BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bappenas (2005) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain. Sedangkan kemiskinan menurut BPS adalah seseorang yang berada di bawah garis kemiskinan. BPS mendefenisikan kemiskinan dengan dua cara, yaitu ukuran pendapatan dan ukuran non-pendapatan. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong negara maju dan salah satu negara kaya di dunia, masih terdapat jutaan orang yang tergolong miskin. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan angka kemiskinan. Salah satu upaya tersebut adalah penandatanganan Deklarasi Milenium yang dilakukan oleh Indonesia dan negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa pada tahun 2010 yang menghasilkan delapan sasaran pembangunan milenium (Milenium Development Goals-MDGs) yakni satu dari delapan poin tersebut berisikan mengenai penganggulangan kemiskinan. Hal ini mengindikasikan tingginya perhatian pemerintah Indonesia terhadap penurunan tingkat kemiskinan. 1
Tabel 1.1 Kemiskinan di Indonesia, 1976-2013 Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Juta Orang) Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa 1976 10,00 44,20 54,20 38,80 40,40 40,10 1978 8,30 38,90 47,20 30,80 33,40 33,30 1980 9,50 32,80 42,30 29,00 28,40 28,60 1981 9,30 31,30 40,60 28,10 26,50 26,90 1984 9,30 25,70 35,00 23,10 21,20 21,60 1987 9,70 20,30 30,00 20,10 16,10 17,40 1990 9,40 17,80 27,20 16,80 14,30 15,10 1993 8,70 17,20 25,90 13,40 13,80 13,70 1996 7,20 15,30 22,50 9,70 12,30 11,30 1996 9,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17,47 1998 17,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24,20 1999 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43 2000 12,31 26,43 38,74 14,60 22,38 19,14 2001 8,60 29,27 37,87 9,79 24,84 18,41 2002 13,32 25,08 38,39 14,46 21,10 18,20 2003 12,26 25,08 37,34 13,57 20,23 17,42 2005 11,37 24,78 36,15 12,13 20,11 16,66 2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97 2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75 2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58 2
2008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42 2009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15 2010 11,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33 2011 10,95 18,94 29,89 9,09 15,59 12,36 2012 10,51 18,09 28,59 8,60 14,70 11,66 2013 10,33 17,74 28,07 8,39 14,32 11,37 Sumber: BPS (1994; 2001; 2009; 2012) Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996-2008 berfluktuasi dari tahun ke tahun (lihat tabel 1.1). Jumlah penduduk meningkat pada periode 1996-1999 sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999. Pada periode yang sama pula, persentase penduduk miskin meningkat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen. Sedangkan pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin mengalami menurunan dari 38,74 juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu 35,10 juta orang (15,97 persen) pada bulan Februari 2005 menjadi 39,3 juta (17,75 persen) pada bulan Maret 2006. Sedangkan jumlah penduduk miskin di desa meningkat sebesar 2,11 juta orang dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah penduduk miskin di perkotaan juga terjadi sebesar 2,09 juta orang. Penyebab peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama Februari 2005-Maret 2006 terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok 3
selama periode tersebut melonjak drastis, yang digambarkan oleh tingkat inflasi sebebsar 17,95persen. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada di sekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin. