BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah yang akan dilintasinya. Kawasan pantai Samas dan sekitarnya, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, hampir dapat dipastikan juga akan terimbas menjadi semakin berkembang jika seluruh jaringan infrastruktur jalan jalur pantai selatan Jawa telah terwujud. Pantai Samas merupakan contoh daerah yang berkembang sebagai kawasan pariwisata dan pertanian. Seiring dengan berkembangnya suatu wilayah, maka akan terdapat banyak hal yang perlu diperhatikan khususnya di dalam ketersediaan kuantitas dan kualitas airtanah sebagai sumber kehidupan penduduk di wilayah tersebut. Kawasan pantai Samas sebagai kawasan wisata, tentu akan merangsang perkembangan pemukiman, pertokoan warung-warung tradisional maupun penginapan disekitar kawasan pantai ini sehingga secara langsung menambah jumlah penduduk atau pengunjung dari waktu ke waktu. Hal ini berakibat langsung dengan bertambahnya jumlah limbah di daerah tersebut. Limbah-limbah tersebut mengandung berbagai mikroorganisme, seperti bakteri virus dan senyawa kimia atau unsur-unsur kimia yang beracun dan berbahaya yang berpotensi mencemari airtanah. Kondisi kimia airtanah dapat diketahui berdasarkan sifat geokimia airtanah dan dipengaruhi oleh kondisi geologi, mineral dan batuan dari akuifer. Berdasarkan data geokimia airtanah kita dapat menentukan tipe airtanah di suatu daerah. Pemanfaatan kawasan pantai Samas sebagai lahan pertanian, tentu juga memerlukan ketersediaan airtanah yang cukup, para petani yang ada di kawasan ini umumnya menggunakan sumur pantek (sumurgali) sebagai tambahan pengairan sawah. Pemanfaatan airtanah di daerah tersebut bisa secara langsung mengganggu keseimbangan dan ketersediaan airtanah. Secara umum, pemanfaatan yang berlebihan secara terus menerus juga akan 1
mempengaruhi intensitas meningkatnya proses intrusi airlaut kearah daratan di kawasan pantai ini. Apabila intrusi airlaut terjadi maka akan terjadi penurunan kualitas air di daerah tersebut yang tentunya akan mengganggu kesejahteraan masyarakat sekitar. Morris, et al (2003) menyebutkan cemaran kimia yang sering terdapat pada limbah antropogenik (kegiatan manusia) pada umumnya terdiri dari komponen inorganik seperti Kalsium, Potasium, Sodium, Nitrat, Sulfat dan Klorida, dan beberapa logam berat seperti Tembaga, Nikel, Kromium, Mangan dan Timbal. Kawasan pantai Samas yang semakin berkembang ini menjadi rawan akan cemaran Klorida akibat intrusi air laut kearah daratan dan cemaran Nitrat akibat kegiatan manusia. I.2. Maksud dan Tujuan Penelitian ini bermaksud untuk membuat zona kimia airtanah di daerah Samas. Tujuan penelitian ini adalah a. Mengetahui tipe kimia airtanah daerah penelitian berdasarkan geokimia airtanah. b. Mengetahui persebaran kadar Nitrat dan Klorida dalam airtanah di daerah Samas. c. Mengetahui hubungan antara kimia airtanah dengan kondisi geologi dan tata guna lahan daerah penelitian. I.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data penting bagi pemerintahan untuk mengambil keputusan terkait tentang pemanfaatan lahan dan perlindungan airtanah di daerah Samas, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. 2
