VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. perdagangan multilateral dalam bentuk organisasi perdagangan dunia atau World

BAB V PENUTUP. pertanian selain dua kubu besar (Amerika Serikat dan Uni Eropa). Cairns Group

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006

II. TINJAUAN PUSTAKA

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

BAB IV PENUTUP. IV.1 Kesimpulan

KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia

ISBN : PENYUSUNAN BAHAN ADVOKASI DELEGASI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN MULTILATERAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

KULIAH UMUM MENTERI PERTANIAN PADA PROGRAM MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perdagangan Internasional dan Kerja Sama Ekonomi Internasional

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

LAPORAN REKAPITULASI ANGGARAN T.A2016 (DALAM RIBUAN RUPIAH) Halaman : 1

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015

Strategi Pengusaha Lokal dalam Menghadapi China ASEAN Free Trade Agreement 2010

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS

I. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. Penggunaan model oligopolistik dinamik untuk mengestimasi fungsi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN AKHIR ANALISIS PERUBAHAN DAN DAMPAK KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN PENETAPAN MODALITAS PERJANJIAN MULTILATERAL DI SEKTOR PERTANIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

Perekonomian Indonesia saat ini memasuki era ekonomi perdagangan bebas. tidak terkecuali untuk produk pertanian khususnya komoditas pangan.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pelabuhan umum di Indonesia terdiri dari pelabuhan umum yang

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara

1. 3. Realisasi ekspor DKI Jakarta berdasarkan Penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA)

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

Oleh: Dabukke Muhammad. Frans Betsi M. Iqbal Eddy S. Yusuf

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

329 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam periode September 1994 - Oktober 2009 terbukti telah terjadi banjir impor bagi komoditas beras, jagung dan kedele di Indonesia, dengan tingkat tekanan berbeda-beda menurut jenis komoditasnya. Tekanan pada komoditas beras dan jagung lebih tinggi jika dibandingkan kedele. Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi banjir impor adalah Pertama, pada komoditas beras adalah guncangan atau gejolak harga dunia, harga dan volume impor, marjin perdagangan antara harga impor dan harga konsumen, harga konsumen dan marjin perdagangan konsumen dan produsen. Kedua, pada komoditas jagung adalah guncangan atau gejolak harga dunia, tarif impor, harga impor jagung, marjin perdagangan antara harga impor dan harga konsumen, harga konsumen dan marjin perdagangan konsumen dan produsen. Ketiga, pada komoditas kedele adalah guncangan atau gejolak harga impor, tarif impor, volume impor dan harga konsumen. Adanya perbedaan pengaruh dari berbagai variabel dan perbedaan untuk masing-masing komoditas menunjukkan bahwa terjadi proses penyesuaian (adjustment) akibat adanya berbagai penyebab yang mempengaruhi terjadinya banjir impor yang berbeda-beda menurut jenis dan karakteristik pada masing-masing komoditas. Tekanan dan pengaruh harga dunia dan atau harga impor, tarif impor, dan volume impor terhadap harga konsumen dan harga produsen dapat dipakai sebagai

330 indikator dan kriteria terjadinya banjir impor pada komoditas pangan utama yaitu beras, jagung, dan kedele. 2. Dalam periode September 1994 - Oktober 2009 telah terjadi 64 kali lonjakan volume impor beras, 86 kali lonjakan volume impor jagung dan 88 kali lonjakan volume impor kedele yang menyebabkan banjir impor masing-masing komoditas tersebut di Indonesia. Berdasarkan harga nominal, pada komoditas beras terjadi jatuhnya harga lebih dari 100 kali, pada harga jagung lebih dari 95 kali dan pada harga kedele lebih dari 91 kali. Berdasarkan harga riil (2007 = 100) telah terjadi jatuhnya harga beras lebih dari 98 kali, harga jagung lebih 84 kali dan harga kedele lebih dari 96 kali. Jatuhnya harga beras baik secara nominal maupun riil lebih banyak terjadi jika dibandingkan dengan jagung dan kedele. Berdasarkan harga referensi (harga impor rata-rata impor 1986-1988) sesuai perjanjian SSG, menunjukkan telah terjadi 144 kali jatuhnya harga beras, 44 kali jatuhnya harga jagung dan 123 kali jatuh harga kedele yang menyebabkan terjadinya banjir impor dalam periode September 1994 - Oktober 2009. Temuan penelitian ini menunjukkan frekuensi banjir impor lebih banyak dan lebih sering terjadi di Indonesia jika dibandingkan penelitianpenelitian yang dilakukan sebelumnya. 3. Dari segi country eligibility, Indonesia merupakan salah satu negara yang layak untuk mendapatkan fasilitas SSM, dan memberlakukan SSM bagi ketiga komoditas tersebut apabila terjadi banjir impor. Produk-produk turunan dari masing-masing komoditas beras, jagung dan kedele juga layak untuk memperoleh fasilitas SSM. Sementara itu dari segi products

