BAB I PENDAHULUAN. terutama kesehatan reproduksi (Wulandari, 2012). 2003). Remaja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selaput dinding perut atau peritonitis ( Manuaba, 2009). salah satunya adalah Keputihan Leukorea (Manuaba, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina.

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan normal lama menstruasi berkisar antara 3-7 hari dan rata-rata berulang

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

BAB 1 PENDAHULUAN. hormone yang dikendalikan oleh kelenjar hipofisis anterior yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu negara dengan AKI tertinggi Asia dan tertinggi ke-3 di

Kata kunci : Pengetahuan, remaja puteri, kebersihan, genetalia eksterna PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi pada seorang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU REMAJA TERHADAP PERSONAL HYGIENE (GENETALIA) SAAT MENSTRUASI DI SMAN 2 CIKARANG UTARA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

HUBUNGAN PERILAKU HYGIENE ORGAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN ABNORMAL FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI DI SMP N 17 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan perasaan kesegaran serta mencegah timbulnya penyakit akibat

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

I. PENDAHULUAN. manusia, dan sering disebut masa peralihan. Tanda - tanda remaja pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

umur tahun berjumlah 2.9 juta jiwa (Susenas, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial secara utuh (tidak semata-mata bebas dari penyakit atau

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU GENITAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI

HUBUNGAN PERAN IBU DENGAN PERILAKU VULVA HYGIENE SAAT MENSTRUASI PADA SISWI SMP NEGERI 1 PLERET BANTUL YOGYAKARTA

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

PENGARUH PENYULUHAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP PERSEPSI MENJAGA KEBERSIHAN ORGAN GENETALIA PADA SISWI SMA MUHAMMADIYAH 7 YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Population and Development atau ICPD kairo, 1994). Mendefinisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

The 7 th University Research Colloqium 2018 STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. fisik maupun mental (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2009).

HUBUNGAN MASALAH KEBERSIHAN VULVA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN (FLOUR ALBUS) PADA SISWI SMA NEGERI 2 BANGKINANG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah negara kepulauan yang didiami oleh 222,6 juta jiwa, yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Partisipan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). Meskipun alat kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengambil peran yang cukup besar daripada ayah terutama pada. perkembangan anak perempuan, karena kesamaan gender dan

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis dan sosial (Rudolph, 2014). Batas usia remaja menurut

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat teratas dan sebagai penyebab kematian tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. adanya penyakit yang harus diobati (Djuanda, Adhi. dkk, 2005).

BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PERILAKU EKSTERNAL DOUCHING DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU RUMAH TANGGA DI DESA CATUR TUNGGAL DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Kelas X Tentang Flour Albus Dengan

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMAS CUT NYAK DHIEN ABSTRAK

BAB l PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi sehat yang

Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 21/11 (2016), 69-78

Atnesia Ajeng, Asridini Annisatya Universitas Muhammadiyah Tangerang ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Bagi seorang wanita menjaga kebersihan dan keindahan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak

Heni Hirawati P, Masruroh, Yeni Okta Triwijayanti ABSTRAK

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Remaja Putri tentang Flour Albus di SMP Negeri 2 Trucuk Kabupaten Klaten

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kental dari vagina (Holmes et al, 2008) dan rongga uterus (Dorland, 2010).

Universitas Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik secara fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesantren berasal dari kata santri yang di awali dengan kata pe- dan diakhiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang paling kritis bagi perkembangannya dan mendapatkan kendala. Pada masa remaja kendala utama yang dihadapi adalah perubahan yang sangat pesat secara fisik maupun psikologinya, sehingga remaja memerlukan perhatian khusus dalam menjaga kesehatannya terutama kesehatan reproduksi (Wulandari, 2012). Remaja yang mengalami perubahan ini kadang-kadang menimbulkan rasa cemas, takut, malu, merasa dirinya menjadi lain dan remaja pun bingung, karena mereka tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dan tidak mendapat informasi yang memadai. Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sangat penting diberikan pada remaja sejak dini untuk mempersiapkan remaja tersebut dalam menghadapi masa pubertas (Santrock, 2003). Remaja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari kecemasan, baik secara fisik maupun psikologis, dimana kecemasan yang ditimbulkan dapat berakibat buruk pada kesehatan reproduksi, salah satunya adalah keluarnya cairan dari liang vagina yang disebut dengan keputihan (fluor albus) (Hawari, 2011). Hasil survei penelitian yang dilakukan oleh Kasnani (2006) menjelaskan bahwa wanita memiliki tingkat kecemasan yang tinggi terutama pada saat menghadapi menarche dan gangguan reproduksi, seperti keputihan. Kecemasan yang dialami wanita pada reproduksi memiliki prevalensi sebesar 32%. Kecemasan yang ditimbulkan memiliki dampak baik secara fisik

