BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline

BAB I PENDAHULUAN. tingkat genetika (Saptasari, 2007). Indonesia merupakan negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. food menurut Food and Agriculture Organization didefinisikan sebagai makanan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar dari luas daratan, oleh karena itu dikenal sebagai negara maritim. Total

Abdul Muqsith. Program Studi Budidaya Perikanan Akademi Perikanan ibrahimy. Abstrak. Kata kunci : Eucheuma cottonii, jarak ikat tanam, pertumbuhan

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004),

Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini

Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015

II. METODE PENELITIAN

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN :

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

PENERAPAN TEKNOLOGI BERBASIS SUMBER ENERGI TERBARUKAN SETEMPAT DALAM RANGKA PEMBANGUNAN SEKTOR PERIKANAN DI DESA TABLOLONG, NTT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain

PEMANFAATAN JERAMI PADI DAN PENAMBAHAN KOTORAN AYAM SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) SKRIPSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

I. PENDAHULUAN. Dua pertiga dari luas negara Indonesia terdiri dari laut dan dilalui garis

STUDI LAJU PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Euchema spinosum DAN Eucheuma cottoni DI PERAIRAN DESA KUTUH, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG-BALI

Alga (ganggang) Alga sering disebut ganggang.

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui

II. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

L PENDAHULUAN. Rumput laut merupakan salah satu komoditi hasil laut yang penting, karena mudah dibudidayakan dan mempunyai kegunaan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang 70 % dari wilayahnya terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

KANDUNGAN KLOROFIL, FIKOERITRIN DAN KARAGINAN PADA RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum YANG DITANAM PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2009, di Balai Besar

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. juta ekor/tahun dan terdiri atas 240 jenis ikan hias laut dan 226 jenis ikan hias air

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

I. PENDAHULUAN. Madu merupakan bahan pangan berbentuk cairan kental yang memiliki

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan krisis energi sampai saat ini masih menjadi salah satu

II. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. beralihnya ke bidang usaha perikanan karena semakin tingginya permintaan akan produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dawson (1946) dalam Soegiarto, dkk,(1978), secara umum

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

I. PENDAHULUAN. seluas seluas hektar dan perairan kolam seluas hektar (Cahyono,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman pangan potensial masa

I. PENDAHULUAN. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

Oleh : ONNY C

II. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Budidaya Rumput Laut Desa Ketapang

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

3. METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

RESPON PERTUMBUHAN PADA BERBAGAI KEDALAMAN BIBIT DAN UMUR PANEN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN TELUK PALU ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Rumput laut merupakan sumber utama penghasil agar-agar, alginat dan karaginan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Studi Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Berbagai Metode Penanaman yang berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh, makroalga tersebut memerlukan substrat untuk tempat menempel/hidup

I. PENDAHULUAN. Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) adalah tanaman serealia yang potensial

I. PENDAHULUAN. Rumput laut atau seaweeds adalah tanaman air dikenal dengan istilah alga atau

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

4 LAlU PERHUMBUMAN DAN PWOSEHTASE BERAT KERIN6 DARl

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau yang dikenal dengan sebutan ganggang laut atau alga laut. Beberapa diantaranya sudah dikenal mempunyai nilai ekonomis penting sebagai penghasil bahan untuk industri, seperti agar-agar dan berbagai macam pangan lainnya. Produk hasil ekstraksi ganggang banyak digunakan sebagai bahan makanan di rumah tangga dan juga sebagai bahan tambahan dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat dan lain-lain. Selain itu juga digunakan pula sebagai pupuk hijau dan komponen pakan ternak maupun ikan (Istini, 1986). Tanaman rumput laut merupakan jenis tanaman thallus, berfotosintesis serta mengandung klorofil dan memiliki struktur reproduksi yang sangat sederhana (Tjitrosoepomo, 1989). Rumput laut sangat heterogen dan terdiri atas 30.000 spesies, mulai yang uniseluler (sel tunggal) disebut mikroalga dan yang multiseluler (berbentuk filament dan bercabang) disebut makroalga. Hampir semuanya hidup di air dan terdapat pula sebagian kecil hidup di darat dan lingkungan yang basah (Parenrengi dan Sulaeman. 2007). Dijelaskan lebih lanjut bahwa rumput laut tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, batu dan benda keras lainnya. Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut seperti 1

