Techno Science Vol. 2 No. 2 Oktober

dokumen-dokumen yang mirip
IMPLEMENTASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN CALON PRESIDEN RA PADA PEMILIHAN UMUM SECARA LANGSUNG TAHUN 2009

BAB III METODE KAJIAN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF ELEMEN FAKTOR TENAGA KERJA GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DENGAN SWOT DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Evaluasi Agen Pangkalan LPG 3 kg

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam

Sistem Pendukung Keputusan Memilih Perguruan Tinggi Swasta di Palembang Sebagai Pilihan Tempat Kuliah

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

INTRO Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masal

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

Analytic Hierarchy Process

PEMILIHAN SUPPLIER ALUMINIUM OLEH MAIN KONTRAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP

BAB III METODE PENELITIAN

Pengertian Metode AHP

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

SISTEM PEMILIHAN PEJABAT STRUKTURAL DENGAN METODE AHP

III. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN LALULINTAS DI WILAYAH BANDUNG METROPOLITAN AREA

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

III. METODE PENELITIAN

Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Ketua Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI 23 Jakarta

PENERAPAN AHP UNTUK SELEKSI MAHASISWA BERPRESTASI

Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pendukung Keputusan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMA BEASISWA PADA SMA 1 BOJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENILAIAN PRESTASI KARYAWAN TERBAIK. Surmayanti, S.Kom, M.Kom

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMILIHAN TYPE SEPEDA MOTOR YAMAHA

PENERAPAN AHP (ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS) UNTUK MEMAKSIMALKAN PEMILIHAN VENDOR PELAYANAN TEKNIK DI PT. PLN (PERSERO) AREA BANYUWANGI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN SUPPLIER DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (Studi Kasus: PT. PURA BARUTAMA KUDUS)

BAB III METODE PENELITIAN

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN GURU YANG BERHAK MENERIMA SERTIFIKASI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang dapat dilihat pada tabel 2.1.

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Untuk Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan Pada Perusahaan XYZ

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut

MENENTUKAN JURUSAN DI MAN 1 TULUNGAGUNG MENGGUNAKAN METODE AHP BERBASIS WEB

IMPLEMENTASI METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMILIHAN LAPTOP DI LINGKUNGAN MASYARAKAT UMUM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan 7

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHICAL PROCESS (AHP) UNTUK PEMILIHAN DOSEN BERPRESTASI DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

ANALISIS LOKASI CABANG TERBAIK MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

Penentuan Toko Buku Gramedia ter Favorit pilihan Mahasiswa T Di Bogor Dengan Metode AHP (Analytical. Hierarchy Process)

METODE PENELITIAN. Kata Kunci analytical hierarchy process, analytic network process, multi criteria decision making, zero one goal programming.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN BARANG ELEKTRONIK DENGAN METODE AHP

PENGEMBANGAN PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA DI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN KOPERASI KABUPATEN X KALIMANTAN TENGAH

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Mata Pelajaran Unggulan Pada LPI Al-Muhajirin Cibeurih

PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi

S u n a r t o

1. KUESIONER KEPADA MANAJEMEN (MENCARI BOBOT FAKTOR) Responden Yangterhormat, Mulai

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN. 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir

ANALISIS PENENTUAN RATING RISIKO PROYEK PT. XYZ METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROSES (AHP)

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KADER KESEHATAN DI KECAMATAN PEUDAWA KABUPATEN ACEH TIMUR

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PONDOK PESANTREN DI PURWOKERTO (STUDI KASUS : MAHASISWA STAIN PURWOKERTO)

TELAAH PUSTAKA Pengertian Ritel Menurut Utami (2006), ritel berasal dari bahasa Prancis (ritellier) yang berarti memotong atau memecah sesuatu. Usaha

BAB 3 METODE PENELITIAN

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI KOMPUTER SWASTA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process )

APLIKASI AHP UNTUK PENILAIAN KINERJA DOSEN

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DI PT SANSAN SAUDARATEX JAYA

METODOLOGI PENELITIAN

Program Studi Ilmu Komputer, Universitas Pendidikan Indonesia

BAB IV ANALISA DATA 4.1. PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE

III. METODE PENELITIAN

BAB II MAKALAH. Analytic Hierarchy Process (AHP) Dipresentasikan : Seminar Nasional Matematika yang diselenggarakan oleh.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI KAJIAN

Aplikasi Fuzzy Analytical Hierarchy Process Dalam Seleksi Karyawan (Studi Kasus: Pemilihan Staf Administrasi Di PT. XYZ)

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

Perancangan Penilaian Karyawan di Bank X

BAB 2 LANDASAN TEORI

Transkripsi:

IMPLEMENTASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PENENTUAN KOORDINATOR LAPANGAN PADA FCG UNTUK PROYEK KONVERSI MINYAK TANAH KE LPG 3 KG WILAYAH DISTRIBUSI KABUPATEN SURAKARTA Rindra Yusianto 1 Putut Satriya Baskara 2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jl. Nakula I No. 5-11 Semarang Email : rindra@staff.dinus.ac.id Abstraksi Salah satu sumber kerumitan masalah pengambilan keputusan adalah adanya beragam kriteria pemilihan. Oleh karena iti maka Analythical Hierarchy Process (AHP) merupakan teknik untuk membantu menyelesaikan masalah ini. Dalam perkembangan AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria, tetapi penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah. Seperti halnya dalam penelitian ini yaitu dalam penentuan koordinator lapangan pada FCG untuk proyek konversi minyak tanah ke LPG 3 kg wilayah distribusi kabupaten Surakarta. Pada akhirnya hasil dari metode ini diharapkan dapat membantu pihak perusahaan dalam meningkatkan produktivitas koordinator lapangannya. Keywords : AHP, koordinator lapangan, produktivitas kerja 1. PENDAHULUAN Menurut Hendra Putra (2003), sumber daya manusia (SDM) merupakan bagian yang paling kritis dalam keberhasilan setiap organisasi. Karyawan yang kompeten dan berkualitas membantu tercapainya keuntungan, produktivitas pertumbuhan dan umur panjang perusahaan. Produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu tiang pendukung produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Sebagai faktor utama penggerak perusahaan, tenaga kerja haruslah mendapat perhatian yang lebih spesifik guna mencapai tingkat produktivitas yang diinginkan. Tingkat produktivitas pun dapat menunjukkan sejauh mana dan bagaimana keberhasilan suatu organisasi dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuannya. Kualitas SDM merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan produktivitas kinerja suatu organisasi atau instansi. Oleh karena itu, diperlukan SDM yang mempunyai kompetensi tinggi karena keahlian atau kompetensi akan dapat mendukung peningkatan prestasi kinerja karyawan (Nurmianto dkk, 2006). Menipisnya persediaan minyak dunia membuat pemerintah mengalihkan penggunaan minyak tanah ke gas elpiji dimana diketahui persediaan gas Indonesia saat ini mencukupi. Program Pemerintah Konversi minyak tanah ke gas saat ini tengah digalakan guna mengatasi menipisnya persediaan minyak dunia dan harga minyak dunia yang terus merangkak naik. Pertamina selaku pemegang kendali pendistribusian BBM di Indonesia bekerja sama dengan PT. Marketing Sentratama Indonesia (PT. MSI) untuk proyek Konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji 3 Kg untuk Wilayah Jawa Tengah. PT.MSI adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang penelitian pemasaran yang berdiri pada tanggal 9 September 1996. Dimana perusahaan ini mempunyai beberapa divisi, yang diantaranya adalah divisi riset. Perkembangan untuk divisi riset menjadi Frontier yang sekarang ini atau yang lebih dikenal dengan Frontier Consulting Group (FCG). Proyek Konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji 3 Kg, PT.MSI akan menjalankan divisi riset FCG untuk menangani proyek tersebut mulai dari pencacahan hingga pendistribusian berakhir untuk satu wilayah kerja. PT. MSI dalam perjalanan bisnisnya banyak dihadapkan pada permasalahan prosesproses pengambilan keputusan. Salah satu permasalahan yang paling menonjol adalah penempatan pegawai untuk menduduki jabatan Koordinator Lapangan. Setelah pendistribusian tabung gas elpiji 3 Kg, kompor dan asesorisnya untuk wilayah Kabupaten Salatiga dan Techno Science Vol. 2 No. 2 Oktober 2008 230

Kabupaten Klaten selesai di distribusikan PT. MSI mendapatkan kepercayaan dari PT. Pertamina untuk pendistribusian tabung gas elpiji 3 Kg, kompor dan asesorisnya untuk wilayah Kabupaten Surakarta. Kekurangan-kekurangan dan kesalahan yang terjadi selama pendistribusian untuk wilayah Kabupaten Salatiga dan Kabupaten Klaten mendapatkan perhatian serius dari pimpinan pusat PT. MSI yang berada di Jakarta. Salah satunya adalah kinerja dan kepemimpinan Koordinator Lapangan, dimana diketahui Koordinator Lapangan memegang peranan penting dalam kesuksesan pendistribusian tabung gas elpiji 3 Kg, kompor dan asesorisnya. Mengingat begitu kompleksnya permasalahan yang terjadi selama proyek pendistribusian, maka PT. MSI memutuskan untuk melakukan evaluasi kinerja Koordinator Lapangan untuk wilayah Kabupaten Klaten apakah memenuhi target dan layak untuk wilayah selanjutnya. Adapun beberapa alternatif calon yang diajukan untuk mengganti mempunyai kesamaan dalam kriteria yang sudah ditentukan termasuk Koordinator Lapangan yang masih menjabat untuk wilayah kerja Kabupaten Klaten yang kemungkinan diajukan kembali untuk menduduki jabatan Koordinator Lapangan, membuat permasalahan menjadi kompleks. Sistem yang akan dibuat untuk pengambilan keputusan adalah dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). 2. TEORI PRESTASI KERJA Menurut Dessler (1997) dalam Nurmianto, dkk (2006) penilaian prestasi kinerja adalah suatu proses penilaian prestasi kinerja pegawai yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Menurut Handoko (1996) penilaian prestasi kinerja adalah proses mengevaluasi dan menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Menurut Supriyono, dkk (2007) metode AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berfikir manusia. Metode ini mulamula dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70-an. Dasar berpikirnya metode AHP adalah proses membentuk skor secara numerik untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan. Model ini dapat membantu kerangka berpikir manusia karena memasukkan persepsi manusia sebagai masukan kualitatif. Persepsi manusia yang dimasukan disini adalah persepsi dari para ahli (expert), yaitu orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah, atau mempunyai kepentingan terhadap masalah tersebut. Pada dasarnya AHP adalah motode memecahkan suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam komponen-komponennya, mengatur komponenkomponen tersebut dalam suatu hierarki, memasukkan nilai numerik sebagai pengganti persepsi manusia dalam melakukan perbandingan relatif, dan akhirnya menghasilkan suatu sintesa yang menetapkan urutan dan nilai prioritas dari komponen-komponen tersebut. Metode ini dikembangkan pada tahun 70-an oleh TL. Saaty. Sedangkan menurut Sari (2006), metode AHP merupakan suatu metode pengambilan keputusan yang melibatkan nilai privasi atau nilai preferensi dari seseorang, dengan cara menginputkan prioritas berupa matriks terhadap kriteria-kriteria yang ada, kemudian komputer akan melakukan komputasi, dari hasil tersebut akan didapatkan nilai persentase setiap pilihan, dan pilihan yang terbaik merupakan nilai prioritas yang memiliki persentase paling besar. AHP merupakan metode yang relative baru yang dipakai untuk pengambilan keputusan yang berbasis multi kriteria, AHP sangat baik dipakai untuk kriteria yang tidak saja melibatkan nilai riil, tetapi juga juga yang melibatkan nilai preferensi. KOORDINATOR LAPANGAN Koordinator adalah kelompok atau individu yang bertugas mengkoordinir bawahannya yang berada di dalam lingkup tugasnya. Disini Koordinator Lapangan diartikan sebagai pemegang komando ketika proyek pendistribusian proyek Konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji Techno Science Vol. 2 No. 2 Oktober 2008 231

