BAB I PENDAHULUAN. Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah

dokumen-dokumen yang mirip
nasional. Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2013 telah tersedia Puskesmas, sekitar Puskesmas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu aspek dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

KERANGKA ACUAN KERJA UNIT OBAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai kebutuhan. Untuk itu

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pada saat ini berkat perkembangan ilmu dan teknologi juga kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI PUSKESMAS TEGALSARI UPTD PUSKESMAS TEGALSARI Jl. KH syafa at No. 09 Telp (0333) Tegalsari

BAB 1 PENDAHULUAN. Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP WATUMALANG NOMOR :.../.../.../2013 TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT

PENDAHULUAN. atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk

BAB 3 KERANGKA PIKIR

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puskesmas merupakan salah satu institusi pemerintah yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di suatu

TINJAUAN PUSTAKA METODE PERANCANGAN Tahap Perencanaan daur Tahap Analisis perancangan sistem informasi Tahap Perancangan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 2 SERI E

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS BEJEN NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN, DAN PENGELOLAAN OBAT KEPALA PUSKESMAS BEJEN,

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 menyatakan bahwa. upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan dalam mencapai tujuan tertentu. Sistem informasi pada dasarnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari pembangunan nasional dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, data dan informasi merupakan sumber daya yang sangat

oleh petugas di Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam memperbaiki kualitas suatu organisasi atau instansi. Penggunaannya tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS WONOMERTO Jalan Bantaran 853 Patalan Kecamatan Wonomerto, Telp. (0335) PROBOLINGGO 67253

BAB I PENDAHULUAN manajemen upaya kesehatan manajemen kesehatan

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CIBALIUNG JL. Raya Cimanggu- Cibaliung Km. 10 Desa Sukajadi Kab. Pandeglang Pos, 42285

EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT PADA PUSKESMAS DENGAN STANDAR PENGELOLAAN OBAT YANG ADA DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. baik pada sektor ekonomi, pendidikan, pertanian, perhubungan, pariwisata,

BAB I. PENDAHULUAN A.

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN UNTUK PELAYANAN KESEHATAN DASAR

DWI UTAMI NUGRAHANI NAFTANI CHANDRA DINI AISYAH RIZQI MUFIDAH MUTIA FARIDA A.

BAB I PENDAHULUAN. paling utama, oleh karena itu kesehatan termasuk dalam kepentingan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terdapat juga transfer, seperti tunjangan sosial yang merupakan bantuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai

TAHUN UPT PUSKESMAS PABUARAN Jl P.SUTAJAYA NO 129 LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

Pengertian SKN. Maksud dan Kegunaan SKN 28/03/2016. BAB 9 Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi tersebut yaitu dengan diselenggarakannya otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

B A B V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dituntut untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pelayanan kesehatan paling dasar dan sebagai ujung tombak

Nama : Umur : Tahun Pendidikan : 1. Tamat SMU/Sederajat 2. Tamat D3 3. Tamat S1 4. Tamat S2 Unit Kerja : Masa Kerja : Tahun Bagian : Jenis Kelamin :

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia. Penyakit ini membunuh 1,5 juta orang pada tahun 2014 (1,1 juta orang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

PROVINSI SUMATERA BARAT KEPUTUSAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR: 120/674/2016 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. atau pengadaan obat. Berdasarkan Undang-undang kesehatan No.36 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya5.

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumah sakit. Persaingan yang ada membuat rumah sakit harus

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. sistem informasi yang baik. Hal ini disebabkan karena sistem informasi

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS KETERSEDIAAN OBAT PUBLIK PADA ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. 2. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Ulum, 2004). (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan zaman yang begitu pesat, diera globalisaasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

file/perbub/upt Gudang Farmasi Kesehatan/2009 2

BAB I PENDAHULUAN. sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Boediono (Sidik et

