH DI PERUSAHAAN ASURANSI PT. TAKA>FUL INDONESIA DI SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

HILMAN FAJRI ( )

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBULATAN TIMBANGAN PADA PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR DI JALAN KARIMUN JAWA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. lain karena manusia merupakan makhluq sosial. Begitu juga dalam bekerja

ANALISIS PEMBIAYAAN MITRA USAHA DENGAN AKAD MUDHARABAH DI BMT BISMILLAH KANTOR CABANG CEPIRING

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad, Kontruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syari ah, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2005, hal.1

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV METODE PERHITUNGAN BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BSM CABANG PEKALONGAN DITINJAU DARI FATWA DSN-MUI NO.

MUD{A<RABAH DALAM FRANCHISE SISTEM SYARIAH PADA KANTOR

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian dan Landasan Syariah Deposito ib Mudhrabah. penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain agar mereka tolong-menolong dalam semua kepentingan hidup

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB II PRODUK PENGHIMPUNAN DANA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK TRANSAKSI BISNIS DI PASAR SYARIAH AZ-ZAITUN 1 KUTISARI SELATAN TENGGILIS MEJOYO SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. berupa uang atau barang yang akan dibayarkan diwaktu lain sesuai dengan

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN UANG MUKA. Secara bahasa, murābahah berasal dari kata ar-ribhu ( الر بح ) yang

BAB IV ANALISIS PERSEPSI NASABAH RENTENIR TENTANG QARD} PADA PRAKTIK RENTENIR DI DESA BANDARAN KECAMATAN BANGKALAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. ingin tahu, Man is corious animal. Dengan keistimewaan ini, manusia dengan

BAB II PRINSIP PRINSIP BAGI HASIL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. usaha prospektif namun padanya tidak memiliki permodalan berupa keuangan

BAB IV ANALISIS TENTANG APLIKASI PERJANJIAN SEWA SAFE DEPOSIT BOX DITINJAU DARI BNI SYARIAH HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

BAB I PENDAHULUAN. Islam belum mampu menjalankan syariat Islam secara total (kaffat) dalam

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN HADIAH JALAN SEHAT DARI HASIL PENJUALAN KUPON. Kupon Di Desa Made Kecamatan Sambikerep Surabaya

A. Analisis Praktik Sistem Kwintalan dalam Akad Utang Piutang di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN A. Analisis Penerapan Syarat Hasil Investasi Minimum Pada Pembiayaan Mudharabah Untuk Sektor Pertanian di KSPPS Baitut Tamwil Tamzis Cabang Batur Menurut UU No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari ah menetapkan bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia akan jasa-jasa perbankan syari ah semakin meningkat. Hal ini tampak pada lembaga-lembaga syari ah yang menjalankan usahanya berdasarkan dengan prinsip-prinsip syari ah. Lembaga Keuangan Syari ah merupakan lembaga Islam yang memiliki kegiatan pembiayaan yang sering disebut dengan akad. Sebagaimana uraian di atas, KSPPS Baitut Tamwil Tamzis adalah salah satu lembaga keuangan syari ah yang menjalankan akad pembiayaan mudharabah dengan tujuan untuk membantu meberdayakan umat dan anggotanya agar lebih baik dari sebelumnya. Baik dari segi usahanya maupun pemahaman tentang pola ekonomi syari ah. Yang menjadi sasaran pengembangan di KSPPS Baitut Tamwil Tamzis Cabang Batur Banjarnegara ini adalah masyarakat sekitar yang mayoritas 72

