BAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008

SUKSES BISNIS RITEL MODERN

I. PENDAHULUAN. Pasar adalah tempat yang mempunyai unsur-unsur sosial, ekonomi, kebudayaan,

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar.

BAB I PENDAHULUAN. membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG. baik minimarket, supermarket, departmen store, hypermarket, dan mall. Hasil

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik daripada pesaingnya. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memberikan kepuasan

BAB I PENDAHULUAN. pembeli, antara dunia usaha dan masyarakat. Pasar memainkan peranan yang amat

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Sedangkan ritel modern adalah sebaliknya, menawarkan tempat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Judul : Analisis Pendapatan Usaha Warung Tradisional Dengan Munculnya Minimarket Di Kota Denpasar Nama : Ida Ayu Sima Ratika Dewi NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia diwajibkan untuk saling membantu satu sama lain,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

I. PENDAHULUAN. kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun retail merupakan perwujudan

BAB 1 PENDAHULUAN. Iklim perkembangan bisnis ritel di Indonesia beberapa tahun terakhir dapat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

I. PENDAHULUAN. banyak sumber daya dengan meningkatkan efesiensi penggunaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dipungkiri. Selama ini masyarakat memenuhi berbagai kebutuhan

Revitalisasi Pasar Tradisional, Jumlah Kunjungan, Pendapatan Pedagang, dan Pendapatan Pasar

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Pada era 1970 s/d 1980-an, format bisnis ini terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terjadi. Pada umumnya, semua pasar tradisional yang ada di Indonesia

BAB 2 KONDISI INDUSTRI PERPASARAN DAN PERSAINGAN DI DALAMNYA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. merambah, tidak saja di Kota Jakarta, tetapi kota-kota lain di luar. apakah pasar tradisional akan tetap eksis di era munculnya

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. berupa pusat-pusat pertokoan, plaza, minimarket baru bermunculan di berbagai

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 22 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN MINIMARKET DI KOTA BOGOR

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bisnis ritel modern maupun munculnya bisnis ritel modern yang baru. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan perekonomian Indonesia. Berdasarkan data AC Nielsen tahun 2008,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),

BAB I PENDAHULUAN. pasar tradisional menjadi salah satu wadah atau sarana untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan pasar modern di Indonesia saat ini menunjukkan angka yang

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Tradisional, Ruang untuk Masyarakat yang semakin Terpinggirkan.

Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. dahulu keinginan dan kebutuhan, konsumen pada saat ini dan yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. akan mendapatkan poin saat berbelanja di ritel tersebut. tahun 1990-an. Perkembangan bisnis Hypermarket merek luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. atas usaha pemenuhan akan kebutuhan tersebut. Usaha untuk menjual barang

I. PENDAHULUAN. Pasar dinyatakan sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket

STUDI POLA APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membuat para pelaku bisnis harus mampu bersaing. Persaingan yang terjadi tidak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. hal itu, Ghanimata (2012) mengatakan para pemasar harus menerapkan. ujung tombak keberhasilan pemasaran.

I. PENDAHULUAN. negara- negara ASEAN yang lain. Hal ini disebabkan pemerintah Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. yang bergerak dibidang perdagangan eceran (retail) yang berbentuk toko,

KEGIATAN USAHA DAN PERKEMBANGAN MINIMARKET DI KABUPATEN BADUNG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta merupakan. pasar potensial bagi bisnis ritel modern. Dalam sepuluh tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang memiliki prospektif peluang besar dimasa sekarang maupun

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. 4.1 Badan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. eceran di Indonesia yang telah berkembang menjadi usaha yang berskala

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

Judul : Pengaruh Retail Marketing Mix

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era yang modern, pertumbuhan ekonomi terus berkembang seiring

BAB I PENDAHULUAN. peritel tetap agresif melakukan ekspansi yang memperbaiki distribusi dan juga

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEGALITAS TOKO MODERN DAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB I Pendahuluan. Perubahan preferensi tempat belanja yang berawal dari seringnya

