TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S
OXIDATION PONDS (KOLAM OKSIDASI) Bentuk kolam biasanya sangat luas, tetapi h (kedalamannya) kecil atau dangkal, bila kedalaman terlalu besar, maka penetrasi matahari tidak dapat mencapai dasar bak, sehingga dapat terjadi kondisi fakultatif / anaerobik KOLAM STABILISASI : Konversi organik menjadi anorganik. Stabilisasi disini adalah hasil aktivitas metabolisme dari bakteri dan algae Pembagian Kolam Stabilisasi : - Aerobik: oxidation ponds (stabilisasi hasil metabolic activities) - Anaerobik + Fakultatif: kolam stabilisasi (wastes stabilization lagoon)
Mekanisme Proses dalam Kolam Stabilisasi Sinar matahari Algae Algae Growth CO 2 O 2 NH 3 Amino Acids Organic Bakteria Growth Bakteria Waste CO 2 + 2H 2 O + energi ( CH 2 O ) + H 2 O + O 2 Energi yang dihasilkan adalah hasil dari sinar matahari Energi tersebut memiliki λ = (4000-7000) Energi tersebut tercapai ± 40 % dari total radiasi.
OXIDATION PONDS (KOLAM OKSIDASI) Luas sangat menentukan, kerena kedalaman h = (0.05 0.70) m, bila kedalaman h = 1 m sudah ada resiko kondisi kolam menjadi fakultatif. Kekurangan : - Kemungkinan resiko menjadi fakultatif sangat besar (bahkan kemudian dapat jadi anaerobik) - Membutuhkan lahan yang relatif cukup luas. Keuntungan : - Tidak perlu energi artifical sama sekali (energi digunakan adalah sinar matahari ) - Oxidation ponds ini biasanya untuk daerah dengan community kecil dan rural area.
Faktor yang mempengaruhi dalam perencanaan BOD removal Effluent karakteristik Kebutuhan oksigen Pengaruh temperatur Energi yang dibutuhkan untuk mengaduk Penyisihan solid
Peyisihan BOD Umur lumpur : 3-6 hari Persamaan : S/S 0 = 1 / (1 + k (V/Q) Dimana : S = effluent BOD S 0 = influent BOD K = konstanta removal rate, d -1 : (0,25-1) V = volume, m3 Q = debit, m3/hari Kebutuhan oxygen sebesar 0.7-1.4 kali jumlah bod yang disisihkan
Kebutuhan oxygen: Kebutuhan oxygen sebesar 0.7-1.4 kali jumlah bod yang disisihkan Persamaan pengaruh temperatur menurut Mancini dan Barnhart : Dimana : (Ti Tw) = (Tw Ta) f A / Q Ti = temperatur influent Tw= temperatur lagoon f = faktor proposional, diambil 0.5 A = luas permukaan, m 2 Q = debit air buangan, m 3 /hari
Proposional faktor ditentukan oleh pengaruh koefisien transfer panas, termasuk di dalamnya adalah aerasi, angin, kelembaban Untuk menghitung faktor : Tw = (A f Ta + Q Ti) / (A f + Q) Persamaan ini dapat digunakan, bila data klimatologi lengkap dan diasumsikan lagoon teraduk sempurna
Faktor-faktor yang menentukan dalam perencanaan suspended growth flow through lagoon : Penyisihan BOD Karakteristik effluent Pengaruh temperatur Kebutuhan oksigen Kebutuhan energi untuk pengadukan Penyisihan solid
IPAL BOJONGSOANG, BDG Beroperasi sejak 1992 Luas area 85 ha Melayani air buangan domestik kota BDG wilayah Timur dan Bandung Tengah Selatan (400.000 population equivalen) Sistem perpipaan dan sebagian dalam saluran terbuka
IPAL BOJONGSOANG, BDG
UNIT PENYARINGAN / BAR SCREEN
UNIT PENYARINGAN / BAR SCREEN
Unit Pembersih Sampah secara mekanis
Unit Pembersih Sampah secara mekanis
Unit Pembersih Sampah secara mekanis
UNIT PENGENDAPAN
UNIT PENGENDAP PASIR / GRIT CHAMBER
IPAL BOJONGSOANG, BDG KOLAM-KOLAM PENGOLAHAN IPAL BOJONGSOANG, BDG
Proses Pengurasan Lagoon Di IPAL Bojongsoang Oktober 2009
LUMPUR KERING / TANAH IPAL
Anaerobic pond Facultative pond Maturation pond
IPLT (INSTALASI PENGOLAH LUMPUR TINJA) Berfungsi mengolah lumpur yang berasal dari tangki septik Unit proses di IPLT dengan sistem kolam Kolam Maturasi Kolam Fakultatif Kolam Anaerobik Imhoff Tank Bak Pengumpul Bak Lumpur Pengering
Sistem kerja IPLT: Truk tinja mengirimkan lumpur ke bak pengumpul melalui penyaringan untuk memisahkan benda-benda padat yang tidak dapat diproses. Bila lumpur terlalu pekat, perlu dilakukan pengenceran dengan menambahkan air tawar yang berasal dari sumur pompa Selanjutnya larutan lumpur dipompakan ke tangki Imhoff untuk diendapkan secara biologis dengan bantuan bakteri anaerob minimum selama 10 hari Endapan lumpur yang terkumpul dalam tangki Imhoff secara periodik disalurkan ke bak pengering. setelah dikeringkan selama 30 hari, lumpur yang telah kering diangkat dan dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman/ kebun.