I.4. Ruang Lingkup Penelitian I.4.1. Wilayah Penelitian Daerah penelitian terletak di daerah Samas, Kecamatan Sanden, Kecamatan Kretek dan Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah penelitian secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Bantul bagian selatan, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas daerah penelitian secara keseluruhan ±33,55 km 2 dengan pemerian tiap kecamatan adalah sebagai berikut : 1. Kecamatan Kretek ±13,5 km 2, meliputi Desa Tirtohargo 2. Kecamatan Sanden ±13,3 km 2, meliputi Desa Srigading, Gadingsari, Gadingharjo dan Murtigading. 3. Kecamatan Srandakan ±6,75 km 2, meliputi sebagian besar wilayah Desa Poncosari. Secara astronomis daerah penelitian terletak pada koordinat geografi 7 58'9.90" LS sampai 8 0'53.24" LS dan 110 12'38.17" BT sampai 110 17'32.14" BT, sedangkan dalam koordinat UTM terletak pada 413000 mt sampai 422000 mt dan 9114000 ms sampai 9119000 ms. Lokasi pengambilan sampel airtanah dibatasi oleh Kali Progo dan Kali Opak (Gambar 1.1). I.4.2. Ruang Lingkup Masalah Masalah yang dibahas pada penelitian ini dibatasi hanya pada kimia airtanah di wilayah Samas dan sekitarnya. Pada penelitian ini airtanah diambil dari beberapa sumur sampel di daerah penelitian berdasarkan lokasi yang telah ditentukan. Sampel airtanah terpilih kemudian diujikan di laboratorium untuk mengetahui kualitasnya berdasarkan beberapa parameter. Parameter yang akan diuji adalah berdasarkan kandungan fisik dan kimianya seperti ph, kadar garam terlarut, daya hantar listrik, dan kandungan ion. Data yang diperoleh dari analisis kandungan ion, pengukuran kadar garam terlarut, daya hantar listrik dan ph kemudian di hubungkan dengan 3
kondisi geologi dan tata guna lahan daerah penelitian untuk mengetahui hubungan antara kimia airtanah terhadap kondisi geologi, tata guna lahan dan pengaruh dari aktifitas manusia yang terdapat di daerah penelitian. Gambar 1.1. Peta lokasi daerah penelitian (BAKOSURTANAL, 2001) I.5. Peneliti Terdahulu Daerah Yogyakarta bagian selatan, termasuk Samas dan sekitarnya pernah diteliti oleh beberapa peneliti terdahulu. 4
Peneliti yang pernah melakukan penelitian di daerah Samas dan sekitarnya, khususnya mengenai geologi dan airtanah antara lain: 1. MacDonald & Partners (1984) melakukan penelitian tentang fisiografi Daerah Istimewa Yogyakarta dan membagi unit fisiografi menjadi 12 unit meliputi, unit Lereng Atas Merapi, Lereng tengah Merapi, Lereng Bawah Merapi, Teras Progo, Perbukitan Sentolo, Dataran Aluvial Pantai, Pegunungan Kulon Progo, Baturagung range, Dataran Tinggi Wonosari, Panggung Masif, Gunung Sewu dan Gumuk Pasir. Mac Donald & Partners (1984) juga membahas mengenai hidrogeologi formasi Wates dan formasi Gumuk Pasir. 2. Purwantara (1996) melakukan penelitian Airtanah di Parangtritis yang Rawan. Dari penelitian terdapat beberapa pantai yang seharusnya mendapat perhatian lebih dalam pengembangannya, seperti Pantai Samas, Parangtritis, Baron, dan Glagah. Hal ini dikarenakan daerah tersebut berpotensi sebagai kawasan wisata, sehingga pemanfaatan airtanah sangat pesat pada daerah ini yang mana digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Hasil penelitian menyebutkan sumur-sumur yang berada sekitar 50-70 m dari garis pantai di daerah Parangtritis sangat rentan terhadap intrusi air laut. Hasil pengukuran menyebutkan bila tebalnya airtanah di atas permukaan air laut hanya sekitar 10-20 cm, yang artinya dalamnya interface air laut dan air tawar memiliki kedalaman 4-8 meter.apabila penduduk sekitar menggali sumur mereka lebih dalam sedikit maka akan terjadi pencemaran oleh air laut. 3. Warkhaida (2001) melakukan penelitian Evaluasi Potensi dan Arahan Pengembangan Air Bawah Tanah Dangkal di Dataran Pantai Selatan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian tersebut menghasilkan data bahwa kedalaman muka air bawah tanah dangkal pada musim kemarau antara 0,3 8,4 meter dan 0,2 7,8 meter pada musim hujan. Kualitas air bawah tanah termasuk baik dengan nilai DHL sebagian besar < 500 µs/cm. 5
