Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Non Bank. Transfer Dana

dokumen-dokumen yang mirip
Sistem Pembayaran Non Tunai

No. 15/23/DASP Jakarta, 27 Juni S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DAN BADAN USAHA BERBADAN HUKUM INDONESIA BUKAN BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 23 /PBI/2012 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sistem Pembayaran Non Tunai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No. 11/11/DASP Jakarta, 13 April 2009 S U R A T E D A R A N. Perihal : Uang Elektronik (Electronic Money)

No.18/ 41 /DKSP Jakarta, 30 Desember 2016 S U R A T E D A R A N. Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran

LAMPIRAN SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/DKSP TANGGAL 22 JULI 2014 PERIHAL PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY)

No. 11/10 /DASP Jakarta, 13 April 2009 S U R A T E D A R A N

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No.16/11/DKSP Jakarta, 22 Juli 2014 S U R A T E D A R A N. Perihal : Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money)

No. 18/25/DPU Jakarta, 2 November 2016 Oktober Perihal : Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

S U R A T E D A R A N

No. 17/34/DPSP Jakarta, 13 November 2015 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BANK INDONESIA-REAL TIME GROSS SETTLEMENT

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Non Bank. Penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK)

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Jasa Bank. Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Non Bank. Penyelenggaraan Survei oleh Bank Indonesia

CONTOH 1 SURAT PERNYATAAN INTEGRITAS DIREKSI, KOMISARIS ATAU PENGAWAS

Non Bank. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/12/PBI/2009 TENTANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 8 /PBI/2004 TENTANG SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT GUBERNUR BANK INDONESIA,

Sistem Pembayaran Non Tunai

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/ 18 /PBI/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSAKSI, PENATAUSAHAAN SURAT BERHARGA, DAN SETELMEN DANA SEKETIKA

2 1. Perluasan akses kepesertaan yang tidak terbatas pada Bank Umum Saat ini kepesertaan SKNBI terbatas pada Bank Umum sehingga transfer dana melalui

No. 17/ 14 /DPSP Jakarta, 5 Juni S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA DI INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/9/PBI/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSFER DANA DAN KLIRING BERJADWAL OLEH BANK INDONESIA

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/10/PADG/2017 TENTANG GERBANG PEMBAYARAN NASIONAL (NATIONAL PAYMENT GATEWAY)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 11 /PBI/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Non Bank. Penyelenggaraan Survei oleh Bank Indonesia

S U R A T E D A R A N

2016, No.267.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

No.17/13/DPSP Jakarta, 5 Juni 2015 SURAT EDARAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Sesuai dengan format sebagaimana dimaksud pada contoh 4 SEBI Transfer Dana.

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Non Bank. Hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern

Likuiditas Valuta Asing

No.18/21/DKSP Jakarta, 27 September 2016 S U R A T E D A R A N

Likuiditas Valuta Asing

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

No.14/15/DPM Jakarta, 10 Mei 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DI INDONESIA

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

Pasar Uang Antar Bank

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/15/PBI/2007 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 20/6/PBI/2018 TENTANG UANG ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 38 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM

No.18/ 7 /DPSP Jakarta, 2 Mei 2016 SURAT EDARAN

S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT DI INDONESIA

- 1 - GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 20/6/PBI/2018 TAHUN 2018 TENTANG UANG ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Hak dan Kewajiban Pelaku serta Perizinan dan Pemantauan Penyelenggara Transfer Dana

2017, No Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

DRAFT FINAL HASIL LEGAL REVIEW No. 13/ 7 /DASP Jakarta, 25 Februari 2011 S U R A T E D A R A N

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/6/PBI/2008 TENTANG SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/22/PBI/2010 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27/POJK.04/2014 Tentang Perizinan Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Non Bank. Pelaksanaan Pengawasan Bank Kredit Desa

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/18/PBI/2005 TENTANG SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA GUBERNUR BANK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PENYELENGGARAAN POS

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.03/2017 TENTANG PENGGUNAAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017

No. 12/36/DPNP Jakarta, 23 Desember 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontr

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/1/PBI/2013 TENTANG LEMBAGA PENGELOLA INFORMASI PERKREDITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI

No. 16/12/DPAU Jakarta, 22 Juli 2014 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/13/PBI/2017 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN TERPADU TERKAIT HUBUNGAN OPERASIONAL BANK UMUM DENGAN BANK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

No. 18/9/DPSP Jakarta, 2 Mei S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 25/POJK.04/2014 TENTANG PERIZINAN WAKIL MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

No. 18/42/DKSP Jakarta, 30 Desember 2016 S U R A T E D A R A N. Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG

Transkripsi:

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Non Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Sistem Pembayaran Non Tunai Tim Penyusun Ramlan Ginting Dudy Iskandar Gantiah Wuryandani Zulkarnain Sitompul Indri Triyana Riska Rosdiana Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral Bank Indonesia Telp: 021 3817321 Fax.: 021 3501912 email: PRES@bi.go.id Hak Cipta 2013, Bank Indonesia 2013

DAFTAR ISI Paragraf Halaman Daftar Isi Rekam Jejak Regulasi Dasar Hukum Regulasi Terkait Regulasi Bank Indonesia Hal. i Hal. ii Hal. iii Hal. iii Hal. iii Pg. 1 29 Hal. 1 16 Ketentuan Umum Pg. 1 2 Hal. 1 4 Definisi Pg. 1 Hal. 1 3 Ruang Lingkup Penyelenggara Pg. 2 Hal. 3 4 Perizinan Penyelenggaraan Pg. 4 8 Hal. 4 17 Perizinan Pg. 4 7 Hal. 4 15 Penyelenggaraan Dari dan Ke Luar Negeri Pg. 8 Hal. 15 17 Pelaksanaan Pg. 9 15 Hal. 17 23 Umum Pg. 9 Hal. 17 18 Pelaksanaan Perintah Dalam Keadaan Memaksa Pg. 10 Hal. 18 20 Kekeliruan Pelaksanaan Pg. 11 Hal. 20 21 Tata Cara Pengembalian Dana Pg. 12 Hal. 21 Pengembalian Dana Dalam Keadaan Memaksa Pg. 12 Hal. 21 Pengembalian Dana oleh Penyelenggara yang Dibekukan Kegiatan Usaha, Dicabut Izin Usaha dan Dinyatakan Pailit Pg. 13 14 Hal. 21 23 Pengembalian Dana Berdasarkan Penetapan atau Putusan Pengadilan Pg. 15 Hal. 23 yang Ditujukan Untuk Diterima Secara Tunai Pg. 16 18 Hal. 24 26 Jasa, Bunga, Atau Kompensasi Pg. 19 Hal. 26 27 Biaya Pg. 20 Hal. 27 28 Pemantauan Pg. 21 24 Hal. 28 33 Sanksi Pg. 25 26 Hal. 33 34 Lain - Lain Pg. 27 Hal. 35 36 Ketentuan Peralihan Pg. 28 Hal. 36 Lampiran Hal. 17 28 Lampiran 1a Laporan Transaksi Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Hal. 17 19 Lampiran 1b Laporan Transaksi Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Hal. 20 22 Lampiran 2a Laporan Rencana Pembukaan Kantor Cabang Hal. 23 Lampiran 2b Laporan Rencana Pembukaan Kantor Cabang Hal. 24 Lampiran 3a Laporan Kerjasama Penyelenggara Dengan Operator Hal. 25 Lampiran 3b Laporan Kerjasama Penyelenggara Dengan Operator Hal. 26 ii