2 halnya biota perairan lainnya, sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologis dari biota tersebut untuk beradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti substrat, salinitas, temperatur, intensitas cahaya, arus air laut dan nutrisi (Bachtiar, 2009). Salah satu kelas dari rumput laut yang potensial yaitu ganggang merah (Rhodophyceae). Ganggang merah selama proses pertumbuhan eksponensial lebih banyak mensintesis protein dan bahan-bahan protoplasmik, sehingga kandungan protein tertinggi dapat dicapai apabila tanaman telah dewasa dan tidak mengalami pertumbuhan lagi. Laju pertumbuhan ganggang merah umumnya mengalami peningkatan pesat yaitu pada saat terbentuk karpospora dan akan menurun hingga pertumbuhan terhenti (Risjani dan Yunianta. 2000). Dijelaskan lebih lanjut bahwa laju pertumbuhan tertinggi dicapai antara satu hingga dua bulan setelah penanaman dan mencapai puncaknya pada minggu ke-8 dan setelah itu terjadi penurunan. Setelah adanya penurunan laju pertumbuhan, maka ganggang merah dapat dipanen untuk digunakan dalam berbagai bidang industri. Salah satu industri penting yang bahan bakunya berasal dari komoditas ganggang merah adalah kertas. Temuan terbaru dari ganggang merah (Rhodophyceae) dapat diolah menjadi bahan baku kertas berkualitas tinggi dilihat dari kehalusan, kekuatan dan keamanannya (Bachtiar, 2009). Ganggang merah ini merupakan sumber agar dan mineral serta memiliki kandungan serat yang tinggi pada thallusnya. Jenis lain ganggang merah yang memiliki multifungsi dan mulai dikembangkan yaitu Ptilophora sp., Porphyroglossum zolingerii dan Pterocladia capilaceae (Tronchin, Bolton dan Anderson, 2006). Dijelaskan lebih lanjut

3 keberadaan ganggang merah sebagai sumber alternatif bahan baku kertas merupakan hal yang baru untuk dikembangkan. Jenis ganggang merah yang meliputi Ptilophora sp., Pterocladia capilaceae, dan Porphyroglossum zolingerii, merupakan rumput laut komoditas baru dalam proses budidaya. Ptilophora termasuk dalam genus ganggang merah yang tersebar di Indo- Pasifik Barat terutama di habitat-habitat subtidal. Genus ini jarang ditemui dan 3 dari 14 jenis yang telah dikenali hanya dapat dikumpulkan dari arus atau aliran air laut. Genus Ptilophora umumnya berasal dari perairan beriklim sedang (hanya 2 jenis yang diketahui berasal dari perairan beriklim tropis) dan secara biogeografis area penyebarannya masih terbatas (Tronchin, Bolton dan Anderson, 2006). Menurut Grevo dan Made (2006) bahan baku alternatif dari ganggang merah Ptilophora pinnatifida lebih efisien dibanding kayu, karena mudah dikembangkan di Indonesia dan masa panennya relatif singkat yaitu 65 hari setelah tanam. Sebagai perbandingan Prisdiminggo, Nazam dan Wahid, (1998) melaporkan bahwa pertumbuhan Eucheuma cottonii yang dibudidayakan di Teluk Ekas dari bulan Mei sampai dengan bulan Juli adalah mencapai masa panen hingga 70 hari setelah tanam, sedangkan di Teluk Serewe pertumbuhan Eucheuma spinossum mencapai masa panen sekitar 75 hari setelah tanam. Dijelaskan lebih lanjut oleh Grevo dan Made (2006), habitat ganggang merah ini pada umumnya di air jernih dan berarus stabil. Ganggang merah banyak ditemukan di perairan Indonesia, seperti pantai selatan Jawa dan Lombok. Ganggang merah ini memiliki serat yang lebih halus dan homogen sehingga menghasilkan

