BAB II TINJAUAN PUSTAKA Layanan Pelanggan Salah satu bentuk layanan pelanggan (customer service) yang bisa diberikan pada konsumen adalah penanganan setiap keluhan pelanggan. Keluhan pelanggan adalah suatu bentuk ungkapan atau ekspresi pelanggan yang tidak senang terhadap sesuatu seperti layanan yang buruk dari perusahaan atau hal-hal yang tidak menyenangkan lainya. Apabila keluhan tidak dapat ditangani oleh perusahaan maka menurut Zeithaml (2006) keadaan ini dapat membuat perasaan atau respon yang buruk dibenak pelanggan. Oleh karena itu perusahaan harus bisa menanggapi setiap keluhan pelanggan dengan baik agar dapat memperbaiki kesalahan yang sudah terjadi dan dapat mengembalikan citra positif di benak pelanggan lebih merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. Sedangkan menurut harris, (2003) mengatakan customer service is a anything we do for the customer that enhances the customer experience. Berdasarkan pernyataan di atas perusahaan harus dapat memberikan dan menciptakan layanan yang diharapkan oleh pelanggan sehingga apa yang pelanggan harapkan sesuai dengan kenyataan. Dari beberapa pendapat ahli diatas mengenai definisi layanan pelanggan, penulis dapat menyimpulkan bahwa layanan pelanggan ( customer service) kegiatan melayani Pelanggan dan memberikan apa yang dibutuhakan pelanggan tentang produk, jasa yang dimiliki perusahaan dan memberikan rasa perhatian penuh pada pelanggan agar pelanggan merasa diperhatikan dan berdampak positif bagi perusahaan. 7
Komplain Menurut Lovelock (dalam Tjiptono, 2011), mengatakan bahwa komplain adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pelanggan yang mengalami masalah serius yang terjadi. Menurut Tjiptono (2011:561), mengatakan bahwa secara sederhana komplain dapat diartikan sebagai ungkapan ketidakpuasan atau kekecewaan. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa komplain adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pelanggan untuk menyampaikan rasa ketidakpuasan akan jasa atau produk yang diterimanya. Menurut Singh (dalam Tjiptono 2011) menunjukkan bahawa terdapat empat tipe respon terhadap ketidakpuasan sebagai berikut: 1. Passives, yaitu jarang mengambil tindakan bila merasa tidak puas. Mereka tidak merasa ada manfaat sosial dari komplain. Norma pribadi mereka tidak mendukung aktivitas komplain. 2. Voices, yaitu jarang melakukan private atau public action. Sebaliknya, mereka memilih melakukan direct action, misalnya komplain langsung ke perusahaan atau penyedia jasa besangkutan. Mereka yakin bahwa direct action dapat memberikan manfaat sosial dan norma pribadi mereka mendukung hal itu. 3. Irates, yaitu melakukan private action di atas tingkat rata-rata dan direct action dengan tingkat rata-rata, namun public action dengan tingkat yang rendah. Mereka meyakini bahwa komplain memiliki manfaat sosial dan norma mereka mendukungnya. 4. Activists, yaitu lebih besar kemungkinannya melakukan private, direct, dan khususnya public action. Mereka sangat yakin bahwa komplain memberikan manfaat sosial dan norma pribadi mereka mendukung itu. Menurut Tjiptono dan Chandra (2011), mengatakan bahwa keputusan seseorang untuk melakukan komplain atau tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: 8
1. Tingkat kepentingan konsumsi yang dilakukan, yaitu termasuk di dalamnya penting tidaknya jasa yang dibeli dan dikonsumsi, harga jasa, waktu yang dibutuhkan untuk mengkonsumsi jasa, dan social visibility. Apabila konsumen mempersepsikan tingkat kepentingan, biaya dan waktu yang dibutuhkan relatif besar, maka besar kemungkinannya pelanggan bersangkutan akan melakukan komplain. 2. Tingkat ketidakpuasan pelanggan, yaitu semakin tidak puas seorang pelanggan, semakin besar pula kemungkinannya melakukan komplain. 3. Manfaat yang diperoleh dari komplain, yaitu semakin besar persepsi konsumen terhadap manfaat yang bisa diperoleh dari penyampaian komplain, semakin besar pula kemungkinannya melakukan komplain. Secara garis besar, manfaat yang bisa diperoleh dari komplain berupa: (1) manfaat emosional, yaitu kesempatan untuk menuntut hak, menumpahkan kekesalan, melampiaskan kemarahan, serta menerima permintaan maaf (2) manfaat fungsional, yaitu pengembalian uang, penggantian jasa yang dibeli, dan reparasi. (3) manfaat bagi orang lain, yakni membantu pelanggan lain agar terhindar dari ketidakpuasan serupa di masa datang; dan (4) penyempurnaan produk, yaitu perusahaan kemungkinan besar akan meningkatkan atau memperbaiki layanannya. 