Lampiran 4a Laporan Penghentian Kerjasama Penyelenggara Dengan Operator Lampiran 4b Laporan Penghentian Kerjasama Penyelenggara Dengan Operator Hal. 27 Hal. 28 iii

Rekam Jejak Regulasi SE 15/23/DASP 2013 Peraturan Terkait : - UU Tentang - UU pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang SE 10/49/DASP 2008 Perizinan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Bagi Perorangan Dan Badan Usaha Selain Bank SE 8/32/DASP 2006 Pendaftaran Kegiatan Usaha Pengiriman Uang 8/28/PBI/2006 Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Keterangan : Dicabut Terkait PBI/ KEP DIR Masih Berlaku PBI/ KEP DIR Tidak Berlaku SE Masih Berlaku SE Tidak Berlaku Regulasi Terkait iv

Dasar Hukum : - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 - Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 - Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang - Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Regulasi Terkait : - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberatan Tindak Pidana Pencucian Uang Regulasi Bank Indonesia : - Peraturan Bank Indonesia Nomor tentang - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/23/DASP 2013 perihal Penyelenggaraan v

Sistem Pembayaran Non Tunai BAB I Ketentuan Umum Bagian Kesatu Definisi 1 Pasal 1 1. adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perintah dari Pengirim Asal yang bertujuan memindahkan sejumlah Dana kepada Penerima yang disebutkan dalam Perintah sampai dengan diterimanya Dana oleh Penerima. 2. Penyelenggara, yang selanjutnya disebut Penyelenggara, adalah Bank dan badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang menyelenggarakan kegiatan. 3. Bank adalah bank sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan. 4. Dana adalah: a. uang tunai yang diserahkan oleh Pengirim kepada Penyelenggara Penerima; b. uang yang tersimpan dalam Rekening Pengirim pada Penyelenggara Penerima; c. uang yang tersimpan dalam Rekening Penyelenggara Penerima pada Penyelenggara Penerima lain; d. uang yang tersimpan dalam Rekening Penerima pada Penyelenggara Penerima Akhir; e. uang yang tersimpan dalam Rekening Penyelenggara Penerima yang dialokasikan untuk kepentingan Penerima yang tidak mempunyai Rekening pada Penyelenggara tersebut; dan/atau f. fasilitas cerukan (overdraft) atau fasilitas kredit yang diberikan Penyelenggara kepada Pengirim. 5. Perintah adalah perintah tidak bersyarat dari Pengirim kepada Penyelenggara Penerima untuk membayarkan sejumlah Dana tertentu kepada Penerima. 6. Pengirim (Sender) adalah Pengirim Asal, Penyelenggara Pengirim Asal, dan semua Penyelenggara Penerus yang menerbitkan Perintah Transfer Dana. 7. Pengirim Asal (Originator) adalah pihak yang pertama kali mengeluarkan Perintah. 8. Penyelenggara Pengirim adalah Penyelenggara Pengirim Asal dan/atau Penyelenggara Penerus yang mengirimkan Perintah. 9. Penyelenggara Pengirim Asal adalah Penyelenggara yang menerima Perintah dari Pengirim Asal untuk membayarkan atau memerintahkan kepada Penyelenggara lain untuk membayar sejumlah Dana tertentu kepada Penerima. 10. Penyelenggara Penerima adalah Penyelenggara Pengirim Asal, Penyelenggara Penerus, dan/atau Penyelenggara Penerima Akhir yang menerima Perintah, termasuk bank sentral dan Penyelenggara lain yang menyelenggarakan kegiatan penyelesaian pembayaran antar-penyelenggara. 11. Penyelenggara Penerus adalah Penyelenggara Penerima selain Penyelenggara Pengirim Asal dan Penyelenggara Penerima Akhir. 1

12. Penyelenggara Penerima Akhir adalah Penyelenggara yang melakukan pembayaran atau menyampaikan Dana hasil transfer kepada Penerima. 13. Penerima (Beneficiary) adalah pihak yang disebut dalam Perintah untuk menerima Dana hasil transfer. 14. Autentikasi (Authentication) adalah prosedur yang dilakukan oleh Penyelenggara Penerima untuk memastikan bahwa penerbitan suatu Perintah, perubahan, atau pembatalannya benar-benar dilakukan oleh pihak yang dalam Perintah dimaksudkan sebagai Pengirim yang berhak. 15. Pengaksepan (Acceptance) adalah kegiatan Penyelenggara Penerima yang menunjukkan persetujuan untuk melaksanakan atau memenuhi isi Perintah yang diterima. 16. Tanggal Pelaksanaan (Execution Date) adalah tanggal tertentu Penyelenggara Penerima wajib melaksanakan Perintah dari Pengirim Asal. 17. Tanggal Pembayaran (Payment Date) adalah tanggal saat Penyelenggara Penerima Akhir wajib menyediakan Dana yang dapat digunakan untuk kepentingan Penerima. 18. Rekening adalah rekening giro, rekening tabungan, rekening lain, atau bentuk pencatatan lain, baik yang dimiliki oleh perseorangan, institusi, maupun bersama, yang dapat didebit dan/atau dikredit dalam rangka pelaksanaan, termasuk Rekening antarkantor Penyelenggara yang sama. 19. Sistem adalah sistem terpadu untuk memproses perintah dengan menggunakan sarana elektronik atau sarana lain sesuai dengan peraturan. 20. Perintah Transfer Debit adalah perintah tidak bersyarat dari Pengirim Transfer Debit kepada Penyelenggara Pengirim Transfer Debit untuk menagih sejumlah Dana tertentu kepada Penyelenggara Pembayar Transfer Debit agar dibayarkan kepada Penerima Akhir Transfer Debit. 21. Pengirim Transfer Debit adalah Pengirim Asal Transfer Debit, Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit, dan semua Penyelenggara Penerus Transfer Debit yang menerbitkan Perintah Transfer Debit. 22. Pengirim Asal Transfer Debit atau Penerima Akhir Transfer Debit adalah pihak yang pertama kali menyerahkan Perintah Transfer Debit kepada Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit yang sekaligus merupakan pihak yang berhak menerima Dana. 23. Pembayar Transfer Debit adalah pihak yang mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah Dana tertentu kepada Penerima Akhir Transfer Debit melalui Penyelenggara Pembayar Transfer Debit. 24. Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit atau Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit adalah Penyelenggara yang menerima Perintah Transfer Debit dari Penerima Akhir Transfer Debit atau pihak yang menerbitkan Perintah Transfer Debit untuk kepentingannya sendiri, kemudian memerintahkan Penyelenggara Pembayar Transfer Debit untuk membayarkan sejumlah Dana tertentu kepada Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit untuk dibayarkan kepada Penerima Akhir Transfer Debit. 25. Penyelenggara Pengirim Transfer Debit adalah Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit dan/atau Penyelenggara Penerus Transfer Debit 2