4 kualitas kertas yang lebih baik dibandingkan bahan baku dari kayu. Bahan baku untuk kertas telah diujicoba pembudidayaannya di Bali, dan selanjutnya akan dikembangkan dikawasan Lombok Barat, Lombok Tengah dan Sumbawa Barat. Keberhasilan dalam pembudidayaan rumput laut juga tidak lepas dari metode yang digunakan. Secara umum budidaya rumput laut dilakukan dengan metode lepas dasar, metode rakit apung, dan metode tali panjang (Long Line), namun dari ketiga metode ini yang lebih banyak diminati oleh petani rumput laut saat ini adalah metode tali panjang. Metode tali panjang ini pada prinsipnya hampir sama dengan metode rakit apung, tetapi tidak menggunakan bambu sebagai rakit pengapung, dan yang biasanya digunakan sebagai pelampung adalah botol plastik. Keuntungan dari metode ini adalah fleksibel dalam pemilihan lokasi dan biaya yang dikeluarkan lebih murah (Anggadiredja, Purwoto dan Angkasa, 2006). Untuk mengantisipasi dan memecahkan masalah peningkatan nilai produksi untuk ekspor ganggang merah, harus diperhatikan berbagai aspek yang mempengaruhinya, antara lain teknik budidaya, pengolahan, dan pemasaran. Aspekaspek tersebut harus diperhatikan oleh petani pembudidaya dengan pengetahuan dan informasi yang memadai, terutama mengenai teknik budidaya yang tepat. Sistem budidaya ini sampai sekarang masih memiliki kendala bagi para pembudidaya karena berbagai keterbatasan yang dihadapi seperti keterbatasan bahan baku (bibit ganggang), alat dan bahan untuk budidaya, serta hasil panen yang kurang maksimal. Oleh karena itu, kendala-kendala tersebut perlu untuk dipecahkan melalui penelitian lebih lanjut guna memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai

5 pembudidayaan rumput laut dan hasilnya nanti bisa dimanfaatkan dan dikembangkan oleh para petani pembudidaya. B. Rumusan Masalah Bagaimanakah laju pertumbuhan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ganggang merah Ptilophora pinnatifida yang dibudidayakan dengan menggunakan metode tali panjang (Long Line)? C. Batasan Masalah Untuk mempermudah dalam memahami masalah serta mempermudah dalam pelaksanaan penelitian ini, maka penulis membatasi masalah sebagai berikut: 1. Ganggang merah dengan jenis Ptilophora pinnatifida yang terdapat di Balai Budidaya Laut stasiun Sekotong Lombok Barat, NTB. 2. Laju pertumbuhan Ptilophora pinnatifida yang dimaksud adalah pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan spesifik. 3. Peningkatan laju pertumbuhan dapat ditentukan dengan mengukur berat basah thallus. 4. Parameter yang diukur sebagai data pendukung adalah dasar perairan, kedalaman, kualitas air laut yang meliputi suhu air, ph air, kecerahan, ombak dan arus, serta salinitas yang sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan Ptilophora pinnatifida.

6 D. Tujuan Penelitian Mengetahui laju pertumbuhan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Ptilophora pinnatifida yang dibudidayakan dengan metode tali panjang (Long Line). E. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat dari penelitian ini antara lain : 1. Memberikan informasi tentang potensi ganggang merah Ptilophora pinnatifida sebagai jenis baru di Indonesia yang dapat dikembangkan untuk kepentingan industri. 2. Memberikan informasi tentang alternatif metode budidaya yang efektif dalam pengembangan pembudidayaan ganggang merah Ptilophora pinnatifida kepada para petani pembudidaya.