2 maupun psikologis. Dampak psikologis yang ditimbulkan dapat berpengaruh pada sistem reproduksi, hal tersebut disebabkan karena adanya peningkatan hormon gonadotropin sebagai respon tubuh menghadapi kecemasan, dan hormon tersebut dapat menimbulkan keputihan (Isaacs, 2005). Tim BKKBN (2009, dalam buku Dinkes, 2011), menjelaskan bahwa kesehatan reproduksi sangat berkaitan erat dengan kualitas hidup manusia di masa mendatang. Remaja terkadang tidak nyaman apabila menceritakan mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitasnya, namun karena faktor keingintahuannya maka mereka berusaha mencari informasi dari sumber yang tidak jelas, seperti teman atau media massa yang tidak resmi membahas hal tersebut, sehingga orang tua disini memiliki peranan penting untuk mengatasi masalah tersebut (Wulandari, 2012). Data statistik Indonesia tahun 2008 dari 43,3 juta jiwa remaja berusia 15-24 tahun, sebanyak 24% berperilaku buruk mengenai vulva hygiene, hal ini merupakan penyebab terjadinya keputihan (Sari, 2012). Kesehatan reproduksi sangat penting untuk dipahami bagi kehidupan seseorang, salah satunya dengan melakukan perawatan organ reproduksi. Reproduksi yang sehat paling tidak dimulai sejak usia remaja, dimana remaja harus dipersiapkan baik psikologis, sikap dan perilakunya mengenai perawatan organ reproduksi karena wanita pada masa ini rentan terhadap berbagai macam masalah kesehatan reproduksi (Puspitaningrum, 2012). Perawatan organ reproduksi memiliki berbagai macam cara salah satunya dengan melakukan tindakan perawatan organ reproduksi (vulva hygiene) dengan benar. Vulva sebagai salah satu organ reproduksi wanita sangat rentan terhadap infeksi, hal ini disebabkan karena jarak uretra dan anus

3 yang berdekatan tersebut memudahkan kuman penyakit seperti jamur, bakteri, parasit maupun virus mudah masuk kedalam liang vagina (Djuanda, 2008). Perilaku wanita untuk merawat organ reproduksi adalah hal yang sangat penting karena memiliki banyak dampak yang ditimbulkan, salah satunya yaitu munculnya penyakit infeksi keputihan (fluor albus) (Sainturi, 2001). Keputihan secara umum adalah keluarnya cairan yang berlebihan dari vagina yang disertai oleh perasaan gatal, nyeri, rasa terbakar pada mulut vagina dan disertai bau busuk dan rasa nyeri saat berkemih dan bersenggama (Sianturi, 2001). Wanita mengalami keputihan (fluor albus) umumnya para usia reproduktif. Situs organisasi kanker dunia menyebutkan 75% dari seluruh wanita di dunia pasti akan mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup, selanjutnya sebanyak 45% wanita akan mengalami keputihan dua kali atau lebih (Kumalasari, 2004). Hasil penelitian Muliarini (2009, dalam Fadillah, 2012), pada wanita yang pernah mengalami keputihan di Kota Malang dengan responden yang dilibatkan sejumlah 180 orang. Hasil yang didapatkan keputihan ini bisa karena 25%-50% candidiasis, 20%-40% bacterial vaginosi dan 5%-15% trichomoniasi. Pondok pesantren merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan keagamaan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, yang memiliki peran penting dalam pengembangan sumberdaya manusia. Para santri dan para pengelola diharapkan tidak hanya mampu dalam membangun moral dan spiritual, melainkan salah satu aspek yang perlu diperhatikan pula yaitu

