BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
Dealin Mahaputri Leonika

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. Pencatatan akuntansi pembiayaan ijarah pada PT. Bank Muamalat

Materi: 12 AKUNTANSI IJARAH

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS SEWA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

PERBANKAN SYARIAH IJARAH AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. Arthaloka Gf, 2006 ), hlm M. Nadratuzzaman Hosen, Ekonomi Syariah Lembaga Bisnis Syariah,(Jakarta: Gd

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 107

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Penerapan dan Perhitungan Akad Sewa-Menyewa Ijarah Pada Bank DKI

BAB VI AKUNTANSI IJARAH

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Produk-poduk Gadai Syariah berdasarkan PSAK 102, 105, dan 107. berdasarkan PSAK 105 : Akuntansi Mudharabah.

BAB I PENDAHULUAN. dari sistem perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA. Ikatan Akuntan Imdonesia Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.

BAB IV ANALISIS HASIL PEMBAHASAN PEMBIAYAAN. A. Analisis Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik Pada Produk. Pembiayaan Angsuran di BMT SM NU Cabang Kajen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Tabungan, Pensiun, Dana Pensiun. Tahun 1998 Pasal 1 (Ketentuan Umum) pengertian tabungan adalah sebagai

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Akuntansi Pembiayaan Ijarah pada Bank Muamalat. 1. Perhitungan Akuntansi Pembiayaan Ijarah

KARAKTERISTIK TRANSAKSI PERBANKAN SYARIAH DIRINGKAS DARI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.59

LAMPIRAN: Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-./BL/. Tanggal : PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan adanya bank yang melakukan kegiatannya berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. uang, sehingga masyarakat mengenal bank sebagai tempat menukaran uang. Semakin

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris,

BAB 6 SISTEM OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH. AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH: Teori dan Praktik Kontemporer

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS PENERAPAN AKAD IJARAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN BINA AGROBISNIS DALAM PERSPEKTIF FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NOMOR 09/ DSN-MUI/ IV/ 2000

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah

BAB I PENDAHULUAN. Kendala yang sering dipermasalahkan dan merupakan kendala utama adalah

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAGIAN V AKAD SEWA V.1. IJARAH ATAS ASET BERWUJUD

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No.107 AKUNTANSI IJARAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

Perbankan Syariah. Akuntansi Ijarah

Sriono ISSN Nomor TELAAH TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA (AL IJARAH) DALAM PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

PERBANKAN SYARIAH SISTEM DAN OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

AKUNTANSI IJARAH (PSAK 107)

Prinsip Sistem Keuangan Syariah

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 40 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah ini salah satunya dicirikan dengan sistem bagi hasil (non bunga)

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

BAGIAN XI LAPORAN LABA RUGI

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. negara maka semakin baik pula perekonomian negara tersebut. Mengingat

REGULASI ENTITAS SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /POJK.04/2015 TENTANG AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL

Dasar-Dasar Pembiayaan Bank Syariah

ANALISIS PERBANDINGAN BAGI HASIL DEPOSITO MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI DENGAN BUNGA DEPOSITO PADA BANK KONVENSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORITIS. (2000:59.1) mengemukakan pengertian Bank Syariah sebagai berikut :

KODIFIKASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH

ANALISIS STRATEGI PROMOSI KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) SISTEM KONVENSIONAL DAN SYARIAH (Studi Kasus : BTN dan BTN Syariah Kantor Cabang Solo)

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version) BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan. Oleh karena itu peranan

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan.

ANALISIS KOMPARASI SAK 30 SEWA DENGAN SAK SYARIAH 107 IJARAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang

BABI PENDAHULUAN. Sistem perbankan syariah merupakan bagian dari konsep ekonomi

BAB II Landasan Teori

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

Perbedaan antara Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul maal wat tamwil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara dengan basis penduduk muslim terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. bank-bank konvensional. Esensi bank Islam tidak hanya dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

BAB I PENDAHULUAN. akan sistem operasionalnya, telah menunjukkan angka kemajuan yang sangat

137/PMK.03/2011 PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK KEGIATAN USAHA PEMBIAYAAN SYARIAH

I. Flow-chart. Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan bank syariah di Indonesia dewasa ini berjalan dengan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.

BAB I PENDAHULUAN. pinggiran, atau biasa dikenal dengan rural banking. Di Indonesia, rural banking

BAB I PENDAHULUAN. kontroversi praktik bunga bank yang dilakukan pada bank bank konvensional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dana (liabilities), penyaluran dana (asset) berupa pembiayaan, dan jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. melalui jasa kredit yang sangat dibutuhkan masyarakat dalam menjalankan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Perbankam. BI. Prinsip Syariah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94)

PERBANKAN SYARIAH. Oleh: Budi Asmita SE Ak, MSi. Bengkulu, 13 Februari 2008

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI II. 1 Industri Perbankan Pengertian Perbankan menurut Undang-undang nomor 21 tahun 2008 pasal 1, pengertian bank adalah : Bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan yang dimaksud bank konvensional dijelaskan dalam Sigit dan Totok (2008:153), sebagai berikut : Bank konvensional adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Persentase tertentu biasanya ditetapkan per tahun. Jadi Bank adalah lembaga keuangan yang dipercaya masyarakat sebagai tempat mereka menabung/menyimpan uang, meminjam uang seperti kredit, maupun tempat dimana mereka dapat membeli surat berharga. Pada bank konvensional mengenal yang disebut dengan bunga, dimana bunga ini muncul ketika masyarakat/nasabah menabung dan pada saat melakukan pinjamanan kredit. Bunga bank sudah diatur oleh bank sendiri, konsumen tidak bisa tawar menawar dalam hal bunga tabungan dan bunga kredit. 12