331 eligibility, berdasarkan analisis pass-through effect dari tekanan harga dunia dan harga impor, volume impor maupun pengaruh tarif impor terhadap harga produsen, maka seluruh produk turunan dari komoditas beras, jagung dan kedele layak untuk memperoleh fasilitas SSM, dengan tidak memperdulikan apakah memiliki tingkat bound tarif tinggi atau rendah. 4. Besaran volume trigger adalah pada saat lonjakan volume impor beras maksimum 5 persen (rata-rata mencapai 104.32 persen dari rata-rata trendnya), jagung maksimum 10 persen (rata-rata mencapai 109.06 persen dari rata-rata trendnya), dan kedele 9 persen (rata-rata mencapai 108.58 persen dari rata-rata trendnya). 5. Besaran price trigger didasarkan pada harga nominal adalah ketika harga impor nominal impor jatuh maksimum 13 persen untuk beras (hingga ratarata 87.52 persen dari rata-rata trendnya), maksimum 14 persen untuk jagung (hingga rata-rata 86.05 persen dari rata-rata trendnya), dan maksimum 14 persen untuk kedele ( hingga rata-rata 86.01 persen dari rata-rata trendnya). Besaran price trigger berdasarkan harga riil (2007 = 100) adalah maksimum 10 persen untuk beras (hingga rata-rata 90.01 persen dari rata-rata trendnya), maksimum 11 persen untuk jagung (hingga rata-rata 89.18 persen dari rata-rata trendnya), dan maksimum 10 persen untuk kedele (hingga rata-rata 90.03 persen dari rata-rata trendnya). 6. Berdasarkan penggunaan indikator tekanan terhadap harga produsen, besaran remedial tariff yang diperlukan untuk melindungi harga produsen adalah Pertama untuk penurunan satu persen harga produsen yang

332 diakibatkan oleh jatuhnya harga dunia diperlukan tambahan tarif 11.16 persen untuk beras, 2.93 persen untuk jagung, dan 2.81 persen untuk kedele. Kedua, untuk penurunan satu persen harga produsen yang diakibatkan oleh penurunan atau jatuhnya harga impor diperlukan tambahan tarif 10.68 persen untuk beras, 11.60 persen untuk jagung, dan 2.91 persen untuk kedele. Ketiga, untuk penurunan harga produsen sebesar satu persen yang diakibatkan oleh peningkatan atau lojakan volume impor diperlukan tambahan tarif 14.48 persen untuk beras, 6.01 persen untuk jagung, dan 2.70 persen untuk kedele. Temuan dari penelitian ini mengarahkan bahwa pemberlakuan tarif untuk melindungi harga petani atau produsen harus lebih tinggi dari besaran jatuhnya harga produsen itu sendiri. 7. Rumusan SSM dapat yang dapat diusulkan adalah Pertama dari segi country eligibility Indonesia merupakan salah satu negara yang layak untuk memperoleh fasilitas SSM dan sesuai dengan usulan kelompok G- 33 yang menyepakati bahwa semua negara berkembang layak untuk mendapat SSM (country eligibility) dan semua produk layak untuk mendapat SSM (product eligibility). Kedua, dari segi product eligibility seluruh produk turunan dari komoditas beras, jagung dan kedele layak untuk memperoleh fasiltas SSM, dengan tidak memperdulikan apakah memiliki tingkat bound tariff tinggi atau rendah. Ketiga, besaran volume trigger apabila didasarkan atas pengaruh perubahan harga dunia adalah untuk komoditas beras 5 persen, untuk komoditas jagung 10 persen, dan untuk komoditas kedele 9 persen di atas rata-rata trendnya. Keempat,