4 masalah kesehatan, yang mampu membentuk para santri dalam berperilaku hidup bersih dan sehat (Depkes RI,2006). Perilaku hidup bersih dan sehat di pondok pesantren merupakan suatu hal yang dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit, namun dalam menerapkan praktek perilaku hidup bersih dan sehat tidak mudah bagi mereka yang tidak terbiasa. Di pondok pesantren masih sering ditemukan berbagai jenis penyakit, baik penyakit menular berbasis lingkungan dan berbasis perilaku (Nugraheni, 2008). Kehidupan di lingkungan pondok pesantren pada umumnya masih memerlukan perhatian dari berbagai pihak terkait, baik dalam aspek akses pelayanan kesehatan dan perilaku sehat (Depkes RI, 2006). Hasil wawancara yang dilakukan dengan Ustadzah Sita (2013) selaku pengurus di pondok pesantren Nurul Ulum Malang, menjelaskan bahwa santriwati belum pernah mendapatkan keilmuan secara khusus bagaimana merawat dan menjaga kesehatan reproduksi, terutama dalam menanggani keputihan, dan tidak adanya akses informasi baik melalui media cetak maupun media elektronik. Peneliti melakukan studi pendahuluan pada tanggal 30 September 2013 sampai 2 Oktober 2013 di 3 pondok pesantren di Kota Malang, dengan hasil Pondok Pesantren Nurul Ulum Malang sebanyak 41 responden dari 296 santriwati menunjukkan 31 orang (75%) mengalami keputihan dan hanya 12 orang (30%) yang memahami tentang menjaga kebersihan alat reproduksi. Penelitian lainnya yang berada di pondok Pesantren An-Nur Malang sebanyak 25 responden dari 125 santriwati menunjukkan bahwa 13 orang (52%) mengalami keputihan. Pada Pondok Pesantren Tinggi Luhur Malang bahwa dari jumlah responden sebanyak 23 orang dari 112 santriwati, 13 orang

5 (55%) mengalami keputihan dan 10 orang (44%) sudah memahami tentang menjaga kebersihan alat reproduksi. Hasil lain yang didapatkan oleh peneliti mengenai tingkat kecemasan menemukan bahwa santriwati di Pondok Pesantren Nurul Ulum Malang, memiliki tingkat kecemasan yang cukup tinggi yakni sebesar 64% dari 175 santriwati, hal ini disebabkan karena adanya ketakutan pada saat menghadapi ujian, serta sedikitnya waktu luang yang didapatkan, faktor-faktor lain yang mempengaruhi disebabkan karena banyaknya materi keilmuan yang harus dipahami, perubahan lingkungan baru (adaptasi), dan cemas jauh dari keluarga. Penangganan masalah keputihan dapat dilakukan melalui perawatan vulva hygiene yang baik, perubahan tingkah laku, pengobatan psikologis, menggunakan alat pelindung, pemakain obat atau cara profilaksis sesuai dosis. Peningkatan perilaku vulva hygiene yang semakin baik dan penurunan tingkat kecemasan, akan mampu membantu meningkatkan derajat kesehatan reproduksi remaja (Clayton, 1986; Jones, 2005; Sianturi,2001; Andrianto, 1993). Hidayat (2004), menjelaskan bahwa ada beberapa elemen peran perawat professional antara lain : care giver, client advocate, conselor, educator, collaborator, coordinator change agent, consultant dan interpersonal process. Perawat memiliki peranan penting untuk mengetahui perilaku merawat organ reproduksi yang dilakukan santriwati, agar perawat diantaranya dapat memberikan informasi apabila terdapat gangguan kesehatan reproduksi khususnya keputihan.