4. Pengetahuan dan pengalamam, yaitu hal ini meliputi jumlah pembelian sebelumnya, pemahaman akan jasa, persepsi terhadap kapabilitas sebagai konsumen, dan pengalaman komplain sebelumnya. 5. Sikap pelanggan terhadap komplain, yaitu pelanggan yang bersikap positif terhadap penyampaian komplain biasanya sering menyampaikan komplain, karena yakin akan manfaat positif yang akan diterimanya. 6. Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi, yaitu mencakup waktu yang dibutuhkan, prosedur yang harus dilalui, gangguan terhadap aktivitas rutin dijalankan, dan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan komplain. 7. Peluang keberhasilan dalam melakukan komplain, yaitu bila pelanggan merasa bahwa peluang keberhasilannya dalam melakukan komplain sangat kecil, maka 9
ia cenderung tidak akan melakukannya. Hal ini sebaliknya terjadi apabila dirasakan peluangnya besar. Dari semua pendapat yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa komplain adalah suatu kegiatan menyampaikan ketidakpuasan akan jasa atau produk dengan cara yang berbeda-beda tergantung pada tipe pelanggannya yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan kekecewaan. Penanganan Komplain Penanganan komplain yang dilakukan perusahaan PT. Travalink Indonesia sudah berjalan dan perusahaan pun memberikan wadah untuk para konsumen yang ingin mengajukan komplain, hanya saja penanganan setiap komplain yang di ajukan oleh konsumen belum berjalan dengan baik sehingga terjadi penumpukan masalah masalah yang harus di selesaikan perusahaan Pengertian Penanganan Komplain Menurut Gronroos (dikutip dalam Svari, et.al, 2010), mengatakan bahwa penanganan komplain mengacu pada tindakan yang tegas untuk menanggapi kegagalan dalam pelayanan jasa. Menurut Stauss dan Seidel (dikutip dalam Svari, et.al, 2010), mengatakan bahwa penanganan komplain harus dilakukan secara baik, karena penanganan komplain sangat penting untuk memuaskan dan mempertahankan pelanggan. Hal ini serupa dengan pendapat Blodgett et.al, (dikutip dalam Svari, et.al, 2010), mengatakan bahwa komplain yang ditangani dengan baik dapat memberikan dampak positif pada pengalaman pelanggan sehingga mengubah situasi dari negatif ke positif baik bagi pelanggan maupun perusahaan. Dalam penanganan komplain yang perspektif, komplain yang disampaikan kepada perusahaan dapat digunakan sebagai kesempatan untuk memperkuat hubungan antara pelanggan dengan perusahaan (Goodman, dikutip dalam Svari, et.al, 2010). Selain 10
itu, dengan penanganan komplain yang efektif akan memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan produk/jasa perusahaan yang puas (Tjiptono dan Chandra, 2011:359). Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penanganan komplain di perusahaan harus dilakukan dengan baik karena penanganan komplain sangat penting yang dapat memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk memuaskan pelanggan walaupun sebelumnya pelanggan merasakan kekecewaan. Manfaat penanganan menurut Mudie dan Cottam (dalam Tjiptono dan Chandra 2011), yaitu sebagai berikut: 1. Penyedia jasa mendapatkan kesempatan lagi untuk memperbaiki hubungannya dengan pelanggan yang kecewa. 2. Penyedia jasa bisa terhindar dari publisitas negatif. 3. Penyedia jasa bisa memahami aspek-aspek layanan yang perlu dibenahi dalam rangka memuaskan pelanggan. 4. Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya. 5. Karyawan dapat termotivasi untuk memberikan layanan berkualitas lebih baik. 11
Cara Menangani Komplain Proses penanganan komplain secara efektif dimulai dari identifikasi dan penentuan sumber masalah yang menyebabkan pelanggan tidak puas dan mengeluh (Tjiptono dan Chandra, 2011:360). Proses penanganan komplain yang efektif dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut. Keluhan Menanggapi Menjelaskan bagaiman cara menangani keluhan tersebut. Menyerahkan Kepada departemen atau organisasi terkait. Meneliti Tidak Bisa Diatasi Mengatasi Memutuskan usaha perbaikan. Menginformasikan Kepada pelanggan yang menyampaikan komplain. Memeriksa Apakah tindakan perbaikan telah dilaksanakan? Menyelesaikan Catatan keluhan, sifat tindakan atas komplain,dll. Mengkompilasi Analisis strategik terhadap keluhan. Menyebarluaskan Kepada manajemen, gugus kendali mutu, dll. Sistem Informasi Manajemen Mengembangkan Cara-cara untuk menggabungkan data keluhan. Sumber : Tjiptono dan Chandra (2011:361) Proses Pembuatan Kebijakan 12