333 besaran price trigger atas dasar harga impor nominal adalah 12 persen untuk beras, 14 persen untuk jagung dan 14 persen untuk kedele di bawah rata-rata trendnya. Sedangkan dari segi harga impor riil (2007 = 100), besaran price trigger adalah 10 persen untuk beras, 11 persen untuk jagung, dan 10 persen untuk kedele di bawah rata-rata trendnya. Kelima, berdasarkan volume trigger, SSM diperlakukan apabila terjadi peningkatan impor akibat penurunan dunia dan harga impor maksimum 5 persen untuk komoditas beras, 10 persen untuk jagung, dan 9 persen untuk kedele di atas rata-rata trendnya. Keenam, dalam penerapan SSM Indonesia seharusnya berhak menggunakan salah satu dari dasar penentuan baik harga dunia ataupun harga impor dan juga menggunakan satu pilihan trigger baik volume ataupun price. Dalam hal ini indikator volume trigger lebih efektif, namun demikian indikator price trigger dinilai relatif lebih tepat, karena lebih cepat diketahui dan direspon. Ketujuh, tindakan yang perlu dilakukan apabila terjadi banjir impor dengan memberlakukan tambahan tarif atau remedial tariff adalah : (1) apabila terjadi penurunan harga produsen sebesar satu persen yang diakibatkan oleh penurunan harga dunia, maka tambahan tarif yang diperlukan adalah 11.16 untuk beras, 2.93 persen untuk jagung, dan 2.81 persen untuk kedele, (2) apabila penurunan terjadi harga produsen sebesar satu persen yang diakibatkan oleh penurunan harga impor, besaran tambahan tarif yang diperlukan adalah 10.68 persen untuk beras, 11.60 persen untuk jagung, dan 2.81 persen untuk kedele, dan (3) apabila harga produsen mengalami penurunan satu persen yang diakibatkan lonjakan volume

334 impor, maka besaran tambahan tarif yang diperlukan untuk beras adalah 14.48 persen, untuk jagung 6.01 persen, dan 2.70 persen untuk kedele. Kedelapan, durasi pemberlakuan SSM dengan menggunakan tambahan tarif adalah hingga terjadi titik keseimbangan dimana guncangan harga dunia maupun harga impor tidak lagi berpengaruh adalah empat tahun dan dapat diperlakukan secara umum. Jangka waktu pemberlakuan selama empat tahun akan terdapat tambahan antisipasi waktu akibat perbedaan panjang siklus jatuhnya harga dunia terhadap kondisi spesifik lokasi Indonesia selama satu tahun atau dua belas bulan. 8.2. Implikasi Kebijakan Hasil penelitian ini memiliki implikasi kebijakan sebagai berikut: 1. Tim tarif dan Delegasi Republik Indonesia (DELRI) untuk WTO dapat melakukan usulan perubahan dan penyempurnaan formula SSM pada agenda perundingan berikutnya. 2. Upaya untuk memanfaatkan setiap fasilitas yang diberikan kepada negara berkembang seperti SSM, SP dan mekanisme perlakuan khusus lainnya perlu terus dilakukan. 3. Penggalangan kerjasama dengan negara-negara berkembang lainnya untuk menyeimbangkan kekuatan di meja perundingan antara negara maju dan berkembang perlu terus ditingkatkan agar negara-negara maju tidak semena-semena seperti yang terjadi pada hasil perundingan sebelumnya. 4. Peningkatan perlindungan dan dukungan pengembangan komoditas dalam negeri sangat diperlukan, karena dalam kenyataannya subsidi dan proteksi negara maju meningkat setelah penerapan AoA WTO. Sementara,

335 Indonesia dan negara berkembang lainnya ditekan melakukan hal yang sebaliknya. 5. Pemerintah perlu untuk memberikan perlakuan yang sama pada setiap perundingan perdagangan baik yang bersifat multilateral atau WTO, ASEAN, APEC dan lainnya, maupun yang bersifat bilateral, agar kasus China ASEAN Free Trade Area (CAFTA) yang menjadi bumerang bagi Indonesia tidak terluang lagi. Apabila hal itu tidak dilakukan, maka perjuangan untuk memperoleh SSM nantinya akan sia-sia. 6. Mengingat perundingan dalam forum WTO membutuhkan waktu sangat panjang, sementara perlindungan bagi produksi dan produsen tidak dapat ditunda, maka kebijakan pengaturan impor melalui penunjukkan pelabuhan impor tertentu yang merupakan daerah defisit pangan, pengaturan waktu impor agar tidak bersamaan dengan waktu panen dan melokalisir dampak negatif banjir impor dengan pembatasan-pembatasan tertentu lainnya yang tidak melanggar aturan WTO perlu dilakukan. Penerapan kebijakan seperti Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 9/MPP/Kep/1/2004 tentang Ketentuan Impor Beras dengan penyempurnaan-penyempurnaan tertentu perlu dilakukan. 7. Pemerintah perlu didesak agar tidak menempuh kebijakan defisit APBN dan menutup defisit tersebut dengan pinjaman luar negeri, investasi, hibah maupun bantuan asing lainnya. Negara-negara maju dan negara mitra dagang Indonesia menggunakan senjata pinjaman, investasi, IMF, World Bank, perusahaan multinasional maupun lembaga donor lainnya sebagai senjata itu untuk memenangkan perundingan. Indonesia yang senantiasa