3 Kg sedang berjalan. Setiap individu dari jajaran struktur organisasi yang berada di bawahnya harus mentaati setiap arahan dari Korlap. Korlap memperoleh masukan informasi dari perangkat lain yang akan digunakannya untuk mengambil keputusan-keputusan penting. KRITERIA KEMAMPUAN DASAR Kemampuan dasar adalah yang harus sudah dikuasai oleh calon dan mampu menggunakannya baik dalam forum formal maupun informal serta mudah dimengerti, diantaranya pendidikan, pelatihan, pengalaman, Bahasa Indonesia, salah satu bahasa asing dan komunikasi lisan dan tertulis. KRITERIA KEMAMPUAN UMUM Kemampuan umum adalah kemampuan individu untuk mengaplikasikan prinsip, proses, metode dalam menjalankan aktifitasnya pada pekerjaan dan penugasannya. Diantaranya pengambilan keputusan, kepemimpinan, tanggung jawab terhadap pekerjaan, kerjasama baik vertical maupun horisontal dan prestasi kerja. KRITERIA KEAHLIAN DAN KECAKAPAN Keahlian Kecakapan adalah kemampuan untuk mengaplikasikan penguasaan di bidang tertentu yang dimiliki individu dan menerapkannya pada bidang pekerjaan dan penugasannya. Diantaranya mendistribusikan pekerjaan dan kewenangan, menyusun perencanaan kegiatan distribusi, memimpin dan melakukan pembinaan kemampuan personil serta melaksanakan kegiatan opersional. KRITERIA PENGETAHUAN PEMAHAMAN Pengetahuan Pemahaman adalah kemampuan khusus yang dimiliki individu dan menguasai bidang tertentu serta mampu menerapkannya pada bidang pekerjaan dan penugasannya. PENGOLAHAN DATA PERBANDINGAN BERPASANGAN Hasil dari pengumpulan data dan penyebaran kuesioner, selanjutnya diolah. Data hasil kuesioner kemudian dirata- ratakan dengan menggunakan metode rata- rata ukur atau ratarata geometrik yaitu data hasil penilaian preferensi responden dipangkatkan dengan jumlah responden yang memberikan nilai tersebut dan diakar dengan jumlah keseluruhan responden yang memberikan penilaian. Penetapan nilai menggunakan skala perbandingan berpasangan, yaitu: 1 : Kedua Kriteria sama penting. 3 : Kriteria yang satu sedikit lebih penting dibanding yang lainnya. 5 : Kriteria yang satu kuat pentingnya dibanding yang lainnya. 7 : Kriteria yang satu sangat kuat pentingnya dibanding yang lainnya. 9 : Kriteria yang satu mutlak pentingnya dibanding yang lainnya. 2,4,6,8 : Nilai diantara 2 pertimbangan yang berdekatan. 3. PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada pegawai yang terlibat dalam pendistribusian tabung gas elpiji 3 Kg, kompor dan asesorisnya untuk wilayah Kabupaten Klaten, namun pembagian kuesioner hanya untuk jabatan tertentu seperti hanya untuk jabatan SPV Project, SPV (Supervisor), DE (Data Entry), Administrasi, Bagian Gudang, QC (Quality Control) dan Checker karena pegawai pada jabatan ini memiliki tingkat pendidikan yang cukup dan merupakan suatu bentuk tim untuk wilayah pendistribusian selanjutnya. Kuesioner yang dibagikan berisi item-item mengenai kriteria-kriteria dan subkriteria yang diajukan kepada responden untuk melakukan penilaian bukan membuat perbandingan. Nilai yang didapat dari pengisian kuesioner akan dimasukan ke dalam tabel untuk dilakukan pengolahan. Dari kuesioner yang dibagikan kepada 10 responden untuk mengisi nilai setiap calon alternatif berpasangan untuk setiap sukriteria. Techno Science Vol. 2 No. 2 Oktober 2008 232

