BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pusat kegiatan perekonomian, agar kegiatan sektor riil meningkat

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 yang dalam perkembangannya kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan. merata berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar negara republik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

3. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci bagi keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Berapapun besarnya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan daerah adalah meningkatkan. pertumbuhan sektor ekonomi, dengan pendapatan sektor ekonomi yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

DRAFT RINGKASAN HASIL PENELITIAN DOSEN MUDA

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

RINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya flypaper effect pada

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. adalah tersedianya sumber sumber pembiayaan, sumber pembiayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. No. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.32 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam pengelolaan pemerintahan termasuk di bidang pengelolaan keuangan negara. Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah mendorong adanya desentralisasi penyelenggaraan pemerintah daerah yang bertujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah sehingga daerah bebas untuk mengatur pengelolaan sumber daya daerah demi terwujudnya pembangunan daerah yang merata. Sumber dana utama pemerintah daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dipakai untuk membiayai belanja modal dan pembangunan. Pemerintah daerah juga mendapatkan bantuan transfer dana dari pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Sasaran utama pembangunan daerah adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan, termasuk didalamnya pemerataan

2 pendapatan antar daerah. Untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut diperlukan perencanaan pembangunan ekonomi yang baik. Hal tersebut disebabkan karena pada umumnya pembangunan ekonomi suatu daerah berkaitan erat dengan potensi ekonomi dan karakteristik yang dimiliki dimana pada umumnya berbeda antar satu daerah dengan daerah lainnya. Tantangan yang dihadapi oleh banyak daerah adalah peningkatan pendapatan daerah dan kemandirian dalam pembangunan dengan kendala ketersediaan sumber daya di daerah yang terbatas. Dengan demikian penentuan kebijakan dan strategi pembangunan ekonomi yang tepat sangatlah diperlukan. Arah penentu kebijakan dan strategi tersebut adalah tercapainya kriteria-kriteria prioritas pembangunan salah satunya berupa peningkatan investasi di suatu daerah, dengan meningkatnya investasi maka dampaknya akan mendorong pertumbuhan pada segala sektor dan akan memicu peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Permasalahan yang terjadi saat ini, pemerintah daerah terlalu menggantungkan alokasi DAU untuk membiayai belanja modal dan operasional tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Di saat alokasi DAU yang diperoleh besar, maka pemerintah daerah akan berusaha agar pada periode berikutnya Dana Alokasi Umum diperoleh tetap porsi nominalnya. Menurut Adi (2008:15) proporsi DAU terhadap penerimaan daerah masih yang tertinggi dibandingkan dengan penerimaan daerah yang lain, termasuk PAD. Kuncoro (2004:26) juga menyebutkan bahwa PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling besar 20%. Kenyataan inilah yang menimbulkan

3 perilaku asimetris pada pemerintah daerah. Untuk melihat apakah terjadi indikasi inefisiensi pada dana transfer tersebut, dapat dilihat dari respon pengeluaran pemerintah yang lebih dikenal dengan teori Flypaper Effect. Respon disini merupakan suatu tanggapan langsung dari pemerintah daerah dalam menyikapi transfer dana dalam bentuk dana perimbangan khususnya DAU yang diwujudkan pada anggaran belanja daerah. Ketika respon (belanja) daerah lebih besar terhadap transfer, maka disebut dengan flypaper effect (Oates, 1999 dalam Pratama, 2009). Flypaper effect itu sendiri merupakan respon yang tidak simetri atau asimetris terhadap peningkatan dan penurunan penggunaan dana transfer dari pemerintah pusat, dimana Tresch (2002, dalam Pratama 2009) menyatakan bahwa dana transfer tersebut diberikan untuk jangka waktu tertentu dengan indikasi adanya pihak yang memperoleh keuntungan dari penerimaan transfer (grants) yang cenderung meningkat. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah adalah pengeluaran pemerintah dapat menaikkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang (Sodik, 2007). Pengeluaran pemerintah pada sektor publik ini dapat dilihat dari jumlah belanja modal yang terdapat di realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah di masing masing daerah. Belanja modal meliputi belanja modal tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan serta belanja modal fisik lainnya (BPS, 2009). Keseluruhan belanja modal tersebut merupakan infrastruktur yang digunakan oleh daerah. Ketersediaan infrastruktur tersebut penting bagi suatu daerah untuk menarik investor masuk, karena seringkali hambatan investasi

4 terjadi bukan karena terbatasnya pasar atau kekurangan bahan mentah ataupun tenaga kerja melainkan karena terbatasnya jenis prasarana atau infrastruktur yang ada di daerah tersebut (Sadono, 2000). Dalam teori ekonomi makro, dari sisi pengeluaran, pendapatan regional bruto adalah penjumlahan dari berbagai variabel termasuk di dalamnya adalah pengeluaran pemerintah (G). Pengeluaran pemerintah atau belanja daerah merupakan bentuk rangsangan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap perekonomian daerah. Pembangunan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berlangsung secara menyeluruh dan berkesinambungan telah meningkatkan perekonomian masyarakat. Pencapaian hasil-hasil pembangunan yang sangat dirasakan masyarakat merupakan agregat pembangunan dari 5 Kabupaten/Kota di DIY yang tidak terlepas dari usaha keras bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Namun di sisi lain berbagai kendala dalam memaksimalkan potensi sumber daya manusia dan sumber modal masih dihadapi oleh penentu kebijakan di tingkat propinsi maupun di kabupaten/kota. Tabel 1.1 Rasio DAU terhadap Belanja Daerah Menurut Provinsi, 2005-2009 Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata DKI Jakarta 6,21% 5,10% 0,71% 0,00% 0,00% 2,40% Jawa Barat 13,24% 11,53% 17,47% 14,80% 12,01% 13,81% Jawa Tengah 18,73% 23,76% 26,95% 20,41% 21,74% 22,32% DIY 35,30% 47,32% 44,72% 35,21% 39,47% 40,40% Jawa Timur 11,24% 16,01% 20,71% 16,49% 14,71% 15,83% Banten 13,30% 13,54% 17,71% 15,21% 14,92% 14,93% Sumber : Data diolah