Berbeda dengan bank konvensional, bank syariah memiliki fungsi yang sama tapi yang membedakannya adalah dari sistem pembagian bunganya. Pengertian Perbankan menurut Undang-undang nomor 21 tahun 2008 pasal 1, pengertian perbankan syariah adalah: Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara, dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Menurut Sigit dan Totok (2008:153), pengertian bank syariah adalah: Bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil. Jadi bank syariah adalah lembaga keuangan yang juga memberikan tempat bagi nasabah untuk menabung, meminjam uang, maupun melakukan akad-akad pembiayaan yang ditawarkan oleh bank syariah itu sendiri. Jika di bank konvensional mengenal bunga berbeda dengan bank syariah. Pada bank syariah tidak mengenal yang namanya bunga. Bank syariah lebih mengenal adanya pembagian hasil, dimana pembagian hasil biasanya telah disepakati bersama. II. 1. 1 Jenis-jenis Bank Dalam Yusuf (2010:4) berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 pasal 1 memberikan penjelasan dan pengertian antara lain : 1. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta 13

cara, dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. 3. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. 4. Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 5. Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 6. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. 7. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 8. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 9. Unit Usaha Syariah, yang selanjutya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah II. 2 Gambaran Umum Bank Syariah II. 2. 1 Perkembangan Bank Syariah Dunia perbankan Islam sekarang mulai dikenali dan diminati oleh masyarakat Indonesia. Setelah berhasil melewati krisis ekonomi tahun 1998, bank syariah mulai perlahan mengepakan sayapnya dalam dunia perbankan. 14

dibawah ini : Berikut ini adalah urutan sejarah perbankan Islam di Indonesia pada table Tahun Table 2. 1 Perkembangan Bank Syariah di Indonesia Keterangan 1974 Berupa ide dalam seminar nasional hubungan Indonesia-Timur Tengah. Belum terealisasi karena UU yang belum memungkinkan dan adanya hambatan politis. 1988 PAKTO 1988. Kebijakan pemerintah untuk meliberalisasi perbankan Indonesia membuka peluang baru. Belum ada dasar hokum, kecuali adanya klausul dalam PAKTO yang menyebutkan bahwa bank dapat menerapkan bunga sebesar 0%. 1990 Lokakarya Ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua Bogor. Hasilnya adalah keputusan untuk membentuk kelompok kerja yang akan mendirikan bank Islam di Tanah Air. 1991 1 November, Akte pendirian BMI ditandatangani. 3 November, Presiden Soeharto membantu pengumpulan dana untuk pendirian BMI di Istana Bogor. 1992 1 Mei, BMI mulai beroperasi. UU No. 7 Tahun 1992 keluar dan mengakomodasi perbankan dengan konsep bagi hasil. Keluar pula PP No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. 1997-1998 Indonesia dilanda krisis moneter terparah. Banyak bank konvensional yang tumbang karena CAR negatif dan mengalami kerugiaan negative spread. 1998 UU No. 10 Tahun 1998 lahir. UU ini memberikan peluang bagi pengembangan perbankan Islam. Dengan begitu dual banking system berlaku tanpa malu-malu lagi. Dengan adanya UU tersebut, maka bank konvensional juga boleh membuka unit usaha Islam. 1999 UU No. 123 Tahun 1999 tentang BI. Dalam UU ini disebutkan bahwa BI bertanggung jawab terhadap pengawasan perbankan termasuk perbankan Islam. 2008 UU No. 21 Tahun 2008 disahkan dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sumber : Lembaga Keuangan Islam (2010) II. 2. 2 Kegiatan Umum Bank Syariah Dalam Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, menyatakan bahwa kegiatan Usaha Bank Umum Syariah antara lain: 15

1. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 2. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 3. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 4. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 5. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 6. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; 7. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; 8. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan pinsip syariah; 9. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 10. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah; 11. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik; 12. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah. Dalam Meryvn (2010), di bank Syariah sendiri terdapat prinsip-prinsip hukum yang ditetatapkan atas empat transaksi utama yaitu : 16

1. Penjualan (bay ) Penjualan (bay ) adalah pemindahan kepemilikan atau property yang digantikan dengan sejumlah uang. 2. Sewa (ijrah) Sewa (ijrah) adalah pemindahan hak untuk mempergunakan properti atau barang dengan mendapat sejumlah uang. 3. Hadiah (hibah) Hadiah (hibah) adalah pemindahan sekumpulan properti tanpa syarat apa-apa. 4. Pinjaman ( âriyah) Pinjaman ( âriyah) adalah pemindahaan hak penggunaan properti tanpa syarat apa-apa. II. 2. 3 Larangan Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah Menurut Booklet Perbankan Indonesia (2011:9) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dinyatakan ada beberapa larangan Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah antara lain: 1. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah; 2. Melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal; 3. Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud pada angka 19 dan 20 pada kegiatan usaha Bank Umum Syariah; 4. Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah. II. 2. 4 Jenis-Jenis Akad dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah Menurut Mervyn (2010), di perbankan Syariah terkenal dengan berbagai macam akad. Akad sendiri sebenarnya adalah semacam kontrak dalam perbankan konvensional, dalam Perbankan Syariah mengenal akad : 1. Mudharabah Akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua ( amil, mudharib, atau Nasabah) yang bertindak selaku 17

pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam Akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian. 2. Musyarakah Akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing. 3. Murabahah Akad Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. 4. Salam Akad Pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati 5. Istishna Akad Pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni ) dan penjual atau pembuat (shani ). 6. Ijarah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. 7. Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. 8. Qardh Akad pinjaman dana kepada Nasabah dengan ketentuan bahwa Nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati. 18