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENGISIAN BILANGAN MATRIKS PERBANDINGAN BERPASANGAN ANTAR SUB KRITERIA Pengisian Persepsi responden pada intinya adalah pengisian matriks perbandingan. Untuk mengisi matriks perbandingan berpasangan, digunakan bilangan untuk menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen atau criteria dibanding yang lainnya yang berkenaan dengan sifat diatasnya. Untuk pengisian matriks simetris berukuran 3 x 3 tersebut responden cukup mengisi sel a12, a13 dan a23. Sedangkan sel a21, a31 dan a32 hanyalah kebalikan atau resiprokal dari sel-sel tersebut. Tiga sel lainnya yang terletak dalam posisi diagonal dari kiri atas ke kanan bawah sudah pasti diisi dengan angka satu (1) karena yang dibandingkan adalah dua elemen yang sama. Angka terkecil yang mungkin dalam matriks tersebut adalah 1/9 dan yang terbesar 9/1. Cara pengisian matriks perbandingan berpasangan adalah sebagai berikut : a) Hasil rata-rata ukur atau rata-rata geometric dimasukan dalam setiap sel atau entry pada matriks perbandingan berpasangan. b) Perhitungan bobot prioritas dengan cara membagi setiap angka (skala) dalam suatu kolom dengan jumlah kolom tersebut dan dilakukan hal yang sama pada setiap kolom c) Kemudian angka (skala) baru yang dihasilkan dari pembagian tersebut dijumlahkan menurut baris untuk setiap elemen. d) Jumlah setiap baris dibagi dengan totalnya agar didapatkan prioritas akhir dari setiap elemen dengan total bobot prioritas sama dengan satu. Proses yang dilakukan untuk membuat total bobot prioritas sama dengan satu biasa disebut proses normalisasi. 4.2 MATRIKS PERBANDINGAN BERPASANGAN ANTAR SUB KRITERIA KEMAMPUAN DASAR Pengisian bilangan matriks dan penentuan bobot prioritas untuk sub criteria kemampuan dasar adalah sebagai berikut : Techno Science Vol. 2 No. 2 Oktober 2008 233

Tabel 1 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Pendidikan PENDIDIKAN A 1,00 2,00 3,00 B 0,50 1,00 3,00 C 0,33 0,33 1,00 JUMLAH 1,83 3,33 7,00 PENDIDIKAN A 0,546 0,601 0,429 0,525 B 0,273 0,300 0,429 0,334 C 0,180 0,099 0,143 0,141 Tabel 2 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Pelatihan PELATIHAN PELATIHAN A 1,00 0,50 2,00 B 2,00 1,00 3,00 C 0,50 0,33 1,00 JUMLAH 3,50 1,83 6,00 Tabel 3 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Pengalaman A 0,286 0,273 0,333 0,297 B 0,571 0,546 0,500 0,539 C 0,143 0,180 0,167 0,163 PENGALAMAN A 1,00 2,00 4,00 B 0,50 1,00 3,00 C 0,25 0,33 1,00 JUMLAH 1,75 3,33 8,00 PENGALAMAN A 0,571 0,601 0,500 0,557 B 0,286 0,300 0,375 0,320 C 0,143 0,099 0,125 0,122 Techno Science Vol. 2 No. 2 Oktober 2008 234

Tabel 4 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Bahasa Indonesia BAHASA INDONESIA BAHASA A 1,00 4,00 1,00 INDONESIA B 0,25 1,00 0,50 A 0,444 0,571 0,400 0,472 C 1,00 2,00 1,00 B 0,111 0,143 0,200 0,151 JUMLAH 2,25 7,00 2,50 C 0,444 0,286 0,400 0,377 Tabel 5 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Salah Satu Bahasa Asing SALAH SATU BAHASA ASING SALAH SATU A 1,00 2,00 0,25 BAHASA ASING B 0,50 1,00 0,20 A 0,182 0,250 0,172 0,201 C 4,00 5,00 1,00 JUMLAH 5,50 8,00 1,45 B 0,091 0,125 0,138 0,118 C 0,727 0,625 0,690 0,681 Tabel 6 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Komunikasi KOMUNIKASI A 1,00 1,00 0,50 KOMUNIKASI B 1,00 1,00 1,00 A 0,250 0,333 0,200 0,261 C 2,00 1,00 1,00 B 0,250 0,333 0,400 0,328 JUMLAH 4,00 3,00 2,50 C 0,500 0,333 0,400 0,411 4.3 MATRIKS PERBANDINGAN BERPASANGAN ANTAR SUB KRITERIA KEMAMPUAN UMUM Pengisian bilangan matriks dan penentuan bobot prioritas untuk sub criteria kemampuan umum adalah sebagai berikut : Tabel 7 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Pengambilan Keputusan PENGAMBILAN KEPUTUSAN A 1,00 1,00 2,00 B 1,00 1,00 3,00 C 0,50 0,33 1,00 JUMLAH 2,50 2,33 6,00 PENGAMBILAN KEPUTUSAN A 0,400 0,429 0,333 0,388 B 0,400 0,429 0,500 0,443 C 0,200 0,142 0,167 0,169 Tabel 8 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Kepemimpinan KEPEMIMPINAN KEPEMIMPINAN A 1,00 1,00 2,00 B 1,00 1,00 1,00 C 0,50 1,00 1,00 JUMLAH 2,50 3,00 4,00 A 0,400 0,333 0,500 0,411 B 0,400 0,333 0,250 0,328 C 0,200 0,333 0,250 0,261 Tabel 9 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Tanggung Jawab Terhadap Pekerjaan TANGGUNG JAWAB A 1,00 0,33 2,00 B 3,00 1,00 4,00 C 0,50 0,25 1,00 JUMLAH 4,50 1,58 7,00 TANGGUNG JAWAB A 0,222 0,209 0,286 0,239 B 0,667 0.633 0,571 0,624 C 0,111 0.158 0,143 0,137 Techno Science Vol. 2 No. 2 Oktober 2008 235