yang mengirimkan Perintah Transfer Debit. 26. Penyelenggara Penerima Transfer Debit adalah Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit, Penyelenggara Penerus Transfer Debit, dan/atau Penyelenggara Pembayar Transfer Debit yang menerima Perintah Transfer Debit, termasuk bank sentral dan Penyelenggara lain yang menyelenggarakan kegiatan penyelesaian akhir (settlement) pembayaran antar-penyelenggara. 27. Penyelenggara Penerus Transfer Debit adalah Penyelenggara Penerima Transfer Debit selain Penyelenggara Pembayar Transfer Debit yang meneruskan Perintah Transfer Debit. 28. Penyelenggara Pembayar Transfer Debit adalah Penyelenggara yang melakukan pembayaran atau menyampaikan Dana hasil transfer kepada Penerima Akhir Transfer Debit. 29. Hari Kerja adalah hari Penyelenggara Penerima membuka kantor untuk melaksanakan kegiatan. 30. Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS, adalah sistem transfer dana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. 31. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SKNBI, adalah sistem kliring sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. 32. Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, yang selanjutnya disebut APMK, adalah alat pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai alat pembayaran dengan menggunakan kartu. 33. Uang Elektronik (Electronic Money) adalah alat pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai uang elektronik (electronic money). Bagian Kedua 2 Pasal 2 Ruang Lingkup Penyelenggara Termasuk dalam pengertian Penyelenggara menurut Peraturan Bank Indonesia ini, Bank dan badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang memperoleh persetujuan atau izin dari Bank Indonesia sebagai: a. peserta Sistem BI-RTGS; Yang dimaksud dengan peserta Sistem BI-RTGS adalah peserta sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem BI-RTGS. b. peserta SKNBI; dan Yang dimaksud dengan peserta SKNBI adalah peserta sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI. c. penyelenggara APMK yang menyediakan jasa. Yang dimaksud dengan penyelenggara APMK yang menyediakan jasa adalah pihak yang telah memperoleh izin sebagai 3

prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring dan/atau penyelenggara penyelesaian akhir sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia, yang dalam penyelenggaraan kegiatannya melakukan kegiatan penyelenggaraan. BAB II Bagian Kesatu 3 Pasal 3 Ayat (1) Perizinan Penyelenggaraan Perizinan 1) Badan usaha bukan Bank yang akan melakukan kegiatan penyelenggaraan wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia. Kewajiban memperoleh izin penyelenggaraan tidak berlaku bagi Bank karena kegiatan sudah menjadi bagian kegiatan usaha Bank sebagaimana diatur dalam undangundang yang mengatur mengenai perbankan. SE 15/23/DASP 2013 Romawi I A. No. 2 3 Pasal 3 Ayat (2) (3) Pengajuan Permohonan Izin sebagai Penyelenggara adalah sebagai berikut : 1. Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh direksi dari Pemohon. 2. Yang dimaksud dengan direksi antara lain adalah: a. direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas, bagi Pemohon berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas; b. direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perusahaan Daerah, bagi Pemohon berbentuk badan hukum Perusahaan Daerah; c. pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perkoperasian, bagi Pemohon berbentuk badan hukum Koperasi; d. direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Badan Usaha Milik Negara, bagi Pemohon berbentuk badan hukum Perusahaan Umum. 2) Untuk memperoleh izin dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha bukan Bank wajib: a. berbadan hukum Indonesia; dan b. mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Ketentuan ini. Contoh badan usaha yang berbadan hukum Indonesia antara lain Perseroan Terbatas dan Koperasi. 3) Persyaratan yang ditetapkan antara lain persyaratan yang terkait dengan keamanan sistem, permodalan, integritas pengurus, pengelolaan risiko, dan/atau kesiapan sarana dan prasarana. 4

SE Permohonan izin harus dilengkapi dengan dokumen dan/atau 15/23/DASP 2013 persyaratan sebagai berikut: Romawi I B. a. Dokumen terkait kelembagaan dan kondisi keuangan yang terdiri atas: 1) fotokopi akta pendirian badan usaha dan perubahannya, jika ada, yang telah memperoleh pengesahan dari instansi yang berwenang, yang mencantumkan secara tegas kegiatan transfer dana atau kegiatan pengiriman uang sebagai kegiatan atau salah satu kegiatan dari badan usaha yang bersangkutan; 2) asli surat keterangan domisili badan usaha dari instansi yang berwenang; 3) asli dokumen yang menjelaskan susunan direksi, dewan komisaris atau pengawas, dan pemegang saham badan usaha sesuai dengan kondisi terakhir; 4) asli surat pernyataan dari masing-masing direksi, dan komisaris atau pengawas bahwa yang bersangkutan: a) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau komisaris/pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu badan usaha dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum mengajukan permohonan; b) tidak pernah dihukum atas tindak pidana di bidang perbankan, keuangan, dan/atau pencucian uang berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; c) tidak tercantum dalam daftar kredit macet pada saat mengajukan permohonan; d) tidak masuk dalam daftar hitam nasional penarik cek/bilyet giro kosong yang ditatausahakan Bank Indonesia pada saat mengajukan permohonan, dengan mengacu pada contoh 1 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Ketentuan ini; 5) bukti setoran modal, dengan ketentuan sebagai berikut: a) untuk Pemohon yang menyediakan sistem yang dapat digunakan oleh Penyelenggara lain, besar modal disetor paling kurang Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); atau b) untuk Pemohon yang tidak menyediakan sistem yang dapat digunakan oleh Penyelenggara lain, besar modal disetor paling kurang Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); 6) dokumen yang menjelaskan kondisi keuangan Pemohon berupa: a) laporan keuangan Pemohon posisi 3 (tiga) tahun terakhir, bagi Pemohon yang telah berdiri selama 3 (tiga) tahun atau lebih; b) laporan keuangan Pemohon posisi 2 (dua) tahun terakhir atau kurang, sesuai dengan masa berdirinya Pemohon, bagi Pemohon yang berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun; atau c) laporan keuangan, neraca, daftar aktiva dan pasiva, atau dokumen lainnya yang menjelaskan kondisi keuangan, bagi Pemohon yang baru berdiri. 5