I. PENDAHULUAN. Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam lima tahun terakhir peningkatan omset ritel moderen di Indonesia

I PENDAHULUAN. Indonesia masih memperlihatkan kinerja ekonomi makro nasional yang relatif

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari jenjang pendidikan terdiri atas Diploma-1, Diploma-2, Diploma-3,

BAB I PENDAHULUAN. minimarket Indomaret, Alfamart, dan toko-toko tidak berjejaring lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan penduduk maka semakin besar pula tuntutan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. bersaing ketat di dalam industri ritel. Banyak pemain yang mencoba menjalankan

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahkan hypermarket, yang menjadi lahan subur pemilik modal asing berebut

BAB 1 PENDAHULUAN. dibidang perdagangan eceran yang berbentuk toko, minimarket, departement

satu yang bisa disebut sukses adalah Hero Supermarket. Dengan jumlah cabang

PENDAHULUAN. peranan penting dalam rangkaian pemasaran dan merupakan penghubung atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Circle K

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB I PENDAHULUAN. (Tjokroaminoto dan Mustopadidjaya, 1986:1). Pembangunan ekonomi dapat

2015 PENGARUH STORE ATMOSPHERE TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring kemajuan perekonomian Indonesia. Kemajuan perekonomian Indonesia ikut mendorong perkembangan pasar modern dan bisnis ritel Indonesia. Tumbuhnya masyarakat kelas menengah di tanah air mendorong meningkatnya minat investasi dan gairah belanja di ritel modern. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) membuat perkiraan pertumbuhan bisnis ritel modern di tanah air tahun 2012 mencapai 15 %. Pertumbuhan tersebut didorong oleh pertambahan gerai baru yang diproyeksikan mencapai 2500 gerai, yang terdiri atas 2000 gerai minimarket dan 500 gerai supermarket besar. 1 Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh perusahaan konsultan manajemen global AT Kearney dalam laporan Global Ritail Development Index (GRDI), Indonesia pada tahun 2011 berada di urutan ketiga setelah India dan China sebagai negwara yang memiliki pertumbuhan bisnis ritel terbaik di kawasan Asia. Laporan ini menilai kondisi industri ritel di 30 negara berkembang di dunia 1 Purnomo,Serfiyani dan Hariyani, 2013: 1 1

dan dibuatkan peringkat berdasarkan faktor risiko usaha, pupulasi penduduk, dan kekayaan dikaitkan dengan kondisi industri ritel terkini. Ritel modern atau pasar modern selain memberikan alternatif belanja menarik juga menawarkan kenyamanan dan kualitas produk, harga bersaing bahkan terkadang lebih murah dibandingkan pasar tradisional/ pedagang eceran. Pasar modern memiliki sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, departemen store, hypermarket ataupun grosir. 2 Pada pasar modern, penjual dan pembeli tidak bertransaksi secara langsung melainkan pembeli dapat melihat pada label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanan dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang yang dijual bervariasi, mulai dari bahan makanan sampai barang yang dapat bertahan lama. Konsep pasar modern jelas banyak berbeda dengan pasar tradisional yang secara langsung dan biasanya ada proses tawar menawar serta tempat belanja yang kurang nyaman. Minimarket merupakan salah satu bentuk dari pasar modern. 3 Minimarket adalah sarana/tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang kebutuhan sehari-hari secara eceran dan langsung kepada konsumen akhir dengan cara swalayan. Lahirnya minimarket di Indonesia diperkirakan pada tahun 1988 yang dipelopori oleh perusahaan Indofood Group, kemudian disusul oleh perusahaan lainya seperti Hero Supermarket, Alfamart dan lain sebagainya. Dalam hitungan 2 Ibid, 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern 2