73 sebagai petani dan membutuhkan modal untuk mengembangkan usahanya. KSPPS Baitut Tamwil Tamzis Cabang Batur Banjarnegara mempunyai peranan penting dalam membantu peningkatan pendapatan masyarakat disekitarnya. Karena dengan adanya jasa pembiayaan yang diberikan Tamzis masyarakat sekitar Batur terbantu masalah modal. Selain itu, dengan adanya Tamzis masyarakat sekitar sadar akan pentingnya menjalankan ekonomi sesuai syariat Islam. Sehubungan dengan hal tersebut, peran perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan fungsinya dalam menghimpun dana menyalurkan dana masyarakat dengan lebih memperhatikan pembiayaan kegiatan sektor perekonomian nasional dengan prioritas kepada koperasi, pengusaha kecil dan menengah, serta berbagai lapisan masyarakat tanpa diskriminasi sehingga akan memperkuat struktur perekonomian nasional. Demikian pula bank perlu memberikan perhatian yang lebih besar dalam meningkatkan kinerja perekonomian di wilayah operasi tiap-tiap kantor. 1 KSPPS Baitut Tamwil Tamzis cabang Batur Banjarnegara merupakan salah satu LKS di Indonesia yang menggunakan badan 1 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Jaakarta, Redaksi Sinar Grafika, 2007, hal. 36-37

74 hukum koperasi dan mempunyai bermacam-macam produk yang disediakan untuk masyarakat, salah satunya adalah produk simpan pinjam dan pembiayaan. Dalam menjalankan usaha simpan pinjam dan pembiayaannya, Tamzis menerapkan beberapa akad seperti pada LKS lain. Salah satu akad yang digunakan untuk pembiayaan di Tamzis adalah akad pembiyaan mudharabah yaitu dimana shahibul mal memberikan dana untuk dikelola mudharib. Kemudian keuntungannya dibagi menurut kesepakatan bersama diawal. Pembiayaan ini diberikan Tamzis ke beberapa sektor usaha, baik sektor pertanian, perdagangan, industri dan usaha lainnya. Letak geografis Tamzis Batur ini ada di pegunungan sekitar Dieng dan profesi masyarakat sekitar mayoritas menjadi petani. Mudharib yang mengajukan pembiayaan di Tamzis lebih banyak untuk pembiayaan di sektor pertanian. Yang menjadi perbedaan antara Tamzis dengan LKS lain adalah penambahan syarat yang disebut dengan syarat hasil investasi minimum (HIM), yang diterapkan pada setiap pembiayaannya. Dimana syarat HIM ini menjadi acuan proyeksi bagi hasil bagi Tamzis dengan mudharib. Sebagaimana hasil dari wawancara penulis dengan pihak Tamzis, praktek pembiayaan mudharabah dengan syarat hasil investasi minimum di KSPPS Baitut Tamwil Tamzis bertujuan untuk mempermudah perhitungan bagi hasil diakhir atau sebagai acuan proyeksi bagi

75 hasil antara mudharib dengan shahibul mal. Jadi, dengan HIM tersebut, shahibul mal dapat menghitung berapa jumlah uang yang harus diberikan mudharib sebagai bagi hasil atas pinjaman pembiayaannya di awal akad. Jadi, setiap pembiayaan Rp 1.000.000,00 HIM yang ditetapkan adalah Rp 5000,00 atau 0,5% per hari dan berlaku kelipatan. Sedangkan prosentase bagi hasil yang umum digunakan Tamzis dengan mudharib adalah 24%:76%. Dari perhitungan tersebut dalam sehari Tamzis mendapatkan 24% dari acuan proyeksi bagi hasil yang telah ditetapkan diawal akad, misalkan mudharib meminjam dana Rp 1.000.000,00 dan HIM diawal yang ditetapkan adalah Rp 5000,00 per hari, maka Tamzis akan mendapaat 24% dari Rp 5000,00 per hari (berlaku kelipataan) dan diambil dari hasil laba kotor. Perbedaan lain dalam praktek mudharabah di Tamzis adalah model angsuran antara pembiayaan di sektor satu dengan yang lainnya. Seperti dalam pembiayaan mudharabah pertanian dengan mudharabah perdagangan aplikasinya berbeda. Model angsuran pengembalian modal dan bagi hasilnya tidak sama. Jika dalam mudharabah perdagangan, mudharib dapat membuat pencatatan setiap hari dan mengangsur pengembalian modal serta bagi hasil setiap hari, lain dengan mudharabah di sektor pertanian.