Tabel 10 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Kerja Sama KERJASAMA A 1,00 2,00 0,25 B 0,50 1,00 0,25 C 4,00 4,00 1,00 JUMLAH 5,50 7,00 1,50 KERJASAMA A 0,182 0,286 0,167 0,211 B 0,091 0,143 0,167 0,133 C 0,727 0,571 0,667 0,655 Tabel 11 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Prestasi Kerja PRESTASI KERJA A 1,00 2,00 1,00 B 0,50 1,00 1,00 C 1,00 1,00 1,00 JUMLAH 2,50 4,00 3,00 PRESTASI KERJA A 0,400 0,500 0,333 0,411 B 0,200 0,250 0,333 0,261 C 0,400 0,250 0,333 0,328 4.4. MATRIKS PERBANDINGAN BERPASANGAN ANTAR SUB KRITERIA KEAHLIAN/KECAKAPAN Pengisian bilangan matriks dan penentuan bobot prioritas untuk sub criteria Keahlian dan kecakapan adalah sebagai berikut : Tabel 12 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Mendistribusikan Pekerjaan dan Kewenangan MENDISTRIBUSIKAN PEKERJAAN DAN KEWENANGAN MENDISTRIBUSIKAN PEKERJAAN DAN KEWENANGAN A 1,00 3,00 3,00 A 0,602 0,667 0,500 0,590 B 0,33 1,00 2,00 B 0,199 0,222 0,333 0,251 C 0,33 0,50 1,00 C 0,199 0,111 0,167 0,159 JUMLAH 1,66 4,50 6,00 Tabel 13 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Menyusun Perencaaan Kegiatan Distribusi MENYUSUN MENYUSUN PERENCANAAN PERENCANAAN A 1,00 2,00 5,00 B 0,50 1,00 1,00 C 0,20 1,00 1,00 JUMLAH 1,70 4,00 7,00 A 0,588 0,500 0,714 0,601 B 0,294 0,250 0,143 0.229 C 0,118 0,250 0,143 0,170 Tabel 14 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Memimpin dan Melakukan Pembinaan MEMIMPIN DAN MELAKUKAN PEMBINAAN A 1,00 2,00 3,00 B 0,50 1,00 1,00 C 0,33 1,00 1,00 JUMLAH 1,83 4,00 5,00 MEMIMPIN DAN MELAKUKAN PEMBINAAN PERSONIL A 0,546 0,500 0,600 0,549 B 0,273 0,250 0,200 0,241 C 0,180 0,250 0,200 0,210 Techno Science Vol. 2 No. 2 Oktober 2008 236

Tabel 15 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Melaksanakan Kegiatan Operasional MELAKSANAKAN KEGIATAN OPERASIONAL A 1,00 2,00 0,33 B 0,50 1,00 0,25 C 3,00 4,00 1,00 JUMLAH 4,50 7,00 1,58 MELAKSANAKA N KEGIATAN OPERASIONAL A 0,222 0,286 0,209 0,239 B 0,111 0,143 0,158 0,137 C 0,667 0,571 0.633 0,624 MATRIKS PERBANDINGAN BERPASANGAN ANTAR SUB KRITERIA PENGETAHUAN DAN PEMAHAMAN Pengisian bilangan matriks dan penentuan bobot prioritas untuk sub criteria pengetahuan dan pemahaman adalah sebagai berikut : Tabel 16 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Pemahaman Tentang Sistem Distribusi PEMAHAMAN TENTANG SISTEM DISTRIBUSI PEMAHAMAN TENTANG SISTEM DISTRIBUSI A 1,00 1,00 4,00 A 0,444 0,455 0,400 0,433 B 1,00 1,00 5,00 B 0,444 0,455 0,500 0,466 C 0,25 0,20 1,00 C 0,111 0,091 0,100 0,101 JUMLAH 2,25 2,20 10,00 Tabel 17 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Pemahaman Tentang Kegiatan Distribusi PEMAHAMAN PEMAHAMAN TENTANG TENTANG KEGIATAN KEGIATAN DISTRIBUSI DISTRIBUSI A 1,00 3,00 0,33 B 0,33 1,00 0,20 C 3,00 5,00 1,00 JUMLAH 4,33 9,00 1,53 A 0,231 0,333 0,216 0,260 B 0,076 0,111 0,131 0,106 C 0,693 0,556 0,654 0,634 Tabel 18 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Pengetahuan Kepemimpinan PENGETAHUAN KEPEMIMPINAN A 1,00 0,33 0,50 B 3,00 1,00 2,00 C 2,00 0,50 1,00 JUMLAH 6,00 1,83 3,50 PENGETAHUAN KEPEMIMPINAN A 0,167 0,180 0,143 0,163 B 0,500 0,546 0,571 0,539 C 0,333 0,273 0,286 0,297 Tabel 10 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Sub Kriteria Kerja Sama MANAJEMEN OPERASIONAL A 1,00 2,00 2,00 B 0,50 1,00 0,50 C 0,50 2,00 1,00 JUMLAH 2,00 5,00 3,50 MANAJEMEN OPERASIONAL A 0,500 0,400 0,571 0,490 B 0,250 0,200 0,143 0,198 C 0,250 0,400 0,286 0,312 Techno Science Vol. 2 No. 2 Oktober 2008 237