tahun minimarket telah banyak berkembang termasuk ke daerah seiring dengan perubahan pola belanja masyarakat. Perkembangan pasar modern khususnya minimarket saat ini sangat agresif. Minimarket tidak hanya berada di kota besar, melainkan telah memasuki wilayah pedesaan bahkan wilayah pemukiman rakyat. Persaingan antara pasar tradisional dan pasar modern pun tidak dapat dihindari. Pelayanan dan kualitas barang di minimarket relatif lebih baik serta harga promosi yang ditawarkan relatif lebih murah. Selain itu minimarket juga mempromosikan harga barang dengan cukup menarik misalnya dengan spanduk atau baliho. Akibatnya persaingan ketat antara pasar tradisional/ pedagang eceran dan pasar modern tidak dapat dihindari. Hal ini mengharuskan penjual di pasar tradisional mangalami penurunan omset penjualan, jumlah pelanggan dan persentase keuntungan dan pada akhirnya bagi pedagang kecil yang tidak dapat mempertahankan usahanya tersebut maka akan mengalami gulung tikar. Selain faktor semakin meningkatnya pertumbuhan minimarket dan sistem promosi yang menarik yang dilakukan oleh pasar modern, kondisi pasar tradisioal di Kota Bandar Lampung juga sangat memprihatinkan. Di Bandar Lampung kondisi pasar tradisional mengalami pertumbuhan yang stagnan. Dalam artian belum ada perkembangan yang signifikan jika dibandingkan dengan pasar modern. Sebagai contoh kondisi pasar Smep yang terletak di jantung ibu kota Bandar Lampung kondisinya sangat tidak layak. Kondisi pasar terlihat kumuh, bau dan becek terlebih lagi jika musim hujan air akan merembes sampai dasat lantai karena atap pasar yang bocor. Tidak hanya itu, keberadaan pedagang yang 3

memanfaatkan badan jalan untuk lokasi mereka berdagang juga menyebabkan ketidaknyamanan calon pembeli bahkan masyarakat yang melintasi area pasar tersebut. Serta ditambah lagi dengan berbagai sarana yang rusak dan sampah yang bertebaran. (gambar terlampir) Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung, minimarket yang ada di Kota Bandar Lampung pada tahun 2011 sebanyak 150 unit yang tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung (Data terlampir). Semakin banyaknya jumlah minimarket yang berdiri di Kota Bandar Lampung tidak dapat dipungkiri membawa permasalahan bagi pasar tradisional khusunya pedagang kecil yang berada di sekitar lokasi minimarket. Perkembangan pasar modern dikhawatirkan dapat mematikan usaha kecil dan menengah (UKM), untuk itu keberadaan pasar modern ini perlu ditata dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sehingga perekonomian daerah dapat berjalan dengan baik dan estetika ruang kota dapat terwujud. Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) mendesak pemerintah untuk dibuatkan kuota yang membatasi jumlah minimarket di suatu wilayah, terkait dengan semakin menjamurnya toko modern skala kecil tersebut. 4 Dengan kuota ini diharapkan akan dapat mengatasi omset pedagang tradisional yang terus tergerus seiring dengan maraknya pertumbuhan minimarket. 44 Anonymous, desak pembatasan kuota minimarket. Diakses Pada World Wide Web at http://www.asparindo.com/berita-utama/read/3/asparindo-desak-pembatasan-kuota-minimarket/ tanggal 26 Oktober 2012Pukul 10:02 4

Untuk itu pemerintah membuat sejumlah regulasi dengan tujuan untuk membangun setiap unsur pelaku pembangunan agar mampu mengembangkan diri menjadi lebih kompetitif. Keadaan yang seperti itu akan terjadi apabila didorong oleh kebijakan publik yang diimplementasikan dengan baik agar dapat mendorong setiap masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan melepaskan diri dari ketergantungan pemerintah. Untuk itu, pemerintah Kota Bandar Lampung berupaya mengatasi perkembangan usaha minimarket yang kian merugikan pedagang eceran di Kota Bandar Lampung dengan mengeluarkan kebijakan yang dalam hal ini disebut dengan Peraturan Walikota Melalui proses yang cukup panjang, pemerintah Kota Bandar Lampung bersama Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung telah menyusun pedoman pendirian minimarket. Pedoman tersebut ditetapkan sebagai produk hukum melalui Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 17 Tahun 2009 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung. Dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan yang diatur baik dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern maupun peraturan Mentri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 53/M- DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pelaksanaan kebijakan tersebut masih belum terealisasi dengan baik. Sebelumnya terdapat sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Ariani (2010), dengan judul Evaluasi Kebijakan Perwali Nomor 17 Tahun 2009. Ariani dalam 5