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh banyak perusahaan milik negara dan instansi-instansi milik swasta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serta memiliki satu Instalasi gudang farmasi kota (Dinkes Kota Solok, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah menjadi salah satu kebutuhan dari setiap orang. Informasi merupakan hasil pemrosesan data menjadi bentuk yang mudah dipahami dan merupakan pengetahuan yang relevan yang dibutuhkan pemakainya guna mencapai suatu tujuan. Melalui informasi seseorang dapat mengetahui bagaimana perkembangan zaman sekarang, apa yang akan terjadi dan bagaimana untuk menanggapi setiap hal yang akan terjadi ke depannya. Saat ini informasi semakin mudah diperoleh, sudah semakin banyak variasi bentuknya, serta semakin banyak kegunaannya (Wahyu, 2004). Untuk menghasilkan informasi, maka dibutuhkan suatu sistem informasi (SI). Sebuah sistem informasi (SI) merupakan kumpulan elemen yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk satu kesatuan untuk mengintegrasikan data, memproses, dan menyimpan serta mendistribusikan informasi yang mendukung pembuatan keputusan dan melakukan kontrol terhadap jalannya perusahaan. Selain menunjang proses pengambilan keputusan, koordinasi, dan pengawasan sistem informasi juga dapat membantu manusia dalam menganalisis permasalahan, menggambarkan hal-hal yang rumit dan menciptakan produk baru (Kenneth, 2005). Perkembangan dunia sistem informasi pada saat ini sudah sedemikian pesat dan merambah ke berbagai sisi kehidupan manusia. Perkembangan yang demikian tersebut didukung oleh tersedianya perangkat keras maupun perangkat lunak yang semakin hari semakin hebat kemampuannya (Sutedjo, 2002). 1

2 Kualitas informasi ditentukan oleh beberapa faktor yaitu keakuratan data, ketepatan waktu, ketepatan orang yang menerima, serta penyajiannya yang sempurna. Pada masa kini, untuk menghasilkan informasi yang berkualitas prima, maka dibutuhkan teknologi komputer yang kemudian dikenal dengan sebutan teknologi informasi atau Information Communication Technologi (ICT) yang telah terbukti memiliki kinerja yang sangat unggul. Teknologi informasi digunakan sebagai basis pembangunan sistem informasi yang akan memberikan jaminan kelancaran aliran data dan informasi serta keakuratan hasil pengolahan data. Pembangunan di bidang kesehatan adalah mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diselenggarakan upaya kesehatan yang menyeluruh dan terpadu. Berbagai upaya dalam penyelenggaraan kesehatan telah dilaksanakan dan obat merupakan salah satu unsur terpenting. Pembangunan di bidang obat antara lain bertujuan untuk menjamin tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai dengan kebutuhan, dengan mutu terjamin dan tersebar secara merata serta teratur sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat, serta meningkatkan ketepatan, kerasionalan dan efisiensi penggunaan obat (Depkes, 2005). Saat ini obat sudah menjadi kebutuhan pokok pelayanan kesehatan masyarakat. Persepsi masyarakat tentang hasil pelayanan kesehatan adalah menerima obat setelah mereka berkunjung ke sarana kesehatan, seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik maupun Praktek Dokter Swasta dan lain-lain (Depkes RI, 2005).

3 Mengingat bahwa obat merupakan elemen penting dalam pelayanan kesehatan serta besarnya biaya yang diserap untuk pengadaan obat, maka pengelolaan obat harus terus menerus ditingkatkan sehingga dapat memenuhi kebutuhan program pelayanan kesehatan dasar. Pengelolaan obat yang tidak efisien menyebabkan tingkat ketersediaan obat menjadi berkurang, terjadi kekosongan obat, banyaknya obat yang menumpuk akibat dari perencanaan obat yang tidak sesuai, biaya obat yang menjadi mahal disebabkan penggunaan obat yang tidak rasional serta banyaknya obat yang kadaluarsa yang disebabkan sistem distribusi yang kurang baik. Obat merupakan salah satu komponen penting dan barang yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, obat perlu dikelola dengan baik, efektif dan efisien. Tujuan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan adalah untuk menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dengan jenis dan jumlah yang cukup, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota memegang peranan yang sangat penting dalam menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat untuk pelayanan kesehatan dasar. Dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah, organisasi tersebut tidak selalu eksis di setiap Kabupaten/Kota. Untuk Kabupaten/Kota yang masih mempertahankan Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) dengan segala implikasinya, minimal pengelolaan obat berjalan sebagaimana semula. Dalam artian ada penanggung jawab, personal terlatih, sistem pengelolaan obat dan juga sarana dan prasarana. Berbeda dengan Kabupaten/Kota yang melikuidasi Gudang Farmasi,

