BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendeta adalah seorang pemimpin jemaat, khususnya dalam hal moral dan spiritual. Oleh karena itu, dia harus dapat menjadi teladan bagi jemaatnya yang nampak dalam cara berpikir, perkataan, sikap, perilaku, dan karakternya. Sebagai seorang pemimpin yang memimpin jemaatnya, pendeta juga diharapkan dapat memberi arah tujuan kemana jemaat tersebut akan dibawa, yang tentunya agar menjadi lebih maju, lebih baik, lebih berkualitas dan meningkat dari segi jumlah. Untuk itu, seorang pendeta harus menyadari panggilan hidup sebagai pendeta. Dalam Tata Gereja Gereja Kristen Indonesia (GKI) dikatakan bahwa Tuhan memanggil sebagian anggota gereja untuk menjadi pejabat gerejawi yang berperan melayani dan memperlengkapi gereja agar mampu melaksanakan misi gereja. 1 Hal ini menunjukkan bahwa menjadi pejabat gerejawi termasuk di dalamnya pendeta adalah berawal dari panggilan Allah. Allah-lah yang terlebih dulu memanggil manusia. Kemudian manusia menanggapi panggilan Allah sebagai pemberian anugerah, tugas dan tanggung jawab dari Allah. Oleh karena itu, seseorang yang terpanggil menjadi seorang pendeta harus menyadari akan anugerah, tugas dan tanggung jawab dari Allah ini, sehingga dalam melaksanakan pelayanannya sebagai pendeta dapat dilakukannya dengan segenap hati, pikiran dan jiwa. Seluruh jiwa raga didedikasikan untuk memenuhi panggilan tersebut. Bahkan dalam bagian Tata Laksana dikatakan bahwa salah satu syarat menjadi pendeta adalah menghayati pelayanan pendeta sebagai panggilan spiritual 2. Dari sini nampak bahwa panggilan adalah dasar dari segala pelaksanaan pelayanan seorang pendeta. Sekalipun melakukan pelayanan, seorang pendeta tetap harus profesional. Profesional karena harus menempuh pendidikan teologi terlebih dahulu 3 dan profesional dalam menjalankan fungsi gembala, pembimbing, pengajar, pemimpin umat Tuhan dan pemberita Firman Allah 4. Dengan kata lain, pendeta dituntut untuk profesional dalam hal pengetahuan, keterampilan, karakter yang terwujud dalam perilaku sehari-hari. Karena tuntutan profesional inilah maka dibutuhkan adanya kesadaran akan panggilan Allah sebagai motivasi yang senantiasa memberinya semangat dalam 1 Tata Gereja GKI. BPMS GKI. Jakarta. 2003. h. 9 2 Tata Gereja GKI. BPMS GKI. Jakarta. 2003. h.105 3 Tata Gereja GKI. BPMS GKI. Jakarta. 2003. h.105 4 Pdt. Anthonius Kurniasatya. Pendeta dan Kependetaan. GKI Cimahi. 2006 1
melaksanakan tugas-tugas sebagai seorang pendeta yang seringkali diperhadapkan pada tuntutan jemaat atau hambatan yang sedemikian banyaknya. Dengan menyadari bahwa menjadi seorang pendeta adalah panggilan dari Allah, maka dalam melakukan tugas-tugas kependetaannya, ia diharapkan dapat melakukannya dengan segenap pikiran, hati, dan jiwanya dalam menjalani suka dan dukanya sebagai seorang pendeta, serta mampu menghadapi tantangan-tantangan yang mungkin dapat membuatnya menjadi lebih kuat atau mungkin malah menjadikannya semakin mundur. 2. Permasalahan Apabila dilihat realitasnya, terdapat tanda-tanda bahwa aspek panggilan ini mulai kabur. Banyak permasalahan terjadi pada kehidupan pendeta yang tampaknya berkaitan dengan tingkat kesadaran akan panggilan sebagai pendeta. Kasus yang dijumpai antara lain berkisar dalam halhal sebagai berikut: - Finansial. Godaan yang sering dihadapi kebanyakan orang dan khususnya pendeta adalah soal uang. Uang secara pribadi tidak salah. Namun, yang menjadi kesalahan besar apabila uang menjadi tuan dari manusia. Seseorang bisa bekerja keras tanpa lelah dari pagi hingga malam hari hanya untuk mengejar kekayaan financial. Pendeta pun tak luput dari godaan ini. Ada kecenderungan beberapa pendeta yang lebih senang melakukan tugas di luar jemaat yang dipimpinnya dikarenakan tambahan penghasilan yang lumayan besarnya. Ada juga yang mempunyai pekerjaan atau bisnis sampingan dan menjadi lebih mengutamakan usaha tersebut daripada pelayanannya di jemaat. - Kekuasaan. Godaan yang dihadapi oleh pendeta selain finansial juga kekuasaan. Karena pendeta adalah juga pemimpin jemaat, seringkali bersentuhan dengan jabatan kepemimpinan, entah wilayah lokal, propinsi, nasional, ataupun internasional. Dengan demikian, pendeta sering diperhadapkan dengan enaknya menduduki kursi kepemimpinan yang dapat membuatnya lupa diri bahwa ia adalah seorang pelayan Tuhan. Terjadi perebutan jabatan, berselisih dengan rekan pendeta yang memimpin di jemaat yang sama, tidak mau terbuka dengan pendapat orang lain. - Keluarga. Permasalahan berikutnya yang juga sering dihadapi oleh pendeta yaitu menyangkut masalah keluarga. Ada beberapa kasus yang terjadi pada kehidupan keluarga pendeta, misalnya perselingkuhan dan perceraian. Permasalahan ini dapat juga melibatkan anggota jemaat yang berakibat pada ditanggalkannya jabatan kependetaan pendeta tersebut. 2