HASIL PERHITUNGAN PRIORITAS 1. Kemampuan Dasar Sub Kriteria Calon A Calon B Calon C Pendidikan 0,525 0,334 0,141 Pelatihan 0,297 0,539 0,163 Pengalaman 0,557 0,320 0,122 Kemampuan Bahasa Indonesia 0,472 0,151 0,377 Kemampuan Menguasai Bahasa Asing 0,201 0,118 0,681 Komunikasi 0,261 0,328 0,411 2. Kemampuan Umum Sub Kriteria Calon A Calon B Calon C Pengambilan Keputusan 0,388 0,443 0,169 Kepemimpinan 0,411 0,328 0,261 Tanggung Jwab Terhadap Pekerjaan 0,239 0,624 0,137 Kerjasama baik Vertikal dan Horisontal 0,211 0,133 0,655 Prestasi Kerja 0,411 0,261 0,328 3. Keahlian dan Kecakapan Sub Kriteria Calon A Calon B Calon C Mendistribusikan Pekerjaan dan Kewenangan 0,590 0,251 0,159 Menyusun Perencanaan Kegiatan Distribusi 0,601 0,229 0,170 Memimpin dan Pembinaan Kemampuan Personil 0,549 0,241 0,210 Melaksanakan Kegiatan Operasional 0,239 0,137 0,624 4. Pengetahuan dan Pemahaman Sub Kriteria Calon A Calon B Calon C Pemahaman Tentang Sistem Distribusi 0,433 0,466 0,101 Pemahaman Tentang Kegiatan Distribusi 0,260 0,106 0,634 Pengetahuan Tentang Kepemimpinan 0,163 0,539 0,297 Pengetahuan Tentang Penyelenggaraan Manajemen Operasional 0,490 0,198 0,312 PENETAPAN KONSISTENSI MATRIKS PERBANDINGAN BERPASANGAN CALON ALTERNATIF ANTAR SUB KRITERIA Pengukuran konsitensi suatu hirarki dilakukan dengan cara mengalikan setiap entri matriks berpasangan dengan prioritas kriterianya, kemudian menjumlahkannya dalam setiap baris. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan suatu bilangan serupa yang diperoleh untuk matriksmatriks dengan ukuran yang sama. Nilai rasio konsistensi harus 10 % atau kurang. Jika lebih dari 10 %, pertimbangan itu mungkin agak acak dan perlu diperbaiki. Batasan diterima tidaknya konsistensi suatu matriks sebenarnya tidak ada yang baku, hanya menurut beberapa eksperiman dan pengalaman tingkat inkonsitensi sebesar 10 % kebawah adalah tingkat inkonsistensi yang masih bisa diterima. Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Contohnya, jeruk dan bola tennis dapat dikelompokan dalam himpunan yang seragam, jika bulat merupakan kriterianya, tetapi tidak dapat jika rasa sebagai kriterianya. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara obyek- obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Contohnya, jika manis merupakan kriteria dan madu dinilai 5 X lebih manis dibanding gula, dan gula 2 X lebih manis dibanding sirup, maka seharusnya madu dinilai 10 X lebih manis dibanding sirup. Jika madu hanya dinilai 4 X manisnya dibanding sirup, maka penilaian tidak konsisten dan proses harus diulang jika ingin memperoleh penilaian yang lebih tepat. Techno Science Vol. 2 No. 2 Oktober 2008 238