5 Tabel 1.2 Rasio PAD terhadap Belanja Daerah Menurut Provinsi, 2005-2009 Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 Ratarata DKI Jakarta 61,04% 51,56% 51,82% 65,53% 54,36% 56,86% Jawa Barat 83,65% 76,38% 79,03% 86,32% 68,07% 78,69% Jawa Tengah 84,82% 70,19% 75,21% 71,65% 76,94% 75,76% DIY 59,44% 51,31% 49,99% 43,55% 48,60% 50,58% Jawa Timur 85,64% 72,24% 79,05% 84,02% 75,09% 79,21% Banten 71,91% 61,70% 69,54% 73,70% 69,72% 69,31% Sumber : Data diolah Tabel 1.3 Pertumbuhan Belanja Daerah Menurut Provinsi, 2005-2009 Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata DKI Jakarta 8,30% 21,80% 11,14% -5,30% 22,21% 11,63% Jawa Barat 17,40% 13,89% 8,84% 14,40% 34,08% 17,72% Jawa Tengah 15,67% 27,63% 4,05% 32,40% 0,73% 16,10% DIY 35,64% 25,80% 14,97% 48,60% -8,66% 23,27% Jawa Timur 15,06% 26,73% 2,76% 17,76% 22,54% 16,97% Banten 36,33% 21,75% 3,04% 20,71% 7,40% 17,85% Sumber : Data diolah Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi berdasarkan PDRB Harga Berlaku Menurut Provinsi, 2005-2009 Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata DKI Jakarta 15,42% 15,62% 12,91% 19,52% 11,97% 15,09% Jawa Barat 26,81% 20,92% 11,87% 19,04% 10,24% 17,78% Jawa Tengah 15,67% 19,67% 12,17% 15,75% 10,04% 14,66% DI Yogyakarta 15,05% 16,10% 11,90% 15,75% 8,67% 13,49% Jawa Timur 18,27% 16,65% 14,05% 15,70% 10,48% 15,03% Banten 14,80% 15,65% 9,84% 13,95% 8,62% 12,57% Sumber : Data diolah

6 Salah satu masalah yang dihadapi oleh Provinsi DIY adalah tingginya tingkat ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap dana perimbangan dari Pemerintah Pusat. Hal ini dapat dilihat dari tabel-tabel di atas. Kontribusi PAD terhadap Belanja Daerah di Provinsi DIY merupakan yang paling rendah dibanding provinsi lain di pulau Jawa, sebaliknya kontribusi DAU terhadap Belanja Daerah di Provinsi DIY merupakan yang paling tinggi dibanding provinsi lain di pulau Jawa. Tingkat pertumbuhan Belanja Daerah Provinsi DIY sendiri merupakan yang tertinggi di pulau Jawa, tetapi berbanding terbalik dengan tingkat Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DIY yang termasuk rendah dibanding provinsi lain di pulau Jawa. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ANALISIS PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN BELANJA DAERAH SEBAGAI VARIABEL INTERVENING. 1.2. Rumusan Masalah Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan perumusan masalah penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap Belanja Daerah (BD)?

7 2. Apakah Belanja Daerah (BD) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi (PE)? 3. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi (PE) melalui Belanja Daerah (BD) sebagai variabel intervening? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian mengenai analisis pengaruh PAD dan DAU terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi DIY dengan Belanja Daerah sebagai variabel intervening bertujuan untuk menguji kembali dan memberi bukti tentang hubungan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Belanja Daerah (BD) kota dan kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Pertumbuhan Ekonomi di kota dan kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.4. Manfaat Penelitian a. Kontribusi Teori Hasil penelitian untuk membuktikan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara tidak langsung terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Daerah (BD), hal ini dapat memberikan kontribusi teori, yaitu bahwa PAD dan DAU mampu mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi.

8 b. Kontribusi Praktek Adanya pengaruh antara Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah melalui Belanja Daerah sebagai variabel intervening dapat memberikan kontribusi praktek kepada pemerintah daerah untuk lebih efektif dan efisien dalam menganggarkan Belanja Daerahnya. Diharapkan hal ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah meningkat. Yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. c. Kontribusi Kebijakan Adanya pengaruh PAD, DAU, dan Belanja Daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah untuk membuat kebijakan terkait efektifitas dan efisiensi penganggaran Belanja Daerah serta kebijakan dalam mengurangi ketergantungan terhadap pusat dengan lebih mengandalkan PAD.