Dalam sebuah artikel dicatat bahwa dari beberapa kasus penanggalan jabatan pendeta GKI, 50% disebabkan pelanggaran seks, 25% karena masalah dalam keluarga, dan 25% karena masalah keuangan 5. Dari perspektif etika profesi, permasalahan-permasalahan tersebut di atas sangat mungkin berkaitan dengan tingkat kesadaran akan panggilan dalam diri pendeta. Penyusun tertarik untuk meneliti tentang peran panggilan dalam pelayanan pendeta dalam konteks Gereja Kristen Indonesia. Secara khusus, penyusun membatasi penelitiannya pada lingkup GKI Klasis Solo dan Klasis Yogya. Permasalahan akan difokuskan pada pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana persepsi para pendeta GKI tentang makna panggilan Allah? 2. Sejauh mana mereka menghayati akan panggilannya? 3. Sejauh mana faktor panggilan ini berperan dalam pelayanan pendeta-pendeta tersebut? 3. Tujuan Penulisan Dengan mengacu kepada permasalahan di atas, maka pada bagian akhir skripsi ini akan didapatkan hal sebagai berikut: 1. Para pendeta GKI memaknai panggilannya sebagai sapaan Allah yang memanggil dirinya menjadi hamba Allah untuk memperlengkapi jemaat Allah. Mereka dipanggil untuk menjadi seorang pelayan yang melayani Allah dan bukan demi kepentingan diri sendiri. 2. Para pendeta tetap menghayati akan panggilannya dari sejak mereka dipanggil sampai saat mereka sudah menjabat sebagai pendeta. Dengan tetap terus mengingat dan mendialogkan dalam kehidupan serta pelayanannya, mereka dapat menghadapi segala hambatan dan tantangan yang dapat membuat mereka terjatuh dan kehilangan makna panggilannya. Sehingga permasalahan-permasalahan yang dapat mengakibatkan pada ditanggalkannya jabatan pendeta dapat diantisipasi. 3. Para pendeta dapat menghayati bahwa panggilannya menentukan peran apa yang akan mereka lakukan dalam jemaat. Dengan demikian, mereka dapat lebih fokus dan profesional dalam menjalankan peran tersebut. Sehingga akan didapatkan perkembangan dan kemajuan jemaat yang lebih baik. 5 Liputan Konven Pendeta GKI 2006, Mitra GKI (edisi 26: Mei-Juni 2006).p.3 3
4. Pemilihan Judul Atas dasar latar belakang masalah, rumusan permasalahan dan tujuan di atas maka penyusun memilih judul: Penghayatan akan Panggilan dalam Diri Pendeta Jemaat Gereja Kristen Indonesia Klasis Solo dan Klasis Yogya 5. Metode Penulisan Dalam menyusun skripsi ini, penyusun hendak menggunakan metode penulisan deskriptifanalitis. Dengan mendeskripsikan tentang konsep panggilan itu sendiri. Lalu mengadakan wawancara dengan pendeta jemaat GKI penghayatannya akan panggilan Allah. Kemudian menganalisanya sejauh mana para pendeta jemaat GKI ini menghayati akan panggilannya dan berperan apa dalam pelayanan mereka. 6. Sistematika Penulisan Dalam karya tulis ini terdiri dari : BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang garis besar isi karya tulis ini yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, judul, metode penulisan, sistematika penulisan. BAB II KONSEP PANGGILAN SEBAGAI PENDETA JEMAAT Dalam bab ini akan dibahas tentang konsep-konsep panggilan hidup sebagai pendeta, sebagai dasar teori. Termasuk di dalamnya membahas tentang panggilan dalam jabatan gerejawi khususnya jabatan sebagai pendeta, dan profesionalisme pendeta. BAB III PENGHAYATAN AKAN PANGGILAN DALAM DIRI PENDETA JEMAAT GKI KLASIS SOLO DAN KLASIS YOGYA Dalam bab ini akan dibahas tentang hasil wawancara dengan para pendeta jemaat GKI Klasis Solo dan Klasis Yogya, menyangkut bagaimana persepsi mereka tentang makna panggilan Allah, sejauh mana panggilan Allah ini dihayati dalam diri mereka dan memiliki peran apa dalam pelayanan mereka. Di bagian awal, penyusun memberikan gambaran tentang GKI Klasis Solo dan Klasis Yogya, serta latar belakang respoden. Bagian kedua berisi hasil wawancara yang dibagi dalam tiga bagian, yaitu panggilan mula-mula, proses yang terjadi saat melaksanakan 4
panggilan Allah, dan harapan ke depan agar tetap dapat melaksanakan panggilan tersebut. Bagian ketiga berisi tentang analisis hasil wawancara. BAB IV PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan tentang makna panggilan bagi para pendeta jemaat dan sejauh mana menghayatinya, serta memiliki peran apakah panggilan tersebut dalam pelayanan para pendeta jemaat. Juga, beberapa saran bagi para pendeta dan calon pendeta jemaat, khususnya jemaat GKI Klasis Solo dan Klasis Yogya. 5