II. 3 Jenis-jenis Ijarah Menurut PSAK 107 Menurut Drs. Ismail (2011:60), dalam transaksi perbankan syariah, ijarah dibagi menjadi dua jenis yaitu ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik. Keduanya tak jauh berbeda, perbedaannya terletak pada opsi perpindahan hak milik pada sebelum atau akhir masa sewa. Dalam akad ijarah, objek sewa akan dikembalikan kepada pihak yang menyewakan pada akhir masa periode. Sedangkan dalam akad ijarah muntahiya bittamlik, objek sewa akan berpindah hak miliknya pada penyewa pada akhir masa sewa objek sewa tersebut. II. 3. 1 Akad Ijarah Drs. Ismail mengatakan bahwa akad ijarah dalam perbankan dikenal dengan nama operational lease, yaitu kontrak sewa antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa, dimana pihak penyewa harus membayar uang sewa sesuai dengan perjanjian dan pada saat jatuh tempo objek sewa harus dikembalikan kepada pihak yang menyewakan dan atas biaya pemeliharaan atas aset yang menjadi objek yang disewakan merupakan tanggungan pihak yang menyewakan. Menurut Yusuf dan Wiroso (2011:117) mengatakan bahwa : Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik ma jur (objek sewa) dan musta jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. Pernyataan pengertian ijarah menurut PSAK 107, paragraf 34 menyatakan bahwa : Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa 19

(ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sewa yang dimaksud adalah sewa operasi (operating lease). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, pengertian ijarah yaitu : Akad ijarah adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah, pengertian ijarah adalah: Akad ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Jadi, ijarah adalah akad sewa-menyewa antara bank selaku orang yang menyewakan barang/jasa yang biasa disebut ma jur dengan nasabah selaku pihak penyewa barang atau jasa yang biasa disebut musta jir dimana terdapat imbalan melalui pembayaran sewa oleh penyewa kepada pihak yang menyewakan barang/jasa tersebut. Setelah masa sewa berakhir, maka barang yang disewakan penyewa (musta jir) harus dikembalikan kepada pihak bank (ma jur). II. 3. 2 Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik disingkat dengan IMBT, yaitu kontrak sewa antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa, dimana pihak penyewa harus membayar uang sewa sesuai dengan perjanjian dan pada saat jatuh tempo 20

objek sewa akan berpindah kepemilikan yang awalnya adalah milik dari pihak yang menyewakan menjadi milik penyewa. Menurut Yusuf dan Wiroso (2011:117) mengatakan bahwa : Ijarah muntahiyaah bittamlik adalah akad sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai dengan kontrak. Pengertian Ijarah muntahiyah bittamlik menurut PSAK no 107 tentang akuntansi ijarah adalah : Ijarah muntahiyah bittamlik adalah ijarah dengan wa d perpindahan kepemilikan aset yang di-ijarah-kan pada saat tertentu. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, pengertian ijarah muntahiya bittamlik yaitu : Akad ijarah muntahiya bittamlik adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. Jadi, Ijarah muntahiya bintamlik adalah akad sewa-menyewa antara bank sebagai pihak yang menyewakan kepada pihak penyewa, dimana seewamenyewa ini memiliki opsi pemindahan kepemilikan barang pada saat tertentu sesuai dengan kesepakatan perjanjian awal yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yaitu pihak yang menyewakan dan pihak yang disewakan. 21

II. 3. 3 Skema Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bittamlik Transaksi ijarah pada prinsip dasarnya adalah perpindahan manfaat dari pemilik aset kepada penyewa. Serupa tapi tak sama dengan murabahah, yang membedakannya dari objeknya. Jika murabahah, objeknya bukan disewa melainkan dibeli dan hak miliknya berubah menjadi punya pembeli, tapi ijarah objeknya disewakan oleh pemilik kepada penyewa menurut waktu yang ditentukan. Setelah perjanjian sewa-menyewa itu berakhir, maka objeknya harus dikembalikan penyewa kepada pemiliknya. Kemudian Osmad Muthaher (2012:123) merumuskan skema proses transasksi ijarah sebagai berikut: Gambar 2. 1 Skema Proses Transaksi Ijarah Bank Syariah sebagai pemberi sewa 1. Negosiasi dan Akad ijarah Nasabah sebagai penyewa 2. Membeli barang/jasa pada 4. membayar sewa pada bank Objek Ijarah 3. Menggunakan objek ijarah Sumber: Akuntansi Perbankan Syariah (2012:123) Tetapi jika dalam perjanjian tertulis akad ijarah muntahiya bittamlik, maka pada saat akhir masa sewa, objek tersebut akan dibeli dan dipindahtangankan dari pemilik kepada penyewa sesuai dengan kesepakatan 22