b. Dokumen terkait kesiapan operasional yang terdiri atas: 1) Kebijakan dan prosedur tertulis yang paling kurang mencakup: a) pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan, baik pengiriman maupun penerimaan, yang telah menerapkan prinsip kewenangan berjenjang; b) monitoring Dana yang dikirim dan/atau diterima; dan c) penerapan prinsip perlindungan konsumen sesuai peraturan perundang-undangan; 2) mekanisme penerapan manajemen risiko, yang meliputi antara lain risiko keuangan, risiko operasional, dan risiko hukum; 3) kebijakan dan prosedur tertulis mengenai penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 4) bukti kesiapan operasional yang paling kurang meliputi aspek teknis (infrastruktur sistem dan jaringan komunikasi), sumber daya manusia (struktur organisasi, uraian tugas dan tanggung jawab), dan kesiapan tempat usaha; 5) bukti keamanan dan keandalan sistem atau mekanisme penyelenggaraan, paling kurang berupa: a) fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal, bagi Pemohon yang menyediakan sistem yang dapat digunakan oleh Penyelenggara lain; atau b) asli surat pernyataan dari direksi dan dewan komisaris atau pengawas mengenai keamanan dan keandalan sistem atau mekanisme penyelenggaraan, bagi Pemohon yang tidak menyediakan sistem yang dapat digunakan oleh Penyelenggara lain, dengan mengacu pada contoh 2 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; 6) konsep perjanjian kerja sama dengan Penyelenggara lain dan/atau pihak ketiga terkait penyelenggaraan kegiatan, termasuk kerja sama dengan Tempat Penguangan Tunai, apabila ada; 7) rincian informasi mengenai kantor cabang, identitas Penyelenggara lain dan/atau pihak lain yang bekerjasama dengan Penyelenggara terkait penyelenggaraan kegiatan, termasuk informasi mengenai Tempat Penguangan Tunai, apabila ada; dan 8) kebijakan dan prosedur tertulis penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan yang dapat mengganggu kelancaran operasional penyelenggaraan kegiatan. c. Persyaratan bahwa direksi dan dewan komisaris atau pengawas Pemohon memiliki integritas yang baik, antara lain berupa: 1) memiliki akhlak dan moral yang baik, antara lain ditunjukkan dengan memiliki sikap mematuhi ketentuan yang berlaku; 6

2) memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundangundangan yang berlaku; dan 3) memiliki komitmen terhadap pengembangan penyelenggaraan kegiatan yang dilakukan oleh Pemohon. Pada saat mengajukan permohonan perizinan, persyaratan ini antara lain dipenuhi dengan menyampaikan asli surat pernyataan dengan mengacu pada contoh 1 dalam Lampiran 1. d. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c harus disampaikan dalam Bahasa Indonesia. Bank Indonesia dapat melakukan uji kepatutan dan kelayakan antara lain melalui wawancara dengan direksi, dewan komisaris atau pengawas, dan/atau pemegang saham atau pemilik pengendali Pemohon sebagai bagian dari persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemohon. SE 15/23/DASP 2013 Romawi II.A SE 15/23/DASP 2013 Romawi I.C Penyelenggara harus memiliki standar keamanan sistem dalam penyelenggaraan kegiatan dan pengelolaan risiko operasional yang dilakukan dengan penggunaan proven technology yang paling kurang mencakup pemenuhan aspek aspek sebagai berikut: 1. Untuk sistem keamanan teknologi informasi harus memenuhi ketentuan: a. Penyelenggara yang menyediakan sistem yang dapat digunakan oleh Penyelenggara lain, paling kurang memenuhi prinsipprinsip sebagai berikut: 1) kerahasiaan data (confidentiality); 2) integritas sistem dan data (integrity); 3) otentikasi sistem dan data (authentication); 4) pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi yang telah dilakukan (non-repudiation); dan/atau 5) ketersediaan sistem (availability), yang dilakukan secara efektif dan efisien dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku; atau b. Penyelenggara yang tidak menyediakan sistem yang digunakan oleh Penyelenggara lain, paling kurang harus memastikan keamanan pada database dan back-up. 2. Adanya sistem dan/atau prosedur yang dapat menjamin efektivitas pengendalian internal (internal control); 3. Adanya sistem dan/atau prosedur yang menjamin dapat dilakukannya audit trail atas transaksi ; dan 4. Adanya sistem dan/atau prosedur yang menjamin kelangsungan penyelenggaraan kegiatan. (4) Proses Perizinan adalah sebagai berikut : 1. Dalam rangka memberikan izin atau penolakan atas permohonan yang diajukan oleh Pemohon, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan, kebenaran, dan kesesuaian dokumen yang diajukan oleh Pemohon; dan b. pemeriksaan (on site visit) ke Pemohon untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang 7

SE 15/23/DASP 2013 Romawi I.D SE 15/23/DASP 2013 Romawi I.E diajukan, serta untuk memastikan kesiapan operasional, jika diperlukan. 2. Dalam hal pemeriksaan administratif dokumen dan/atau pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada angka 1 telah dilakukan, Bank Indonesia memberikan tanggapan berupa persetujuan atau penolakan permohonan, atau meminta Pemohon untuk melengkapi dokumen permohonan. 3. Tanggapan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan secara tertulis paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari kerja terhitung sejak dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. 4. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan izin, maka pemberian izin tersebut dilakukan dengan penyampaian surat yang disertai dengan tanda izin. (5) Laporan Tanggal Efektif Dimulainya Kegiatan adalah sebagai berikut : 1. Penyelenggara yang telah memperoleh izin sebagaimana dimaksud ayat (4) harus menyelenggarakan kegiatannya paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pemberian izin. 2. Penyelenggara yang telah menyelenggarakan kegiatannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus menyampaikan laporan tertulis mengenai tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai Penyelenggara kepada Bank Indonesia. 3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan: a. paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai Penyelenggara; dan b. dilengkapi dengan dokumen pendukung yang diperlukan, seperti perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani, apabila ada. 4. Pemohon yang telah memperoleh izin namun tidak melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia paling kurang meliputi hal-hal sebagai berikut: a. uraian kesiapan infrastruktur yang antara lain meliputi kesiapan operasional, kesiapan sistem yang akan digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan, dan kesiapan rencana kerja sama dengan Penyelenggara lain, jika ada; dan b. uraian kendala yang dihadapi yang mengakibatkan belum dapat dilaksanakannya kegiatan. 5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 4 disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1. 6. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada angka 4, jika Bank Indonesia menilai terdapat permasalahan yang bersifat struktural yang dapat mengakibatkan Pemohon tidak mampu melaksanakan kegiatan sebagai Penyelenggara, Bank Indonesia berwenang membatalkan izin Penyelenggara yang bersangkutan. (6) Pencantuman Dalam Daftar Penyelenggara dan Publikasi dilakukan sebagai berikut : 1. Bank Indonesia mencantumkan identitas Penyelenggara yang telah menyampaikan laporan dimulainya kegiatan 8