4 kemungkinan pengelolaan obat tidak berjalan sebagaimana mestinya relatif besar, karena personal terlatih dipindah tugaskan atau sarana diubah peruntukannya. Demikian pula halnya dengan mekanisme pengelolaan obat yang telah dibina bertahun-tahun dirubah tidak sesuai dengan standar yang berlaku. Selain kemungkinan tersebut, ada alternatif lain yang bahkan menjadi lebih baik seperti : bila semula ada UPTD Farmasi dan Gudang Farmasi dijadikan satu wadah, sarana, personal dan mekanisme pengelolaan obat, ada pelatihan lanjutan bagi petugas terlatih dan sebagainya. Adanya Otonomi daerah membuka berbagai peluang terjadi perubahan yang sangat mendasar di masing- masing Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengelolaan obat. Pada era sentralisasi, jaminan mutu dilakukan oleh Badan POM sedangkan pada era desentralisasi jaminan mutu menjadi tanggung jawab Balai POM. Penjaminan mutu oleh Balai POM ditingkat kabupaten/kota belum sepenuhnya dilakukan. Monitoring dan supervisi pengelolaan obat dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. Dinkes berperan ganda sebagai regulator dan operator pengelolaan obat sehingga monitoringnya belum sepenuhnya dilakukan. Proses pengelolaan obat terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pengadaan, penyimpanan, tahap distribusi dan tahap penggunaan. Pengadaan obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat. Tujuan pengadaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada saat yang diperlukan.

5 Untuk mencapai tujuan tersebut, perencanaan yang merupakan salah satu fungsi dari pengelolaan obat harus dilaksanakan sebaik mungkin sehingga obat yang telah direncanakan sesuai dengan kebutuhan, tepat sasaran dan tepat guna. Untuk mendukung hal ini, perencanaan obat secara terpadu antara obat untuk pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah yang harus dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam perencanaan dan pengadaan obat di sektor publik. Pengelolaan obat yang tidak efisien menyebabkan tingkat ketersediaan obat menjadi kurang ataupun banyak obat tertentu yang menumpuk akibat perencanaan kebutuhan obat yang tidak sesuai, biaya obat menjadi mahal disebabkan tidak rasionalnya penggunaan obat, banyaknya obat yang kadaluarsa karena sistem distribusi yang kurang baik, sehingga akan berdampak kepada inefisiensi penggunaan anggaran/ biaya obat di tingkat kabupaten/kota. Untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien pemerintah telah menetapkan berbagai kebijaksanaan bagi seluruh upaya dan kegiatan di bidang obat antara lain penyampaian konsep Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Obat Generik serta peningkatan pengelolaan obat mulai dari pusat sampai ke Kabupaten/Kota. Konsep DOEN dan Obat Generik bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana dan ketepatan serta kerasionalan penggunaan obat, sedangkan peningkatan pelayanan obat dilakukan dengan membangun Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) di setiap Kabupaten/Kodya (KONAS, 2006). Peraturan dan pedoman tentang tata cara pengelolaan obat di Kabupaten/Kota tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1426/SK/XI/202 tanggal 21 Nopember 2002 (Depkes RI, 2006).

6 Pengadaan obat pada pelayanan kesehatan sektor pemerintah saat ini dibiayai melalui berbagai sumber anggaran, seperti APBD Tingkat I dan II, PT. ASKES, APBN dan sumber-sumber lainnya. Pelaksanaan pengelolaan biaya pengadaan obat tersebut dilaksanakan oleh instansi pelayanan kesehatan baik di tingkat Nasional, Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Namun pada kenyataannya belum dapat memenuhi kebutuhan obat di unit-unit pelayanan kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai masalah pada aspek ketersediaan obat. Untuk itu ketersediaan obat yang baik pada tingkat unit pelayanan kesehatan harus terus ditingkatkan agar dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi peningkatan upaya-upaya pelayanan kesehatan. Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan merupakan unit pelaksana teknis pengelola obat di Dinas Kesehatan Kota Medan yang sangat berperan dalam menjamin ketersediaan obat di Kota Medan. Kegiatan pengelolaan obat di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan meliputi perencanaan, penyimpanan, pendistribusian serta pencatatan dan pelaporan. Obat yang dikelola selama ini adalah obat yang berasal dari berbagai sumber anggaran, seperti BPJS, DAK, DAU, ASKES, Program Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dan BDB. Saat ini dalam pembuatan laporannya masih menggunakan cara manual dengan melakukan pencatatan pada saat penerimaan dan pendistribusian obat, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan maupun keterlambatan dalam pembuatan laporan ketersediaan obat di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan karena membutuhkan waktu yang cukup lama dan pencatatan yang akurat terkait dengan penerimaan dan pendistribusian obat selama ini.