penelitianya berusaha mendeskripsikan Peraturan Walikota Nomor 17 Tahun 2009 dan mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh minimarket di Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung. Kesimpulan dari penelitian tersebut bahwa terdapat delapan pelanggaran yang dilakukan oleh minimarket baik minimarket nasional maupun lokal terhadap Peraturan Walikota Bandar lampung Nomor 17 Tahun 2009 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket. Pertama kelengkapan surat perizinan dari pemerintah daerah misalnya Surat Izin Tanda Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Pasar Modern (SIUPM), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Kedua, melanggar Garis Sempadan Bangunan. Ketiga, posisi minimarket berada di persimpangan jalan. Keempat, minimarket yang tidak memiliki lahan parkir yang memadai. Kelima, minimarket yang memberikan pelayanan selama 24 jam. Keenam, minimarket yang melanggar jarak antar minimarket lain. Ketujuh, minimarket yang melanggar jarak lokasi dengan pasar tradisional. Kedelapan, minimarket yang berada di kawasan pemukiman penduduk. Sehubungan dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian di Kota Bandar Lampung dan semakin meningkatnya jumlah minimarket dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Bandar Lampung maka pemerintah sebagai mediator membuat suatu kebijakan yang berkaitan dengan hal tersebut, melalui Bagian Hukum disampaikan perubahan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 17 Tahun 2009 menjadi Peraturan Walikota Nomor 89 Tahun 2011.Terdapat 3(tiga) poin perubahan dalam peraturan tersebut, yaitu pertama perubahan jarak pendirian minimarket dari persimpangan jalan. Kedua, jarak antar 6

lokasi pendirian minimarket. Serta jarak minimarket dengan pasar tradisional. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung, pada tahun 2011 hanya ada dua minimarket yang disetujui untuk didirikan. Kedua minimarket ini telah melengkapi semua persyaratan yang telah ditentukan dalam perwali. Kemudian pada awal tahun 2012 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung tersebut direvisi kembali menjadi Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 11 Tahun 2012 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa perkembangan Kota Bandar Lampung yang mengarah sebagai Kota Metropolitan dengan berbagai aktivitas kegiatan baik siang maupun malam hari. Oleh karena itu sangat diperlukan perubahan terkait peraturan tentang persyaratan dan penataan minimarket di Kota Bandar Lampung. Melalui peraturan ini, pemerintah bersama badan terkait memberikan izin mengenai waktu pelayanan dan penyelenggaraan usaha minimarket untuk buka selama 24 jam bagi minimarket yang berada di lokasi tertentu. Melalui perubahan konsep peraturan mengenai persyaratan dan penataan minimarket diharapkan akan dapat menjadi titik tengah antara pedagang eceran/pasar tradisional dan pasar modern, sehingga tidak menguntungkan dan merugikan salah satu pihak. Serta tujuan akhir pemerataan dan kesejahteraan seluruh masyarakat akan tercapai. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, langsung atau tidak langsung akan menimbulkan sikap 7