perjanjian yang telah disepakati bersama. Drs. Ismail menjelaskan skema proses transasksi pembiayaan ijarah muntahiyah bittamlik sebagai berikut: Gambar 2. 2 Skema Proses Transasksi Pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bittamlik Bank (Mu ajir) 1. Akad sewa IMBT 5. Bayar kewajiban Nasabah (Musta jir) 2. Membeli objek 3. Kirim dokumen ke bank 4. Kirim barang ke nasabah Supplier Objek Sewa (Ma jur) Sumber: Perbankan Syariah (2011:163) Keterangan: 1. Bank syariah dan nasabah melakukan perjanjian dengan akad ijarah muntahiya bittamlik. Dalam akad dijelaskan tentang objek sewa, jangka waktu sewa, dan imbalan yang diberikan oleh lessee kepada lessor, hak opsi lessee setelah akad sewa berakhir dan ketentuan lainnya. 2. Bank syariah membeli objek sewa dari supplier. Aset yang dibeli oleh bank syariah sesuai dengan kebutuhan lessee. 3. Setelah supplier menyiapkan objek sewa, kemudian supplier mengirimkan dokumen barang yang dibeli ke bank syariah, kemudian bank syariah membayar kepada supplier. 4. Supplier mengirimkan objek sewa kepada nasabah atas perintah dari bank syariah. Barang-barang yang dikirim tidak disertai dengan dokumen, karena dokumen barang diserahkan kepada bank syariah. 5. Setelah menerima objek sewa, maka nasabah mulai melaksanakan pembayaran atas imbalan yang disepakati dalam akad. Imbalan yang diterima oleh bank syariah disebut pendapatan sewa. Biaya sewa dibayar oleh nasabah kepada bank syariah pada umumnya setiap bulan. Bila jangka waktu berakhir, dan nasabah memilih opsi untuk membeli objek sewa, maka nasabah akan membayar sisanya (bila ada) dan bank syariah akan menyerahkan dokumen kepemilikan objek sewa. 23

II. 3. 4 Kategori Ijarah Seperti kita ketahui, perbankan dalam memberikan produk pinjaman atas kendaraan bermotor atau rumah dalam bentuk sewa. Pada umumnya menggunakan metode leasing. Sedangkan di dalam perbankan syariah metode leasing ini juga diterapkan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang disebut dengan ijarah. Menurut Yusuf dan Wiroso, dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 107 tentang Akuntansi Perbankan Syariah dijelaskan karakteristik ijarah sebagai berikut: 1. Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik ma jur (objek sewa) dan musta jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. Ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad sewamenyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. (PSAK 107, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 105). 2. Perpindahan hak milik objek sewa kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dapat dilakukan dengan : a. Hibah b. Penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa c. Penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad d. Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad (PSAK 107, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 106) 3. Pemilik objek sewa dapat meminta penyewa menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari resiko kerugian. Jumlah, ukuran dan jenis objek sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad (PSAK 107, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 107) 24

Sedangkan dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) dijelaskan karakteristik Ijarah dan Ijarah Muntabiyah Bittamlik (bagian III.Ijarah, hlm III.111) sebagai berikut: 1. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang disempurnakan dengan Undang-Undang no 10 tahun 1998, Ijarah Muntahiyah Bittamlik disebut juga dengan istilah Ijarah Wa Iqtina. Dalam PAPSI dipergunakan istilah ijarah muntahiyah bittamlik dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Lebih dikenal pada perbankan Islam Internasional b. Menggambarkan proses, yaitu sewa yang diakhiri dengan opsi kepemilikan, sedangkan pada ijarah wa iqtina menimbulkan persepsi adanya sewa dan kepemilikan diilakukan secara bersamaan. 2. Aktiva ijarah dapat dipindahkan kepemilikannya kepada penyewa melalui: a. Hibah b. Penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati di awal akad c. Penjualan sebelum akhir akad dengan harga yang sebanding dengan cicilan ijarah yang masih tersisa d. Penjualan secara bertahap 3. Pada dasarnya ijarah muntabiyah bittamlik perlakuan akuntansinya sama dengan perlakuan akuntansi ijarah operasi kecuali yang berkaitan dengan pemindahan hak kepemilikan. 4. Pembayaran ijarah dapat dilakukan dimuka, dibelakang, maupun secara angsuran. 5. Jumlah sewa yang dibayarkan tidak memisahkan antara pokok sewa dan margin sewa. II. 4 Ketentuan Dalam Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik II. 4. 1 Ketentuan Umum Ijarah Dalam Yusuf dan Wiroso (2011:118) Dewan syariah Nasional menetapkan aturan tentang ijarah yang tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah adalah sebagai berikut : 25

Pertama : Rukun dan Syarat Ijarah 1. Penyataan Ijab dan qabul 2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa (lessor,pemilik aset, LKS) dan penyewa(lease, pihak yang mengambil manfaat dari pengguna aset nasabah) 3. Objek kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan aset. 4. Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah objek kontrak yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan dari aset itu sendiri. 5. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain. Kedua : Ketentuan Obyek Ijarah 1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa. 2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. 3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan. 4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah. 5. Manfaat arus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa. 6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. 7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah. 8. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak. 9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak. Ketiga : Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah 1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa a. Menyediakan aset yang disewakan b. Menanggung biaya pemeliharaan aset. 26

c. Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan. 2. Kewajiban nasabah sebagai penyewa a. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai kontrak. b. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil). c. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. Keempat : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. II. 4. 2 Ketentuan Umum Ijarah Muntahiyah Bittamlik Dalam Yusuf dan Wiroso (2011:119), Fatwa yang berkaitan dengan al- Ijarah Muntahiyah al-bittamlik sebagaimana tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret 2002 sebagai berikut: Pertama: Ketentuan Umum Akad al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah (Fatwa DSN nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-ijarah al-muntahiyah bi altamlik. 2. Perjanjian untuk melakukuan akad al-ijarah almuntahiyah bi al-tamlik harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani. Kedua: Ketentuan tentang al-ijarah al-muntahiyah bi altamlik 1. Pihak yang melakukan al-ijarah al-muntahiyah bi altamlik harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli 27

atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai. 2. Janji pemindahan kepemilikan yan disepakati di awal akad ijarah adalah wa d yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janjian itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai. II. 4. 3 Jual dan Ijarah Dalam Sofyan, Yusuf, dan Wiroso (2010:385), transaksi jual dan ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling bergantung (ta alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar. Jika suatu entitas menjual objek ijarah kepada entitas lain dan kemudian menyewanya, maka entitas tersebut mengakui keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi dan menerapkan perlakuan akuntansi penyewa. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual dan ijarah tidak dapat diakui sebagai pengurang atau penambah beban ijarah. II. 4. 4 Penyajian dan Pengungkapan Dalam Sofyan, Yusuf, dan Wiroso (2010:387), pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban-beban terkait, misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan dan sebagainya. Pemilik mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transasksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada: a. Penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada: i. Keberadaan wa ad pengalihan kepemilikian dan mekanisme yang digunakan (jika ada wa ad pengalihan kepemilikan) 28

ii. Pembatasan-pembatasan, misalnya ijarahlanjut iii. Agunan yang digunakan (jika ada) b. Nilai perolehan dan akumulasi penyusutan atau amortisasi untuk setiap kelompok aset ijarah c. Keberadaan transaksi jual dan ijarah (jika ada) Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada: 1. Penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada: i. Total pembayaran ii. Keberadaan wa ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika wa ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan) iii. Pembatasan-pembatasan, misalnya ijarahlanjut iv. Agunan yang digunakan (jika ada) 2. Keberadaan transaksi jual dan ijarah dan keuntungan atau kerugian yang diakui (jika ada transaksi jual dan ijarah) II. 5 Pernyataan Standart Akuntansi Keuangan No. 107 Tentang Akuntansi Ijarah Definisi Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam pernyataan ini : Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah ijarah dengan wa ad perpindahan kepemilikan objek ijarah pada saat tertentu. Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arms length transaction). Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan aset berwujud atau tidak berwujud. Wa ad adalah janji dai satu pihak kepada pihak lain untuk melaksanakaan sesuatu. Paragraf 4. Karakteristik Ijarah merupakan sewa-menyewa objek ijarah tanpa perpindahan risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa ad untuk memindahkan 29

kepemilikan dari pemilik (mu jir) kepada penyewa (musta jir) pada saat tertentu. Paragraf 5. Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dar pemilik kepada penyewa, dalam ijarah muntahiyah bittamlik, dilakukan jika seluruh pembayaran atas objek sewa atas objek ijarah yang dialihkan telah diselesaikan dan objek ijarah telah diserahkan kepada penyewa dengan membuat akad terpisah secara: a) Hibah b) Penjualan sebelum akad berakhir sebesar sebanding dengan sisa cicilan sewa atau harga yang disepakati c) Penjualan pada akhir masa ijarah dengan pembayaran tertentu sebagai referensi yang disepakati dalam akad, atau d) Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad. Paragraf 6. Pengakuan dan Pengukuran Objek Ijarah diakui pada saat objek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. paragraf 9. Penyusutan Objek ijarah, jika berupa aset dapat disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomis) Paragraf 11. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari objek ijarah. Umur ekonomis dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya mobil yang dapat dipakai 10 tahun diijarahkan dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian umur ekonomisnya adalah 5 tahun. Paragraf 12. Pendapatan dan Beban Pendapatan sewa selama masa akaddiakui pada saat manfaat aset telah diserahkan kepada penyewa. Paragraf 14. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan. Paraagraf 15. Pengakuan biaya perbaikan objek ijarah adalah sebagi berikut : a) Biaya perbaikan tidak rutin objek ijarah diakui pada saat terjadinya 30

b) Jika penyewa melakukan perbaikan rutin objek ijarah dengan persetujuan pemilik, maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai beban pada saat terjadinya, dan c) Dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan objek ijarah yang dimaksud dalam huruf (a) dan (b) ditanggung pemilik maupun penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing atas objek ijarah. Paragraf 16. Biaya perbaikan objek ijarah merupakan tanggungan pemilik. Perbaikan tersebut dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas persetujuan pemilik. Paragraf 17. Perpindahan Kepemilikan Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara : a) Hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban, b) Penjualan sebelum berakhirnya masa, sebesar sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian, c) Penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian, atau d) Penjualan objek ijarah secara bertahap, maka : i. Selisih antara harga jual dan jumlah tercatat sebagian objek ijarah yang telah dijual diakui sebagai keuntungan atau kerugian, sedangkan ii. Bagian objek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai aset tidak lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset tersebut. Paragraf 18. Akuntansi Penyewa Beban Beban sewa diakui selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima. Paragraf 19. Utang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang telah diterima. Paragraf 20. Biaya pemeliharaan objek ijarah yang disepakati dalam akad menjadi tanggungan penyewa diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Paragraf 21. 31

Biaya pemeliharaan objek ijarah, dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan objek ijarah secara bertahap, akan meningkat sejalan dengan peningkatan kkepemilikan objek ijarah. Paragraf 22. Perpindahan Kepemilikan Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara: a) Hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar nilai wajar objek ijarah yang diterima, b) Pembelian sebelum masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar pembayaran sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati, c) Pembeelian setelah masa sewa akad berkahir, maka penyewa mengakui aset sebesar pembayaran yang disepakati, d) Pembelian objek ijarah secara bertahap, maka penyewa mengakui aset sebesar biaya perolehan objek ijarah yang diterima. Paragraf 23. Jual-dan-Ijarah Transaksi jual-dan-ijarah harus merupakan transaksi terpisah dan tidak saling bergantung (ta alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar. Paragraf 24. Jika suatu entitas menjual objek ijarah kepada entitas lain dan kemudian menyewanya, maka entitas tersebut mengakui keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam laporan keuangan laba rugi dan menerapkan perlakuan akuntansi penyewa. Paragraf 25. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual dan ijarah tidak dapat diakui sebagai pengurang atau penambah beban ijarah. Paragraf 26. Ijarah-Lanjut Jika suatu entitas meyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset yang sebelumnya disewa dari pemilik, maka entitas tersebut menerapkan perlakuan akuntansi pemilik dan akuntansi penyewa dalam PSAK ini. Paragraf 27. Perlakuan akuntansi penyewa diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagi penyewa) dengan pemilik, dan perlakuan 32