7 Sistem informasi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pengelolaan obat, karena keberadaan informasi tersebut dapat menentukan kelancaran dan kualitas proses kerja dan dapat menjadi ukuran kinerja organisasi. Informasi yang dihasilkan oleh sistem akan bermanfaat bagi pengambilan keputusan jika informasi tersebut dihasilkan dari proses pengolahan data yang lengkap, tepat waktu dan akurat (Jogiyanto, 2005). Sistem informasi ketersediaan obat merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang pengelolaan obat yang baik. Permasalahan dalam sistem informasi berpengaruh terhadap fungsi pengelolaan obat, terutama pada aspek perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi. Sebagai suatu sistem, maka hasil kegiatan dari setiap unit yang terlibat dalam pengelolaan obat akan bermanfaat bagi unit itu sendiri maupun unit lain. Bila terjadi suatu keterlambatan pada satu unit akan berakibat dan berpengaruh langsung pada pengelolaan obat Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2005). Pelaksanaan sistem informasi pengelolaan obat di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan mengacu kepada sistem yang sudah ada yaitu berdasarkan Laporan Pemakaian dan Permintaan Obat (LPLPO) Puskesmas kemudian diolah secara manual dan sebagian lagi dengan komputer. Sedangkan di tingkat Puskesmas pengolahan dan analisis data program pengelolaan obat dilakukan secara manual. Menurut Isman (2007) Keterlambatan dan ketidaklengkapan dalam penyampaian LPLPO berakibat pada tidak tepatnya distribusi obat ke unit pelayanan kesehatan.

8 Berdasarkan fakta ada terdapat beberapa penyebab masalah pada sistem informasi program pengelolaan obat di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan diantaranya adalah proses pengolahan dan analisis data di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan belum optimal khususnya dalam pemanfaatan komputer pada saat pengelolaan data obat dan di tingkat Puskesmas masih dengan sistem manual. Berdasarkan permasalahan di atas penulis melakukan penelitian untuk merancang sistem informasi ketersediaan obat di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan, sesuai dengan ketersediaan data, kondisi dan kebutuhan informasi yang ada di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan. Sistem informasi ini diharapkan dapat dipakai untuk perbaikan kinerja, perbaikan manajemen, dan membantu mengoptimalkan fungsi ketersediaan obat di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat disimpulkan bahwa belum optimalnya pengelolaan obat di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan dikarenakan sebagai berikut: 1. Proses pengolahan dan analisis data di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan belum optimal khususnya dalam pemanfaatan komputer pada saat pengelolaan data obat. 2. Proses pengolahan data di tingkat Puskesmas masih dengan sistem manual.

9 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Terbentuknya Sistem Informasi Manajemen Pengelolaan Obat yang dapat mengolah data dan menghasilkan informasi ketersediaan obat yang berkualitas untuk mendukung manajemen Program Obat dan Perbekalan Kesehatan di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Membuat form Utama. 2. Membuat form Obat. 3. Membuat form Donor. 4. Membuat form Puskesmas. 5. Membuat form Obat Masuk. 6. Membuat form Obat Keluar. 7. Membuat form Laporan. 8. Membuat form Laporan Ketersediaan Obat. 9. Membuat form Laporan Obat Masuk per Tanggal 10. Membuat form Laporan Obat Masuk per Bulan 11. Membuat form Laporan Obat Masuk per Tahun 12. Membuat form Laporan Obat Keluar per Tanggal 13. Membuat form Laporan Obat Keluar per Bulan 14. Membuat form Laporan Obat Keluar per Tahun 15. Membuat form Laporan Obat Keluar per Donor

10 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Untuk Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan a. Dapat meningkatkan efesiensi dan efektifitas petugas`dalam pengelolaan informasi ketersediaan obat di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan. b. Sistem Informasi Ketersediaan Obat yang dirancang ini diharapkan diimplementasikan pada Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan dan dapat membantu pihak manejemen dalam melakukan perencanaan, evaluasi, serta menghasilkan informasi yang cepat, tepat dan lengkap terhadap ketersediaan obat di GFK. 1.4.2 Untuk Peneliti Dapat menambah pemahaman dan pengalaman serta wawasan peneliti dalam merancang sistem informasi ketersediaan obat yang berguna untuk mendukung terwujudnya sistem informasi pelayanan kesehatan yang akurat, relevan dan tepat waktu.