pro dan kontra dalam pemerintah daerah, pengusaha atau masyarakat. Implementasi kebijakan merupakan salah satu tahap yang sangat penting dalam proses kebijakan. Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Namun kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah tidak sepenuhnya dapat dijalankan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dengan adanya beberapa minimarket di Kota Bandar Lampung yang masih beroperasi meski dengan jelas melanggar kebijakan perwali yang berlaku. Misalnya, saat ini masih sering ditemui minimarket yang berada tidak jauh dari pasar tradisional/pedagang eceran atau kurang dari 250 meter. Kemudian beberapa minimarket menggunakan waktu buka tidak sesuai dengan aturan yang ada di Perwali, yakni kurang dari pukul 09.00 WIB. Serta beberapa minimarket berlokasi di daerah pemukiman padat penduduk. Beberapa contoh pelanggaran diatas telah diatur dalam Perwali Nomor 89 Tahun 2011 dalam BAB II yaitu tentang Persyaratan Pembangunan Minimarket. Pada bagian kesatu mengenai persyaratan lokasi pasal 2 poin I disebutkan bahwa Lokasi usaha minimarket berjarak minimal radius (dua ratus lima puluh) meter dari pasar Tradisional dan berjarak radius 250 (dua ratus lima /puluh) meter dari warung/ pedagang eceran yang berlokasi pada jalan kolektor. Kemudian di bagian kedua tentang Persyaratan perizinan pasal 3 disebutkan bahwa waktu pelayanan penyelenggaraan usaha dimulai pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 22.00 WIB. Oleh karena itu, maka perlu dipertanyakan mengenai persyaratan perizinan minimarket yang tertuang dalam Perwali Nomor 89 Tahun 2011 tentang 8

Persyaratan dan Penataan Minimarket. Perizinan merupakan aspek regulasi dan legalitas dari berbagai bidang kegiatan masyarakat yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah melalui prosedur tertentu. Masalah Perizinan menyangkut dua sisi kepentingan yaitu, kepentingan pemerintah daerah untuk melakukan regulasi terhadap kegiatan tertentu yang dilakukan oleh masyarakat agar sesuai dengan perencanaan, kondisi dan kebutuhan pemerintah daerah, di sisi lain adalah kepentingan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh kepastian hukum dalam melakukan usaha dan kegiatan yang mempunyai efek di bidang sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. 1 Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukanan di atas, maka perlu dikaji mengenai Implementasi Peraturan Walikota Nomor 89 tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket Kota Bandar Lampung. Hal ini karena Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2012 masih dalam tahap sosialisasi, oleh karena itu belum dapat diteliti sejauh mana implementasi peraturan tersebut. Berdasarkan beberapa kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Lampung, peneliti tertarik untuk melakukan studi di Kota Bandar Lampung. Hal ini karena, minimarket lebih banyak berkembang di Kota Bandar Lampung dari pada Kabupaten atau Kota lain. 5 ( Data terlampir). Penelitian ini penting karena melihat kondisi pasar tradisional/pedagang eceran yang tampak termarginalisasikan dengan adanya pasar modern khususnya minimarket, meskipun pemerintah telah membuat regulasi mengenai hal tersebut, sehingga 5 Ibid 9

dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat melihat permasalahan dan memberikan solusi yang tepat mengenai pasar modern dan pasar tradisional. Berdasarkan berbagai masalah yang melatar belakangi hal ini, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Implementasi Kebijakan Minimarket (Studi Implementasi Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung). 10

1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uaraian di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, Bagaimana Implementasi Peraturan Walikota Nomor 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minim arket yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah, untuk menganalisis pelaksanaan Peraturan Walikota Nomor 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minimerket yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung 11

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitain ini adalah 1. Akademis Memperkaya Khazanah keilmuan Ilmu Pemerintahan dan menambah wawasan bagi penulis dan para pembaca pada umumnya mengenai implementasi kebijakan tentang persyaratan dan penataan minimarket di Kota Bandar lampung 2. Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada instansi pemerintah dalam hal ini pembuat kebijakan yaitu walikota dan implementor yang terkait yaitu Badan Penanaman Modal dan Perizinan khususnya bidang Pengawasan dan Penanaman 3. Masyarakat a. Pengusaha dan pedagang eceran Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pengusaha minimarket terkait persyaratan dan penataan minimarket di Kota Bandar Lampung. Serta dapat menemukan titik tengah terkait masalah ketimpangan pendapatan antara minimarket dan pedagang eceran dengan harapan dapat meningkatkan eksistensi pedagang eceran. b. Masyarakat/ konsumen Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana kepada masyarakat umum mengenai implementasi Peraturan Walikota tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung 12