akuntansi pemilik diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagi pemilik) dengan penyewa-lanjut. Paragraf 28. Penyajian Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban-beban yang terkait, misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagianya. Paragraf 29. Pengungkapan Pemilik mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada : a) Penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada: i. Keberadaan wa ad pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada wa ad pengalihan kepemilikan) ii. Pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah-lanjut iii. Agunan yang digunakan (jika ada) b) Nilai perolehan dan akumulasi penyusutan untuk setiap kelompok aset ijarah, dan c) Keberadaan transaksi jual-dan-ijarah (jika ada). Paragraf 30. Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas pada : a) Penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada: i. Total pembayaran ii. Keberadaan wa ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada wa ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan), iii. Pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah-lanjut iv. Agunn yang digunakan (jika ada), dan b) Keberadaan transaksi jual-dan-ijarah dan keuntungan atau kerugian yang diakui (jika ada transaksi jual-dan-ijarah). Paragraf 31. Tanggal Efektif Penyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2009. Penerapan lebih dini dianjurkan. Jika entitas menerapkan pernyataan ini untuk periode yang dimulai sebelum 1 Januari 2009, maka fakta tersebut harus diungkapkan. Paragraf 32. 33

Penarikan Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntasi Perbankan Syariah, yang berhubungan dengan perlakuan akuntansi untuk pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan atas transaksi ijarah. Paragraf 33. II. 6 Contoh Transaksi Ijarah Dalam Sofyan, Yusuf, dan Wiroso (2010:385), untuk memperjelas dan memberikan gambaran tentang perhitungan ijarah, maka dibawah ini akan diberikan kasus, mulai dari pembelian sampai akad ijarah nya. Berikut kasus soalnya : 1. Pembelian objek sewa Bank syariah membeli mobil Inova, dengan harga dan biaya-biaya lain (harga perolehan), maka penjurnalannya Dr. Asset Ijarah xxx - Cr. Kas/rekening pemilik asset - xxx 2. Transaksi Ijarah Dalam melakukan transaksi ijarah Bank syariah akan melakukan tahapan-tahapan dalam melengkapi kebutuhan untuk melakukan pembiayaan ijarah. Contoh transaksi ijarah dimana bank syariah dan nasabah melakukan perjanjian akad ijarah tentang jenis barang yang disewakan. Jenis barang yang disewakan termasuk dalam perjanjian, contoh jenis objek yang disewakan kijang inova, dengan nilai harga perolehan yang bank dapat dari supplier, lalu membicarakan tentang jangka waktu sewa, uang muka sewa dengan nasabah, harga sewa per bulan, serta total pembayaran sewa objek tersebut. Bank pun juga harus menentukan nilai sisa atau residual value dari objek sewa tersebut dan menentukan biaya administrasi yang 34

harus dibayarkan. Dalam akad ijarah muntahiyah bittamlik, bank beserta nasabah membuat perjanjian tentang waktu pembelian objek sewa dengan pengikatan notariil sehingga jelas dan tidak merugikan salah satu maupun kedua belah pihak. Kejadian transaksi tersebut kemudian dilakukan pencatatan sebagai berikut : a. Maka penjurnalan atas transaksi ijarah pada Db. Aktiva diperoleh untuk ijarah xxx - Cr. Persediaan Ijarah - xxx b. Jurnal untuk penerimaan uang muka sewa dari penyewa kepada bank sebagai berikut : Db. Kas/rekening penyewa xxx - Cr. Titipan uang muka sewa ijarah - xxx c. Jurnal untuk mencatat biaya administrasi sebagai berikut: Db. Kas/rekening penyewa xxx - Cr. Pendapatan fee Ijarah - xxx d. Jika tidak dengan opsi pemindahan kepemilikan, bank menetapkan kebijakan penyusutan aktiva selama 5 tahun dan tidak ada nilai residu. Maka harus dilakukan perhitungan penyusutannya menggunakan metode garis lurus. 1) Perhitungan menggunakan metode garis lurus Penyusutan/bulan = (harga perolehan nilai residu) jangka waktu penyusutan/sewa 2) Maka penjurnalannya sebagai berikut: Db. Biaya Penyusutan xxx - Cr. Akum. Peny. aktiva ijarah - xxx e. Jika kasus diatas disewakan dengan ijarah muntahiyah bittamlik untuk masa sewa selama 3tahun dengan nilai residu 35

Maka yang harus pertama kali dilakukan adalah melakukan penyusutan menggunakan metode garis lurus. 1) Perhitungan menggunakan metode garis lurus Penyusutan/bulan = (harga perolehan nilai residu) jangka waktu penyusutan/sewa 2) Maka penjurnalannya sebagai berikut: Db. Biaya Penyusutan xxx - Cr. Akum. Peny. aktiva ijarah - xxx f. Jurnal untuk mencatat penerimaan pendapatan sewa 1) Penerimaan pendapatan sewa (dari uang muka) Db. Titipan uang sewa ijarah xxx - Cr. Pendapatan sewa - xxx 2) Penerimaan pendapatan sewa (tidak dari uang muka) Db. Kas/rekening penyewa xxx - Cr. Pendapatan sewa - xxx g. Pada saat pengalihan objek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui hibah pada saat seluruh pendapatan sewa telah diterima dan objek sewa tidak memiliki nilai sisa. Maka jurnalnya: Db. Akum. Peny. Aktiva ijarah xxx - Db. Beban Hibah ijarah xxx - Cr. Aktiva Ijarah - xxx h. Pada saat pengalihan objek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan objek sewa sebelum berakhirnya masa sewa dengan harga jual sebesar sisa cicilan sewa. 1) Jika harga jual lebih besar dari nilai buku: Db. Kas/rekening penyewa xxx - 36