Gambar 2.1 Proses Penanganan Keluhan Secara Efektif Selain itu Karatepe dan ekiz (2004) menjelaskan beberapa dimensi yang dapat dijadikan dasar bagi perusahaan dalam menilai kualiatas pelayanan keluhan pelanggan sebagai berikut : a. Apology Apology menunjukan bahwa perusahaan menyadari ketidaknyamanan pelanggan yang disebabkan oleh adanya keluhan dan hal ini akan membuat perusahaan melakukan cara terbaik dalam menyelesaikan masalah dari keluhan tersebut ( Boshoff, dalam Karatepe dan Ekiz, 2004:478). b. Atonement Atonement (menebus kesalahan) dapat dilakukan dengan pemberian kompensansi bagi pelanggan. Hal ini diungkapkanoleh Tax dan Brown (dalam karatepe dan Ekiz, 2004:168), customers expect to receive compensation for service failure. Selain itu hal ini juga dijelaskan oleh Lovelock dan Wirtz (2004:391) bahwa ketika pelanggan tidak menerima hasil layanan yang telah mereka bayar atau merasa menderita karena ketidaknyaman atau telah kehilangan waktu dan biaya yang dikarenakan oleh adanya kegagalan layanan, baik dengan melakukan pembayaran ganti rugi atau menyediakan layanan yang sepadan adalah cara tepat untuk menanggulanginya c. Promtness Kecepatan dalam merespon suatu keadaan adalah salah satu kunci sukses dalam memecahkan keluhan konsumen (Hart et al, dalam Karatepe dan Ekiz, 2004:478). Hal ini juga dipertegas oleh pernyataan Lovelock dan Wirtz (2004:391)yang menyatakan bahwa act quickly adalah salah satu bagian dari penanganan keluhan. Mereka menjelaskan bahwa ketika 13
keluhan ada, banyak perusahaan yang membentuk suatu kebijakan untuk merespon keluhan tersebut dalam 24 jam d. Facilitation Menurut Schnaars (dalam Tjiptono, 2004:166) menyatakan bahwa salah satu aspek penting dalam penanganan keluhan adalah kemudahaan bagi pelanggan untuk menghubungi perusahaan. Hal ini menjelaskan bahwa sangat dibutuhkan metode yang mudah dan relative tidak mahal, dimana pelanggan dapat menyampaikan keluh kesahnya. Hal tersebut mendukung pernyataan yang diungkapkan oleh Davidow (dalam Karatepe dan Ekiz, 2004:478) yang mengartikan facilitation are the policies procedures and tools that a company has in place to support customer complaints. e. Explanation Menurut Zeithaml et al (2006:235) menyediakan penjelasan yang sesuai merupakan salah satu cara dalam penaganan keluhan konsumen. Penjelasan pada pelanggan yang jujur, sungguh-sungguh, tidak dimanipulasi, secara umum merupakan cara terbaik. Selain itu, Lewis dan Spyrakopoulus (dalam Karatepe dan Ekiz, 2004:479) menyebutkan bahwa membuat penjelasan yang detail mengenai permasalahan tersebut adalah salah satu respon perusahaan yang paling efektif. f. Attentiveness Bowen dan Schneider (dalam Karatepe dan Ekiz, 2004:479) mengartikan bahwa attentiveness sebagai interaksi antara menyampai keluhan dan karyawan frontline perusahaan. Selain itu Lovelock dan Wirtz (2004:391) juga menjelaskan bahwa perusahaan harus mengetahui perasaan pelanggan, baik secara implicit maupun eksplisit. Tindakan ini membantu dalam membangun hubungan kembali dengan pelanggan. g. Effort 14
Usaha karyawan merupakan respon organisasi secara bertahap terhadap keluhan yang terjadi ( Karatepe dan Ekiz, 2004:479). Menurut Zeithaml et al (2006:231) karyawan harus dilatih dan diberikan kekuasaan untuk menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Dari beberapa strategi yang sudah dijelaskan, maka sangat pentingnya perusahaan untuk dapat menanggani keluhan pelanggan secara cepat dan sesuai dengan yang diharapkan untuk menimbulkan rasa kepuasan pelanggan. Kepuasan Pelanggan Menurut Tjiptono (2011:433), mengatakan bahwa kata kepuasan berasal dari bahasa latin satis (artinya cukup baik, memadai) dan facio (melakukan atau membuat). Secara sederhana kepuasan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai. Menurut Mowen (dalam Tjiptono, 2011), mengatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah sikap keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa setelah perolehan dan pemakaiannya. Begitu juga yang dikemukakan oleh Lovelock dan Wright (2005:102), mengatakan bahwa pelanggan mengalami berbagai tingkatan kepuasan dan ketidakpuasan setelah mengalami masing-masing jasa sesuai dengan sejauh mana harapan mereka terpenuhi atau terlampaui. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah upaya pemenuhan terhadap barang atau jasa sesuai dengan harapan pelanggan apakah terpenuhi atau terlampaui yang dapat dirasakan setelah memakai dan memperolehnya. Menurut Stauss et.al (dalam Tjiptono dan Chandra, 2011), mengatakan bahwa lima tipe kepuasan dan ketidakpuasan, yaitu sebagai berikut: 1. Demanding customer satisfaction 15
Tipe ini merupakan tipe kepuasan yang aktif. Relasi dengan penyedia jasa diwarnai emosi positif terutama optimisme dan kepercayaan. Berdasarkan pengalaman positif di masa lalu, pelangggan dengan tipe kepuasan ini berharap bahwa penyedia jasa bakal mampu memuaskan ekspektasi mereka yang semakin meningkat di masa depan. Selain itu, mereka bersedia meneruskan relasi yang memuaskan dengan penyedia jasa. Kendati demikian, loyalitas akan tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam meningkatkan kinerjanya seiring dengan meningkatnya tuntutan pelanggan. 2. Stable customer satisfaction Pelanggan dalam tipe ini memiliki tingkat asprasi pasif dan perilaku yang demanding. Emosi positifnya terhadap peyedia jasa bercirikan steadiness dan trust dalam relasi yang terbina saat ini. Mereka menginginkan segala sesuatunya tetap sama. Berdasarkan pengalaman-pengalaman positif yang telah terbentuk hingga saat ini, mereka bersedia melanjutkan relasi dengan penyedia jasa. 3. Resigned customer satisfaction Pelanggan dalam tipe ini juga merasa puas. Namun, kepuasannya bukan disebabkan oleh pemenuhan ekspektasi, namn lebih didasarkan pada kesan bahwa tidak realistis untuk berharap lebih. Perilaku konsumen tipe ini cenderung pasif. Mereka tidak bersedia melakukan berbagai upaya dalam rangka menuntut perbaikan situasi. 4. Stable customer dissatisfaction Pelanggan dalam tipe ini tidak puas terhadap kinerja penyedia jasa, namun mereka cederung tidak melakukan apa-apa. Relasi mereka dengan penyedia jasa diwarnai emosi negatif dan asumsi bahwa ekspektasi mereka tidak bakal terpenuhi di masa datang. Mereka juga tidak melihat adanya peluang untuk perubahan atau perbaikan. 5. Demanding customer dissatisfaction Tipe ini bercirikan tingkat aspirasi aktif dan perilaku demanding, pada tingkat emosi, ketidakpuasannya menimbulkan protes dan oposisi. Hal ini menyiratkan 16
bahwa mereka akan aktif dalam menuntun perbaikan. Pada saat bersamaan, mereka juga merasa tidak perlu tetap loyal pada penyedia jasa. Berdasarkan pengalaman negatifnya, mereka tidak akan memilih penyedia jasa yang sama lagi di kemudian hari. Hubungan Antara Penanganan Komplain dengan Kepuasan Pelanggan Dari penjelasan mengenai penanganan komplain dan kepuasan pelanggan, dapat dilihat bahwa keduanya mempunyai hubungan. Penanganan komplain dapat membuat pelanggan puas walaupun sebelumnya pelanggan yang bersangkutan telah merasakan kekecewaan. Penting bagi perusahaan untuk menangani komplain dengan baik agar terciptanya kepuasan pelanggan. Menurut Stauss (dikutip dalam Gruber, et.al, 2009), mengatakan bahwa dengan penyampaian komplain perusahaan memiliki kesempatan untuk mengatasi hambatan (word of mouth yang negatif, beralih ke penyedia layanan lain, dan menyebabkan kehilangan omzet), dapat dicegah atau paling tidak diminimalkan. Menurut Boshoff, et.al (dikutip dalam Gruber, et.al, 2009), mengatakan bahwa penanganan keluhan secara efektif harus mengubah pelanggan yang tidak puas menjadi yang puas dengan harapan bahwa mereka akan menjaga hubungan mereka dengan perusahaan dan membeli kembali dari pemasok yang sama. Menurut Bendall dan Lyon (dikutip dalam Hansen, et.al,2010), mengatakan bahwa sebuah penyampaian komplain yang efektif dapat menjadi alat yang penting bagi organisasi untuk memperoleh umpan balik dari pelanggan. Umpan balik tersebut sangat berguna dalam melakukan perbaikan perusahaan yanga dapat meningkatkan kepuasan pelanggan sehingga terjadi loyalitas pelanggan, dan akhirnya perusahaan mendapatkan keuntungan. 17