SE 15/23/DASP 2013 Romawi II.F SE 15/23/DASP 2013 Romawi II.D sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dalam daftar Penyelenggara. 2. Bank Indonesia mempublikasikan daftar Penyelenggara, antara lain dalam situs Bank Indonesia. (7) Penggunaan tenaga kerja asing oleh Penyelenggara dalam penyelenggaraan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan. (8) Pembukaan Kantor Cabang 1. Kantor Cabang merupakan bagian dari entitas Penyelenggara yang menyelenggarakan kegiatan operasional berupa pengiriman dan/atau penerimaan Dana. 2. Penyelenggara harus menyampaikan informasi tertulis mengenai rencana dan realisasi pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Bank Indonesia, sesuai dengan tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia mengenai penyampaian rencana bisnis Penyelenggara. 3. Dalam hal Bank Indonesia belum menetapkan tata cara penyampaian rencana bisnis Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2 secara tersendiri, maka penyampaian informasi dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. Informasi mengenai rencana pembukaan kantor cabang disampaikan: 1) paling lambat pada tanggal 31 Oktober untuk rencana kerja sama pada periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun berikutnya; 2) paling kurang mencakup: a) nama dan/atau alamat kantor cabang; dan b) tanggal rencana dibukanya kantor cabang; 3) dengan disertai dokumen pendukung paling kurang berupa analisis bisnis terkait pembukaan kantor cabang. b. Informasi mengenai realisasi pembukaan kantor cabang disampaikan: 1) paling lambat pada tanggal: a) 31 Juli untuk realisasi kerja sama yang dilaksanakan pada periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun tersebut; dan b) 31 Januari untuk realisasi kerja sama yang dilaksanakan pada periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun sebelumnya; 2) paling kurang mencakup: a) nama dan/atau alamat kantor cabang; dan b) tanggal dibukanya kantor cabang; 3) dengan disertai dokumen pendukung paling kurang berupa bukti telah dibukanya kantor cabang. 4. Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat dilakukan bersamaan dengan penyampaian informasi mengenai rencana bisnis kegiatan system pembayaran lainnya yang dilakukan oleh Penyelenggara, apabila ada. 5. Bank Indonesia berwenang menyetujui atau menolak, baik sebagian maupun seluruh rencana pembukaan kantor cabang yang diajukan 9

oleh Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank. 6. Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada angka 5 disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Penyelenggara paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari kerja terhitung sejak Penyelenggara menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 secara lengkap dan benar. 4 Pasal 4 (1) Tempat Penguangan Tunai yang bekerjasama dengan Penyelenggara tidak perlu memperoleh izin dari Bank Indonesia. Tempat Penguangan Tunai bukan merupakan Penyelenggara, mengingat Tempat Penguangan Tunai tidak melakukan Pengaksepan. Tempat Penguangan Tunai merupakan pihak yang bekerjasama dengan Penyelenggara dalam melakukan kegiatan penguangan Dana hasil transfer yang telah dialokasikan dalam Rekening untuk kepentingan Penerima. Penyelenggara yang bekerjasama dengan pengelola sistem Transfer Dana tidak termasuk dalam pengertian Tempat Penguangan Tunai. SE 15/23/DASP 2013 Romawi II.E (2) Kerja sama dengan Tempat Penguangan Tunai adalah sebagai berikut : 1. Tempat Penguangan Tunai (TPT) merupakan pihak yang bekerjasama dengan Penyelenggara dalam melakukan kegiatan penguangan Dana hasil transfer yang telah dialokasikan dalam Rekening untuk kepentingan Penerima, yang dalam pelaksanaan kegiatannya tidak melakukan langkah Pengaksepan untuk kepentingan Penerima. 2. Dalam hal Penyelenggara bekerjasama dengan TPT, maka Penyelenggara antara lain wajib: a. menetapkan persyaratan umum untuk menjadi TPT bagi Penyelenggara; b. menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa terhadap TPT sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; c. menetapkan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai pelaksanaan penguangan Dana hasil transfer oleh TPT termasuk batasan nilai Dana dan frekuensi penguangan yang dapat dilakukan melalui TPT; d. memiliki prosedur pengendalian atas pelaksanaan kegiatan penguangan Dana yang dilakukan oleh TPT, termasuk mekanisme monitoring; dan e. bertanggung jawab atas seluruh pelaksanaan kegiatan penguangan Dana hasil transfer yang dilakukan oleh TPT, termasuk tanggung jawab atas: 1) ketersediaan Dana pada saat Penerima melakukan penguangan; dan 2) keterlambatan, kekeliruan, dan tidak terlaksananya penguangan Dana oleh TPT. 3. Kerja sama antara Penyelenggara dan TPT harus didasarkan pada perjanjian tertulis yang paling kurang memuat: a. hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing pihak; b. mekanisme atau prosedur penyelesaian permasalahan atau 10

pengaduan dari Penerima; c. mekanisme atau prosedur penyelesaian masalah antara Penyelenggara dengan TPT; dan d. penetapan pembayaran fee atau imbalan kepada TPT, dan larangan bagi TPT untuk mengenakan biaya tambahan kepada Penerima di luar biaya yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 4. Penyelenggara harus menyampaikan informasi tertulis mengenai rencana dan realisasi kerja sama dengan TPT kepada Bank Indonesia, sesuai dengan tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia mengenai penyampaian rencana bisnis Penyelenggara. 5. Dalam hal Bank Indonesia belum menetapkan tata cara penyampaian rencana bisnis Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2 secara tersendiri, maka penyampaian informasi dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. Informasi mengenai rencana kerja sama disampaikan: 1) paling lambat pada tanggal 31 Oktober untuk rencana kerja sama pada periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun berikutnya; 2) paling kurang mencakup: a) nama dan alamat TPT; dan b) tanggal rencana dimulainya kerja sama; 3) dengan disertai dokumen pendukung paling kurang berupa: a) persyaratan umum untuk menjadi TPT bagi Penyelenggara; b) kebijakan dan prosedur tertulis mengenai pelaksanaan penguangan Dana hasil transfer oleh TPT termasuk batasan nilai Dana dan frekuensi penguangan yang dapat dilakukan melalui TPT; c) prosedur pengendalian atas pelaksanaan kegiatan penguangan Dana yang dilakukan oleh TPT, termasuk mekanisme monitoring; d) konsep perjanjian kerja sama antara Penyelenggara dan TPT; dan analisis risiko dan mitigasi risiko terkait pelaksanaan kerja sama. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada butir 3)a) sampai dengan butir 3)c) tidak perlu disampaikan oleh Penyelenggara jika Penyelenggara sebelumnya telah menyampaikan seluruh dokumen tersebut kepada Bank Indonesia dan tidak terdapat perubahan dalam dokumen dimaksud. b. informasi mengenai realisasi kerja sama disampaikan: 1) paling lambat pada tanggal: a) 31 Juli untuk realisasi kerja sama yang dilaksanakan pada periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun tersebut; dan b) 31 Januari untuk realisasi kerja sama yang dilaksanakan pada periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun sebelumnya; 2) paling kurang mencakup: a) nama dan alamat TPT; dan b) tanggal dimulainya kerja sama; 11