Sistem kerja IPLT: Selanjutnya supernatan akan mengalir ke kolam anaerob secara berkala. Di kolam anaerob air limbah diharapkan tertahan dan mendapat proses anaerobik selama 3 hari. Untuk selanjutnya air akan mengalir melalui saluran overflow ke kolam fakultatif. Di kolam fakultatif diharapkan limbah akan tertahan minimum selama 3 hari, untuk mendapatkan proses aerob dengan bantuan sinar matahari dan bakteri aerob. Overflow dari kolam fakultatif dialirkan ke kolam maturasi atau pematangan, juga minimum selama 3 hari. Selanjutnya dari kolam maturasi, melalui overflow air dialirkan ke badan air terdekat atau bidang resapan
Off Site Treatment khusus untuk mengolahah lumpur tinja IPLT di Pakanbaru, 2004 Foto: Soewondo,P., 2004
Kolam anaerobik dan fakultatif IPLT di Pakanbaru, 2004 Foto: Soewondo,P., 2004
IPLT (INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA) IPLT Surabaya Unit proses di IPLT dengan sistem kolam oksidasi Bangunan pengolahan terdiri dari: - Bak Pemisah Lumpur (Solid Separation Chamber/SSC) - Bak Pengumpul Filtrat (Sump Well) - Balancing Tank / Equalization Tank - Parit Oksidasi (Oxidation Ditch) - Bak Distribusi (Distribution Box) - Bak Pengendap Air (Clarifier) - Bak Pengering Lumpur (Sludge Driving Bed) - Kolam Pengering Lumpur (Drying Area) - Bak Penampung Air Limbah Olah.
Oxidation Ditch IPLT Surabaya Bak Pemisah Lumpur IPLT Surabaya
Dua faktor penting dalam desain - Waktu kontak = t d (dari Q dan vol) - Luas Penentuan Luas : hwo. 2 A = (1) P. E. S h = combustion heart (tergantung pada komposisi materi organik mengkonstitusi sel algae). Rumus empiris yang menyatakan hubungan h dengan derajat reduksi materi organik : h = 127 R + 400 W o2 = BOD5 (berkaitan dengan organik ) yt = L (1 10 k.t ) (2) yt = kelebihan oksigen dalam t hari L = first stage K = konstanta
BOD in Lagoon BOD out L in L out L in =.mg/l o 2 L out =. mg/l o 2 Wo 2 = L in - L out Setelah Wo2 diperoleh, dari persamaan reaksi sebelumnya dapat ditentukan beberapa algae dihasilkan. Masukkan ultimate BOD ke rumus yt = L (1 10 -k.t ), maka diperoleh t. Berdasakan pengamatan ; d ditetapkan (70 cm - 90 cm) q adalah kebutuhan supply diperoleh A dan t : t. q (3) A = d
ada 2 t yang diperoleh. Check nilai t dari rumus yt jika lebih besar, maka A harus dikoreksi agar t operasi t pembentukan O2. Pendekatan untuk mengetahui Wo 2 adalah dari rumus (1). Kelebihan O 2 untuk deoksigenasi dihitung lagi. Dikhawatirkan jika persamaan anaerobik terbentuk sludge + gas. Hydraulic loading disini mementukan beban luas. Algae dan partikel sludge bakteri sangat kecil keluar bersama air dianggap tidak ada sludge. A h. Wo 2 P. E. S = (1) A = Luas (cm 2 ) h = heart combustion, satuan panas pembakaran (cal/gm) E = konversi efisiensi energi S = solar radiation, layleys (cal/ (cm 2 ) hari) Wa = berat algae disintesa per hari (g/hari)
h. Wa = E. S. A (1a) Wo2 = P. Wa (1b) Wo = berat netto O 2 yang dihasilkan perhari P = oxygenation factor = k. Wo p A 2 k = h PES.. BOD k t E = 0.02 0.09 ; Rata-rata ditentukan : 0.04