4. Wibowo (2006) telah melakukan penelitian di daerah Pantai Parangtritis mengenai tingkat kepekaan terhadap pencemaran suatu daerah. Hasil penelitian menyebutkan faktor geologi seperti lithologi, media penyusun daerah, topografi dan kedalaman airtanah menjadi parameter penting dalam penelitian. Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa daerah gumuk pasir yang memiliki batuan penyusun dengan tingkat permeabilitas tinggi merupakan daerah paling peka terhadap pencemaran. 5. Sujatmiko (2007) mengkaji pengelolaan airtanah di kawasan pariwisata Parangtritis. Penelitian menitikberatkan pengaruh kawasan pariwisata di Parangtritis terhadap airtanah sekitar. Kebutuhan air bersih untuk kepentingan penduduk 1.364,45 L/detik, pariwisata 670,58 L/detik dan pertanian 885,70 L/detik atau keseluruhan 2.920,73 L/detik. Kebutuhan tersebut tercukupi karena ketersediaan airtanah berdasar imbuhan air hujan 3.003,60 L/detik, Sungai Opak 1.859 l/detik dan dua mataair utama sebesar 0.3 L/detik sehingga kondisi potensi airtanah 4.863 L/detik. Prediksi lima tahun ke depan kebutuhan seperti tersebut di atas masih dimungkinkan tercukupi karena kebutuhan air bersih untuk kepentingan penduduk setempat 1.697,38 L/detik, pariwisata 1.204,97 L/detik dan pertanian 33,81 L/detik atau keseluruhan 2.936,16 L/detik. 6. Rakhman (2014) melakukan penelitian tentang studi hidrogeologi dan intrusi air laut daerah pantai Samas dan sekitarnya, geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 3 satuan, yaitu Satuan Dataran Aluvial, Satuan Dataran Banjir, dan Satuan Gumuk Pasir, litologi daerah penelitian dibagi menjadi 4 satuan, yaitu Satuan Pasir Kasar, Satuan Pasir Sedang, Satuan Pasir Halus, dan Satuan Pasir Lepas. Hidrogeologi daerah penelitian dibagi menjadi 2 satuan, yaitu Satuan Pasir Kasar-Halus dan Satuan Gumuk Pasir. Berdasarkan Kuantitas airtanahnya, Satuan Gumuk Pasir memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibanding Satuan Pasir Kasar-Halus, hal ini didasarkan atas perhitungan nilai konduktivitas hidrolika. Sedangkan hasil pengukuran TDS, DHL dan CL -, satuan Gumuk Pasir memiliki 6
kualitas yang lebih baik dibanding Satuan Pasir Kasar-Halus. Aliran airtanah daerah penelitian relatif dari Utara ke arah Selatan dan Tenggara dengan aliran yang menuju pantai dan sungai. Daerah penelitian memiliki landaian hidrolika rata-rata sebesar 5,036 x 10-3, dan untuk kecepatan aliran airtanah rata-rata sebesar 0,047 m/hari atau 0,059 m/hari pada Satuan Gumuk Pasir dan 0,036 m/hari pada satuan Pasir Kasar-Halus. Berdasarkan informasi dari peneliti-peneliti terdahulu, belum ada penelitian yang membahas tentang hubungan antara kondisi geologi dengan kualitas kimia airtanah, sedangkan Rakhman (2014) sudah meneliti daerah penelitian namun tidak membahas hubungan kondisi geologi dengan kualitas kimia airtanah. Peneliti juga mempunyai kelemahan yaitu lokasi pengamatan dan pengambilan sampel air tanah yang kurang representatif karena data yang digunakan terbatas, sehingga perlu dilengkapi. Berdasarkan hal inilah maka penelitian kualitas kimia airtanah di daerah Samas ini menjadi layak dijadikan penelitian. 7