3) dengan disertai dokumen pendukung paling kurang berupa fotokopi perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani. 6. Penyampaian informasi dimaksud pada angka 4 dapat dilakukan bersamaan dengan penyampaian informasi mengenai rencana bisnis kegiatan sistem pembayaran lainnya yang dilakukan oleh Penyelenggara, apabila ada. 7. Bank Indonesia berwenang untuk menyetujui atau menolak, menetapkan dan/atau membatasi jumlah TPT yang dapat bekerjasama dengan Penyelenggara. 8. Persetujuan, penolakan, penetapan dan/atau pembatasan kerja sama sebagaimana dimaksud pada angka 7 disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Penyelenggara paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari kerja terhitung sejak Penyelenggara menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 4 secara lengkap dan benar. 5 Pasal 5 6 Pasal 6 Dalam memberikan izin kepada badan usaha bukan Bank sebagai Penyelenggara, Bank Indonesia berwenang meminta informasi mengenai badan usaha bukan Bank kepada otoritas yang berwenang. (1) Izin sebagai Penyelenggara yang telah diperoleh dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 3 ayat (1) tidak dapat dialihkan kepada badan usaha lain. (2) Dalam hal Penyelenggara merencanakan untuk melakukan penggabungan, peleburan, atau pemisahan, Penyelenggara wajib menyampaikan rencana dimaksud melalui laporan secara tertulis kepada Bank Indonesia. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 1 (satu) Badan Usaha bukan Bank atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Badan Usaha bukan Bank lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Badan Usaha bukan Bank yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Badan Usaha bukan Bank yang menerima penggabungan dan selanjutnya status Badan Usaha bukan Bank yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) Badan Usaha bukan Bank atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan Badan Usaha bukan Bank baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Badan Usaha bukan Bank yang meleburkan diri dan status Badan Usaha bukan Bank yang meleburkan diri berakhir karena hukum. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Badan Usaha bukan Bank untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Badan Usaha bukan Bank beralih karena hukum kepada 2 (dua) atau lebih Badan Usaha bukan Bank atau sebagian aktiva dan pasiva Badan Usaha bukan Bank beralih karena hukum kepada 1 (satu) atau lebih Badan Usaha bukan Bank. (3) Berdasarkan laporan Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat 12

(2), Bank Indonesia menetapkan status perizinan Penyelenggara. SE 15/23/DASP 2013 Romawi V.A SE 15/23/DASP 2013 Romawi V.B SE 15/23/DASP 2013 Romawi V.C Dalam menetapkan status perizinan Penyelenggara, Bank Indonesia antara lain dapat mewajibkan Penyelenggara untuk menyelesaikan seluruh hak dan kewajiban Penyelenggara terkait kegiatan penyelenggaraan dan/atau mengajukan izin baru sebagai Penyelenggara apabila diperlukan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan dan/atau penetapan status perizinan dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, atau pemisahan adalah sebagai berikut : A. Penggabungan Dalam hal Penyelenggara yang telah memperoleh izin Penyelenggara dari Bank Indonesia akan melakukan penggabungan dengan Penyelenggara yang telah atau belum memperoleh izin Penyelenggara dari Bank Indonesia, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. jika badan hukum hasil penggabungan adalah Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang sudah berizin, maka Penyelenggara tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan kegiatan ; atau 2. jika badan hukum hasil penggabungan adalah Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang belum memperoleh izin sebagai Penyelenggara, maka badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank hasil penggabungan tersebut wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan. B. Peleburan Dalam hal terjadi peleburan yang melibatkan Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank, maka badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank hasil peleburan wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan. C. Pemisahan 1. Pemisahan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan: a. seluruh aktiva dan pasiva badan hukum beralih karena hukum kepada 2 (dua) badan hukum atau lebih yang menerima peralihan dan badan hukum Indonesia yang melakukan pemisahan tersebut berakhir karena hukum (pemisahan murni); atau b. sebagian aktiva dan pasiva badan hukum beralih karena hukum kepada 1 (satu) badan hukum lain atau lebih yang menerima pengalihan, dan badan hukum yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada (pemisahan tidak murni). 2. Dalam hal Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank melakukan pemisahan murni sebagaimana dimaksud pada butir 1.a, maka: a. Penyelenggara harus melaporkan secara tertulis kepada 13

Bank Indonesia mengenai rencana pelaksanaan pemisahan murni tersebut; dan b. dalam hal badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank hasil pemisahan murni bermaksud untuk melanjutkan penyelenggaraan kegiatan, maka badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank dimaksud wajib terlebih dahulu memperoleh izin sebagai Penyelenggara dari Bank Indonesia. 3. Dalam hal Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank melakukan pemisahan tidak murni (spin off), maka: a. izin sebagai Penyelenggara tetap melekat pada badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang melakukan pemisahan tidak murni (spin off), dan badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank dimaksud harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan kegiatan ; dan b. dalam hal badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank hasil pemisahan tidak murni (spin off) bermaksud untuk menyelenggarakan kegiatan, maka badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank dimaksud wajib terlebih dahulu memperoleh izin sebagai Penyelenggara dari Bank Indonesia. SE 15/23/DASP 2013 Romawi V.D SE 15/23/DASP 2013 Romawi V.E (5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) A.1, C.2.a dan C.3.a harus disampaikan kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Laporan harus disampaikan paling lambat bersamaan dengan penyampaian permohonan izin rencana penggabungan atau pemisahan kepada otoritas yang berwenang mengawasi badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank, jika ada. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus dilampiri dengan dokumen antara lain berupa rencana bisnis setelah penggabungan atau pemisahan, termasuk rencana penggunaan sistem dan pengembangan sistem, laporan kesiapan infrastruktur, dan laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal dalam hal terjadi pengembangan dan/atau penggabungan sistem yang telah ada. (6) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4).A.2, huruf B, butir C.2.b, dan butir C.3.b. harus disampaikan kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Permohonan perizinan wajib disampaikan bersamaan dengan penyampaian permohonan izin rencana penggabungan, peleburan, atau pemisahan kepada otoritas yang berwenang mengawasi badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank, jika ada. 2. Tata cara pengajuan permohonan dan pemrosesan izin dilakukan sesuai dengan ketentuan tata cara dan proses perizinan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 3. 14