Berdasarkan hasil perhitungan semua antar sub kriteria untuk masing masing calon adalah konsisten yaitu CR <10%. 4.8. ANALISIS DATA Setelah semua matriks perbandingan lengkap terisi dan diperiksa konsistensinya, maka langkah selanjutnya adalah menentukan sintesa akhir dari hirarki yang merupakan tujuan utama dibuatnya suatu model AHP. 1) Sasaran Kriteria Kemampuan Dasar Dalam sasaran kemampuan dasar ini yang memberikan pengaruh urutannya adalah pengalaman, pendidikan, komunikasi, pelatihan, bahasa indonesia dan salah satu bahasa asing dan hasilnya adalah sebagai berikut : 1. Pendidikan = 0,263 x 0,173 = 0,045 2. Pelatihan = 0,263 x 0,126 = 0,033 3. Pengalaman = 0,263 x 0,395 = 0,104 4. Bahasa Indonesia = 0,263 x 0,103 = 0,027 5. Salah Satu Bahasa Asing = 0,263 x 0,061 = 0,016 6. Komunikasi = 0,263 x 0,142 = 0,037 2) Sasaran Kriteria Kemampuan Umum Dalam sasaran kemampuan umum ini yang memberikan pengaruh urutannya adalah tanggung jawab terhadap pekerjaan, pengambilan keputusan, kerjasama vertical maupun horizontal dan prestasi kerja. Dan hasilnya adalah sebagai berikut : 1. Pengambilan Keputusan = 0,431 x 0,235 = 0,101 2. Kepemimpinan = 0,431 x 0,077 = 0,033 3. Tanggung Jawab Terhadap Pekerjaan = 0,431 x 0,469 = 0,202 4. Kerjasama Vertikal Maupun Horisontal = 0,431 x 0,129 = 0,056 5. Prestasi Kerja = 0,431 x 0,090 = 0,039 3) Sasaran Kriteria Keahlian dan Kecakapan Dalam sasaran keahlian dan kecakapan ini yang memberikan pengaruh urutannya adalah mendistribusikan pekerjaan dan kewenangan, menyusun perencanaan kegiatan distribusi, melaksanakan kegiatan operasional, memimpin dan melakukan pembinaan personil. Dan hasilnya adalah sebagai berikut : 1. Mendistribusikan Pekerjaan dan Kewenangan = 0,211 x 0,493 = 0,104 2. Menyusun Perencanaan Kegiatan Distribusi = 0,211 x 0,265 = 0,056 3. Memimpin dan Melakukan Pembinaan Personil = 0,211 x 0,090 = 0,019 4. Melaksanakan Kegiatan Operasional = 0,211 x 0,152 = 0,032 4) Sasaran Kriteria Keahlian dan Kecakapan Dalam sasaran keahlian dan kecakapan ini yang memberikan pengaruh urutannya adalah mendistribusikan pekerjaan dan kewenangan, menyusun perencanaan kegiatan distribusi, melaksanakan kegiatan operasional, memimpin dan melakukan pembinaan personil. Dan hasilnya adalah sebagai berikut : 1. Mendistribusikan Pekerjaan dan Kewenangan = 0,096 x 0,472 = 0,045 2. Menyusun Perencanaan Kegiatan Distribusi = 0,096 x 0,107 = 0,010 3. Memimpin dan Melakukan Pembinaan Personil = 0,096 x 0,111 = 0,011 4. Melaksanakan Kegiatan Operasional = 0,096 x 0,310 = 0,030 Untuk langkah selanjutnya adalah menghitung prioritas akhir setiap alternatif terhadap semua criteria dalam semua sasaran. Prioritas akhir setiap alternatif ditentukan dengan cara menjumlahkan semua prioritas dari criteria tiap calon alternatif atau kandidat. Prioritas tersebut diperoleh dengan cara mengalikan bobot nilai setiap kcriteria dan sub kriteria dengan prioritas masing-masing alternatif calon kandidat. Bobot prioritas akhir untuk masing-masing calon kandidat adalah sebagai berikut : Techno Science Vol. 2 No. 2 Oktober 2008 239

A. Alternatif I : Calon A a. Kriteria Kemampuan Dasar ( 0,045 x 0,525 ) + ( 0,033 x 0,297 ) + ( 0,104 x 0,557 ) + ( 0,027 x 0,472) + ( 0,016 x 0,201 ) + ( 0,037 x 0,261 ) = 0,116 b. Kriteria Kemampuan Umum ( 0,101 x 0,388 ) + ( 0,033 x 0,411 ) + ( 0,202 x 0,239 ) + ( 0,056 x 0,211) + ( 0,039 x 0,411 ) = 0,117 c. Kriteria Keahlian dan Kecakapan ( 0,104 x 0,590 ) + ( 0,056 x 0,601 ) + ( 0,019 x 0,549 ) + ( 0,032 x 0,239) = 0,113 d. Pengetahuan dan Pemahaman ( 0,045 x 0,433 ) + ( 0,010 x 0,260 ) + ( 0,011 x 0,163 ) + ( 0,030 x 0,490) = 0,039 Sehingga jumlah keseluruhan dari tiap criteria adalah : 0,116 + 0,117 + 0,113 + 0,039 = 0,385 Artinya bahwa calon alternatif A menempati urutan pertama ( 1 ) dengan prioritas akhir 0,385. Dan terhadap keempat kriteria yang diajukan sebagai prioritas sasaran, calon A sangat dominan pada criteria kemampuan dasar dan keahlian dan kecakapan dibanding calon yang lain, dengan prioritas akhir 0,116 dan 0,117. Terlihat sekali bahwa calon A sangat dominan dengan prioritas akhir tertinggi pada tiga criteria yang diajukan sebagai prioritas sasaran, yaitu kemampuan dasar, kehlian dan kecakapan, pengetahuan dan pemahaman. B. Alternatif I : Calon B a. Kriteria Kemampuan Dasar ( 0,045 x 0,334 ) + ( 0,033 x 0,539 ) + ( 0,104 x 0,320 ) + ( 0,027 x 0,151) + ( 0,016 x 0,118 ) + ( 0,037 x 0,328 ) = 0,084 b. Kriteria Kemampuan Umum ( 0,101 x 0,443 ) + ( 0,033 x 0,328 ) + ( 0,202 x 0,624 ) + ( 0,056 x 0,133) + ( 0,039 x 0,261 ) = 0,192 c. Kriteria Keahlian dan Kecakapan ( 0,104 x 0,251 ) + ( 0,056 x 0,229 ) + ( 0,019 x 0,241 ) + ( 0,032 x 0,137 ) = 0,048 d. Kriteria Keahlian dan Kecakapan ( 0,045 x 0,466) + ( 0,010 x 0,106 ) + ( 0,011 x 0,539 ) + ( 0,030 x 0,198 ) = 0,034 Sehingga jumlah keseluruhan : 0,084 + 0,192 + 0,048 + 0,034 = 0,357 Artinya bahwa calon alternatif B menempati urutan kedua ( 2 ) dengan prioritas akhir 0,357. Dan terhadap keempat kriteria yang diajukan sebagai prioritas sasaran, calon B sangat dominan pada criteria kemampuan umum dibanding calon yang lain, dengan prioritas akhir 0,192. Namun calon B sangat lemah pada criteria keahlian dan kecakapan dengan prioritas akhir 0,048 dan menduduki peringkat paling bawah untuk criteria ini. C. Alternatif I : Calon C a. Kriteria Kemampuan Dasar ( 0,045 x 0,141 ) + ( 0,033 x 0,163 ) + ( 0,104 x 0,122 ) + ( 0,027 x 0,377) + ( 0,016 x 0,681 ) + ( 0,037 x 0,411 ) = 0,061 b. Kriteria Kemampuan Umum ( 0,101 x 0,169 ) + ( 0,033 x 0,261 ) + ( 0,202 x 0,137 ) + ( 0,056 x 0,655) + ( 0,039 x 0,328 ) = 0,093 c. Kriteria Keahlian dan Kecakapan ( 0,104 x 0,159 ) + ( 0,056 x 0,170 ) + ( 0,019 x 0,210 ) + ( 0,032 x 0,624) = 0,050 d. Kriteria Pengetahuan dan Pemahaman ( 0,045 x 0,101) + ( 0,010 x 0,634 ) + ( 0,011 x 0,297 ) + ( 0,030 x 0,312 ) = 0,024 Sehingga jumlah keseluruhan : 0,061 + 0,093 + 0,050 + 0,024 = 0,227 Artinya bahwa calon alternatif C menempati urutan tketiga ( 3 ) atau terakhir dengan prioritas akhir 0,227. Dan terhadap keempat kriteria yang diajukan sebagai prioritas sasaran, calon C sangat lemah. Prioritas akhirnya pada setiap kriteria menempati urutan terakhir dibanding Techno Science Vol. 2 No. 2 Oktober 2008 240