76 Pembiayaan mudharabah di sektor pertanian hanya dapat mengembalikan angsuran modal dan nisbah bagi hasilnya dalam jangka waktu 3-4 bulan setelah mudharib panen dan hasil dari pertaniannya telah laku dijual. Sedangkan untuk nisbah bagi hasil jika sesuai syarat mudharabah dan syarat bagi hasil dalam teori, bagi hasil dapat diketahui jumlah dengan nominal rupiah tertentu diakhir akad, atau saat mudharib telah mengelola dana yang dipinjam dari shahibul mal dan laba rugi telah selesai dihitung beserta biaya operasionalnya. Nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal rupiah tertentu. Jadi nisbah keuntungan itu misalnya adalah 50%:50%, 70%:30%, 60%:40% atau bahkan 99%:1%. Jadi nisbah keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan porsi setoran modal. 2 Sedangkan dalam prakteknya Tamzis menerapkan sistem hasil investasi minimum dimana Tamzis dan mudharib dapat menghitung jumlah laba bagi hasil diawal akad dalam bentuk rupiah. Contoh, ketika bapak Parni mengajukan pembiayaan kepada Tamzis sebesar Rp 3.000.000,00 dengan kesepakatan awal bagi hasil 24%:76% dan jatuh tempo 6 bulan akan dibayarkan hal.207 2 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan.

77 setelah panen. Sedangkan untuk HIM yang ditentukan Tamzis kepada bapak Parni adalah Rp 15.000,00 per hari. Maka diawal akad Tamzis dapat menghitung berapa bagi hasil yang akan diberikan bapak Parni kepada Tamzis di akhir akad nanti. Acuan proyeksi bagi hasil dapat dihitung dengan cara dibawah ini: Rumus: pokok x 0,5% x 24% x 150 hari = Rp 3.000.000,00 x 0,5% x 24 % x 150 hari = Rp 540.000,00 Dalam jangka waktu 6 bulan kedepan acuan proyeksi bagi hasil yang harus diserahkan bapak Parni adalah Rp 540.000,00 kepada Tamzis dari pembiayaan sebesar Rp 3.000.000,00. Jadi prosentase 24% yang akan diberikan mudharib kepada Tamzis didapat dari hasil perhari mudharib dalam mengelola usahanya sesuai dengan hasil investasi minimum yang sudah ditetapkan. Tamzis menghitung 24% dari Rp 15.000,00 HIM yang ditetapkan kepada bapak Parni diawal akad Dari uraian di atas jika dilihat dari hukum Islam permasalahan yang dapat dilihat adalah adanya syarat HIM untuk menetapkan bagi hasil yang perhitungannya menggunakan patokan prosentase namun dihitung nominal rupiah tertentu di awal akad. Sedangkan dalam teori mudharabah acuan yang boleh ditetapkan di awal akad untuk bagi hasil hanya menggunakan prosentase saja.

78 Dari sisi lain yang perlu diperhatikan adalah, dalam melaksanakan pembiayaannya Tamzis sebagai praktisi harus dapat mengaplikasikan hukum Islam yang telah ada, karena latar belakang dari Tamzis adalah sebuah lembaga yang bergerak dibidang syari ah, dan yang menggunakan jasa pembiayaannya adalah masyarakat yang awam akan pengetahuan ekonomi syari ah. Oleh karena itu Tamzis membuat aturan dari hasil pemikiran tersendiri dengan menambah syarat hasil investasi minimum untuk mempermudah mudharib dalam mengelola dana yang diberikan Tamzis. Alasan dari penerapan syarat HIM pada mudharabah pertanian yaitu bertujuan agar mudharib mempunyai patokan berapa hasil yang akan diberikan ke Tamzis dan berapa untung yang akan dimilikinya dari awal akad. Dengan demikian mudharib dapat memperkirakan sendiri pengelolaan modalnya. Selain bergerak dibidang pembiayaan syari ah salah satu landasan dasar dari Tamzis adalah ingin mendirikan organisasi ekonomi yang bergerak juga di bidang sosial. Dengan membantu memberikan tambahan modal untuk mengembangkan usaha bagi masyarakat yang terkendala masalah modal dalam mengembangkan usahanya. Tamzis juga akan membantu mudharib yang mempunyai kendala-kendala dalam mengelola usahanya. Salah satu tujuan dari Tamzis adalah sesuai dengan azas koperasi yang berdasarkan konsep gotong-royong dan tidak memonopoli