7 Pasal 7 Bank Indonesia berwenang menetapkan kebijakan pembatasan perizinan sebagai Penyelenggara. Pembatasan Penyelenggara didasarkan pada pertimbangan antara lain efisiensi industri, menjaga kepentingan publik, menjaga pertumbuhan industri dan/atau persaingan usaha yang sehat. Pembatasan tersebut dapat dilakukan dalam batas waktu tertentu dan/atau wilayah tertentu. Bagian Kedua 8 Pasal 8 Penyelenggaraan Dari dan Ke Luar Negeri (1) Kegiatan kerjasama penyelenggaraan dari dan ke luar negeri oleh Penyelenggara hanya dapat dilakukan dengan pihak yang telah memperoleh persetujuan dari otoritas negara setempat. Yang dimaksud dengan otoritas negara setempat adalah otoritas yang berwenang memberikan persetujuan kegiatan penyelenggaraan di negara tersebut. Bentuk persetujuan untuk menyelenggarakan kegiatan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di negara setempat yang antara lain dapat berupa izin atau registrasi. (2) Kegiatan kerjasama penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis. Kerjasama antar Penyelenggara wajib dilakukan secara tertulis dalam rangka mempertegas hubungan hukum antar Penyelenggara dalam menjalankan kegiatan. (3) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib paling kurang memuat: a. penerapan asas resiprositas antar para pihak; Penerapan asas resiprositas dimaksudkan untuk menjaga adanya perlakuan yang sama antara Penyelenggara dalam negeri dengan Penyelenggara luar negeri, misalnya adanya pengaturan mengenai kesamaan hak dalam melakukan kerjasama dengan Penyelenggara atau pihak ketiga lainnya, dan penggunaan fitur yang sama oleh masing-masing pihak. b. hak dan kewajiban para pihak; c. mekanisme penetapan kurs, biaya, dan penyelesaian akhir; dan d. mekanisme penyelesaian permasalahan yang mungkin timbul dalam kegiatan penyelenggaraan. Permasalahan yang mungkin timbul dalam kegiatan penyelenggaraan antara lain berupa kekeliruan pelaksanaan transfer kepada Penerima yang tidak berhak, keterlambatan dalam pelaksanaan, kekeliruan pencantuman nominal, dan mekanisme pengembalian Dana. 15

(4) Bank Indonesia berwenang menetapkan batas maksimal nilai nominal dari dan ke luar negeri yang dapat dilakukan melalui Penyelenggara yang berupa Badan usaha bukan Bank. (5) Penyelenggaraan kegiatan dari dan ke luar negeri wajib memperhatikan peraturan perundang-undangan terkait. Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan terkait antara lain peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Transfer Dana dari dan ke luar negeri adalah sebagai berikut : SE 15/23/DASP 2013 Romawi II.B Penyelenggaraan dari dan/atau ke Luar Negeri diatur sebagai berikut : 1. Dalam menyelenggarakan kegiatan dari dan/atau ke luar negeri, Penyelenggara yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia hanya dapat bekerjasama dengan penyelenggara yang telah memperoleh persetujuan dari otoritas negara setempat. 2. Penyelenggara harus menyampaikan informasi tertulis mengenai rencana dan realisasi kerja sama sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Bank Indonesia, sesuai dengan tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia mengenai penyampaian rencana bisnis Penyelenggara. 3. Dalam hal Bank Indonesia belum menetapkan tata cara penyampaian rencana bisnis Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2 secara tersendiri, maka penyampaian informasi dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. Informasi mengenai rencana kerja sama disampaikan: 1) paling lambat pada tanggal 31 Oktober untuk rencana kerja sama pada periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun berikutnya; 2) paling kurang mencakup: a) nama dan alamat penyelenggara asing; b) persetujuan dari otoritas negara setempat; c) cakupan kerja sama; d) tanggal rencana dimulainya kerja sama; dan e) jangka waktu kerja sama; 3) dengan disertai dokumen pendukung paling kurang berupa: a) konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) yang mencakup pengaturan hak dan kewajiban para pihak, atau konsep perjanjian kerja sama; dan b) analisis risiko dan mitigasi risiko terkait pelaksanaan kerja sama. b. Informasi mengenai realisasi kerja sama disampaikan: 1) paling lambat pada tanggal: a) 31 Juli untuk realisasi kerja sama yang dilaksanakan pada periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun tersebut; dan 16

b) 31 Januari untuk realisasi kerja sama yang dilaksanakan pada periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun sebelumnya; 2) paling kurang mencakup: a) nama dan alamat penyelenggara asing; b) tanggal dimulainya kerja sama; dan c) informasi lainnya, dalam hal terdapat perubahan atas informasi yang disampaikan dalam rencana kerja sama sebagaimana dimaksud pada butir a.2); 3) dengan disertai dokumen pendukung paling kurang berupa pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) yang telah disetujui para pihak, atau fotokopi perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani. 4. Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat dilakukan bersamaan dengan penyampaian informasi mengenai rencana bisnis kegiatan sistem pembayaran lainnya yang dilakukan oleh Penyelenggara, apabila ada. 5. Bank Indonesia berwenang untuk menyetujui atau menolak, serta menetapkan dan/atau membatasi kerja sama Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2. 6. Persetujuan, penolakan, penetapan dan/atau pembatasan kerja sama sebagaimana dimaksud pada angka 5 disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Penyelenggara paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari kerja terhitung sejak Penyelenggara menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 secara lengkap dan benar. 7. Bank Indonesia berwenang menetapkan batas maksimal nilai nominal dari dan ke luar negeri yang dilakukan melalui Penyelenggara yang berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank. 8. Dalam menyelenggarakan kegiatan dari dan ke luar negeri, Penyelenggara wajib mematuhi peraturan perundangundangan lain yang terkait, antara lain kewajiban Penyelenggara untuk menyampaikan laporan transaksi keuangan dari dan ke luar negeri yang ditetapkan dan diatur oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). BAB III Bagian Kesatu 9 Pasal 9 Pelaksanaan Umum (1) Pelaksanaan Perintah oleh Penyelenggara Pengirim Asal, Penyelenggara Penerus, Penyelenggara Penerima Akhir dilakukan sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dan peraturan perundang-undangan terkait. Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan terkait antara lain ketentuan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. (2) Penyelenggara Pengirim yang telah melakukan Pengaksepan Perintah bertanggung jawab kepada pemberi Perintah Transfer 17