Db. Akum. Peny. Aktiva ijarah xxx - Cr. Aktiva ijarah - xxx Cr. Keuntungan penj. Aktiva ijarah - xxx 2) Jika harga jual sama dengan nilai buku Db. Kas/rekening penyewa xxx - Db. Akum. Peny. Aktiva ijarah xxx - Cr. Aktiva ijarah - xxx 3) Jika harga jual lebih kecil dari nilai buku: Db. Kas/rekening penyewa xxx - Db. Akum. Peny. Aktiva ijarah xxx - Db. Kerugian penj. Aktiva ijarah xxx - Cr. Aktiva ijarah - xxx II. 7 Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional Bank Syariah kini sedang berkembang pesat di Indonesia, baik itu bank Syariah murni seperti Bank Muamalat, maupun bank-bank swasta yang menambah produk perbankannya dengan mengacu pada prinsip syariah. Yang dimaksud dengan prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Dr. Muhammad Abdul Karim (2001:15) menjelaskan bahwa ada beberapa kesamaan dan perbedaan antara bank syariah dengan bank konvesional. Dimana persamaan tersebut adalah : a. Keduanya memiliki persamaan dalam nama, sama-sama bank. b. Dua lembaga ini, sama-sama berkutat dalam transaksi uang. c. Baik bank syariah maupun bank konvensional, sama-sama melakukanpenawaran jasa transaksi keuangan. 37

Menurut Amir Machmud dan Rukmana (2010:11) terdapat perbedaan pokok antara sistem bank konvensional dengan sistem bank syariah secara ringkas dapat dilihat dari empat aspek, yaitu sebagai berikut : 1. Falsafah : Pada bank Syariah tidak berdasarkan bunga, spekulasi, dan ketidakjelasan. Sedangkan pada bank konvensional berdasarkan atas bunga. 2. Operasional : Pada Bank Syariah, dana masyarakat berupa titipan dan investasi baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu, sedangkan pada bank Konvensional, dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo. Pada sisi penyaluran, bank syariah menyalurkan dananya pada sektor usaha yang halal dan menguntungkan, sedangkan pada bank konvensional, aspek halal tidak menjadi pertimbangan utama. 3. Sosial : Pada bank syariah, aspek sosial dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam visi dan misi perusahaan, sedangkan pada bank konvensional tidak tersirat secara tegas. 4. Organisasi : Bank syariah harus memiliki DPS. Sementara itu, bank konvensionaltidak memiliki Dewan Pengawas Syariah. Selain itu dalam Amir Machmud dan Rukmana (2010:11), perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah dapat diihat dari lima aspek lain, yaitu sebagai berikut : 1. Akad dan Aspek Legalitas Akad yang dilakukan dalam bak syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hokum Islam. Nasabah sering kali bernai melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hokum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qimayah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad. 2. Lembaga Penyelesai Sengketa 38

Penyelesaian perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah pada perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional. Kedua belah pihak pada perbankan syariah tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Abritase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia 3. Struktur Organisasi Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya DPS yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya diletakkan pada posisi setingkat dewan komisaris setiap bank. Hal ini untuk menjamin ekfektivitas setiap opini yang diberikan oleh DPS. Oleh karena itu, penetapan anggota DPS dilakukan oleh rapat umum pemegang saham setelah para anggota DPS itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN). 4. Bisnis dan Usaha yag Dibiayai Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syariah tidak terlepas dari kriteria syariah. Hal tersebut menyebabkan bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur-unsur yang diharamkan. Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan. Tidak semua proyek atau objek pembiayaan dapat didanai melalui dana bank syariah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah. 5. Lingkungan dan Budaya Kerja Bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercemin intergritas eksekutif muslim yang baik. Selain itu, karayawan bank syariah harus professional (fathanah) dan mampu melakukan tugas secara team-work di mana informasi merata di seluruh fungsional organisasi (tabligh). Dalam haal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah. 39

Menurut Amir Machmud dan Rukmana (2010:12), secara garis besar perbandingan bank syariah dengan bank konvensional dapat di lihat pada table 2. 2. Table 2. 2 Perbandingan Bank Syariah dengan Bank Konvensional Aspek Bank Syariah Bank Konvensional Legalitas Akad syariah Akad konvensional Struktur organisasi Bisnis dan usaha yang dibiayai Lingkungan kerja Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah Melakukan investasi-investasi yang halal saja. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa. Berorientasi pada keuntungan (profit oriented) dan kemakmuran dan kebahagian dunia akhirat Islami Sumber: Bank Syariah - Teori, Kebijakan, dan Studi Empiris di Indonesia (2010:12) Tidak terdapat dewan sejenis Investasi yang halal dan haram profit oriented. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditor-debitur. Memakai perangkat bunga. Non-Islami Menurut Drs. Ismail bank Syariah dan bank konvensional memiliki perbedaan dari segi investasi, perjanjian sampai penyelesaian sengketa. Table 2. 3 Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional 1. Investasi, hanya untuk proyek dan produk yang halal serta menguntungkan. 2. Return yang dibayar dan/atau diterima berasal dari bagi hasil atau pendapatan lainnya berdasarkan prinsip syariah. 3. Perjanjian dibuat dalam bentuk akad sesuai dengan syariah Islam. 4. Orientasi pembiayaan, tidak hanya untuk keuntungan akan tetapi juga falah oriented, yaitu berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. 5. Hubungan antara bank dan nasabah adalah mitra. Investasi, tidak mempertimbangkan halal atau haram asalkan proyek yang dibiayai menguntungkan. Return baik yang dibayar kepada nasabah penyimpan dana dan return yang diterima dari nasabah pengguna dana berupa bunga. Perjanjian menggunakan hukum positif. Orientasi pembayaran, untuk memperoleh keuntungan atas dana yang dipinjamkan. Hubungan antara bank dan nasabah adalah kreditor dan debitur. 40