salah satu pemilik modal dalam hal keuntungan yang diperoleh harus dibagi secara proposional. Dalam Islam sesama muslim diajarkan untuk saling gotong-royong saling membantu dalam 79 kebaikan, sesuai dalam QS. Al-Maidah : 2 ث ل م و م ع و و و ت ع او ه وا ع ل ام ب و امت ق و ى و ل ت ع ا و ه وع ع ل ع و ت ق وع ع هلل ا ث ع هلل ش و ي و ع م ع ق ا ب Artinya : dan tolong menlonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaan-nya (QS. Al Maidah :2) 3. Ayat al-qur an diatas menjadi salah satu landasan Tamzis dalam mengembangkan usahanya sekaligus bergerak dibidang sosial kemasyarakatan yang membantu orang lain. Selain itu Tamzis juga mengajak masyarakat untuk memahami syari at Islam terutama dalam menjalankan syariat dibidang ekonomi. 3 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2010, hal.106

B. Analisis Hukum Islam tentang Penambahan Syarat Hasil Investasi Minimum Pada Pembiayaan Mudharabah Untuk Sektor Pertanian Di KSPPS Baitut Tamwil Tamzis Cabang Batur 80 Mudharabah sebagaimana yang diterapkan di LKS pada umumnya didasarkan pada dua elemen pokok yaitu ada usaha yang dijalankan dan ada keuntungan yang dibagihasilkan. Sebagaimana diketahui, bahwa mudharabah merupakan akad kerjasama kemitraan berdasarkan prinsip bagi hasil dan rugi (profit and loss sharing principle), antara pihak yang menyediakan dana (shahibul mal) dengan pihak pengelola dana (mudharib). Sedangkan untuk keuntungan yang didapat akan dibagikan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sejak awal. Sebaliknya jika usaha yang dilakukan mudharib mengalami kerugian bukan disebabkan karena pengelola dana maka kerugian akan ditanggung bersama. 4 Definisi dalam fiqh, mudharabah disebut juga muqharadah yang berarti bepergian untuk urusan dagang. Seperti dalam Al-Qur an surat al-muzammil ayat: 20 : و ا خ ر و ي ض ب و ف ال ر ض ي ب ت غ و م ن ف ض ل ا لل Umum, hal. 26 4 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan

81 Artinya:..dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah (Al-Muzzamil: 20). 5 Dalam ayat ini dijelaskan jika seorang mudharib adalah orang yang bepergian di bumi untuk mencari karunia Allah SWT. Sedangkan menurut Undang-Undang Perbankan Syari ah, mudharabah adalah kerjasama suatu usaha antara pihak pertama (shahibul mal) yang menyediakan seluruh modal dengan pihak kedua (mudharib) yang bertindak selaku pegelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan bersama dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh bank syari ah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja lalai atau menyalahi perjanjian. 6 Bagi hasil adalah salah satu komponen yang ada di dalam sebuah pembiayaan mudharabah. Karena prinsip utama dari akad mudharabah adalah bagi hasil dimana tujuan dari akad tersebut agar tidak ada salah satu pihak yang akan merasa dirugikan. Syarat bagi hasil yang harus dipenuhi shahibul mal dan mudharib dalam akad mudharabah adalah: 1) Harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. 5 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2010, hal.575 6 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syari ah, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2012, hal.193

82 2) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi bagi hasil, semisal 30%:70%, 60%:40%, 50%:50% dan lain-lain, dari keuntungan dan sesuai kesepakatan antara mudharib dengan shahibul mal. 3) Apabila ada perubahan bagi hasil di perjalanan kontrak, maka harus berdasarkan kesepakatan bersama antara shahibul mal dan mudharib. 4) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apa pun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan yang dilakukan mudharib. 7 Dari permasalahan yang telah penulis uraikan di atas, sistem yang diterapkan KSPPS Baitut Tamwil Tamzis dalam hal rukun sudah benar sesuai teori yang ada. Namun dalam perjanjiannya pihak Tamzis menambahkan satu tambahan syarat yang disebut dengan hasil investasi minimum pada setiap pembiayaan sebagai acuan proyeksi bagi hasil. Menurut penulis, jika hal tersebut dilihat dari teori yang ada, dapat disimpulkan penambahan HIM tersebut mengacu pada 4 7 Fatwa Dewan Syari ah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000. Hal.

83 riba. Karena adanya penetapan jumlah rupiah tertentu diawal akad saat mudharib dan shahibul mal mengadakan perjanjian. Jika menurut dengan teori mudharabah, bagi hasil untuk jumlah laba hanya boleh ditetapkan dalam bentuk prosentase di awal akad. Sedangkan untuk jumlah rupiah tertentu hanya dapat diketahui ketika sang mudharib telah selesai mengelola dana yang ia pinjam dan mengetahui berapa untung dan rugi yang didapat. Namun berbeda halnya dengan pengaplikasiannya. Karena dalam mengaplikasikan suatu teori dalam kehidupan yang nyata memang tidak semudah membaca teori yang ada. Jadi, dalam penerapan syarat HIM yang dilaksanakan Tamzis ini mempunyai alasan-alasan tersendiri, selain untuk mempermudah kedua belah pihak, HIM tersebut diharapkan mampu memberikan pengetahuan syari ah sedikit demi sedikit pada masyarakat yang pada umumnya memang awam dengan hal tersebut. Namun demikian, hal tersebut bukan berarti melanggar aturan syari ah. Jika dilihat dari sisi rukun mudharabah adanya shighat ijab dan qabul menjadi salah satu landasan perjanjian tersebut. Rukun dari akad mudharabah salah satunya adalah adanya kerelaan dari shahibul mal dan kerelaan dari mudharib dalam menjalankan perjanjian termasuk dalam ketentuan bagi hasil dan lainnya.

Meskipun jika dilihat hasil investasi minimum yang diterapkan Tamzis tidak sesuai dengan teori syarat bagi hasil dalam mudharabah karena menentukan jumlah tertentu untuk nisbah bagi hasil diawal akad, namun dalam Islam yang menjadi landasan dari sebuah akad kerjasama antara dua belah pihak adalah adanya antharadhin (sama-sama rela). Seperti dalam Qs. An-Nisa: 29 yang berbunyi: ث ال ا ت ك و ت ر ة ع ن اي ا ه ي ا ا ل ي ن ع م ن وا ل ت ك و ا ا م و ا م ك ب ي ن ك ب م ب ا ط ل ك ا ث م ن ك و ل ت ق ت ل واع ه ف س هللا ك ن ب ك ر ح مي ا 84 ت ر ا ض Artinya: Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (QS. An- Nisa: 29). 8 Dalam ayat tersebut dijelaskan jika Islam memperbolehkan suatu perniagaan dengan jalan suka sama suka antara kedua belah pihak. Tujuannya agar salah satu pihak yang berakad tidak merasa dirugikan dan adanya keadilan didalam sebuah perjanjian. Maka adanya penambahan syarat dalam pembiayaan yang diberikan Tamzis bukan berarti menjadi tidak sah mudharabahnya dikarenakan adanya kerelaan dari kedua belah pihak. Pihak 8 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2010, hal.83