calon yang lain, hanya untuk kriteria kehlian dan kecakapan calon C menempati urutan kedua dengan prioritas akhir 0,050. PENENTUAN PERINGKAT ALTERNATIF Setelah data tentang prioritas dikumpulkan, sebagai langkah terakhir untuk menentukan peringkat masing masing hasil calon alternatif adalah mengambil hasil prioritas akhir kemudian dibuat suatu peringkat seperti pada tabel berikut ini : Penetuan Peringkat Alaternatif Peringkat Alternatif Bobot Prioritas Akhir I Calon / Kandidat A 0,385 II Calon / Kandidat B 0,357 III Calon / Kandidat C 0,227 Dari perhitungan diatas, maka dapat ditentukan calon kandidat yang dipilh adalah calon kandidat A dengan nilai prioritas akhir 0,385. 5. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil perhitungan dengan menggunakan Metode AHP dapat ditarik kesimpulan bahwa Kriteria yang paling berpengaruh terhadap penempatan karyawan untuk menduduki jabatan sebagai Koordinator Lapangan adalah Kemampuan Umum dengan bobot prioritas = 0,431 dan Kemampuan Dasar = 0,263, Keahlian dan Kecakapan = 0,211 dan Pengetahuan Pemahaman dengan bobot prioritas = 0,096. Berdasarkan kriteria didapatkan besarnya bobot prioritas akhir secara keseluruhan untuk Calon A = 0,385, Calon B = 0,357, dan Calon C = 0,227. Dari bobot prioritas akhir keseluruhan, maka calon yang terpilih adalah calon A dengan nilai prioritas tertinggi yaitu 0,385. Berdasarkan peringkat bobot prioritas maka Calon B Koordinator Lapangan untuk wilayah distribusi Kabupaten Klaten, masih merupakan calon terkuat untuk menduduki jabatan Koordinator Lapangan untuk wilayah distribusi Kabupaten Surakarta. Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah untuk jabatan Koordinator Lapangan A merupakan alternatif terbaik untuk menduduki jabatan tersebut dengan nilai prioritas akhir tertinggi diantara tiga calon alternatif yang lain. DAFTAR PUSTAKA [1] Hendra Putra. 2003. Faktor Yang Paling Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Pada PT Sunan Rubber Palembang. Kompilasi Jurnal Skripsi TI STT Musi Palembang [2] Nurmianto, Eko. 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Guna Widya. Surabaya [3] Nurmianto, Eko. Nurhadi Siswanto. Sapuan. 2006. Perancangan Penilaian Kinerja Karyawan Berdasarkan Kompetensi Spencer dengan Metode Analytical Hierarchy Process (Studi Kasus di Sub Dinas Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum, Kota Probolinggo). JURNAL TEKNIK INDUSTRI VOL. 8, NO. 1, JUNI 2006 : 40-53 [4] Sari, Olga Ceria. 2006. Optimasi Pemilihan Ruko Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP), JURUSAN TEKNOLOGI INFORMASI POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA [5] Supriyono. Wisnu Arya Wardhana. Sudaryo. 2007. Sistem Pemilihan Pejabat Struktural Dengan Metode AHP, SEMINAR NASIONAL III SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA. 21 22 NOVEMBER. ISSN 1978-0176 [6] Wignjosoebroto. 200., Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu. Guna Widya. Surabaya. Techno Science Vol. 2 No. 2 Oktober 2008 241