6. Dewan pengawas terdiri dari BI, Bapepam, Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah (DPS). 7. Penyelesaian sengketa, di upayakan diselesaikan secara musyawarah antara bank dan nasabah, melalui peradilan agama. II. Sumber 8 Perbankan Syariah (2011:38) Dewan pengawas terdiri dari BI, Bapepam, dan Komisaris. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri setempat. Perbedaan Ijarah Bank Syariah dengan Leasing Bank Konvensional Menurut Didik Harijanto (Tesis S2:2010) perbedaan ijarah bank syariah dengan leasing bank konvensional: 1. Bank konvensional tidak melakukan pembiayaan sewa beli 2. Sewa beli (leasing) konvensional diselenggarakan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dibawah Peraturan/Undang-undang Departemen Keuangan. 3. Bank konvensional memberikan kredit biasa, yang besarnya angsuran bisa sama dengan cara sewa. 4. Manfaat/benefit bagi nasabah untuk melakukan transaksi sewabeli adalah dalam bidang pembukuan nasabah, biaya sewa masuk dalam pos biaya, dan bukan angsuran hutang sehingga meringankan pajak. Menurut Drs. Tatang Sutardi dalam Ijarah Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari ah, Ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadi pemindahan kepemilikan, sehingga banyak yang menyamakan ijarah dengan leasing. Hal ini terjadi karena kedua istilah itu sama-sama mengacu hal ihwal sewa menyewa. Akan tetapi walaupun ada persamaan antara ijarah dengan leasing, terdapat beberapa karakteristik yang membedakannya. 41

Table 2. 4 Perbedaan Ijarah dengan Leasing No. Aspek Ijarah Leasing 1. Objek Objek yang disewakan dapat bisa berupa barang dan jasa/tenaga kerja. Objek yang disewakan dalam ijarah adalah manfaat barang dan manfaat tenaga kerja. 2. Metode Pembayaran 3. Pemindahan Kepemilikan (Transfer of Title) Pembayaran ijarah dapat di bedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent to formance) dan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa (not contingent to formance). Pada akhir sewa dapat dijual barang yang disewakan kepada nasabah yang dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahia bi al-tamlik. Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. Sumber: Ijarah Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari ah Hanya berlaku untuk sewa menyewa barang saja, terbatas pada manfaat barang saja, tidak berlaku untuk manfaat tenaga kerja. Leasing hanya memiliki satu metode pembayaran yaitu yang bersifat not contingent to formance artinya pembayaran tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa. Perpindahan kepemilikan dalam leassing dikenal dua jenis yaitu operating lease dimana tidak terjadi pemindahan kepemilikan baik di awal maupun di akhir periode sewa dan financial lease. II. 9 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian Agus Waluyo Nur yang berjudul Sistem Pembiayaan Leasing di Perbankan Syariah, menyatakan bahwa kehadiran leasing telah menciptakan wahana baru untuk pengembangan pembiayaan investasi bagi dunia usaha, baik usaha kecil, menengah maupun besar. Adanya jasa leasing, pengusaha dapat melakukan perluasan 42

produksi dan penambahan barang modal dengan cepat. Kebutuhan terhadap produk pembiayaan dengan sistem leasing ini pada dasarnya telah dirasakan sejak awal berdirinya bank-bank Islam, karena dapat melayani kebutuhan nasabah untuk memiliki barang, bukan jasa. Bagi perbankan syariah, produk leasing sangat dibutuhkan masyarakat untuk menopang ekonomi lemah, karena mampu berpartisipasi meningkatkan dan memberdayakan perekonomian yang berwujud dalam: (1) penciptaan iklim kondusif bagi masyarakat untuk berkembang, (2) peningkatan kemampuan masyarakat melalui pengembangan kelembagaan dan (3) menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan. Pembiayaan dengan sistem leasing juga sangat menarik karena tidak dituntut dengan barang jaminan yang memberatkan serta adanya opsi yang memungkinkan untuk memiliki barang di akhir periode sewa atau mengembalikannya.. Untuk menghindari sistem bunga, maka istilah yang dipakai bank syariah adalah ijarah muntahia bit-tamlik meskipun dalam operasionalnya memiliki kesamaan dengan leasing. Perbedaan penelitian sekarang dengan terdahulu adalah penelitian terdahulu bertujuan untuk memperkenalkan sistem pembiayaan leasing di dalam perbankan syariah. Leasing dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah. Dan dijelaskan bahwa sistem leasing belum dapa terbebas dari bunga, maka bank syariah memberikan pembiayaan sewa dan jual beli tidak menggunakan istilah leasing, namun ijarah muntahiyah bit-tamlik. Ijarah muntahiyah bit-tamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. Sedangkan penelitian saya bertujuan untuk melihat lebih jauh prosedur dan penyajian maupun perlakuan ijarah muntahiyah bittamlik pada instrumen 43