6 Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti menjadikan dasar melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat kecemasan dan perilaku vulva hygiene (perawatan organ reproduksi) terhadap kejadian keputihan (fluor albus) pada santriwati di Pondok Pesantren Nurul Ulum Malang. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran tingkat kecemasan santriwati di Pondok Pesantren Nurul Ulum Malang. 2. Bagaimana gambaran perilaku vulva hygiene (perawatan organ reproduksi) santriwati di Pondok Pesantren Nurul Ulum Malang. 3. Bagaimana gambaran kejadian keputihan pada santriwati di Pondok Pesantren Nurul Ulum Malang. 4. Adakah pengaruh tingkat kecemasan terhadap kejadian keputihan pada santriwati di Pondok Pesantren Nurul Ulum Malang. 5. Adakah pengaruh perilaku vulva hygiene (perawatan organ reproduksi) terhadap kejadian keputihan pada santriwati di Pondok Pesantren Nurul Ulum Malang. 6. Adakah pengaruh kombinasi antara tingkat kecemasan dan perilaku vulva hygiene (perawatan organ reproduksi) terhadap kejadian keputihan pada santriwati di Pondok Pesantren Nurul Ulum Malang. 7. Berapakah daya pengaruh tingkat kecemasan dan perilaku vulva hygiene (perawatan organ reproduksi) terhadap kejadian keputihan (fluor albus).

7 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat kecemasan dan perilaku vulva hygiene (perawatan organ reproduksi) terhadap kejadian keputihan (fluor albus) pada santriwati di Pondok Pesantren Nurul Ulum Malang. 1.3.2 Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : 1. Mendiskripsikan gambaran tingkat kecemasan pada santriwati di pondok Pesantren Nurul Ulum Malang. 2. Mendiskripsikan gambaran perilaku vulva hygiene (perawatan organ reproduksi) pada santriwati di Pondok Pesantren Nurul Ulum Malang. 3. Mendiskripsikan gambaran kejadian keputihan yang dialami santriwati Pondok Pesantren Nurul Ulum Malang. 4. Menganalisis pengaruh tingkat kecemasan terhadap kejadian keputihan (fluor albus). 5. Menganalisis pengaruh perilaku vulva hygiene (perawatan organ reproduksi) terhadap kejadian keputihan (fluor albus). 6. Menganalisis pengaruh kombinasi tingkat kecemasan dan perilaku vulva hygiene (perawatan organ reproduksi) terhadap kejadian keputihan (fluor albus). 7. Menganalisis daya pengaruh tingkat kecemasan dan perilaku vulva hygiene (perawatan organ reproduksi) dengan kejadian keputihan (fluor albus).

8 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Sebagai pengalaman proses belajar mengajar khususnya dalam melakukan penelitian dan untuk mengaplikasikan ilmu keperawatan khususnya dalam bidang keperawatan komunitas. 1.4.2 Bagi Santriwati Para santriwati dapat mengetahui bagaimana cara perawatan organ reproduksi serta bagaimana penangganan jika mengalami keputihan, serta dapat menanamkan kebiasan berperilaku hidup sehat dalam menjaga kesehatan reproduksi sehingga dapat terbebas dari penyakit. 1.4.3 Bagi Pondok Pesantren Sebagai referensi di kepustakaan pondok pesantren dalam bidang kesehatan terutama bagi santriwati mengenai kesehatan reproduksi. 1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan Dapat digunakan sebagai rujukan untuk penelitian berikutnya dan dapat menambah pengetahuan di bidang ilmu keperawatan tentang perilaku vulva hygiene (perawatan organ reproduksi), khususnya untuk mencegah terjadinya keputihan. Serta sebagai sumbangan referensi dan kepustakaan jurusan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UMM untuk menilai efektifitas dari sistem pembelajaran. 1.5 Keaslian Penelitian Sari (2013) pernah melakukan penelitian dengan judul Tingkat Kecemasan Remaja Putri Kelas X dalam Menghadapi Keputihan di SMAN Gondangrejo Tahun 2013, didapatkan hasil penelitian bahwa dari 72