336 melakukan kebijakan defisit APBN dengan ditutup dari pinjaman luar negeri dan investasi asing sama saja menyerahkan perundingan dan urusan negara kepada pihak asing. 8. Menempatkan SSM sebagai bagian penting untuk dijadikan perhatian bagi seluruh masyarakat Indonesia dan mengupayakan agar mendapatkan dukungan seluruh pihak terkait sangat penting. Namun demikian upaya peningkatan produksi dalam negeri hingga mampu mencapai tingkat swasembada bahkan ekspor juga penting. Dukungan pemerintah yang semakin kecil terhadap sektor pertanian dan pangan umumnya dan terhadap beras, jagung dan kedele khususnya perlu ditingkatkan. Perlu perubahan orientasi kebijakan dari importir pangan menjadi eksportir pangan dan Indonesia berpotensi besar untuk melakukan itu. 9. Pemerintah perlu mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan-kebijakan terkait dengan pengembangan komoditas beras, jagung dan kedele, terutama dari segi harga, subsidi, kelembagaan dan infrastruktur. Kemudian, meningkatkan kualitas, kapasitas dan kuantitas infrastruktur pertanian dan pedesaan, untuk menekan dampak negatif banjir impor. Kebijakan-kebijakan yang semakin memperbesar ketergantungan Indonesia atau yang sifatnya mendorong peningkatan impor harus terus dikurangi, jika tidak dapat dihapuskan. 10. Pemerintah dalam hal ini instansi teknis terkait perlu melakukan koordinasi penyusunan data base yang bersifat bulanan secara lebih komprehensif. Setiap penerapan kebijakan yang berkaitan dengan penerapan perjanjian WTO membutuhkan pembuktian dan data harus bisa

337 diakses secara terbuka. Oleh karena itu, data base yang bersifat bulanan sangat penting untuk diadakan. Banjir impor dan penerapan SSM membutuhkan antisipasi secara cepat dan tepat, dan demikian juga hal-hal lain yang terkait dengan pengaruh tekanan eksternal terhadap situasi kondisi kehidupan petani dan masyarakat pertanian dan pedesaan pada umumnya. 8.3. Saran Penelitian Lanjutan 1. Bagi komoditas beras, jagung dan kedele penelitian lanjutan yang disarankan adalah Pertama penelitian menentukan besaran volume trigger, price trigger, tarif impor yang optimal dan kisaran remedial tarifnya. Kedua, penelitian untuk produk-produk turunannya baik yang langsung ataupun tidak langsung berdasarkan negara asal impor masingmasing komoditas. Ketiga, bagi komoditas di luar beras, jagung dan kedele perlu dilakukan penelitian dengan mencontoh penelitian ini. Keempat, baik bagi penelitian lanjutan untuk komoditas beras, jagung dan kedele maupun komoditas penting pertanian lainnya, metoda analisis time series seperti SVAR dapat digunakan untuk membuktikan terjadinya banjir impor dan merumuskan formulasi kebijakan. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya metoda SVAR atau sejenisnya, disarankan untuk digunakan. 2. Penelitian mengenai kebijakan pengaturan impor melalui penunjukkan pelabuhan, pengaturan waktu dan besaran volume impor yang tepat. Formulasi kebijakan seperti itu perlu dilakukan mengingat proses perundingan SSM pada forum WTO akan membutuhkan waktu yang

338 panjang. Kebijakan seperti itu perlu diterapkan sebagai second strategy untuk mengurangi dampak negatif liberalisasi perdagangan khususnya banjir impor. Penelitian dan formulasi kebijakan perlu dilakukan bagi seluruh komoditas yang memiliki resiko banjir impor, termasuk beras, jagung dan kedele yang diteliti saat ini. 3. Penelitian mengenai skenario dan harmonisasi hubungan dan keterkaitan antara SSM, SP, dan fasilitas perdagangan lainnya dengan skenario peningkatan dukungan dan perlindungan produksi, produsen, dan konsumen dalam negeri. 4. Penelitian mengenai skenario dan harmonisasi hubungan dan keterkaitan antara SSM dengan skenario lainnya dalam AoA WTO dan skenario hubungan antara perundingan multilateral atau forum WTO dengan forum-forum perundingan lainnya seperti ASEAN, EEC atau UE, AFTA, APEC, dan perundingan secara bilateral. 5. Penelitian mengenai upaya pemanfaatan SSM dan keterkaitannya peningkatan kapasitas kebijakan terkait dan relevan dengan pengembangan komoditas beras, jagung dan kedele secara khusus dan seluruh komoditas pertanian, pangan dan industri pangan olahan yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap impor, terutama dari segi harga, subsidi, kelembagaan dan infrastruktur baik fisik maupun non fisik.