Dana atas terlaksananya Perintah sampai dengan Pengaksepan oleh Penyelenggara Penerima Akhir. Tanggung jawab Penyelenggara Pengirim atas terlaksananya Perintah dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam undangundang yang mengatur mengenai kegiatan dan peraturan pelaksanaannya. Tanggung jawab Penyelenggara Pengirim antara lain mencakup penyediaan dan penyampaian informasi kepada Pengirim sebelumnya mengenai status pelaksanaan Perintah Transfer Dana. Bagian Kedua 10 Pasal 10 Pelaksanaan Perintah Dalam Keadaan Memaksa (1) Penyelenggara Pengirim yang telah melakukan Pengaksepan Perintah sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 9 ayat (2) tetap bertanggungjawab untuk melaksanakan Perintah walaupun terjadi keadaan sebagai berikut: a. bencana alam, keadaan bahaya, huru-hara, konflik bersenjata, dan/atau keadaan darurat lain yang ditetapkan oleh pemerintah yang terjadi di daerah atau lokasi Penyelenggara Pengirim yang sedang melaksanakan Perintah ; Yang dimaksud dengan keadaan bahaya adalah keadaan bahaya yang diumumkan secara resmi oleh pemerintah. Yang dimaksud dengan huru-hara termasuk pertikaian antarkelompok masyarakat yang mengakibatkan terhentinya kegiatan operasional Penyelenggara. Yang dimaksud dengan Penyelenggara Pengirim yang sedang melaksanakan Perintah adalah kantor Penyelenggara yang menerbitkan Perintah. Dalam hal Penyelenggara tersebut memiliki sistem komputerisasi yang mengintegrasikan seluruh sistem akuntansi dan/atau Sistem Penyelenggara tersebut, pengertian Penyelenggara Pengirim yang sedang melaksanakan Perintah termasuk kantor Penyelenggara tempat pusat kendali komputer dioperasikan. b. kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik atau nonelektronik yang berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan Perintah yang tidak dapat dikontrol oleh Penyelenggara Pengirim; Yang dimaksud dengan kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik atau nonelektronik yang berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan Perintah yang tidak dapat dikontrol oleh Penyelenggara Pengirim antara lain kerusakan yang disebabkan oleh kebakaran dan sambaran petir. SE 15/23/DASP 2013 Romawi IV.B No. 2 Pihak Penyelenggaran wajib menyampaikan Laporan Insidentil dalam hal terjadi gangguan. a. Laporan insidentil merupakan laporan tertulis yang wajib disampaikan secara benar oleh Penyelenggara kepada Bank 18

Indonesia, baik atas permintaan Bank Indonesia maupun atas inisiatif Penyelenggara sendiri, yang antara lain meliputi laporan insiden yang menyebabkan terganggunya penyelenggaraan kegiatan oleh Penyelenggara, seperti kebakaran gedung, kegagalan sistem, atau kegagalan network. b. Laporan insiden sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan sesegera mungkin melalui telepon atau faksimili yang diikuti dengan laporan tertulis yang disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah kejadian. c. kegagalan sistem kliring atau Sistem ; Yang dimaksud dengan kegagalan sistem kliring atau Sistem adalah kegagalan yang mengakibatkan sistem kliring atau Sistem secara keseluruhan tidak dapat dijalankan atau dioperasikan dengan baik, termasuk seluruh sistem pendukung dan sistem cadangan atau sistem pengganti. Kegagalan sistem yang hanya terjadi di Penyelenggara Pengirim tidak tergolong pengertian kegagalan sistem kliring atau Sistem. d. hal-hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain keputusan Bank Indonesia mengenai penghentian sementara Penyelenggara Pengirim dari kegiatan kliring atau kegiatan Sistem lain. (2) Tanggung jawab untuk melaksanakan Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. menyampaikan pemberitahuan segera kepada Pengirim sebelumnya mengenai keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terjadi pada Penyelenggara Pengirim; dan Yang dimaksud dengan pemberitahuan secara segera adalah pemberitahuan dilakukan pada kesempatan pertama setelah keadaan memungkinkan bagi Penyelenggara untuk menyampaikan pemberitahuan. b. melaksanakan Perintah paling lambat: (1) 5 (lima) Hari Kerja setelah berakhirnya keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; (2) 1 (satu) Hari Kerja setelah berakhirnya keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c; (3) sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur untuk keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d. (3) Penyelenggara Pengirim yang terlambat melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada Pengirim Asal. 19

SE 15/23/DASP 2013 Romawi III.A Penyelenggara wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi dalam hal: 1. Penyelenggara terlambat melaksanakan setelah melakukan Pengaksepan; 2. Penyelenggara melakukan kekeliruan dalam pelaksanaan Transfer Dana setelah melakukan Pengaksepan; atau 3. Penyelenggara tidak melaksanakan setelah melakukan Pengaksepan. Bagian Ketiga 11 Pasal 11 Kekeliruan Pelaksanaan (1) Kekeliruan dalam pelaksanaan antara lain dapat berupa: a. kekeliruan menyampaikan jumlah Dana yang tidak sesuai dengan Perintah ; atau Kekeliruan dalam menyampaikan jumlah Dana dapat terjadi antara lain karena jumlah Dana yang disampaikan lebih kecil atau lebih besar dari jumlah Dana yang tercantum dalam Perintah. b. kekeliruan melakukan Pengaksepan sehingga Dana tidak diterima oleh Penerima yang berhak. Kekeliruan melakukan Pengaksepan dapat terjadi jika Perintah yang ditujukan untuk diteruskan kepada Penerima A yang merupakan Penerima yang berhak, namun dilakukan Pengaksepan dan dilaksanakan oleh Penyelenggara untuk kepentingan nasabah B. (2) Dalam hal Penyelenggara melakukan kekeliruan dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara wajib melakukan perbaikan paling lambat 1 (satu) Hari Kerja setelah diketahui terjadinya kekeliruan tersebut. (3) Perbaikan atas kekeliruan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan melaksanakan sesuai dengan isi Perintah, antara lain dengan cara: Perbaikan atas kekeliruan diberitahukan oleh Penyelenggara yang melakukan perbaikan atas kekeliruan kepada pihak yang menerbitkan dan/atau menerima Perintah. a. melakukan pembatalan atau perubahan Perintah ; dan/atau Perubahan antara lain dilakukan dengan melakukan koreksi sesuai isi Perintah yang diterima dari Pengirim. Dalam hal Penyelenggara melakukan pembatalan pelaksanaan Perintah, maka pembatalan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai pembatalan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai transfer dana. 20