9 responden yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 80,5% dan 9 responden (12,5%) mengalami kecemasan sedang dalam menghadapi keputihan. Qomariyah, dkk (2011) telah melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Tentang Kebersihan Genitalia Dengan Kejadian Fluor Albus (Keputihan) Pada Remaja Putri, didapatkan hasil penelitian bahwa dari 36 responden, didapatkan hasil uji statistic non parametrik, korelasi spearmans rho tingkat kemaknaan α 0,05 didapatkan hasil r = 0,000 artinya ada hubungan antara pengetahuan tentang kebersihan genetalia dengan kejadian fluor albus (keputihan) pada remaja putri. Sedangkan nilai korelasi r=0,752 artinya ada derajat hubungan yang kuat antara pengetahuan tentang kebersihan genetalia dengan kejadian keputihan (fluor albus) pada remaja putri. Solikhah, dkk (2010) dalam penelitiannya menjelaskan tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Keputihan Dengan Perilaku Remaja Putri Dalam Menjaga Kebersihan Diri Di Desa Bandung Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen, dari hasil penelitian ini menunjukan koefisien korelasi antara tingkat pengetahuan tentang keputihan dengan perilaku menjaga diri terhadap keputihan sebesar 0,697. Angka koefisien korelasi adalah 0,697 dengan melihat nilai probabilitas (Sig) 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan kedua variabel sangat signifikan, artinya hubungan antara pengetahuan tentang keputihan dengan perilaku menjaga diri terhadap keputihan sangat cukup. Koefisien korelasi bertanda positif (+), artinya hubungannya searah sehingga ada kecenderungan

10 remaja putri dengan tingkat pengetahuan tentang keputihan yang baik akan memiliki perilaku yang baik juga dalam menjaga diri terhadap keputihan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Santoso, dkk (2011) dengan judul Hubungan antara pengetahuan dan keterampilan vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada ibu rumah tangga (studi di desa Sawahjono Warungasem Batang), dari hasil penelitian dijelaskan bahwa prosentase kejadian keputihan tertinggi dialami pada ibu rumah tangga yang berpengetahuan kurang, yaitu sebesar 94,4%. Dari uji korelasi didapatkan nilai x 2= 37,002 dengan nilai p= 0,000. Presentasi tertinggi dialami pada ibu rumah tangga dengan ketrampilan kurang yaitu sebanyak 100%. Dari uji korelasi didapatkan nilai x 2 = 37,004 dan nilai r=0,000, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan vulva hygiene dengan kejadian keputihan. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Donatilla (2011) Hubungan Antara Pengetahuan Dan Perilaku Menjaga Kebersihan Genitalia Eksterna Dengan Kejadian Keputihan Pada Siswi Sma Negeri 4 Semarang, dengan hasil ada hubungan antara pengetahuan menjaga kebersihan genitalia eksterna dengan kejadian keputihan pada siswi SMA Negeri 4 Semarang (r < 0,05). Sedangkan tidak ada hubungan antara perilaku menjaga kebersihan genitalia eksterna dengan kejadian keputihan pada siswi SMA Negeri 4 Semarang (r = 1,00). Dan tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku menjaga kebersihan genitalia eksterna pada siswi SMA Negeri 4 Semarang (r = 1,00). Analisis multivariat tidak dilakukan karena hubungan bermakna hanya diperoleh pada variabel pengetahuan saja.

11 Penelitian lain yang membahas mengenai keputihan dilakukan oleh Madyaning (2013) dengan judul Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Kebersihan Genitalia Terhadap Upaya Pencegahan Keputihan Pada Remaja Putri Di Smpn 1 Dau Malang, dengan hasil uji korelasi didapatkan nilai p < 0,05, sehingga dari penelitian ini terdapat pengaruh positif penyuluhan kesehatan tentang kebersihan genitalia terhadap upaya pencegahan keputihan pada remaja putri di SMPN 1 Dau Malang. Fitriasari (2013), telah melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pemakaian Intra Uterine Device Dengan Kejadian Leukorea Di Polindes Annisa Desa Singosari Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian didapatkan hubungan antara pemakaian Intra Uterine Device (IUD) dengan kejadian leukorea dibuktikan dengan t hitung > t tabel (5,792 > 3,84). Perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel yang digunakan, tempat, dan waktu penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan dan perilaku vulva hygiene (perawatan organ reproduksi) sebagai variabel independen dan kejadian keputihan sebagai variabel dependen. Tempat dan waktu penelitian disini adalah pada bulan Februari 2014 di Pondok pesantren Nurul Ulum Malang. Subjek yang dipilih peneliti adalah santriwati, dimana telah dijelaskan dalam latar belakang bahwa kemungkinan besar kejadian keputihan pada santriwati disebakan oleh tingkat kecemasan dan perilaku vulva hygiene yang kurang.