85 mudharib tidak merasa keberatan dengan adanya penambahan syarat tersebut. Bahkan adanya syarat tersebut dapat membuat untung mudharib, karena jika pendapatan laba lebih dari syarat HIM yang ditentukan di awal, maka kelebihan tersebut dianggap sebagai hibah dari Tamzis untuk mudharib. Dalam Kaidah fiqh dijelaskan pula: ث ا ل ع ي و ل د م ي ل ع ل ت ر ي م ه ا ا ل ص ل ف ام م ع م ل ت ا ل ب ح ة pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengaharamkannya. 9 HIM yang diterapkan di Tamzis adalah salah satu Ijtihad baru dari pihak KSPPS Baitut Tamwil Tamzis. Ijtihad ini memang benar-benar belum ada dalil khusus yang mengharamkan adanya sistem syarat HIM tersebut. Didalam syarat HIM yang diterapkan pun tidak mengandung ketidakjelasan atau merugikan salah satu pihak. Sedangkan menurut Ibnu Rusyd dalam bukunya Bidayatul Mujtahid, secara garis besar syarat-syarat yang tidak diperbolehkan dalam akad mudharabah adalah syarat-syarat yang bisa mengakibatkan terjadinya penipuan (gharar) atau tambahan 9 A. Djazuali, Kaidah-Kaidah Fiqh: Kaidah-Kaidah Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis, Jakarta: Prenada Media Group, 2006, hal. 130

86 ketidakjelasan. 10 Sedangkan syarat HIM yang diterapkan Tamzis, tidak mengakibatkan penipuan atau adanya tambahan-tambahan yang tidak jelas. Bagi hasil yang diberikan mudharib kepada Tamzis pun tidak akan melebihi dari perhitungan awal pada saat akad dibuat. Jika dalam perjalanan mengelola usahanya mudharib terpaksa tidak mendapat laba seperti minimal yang ditetapkan dengan syarat HIM, dan mudharib mempunyai bukti dan alasan yang kuat, maka Tamzis akan menghitung HIM nya dari berapa pun yang didapat mudharib. Misalkan dalam satu periode mudharib perharinya hanya mampu mendapat laba Rp 3000,00 saja maka perhitungan bagi hasilnya, Tamzis akan mengambil 24% dari Rp 3000,00. Meskipun HIM yang ditetapkan Tamzis diawal Rp 5.000,00 tidak lantas membebani mudharib yang memang mendapat kendala diperjalanan mengelola usahanya. Tamzis akan memberikan keringanan untuk mudharib yang memang mengalami kendala dalam pengelolaan usahanya sehingga mudharib tidak dapat memenuhi syarat HIM Rp 5000,00 perhari. Selain itu mudharib yang mempunyai kendala-kendala dalam mengembangkan usahanya, Tamzis akan memberikan arahan 10 Ibnu Rasyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Terjemahan: Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, Jakarta, Pustaka Amani, 2007, hal.110

87 untuk mengelola usahanya, sehingga kedepannya mudharib mampu memaksimalkan usahanya lebih baik lagi. Dari penjelasan di atas maka penerapan syarat hasil investasi minimum pada pembiayaan mudharabah pertanian tidaklah memberatkan salah satu pihak. Bahkan dapat menguntungkan dipihak mudharib, selain itu dengan adanya syarat HIM tersebut mudharib dapat memperkirakan dari awal pengelolaan modalnya, sehingga mudharib tidak akan kesusahan dalam pembagian nisbah di akhir nanti, karena telah memiliki patokan dari awal. Jadi dapat disimpulkan jika syarat hasil investasi minimum (HIM) boleh diterapkan pada pembiayaan mudharabah di sektor pertanian, hal ini berlandaskan pada ayat al-qur an surat An-Nisa: 29 yang menganjurkan adanya anthardhin (suka sama suka) dalam sebuah perjanjian. Selain itu dalam kaidah fiqh telah dijelaskan jika asal dari muamalah itu boleh, sampai ada dalil yang mengharamkannya. Sedangkan syarat HIM tersebut diterapkan di KSPPS Baitut Tamwil Tamzis dengan persetujuan kedua belah pihak antara Tamzis dengan mudharib, dan juga tidak merugikan salah satu pihak di awal maupun di akhir akad. Selain itu sistem tersebut tidak ada fatwa atau dalil yang melarang syarat HIM diterapkan.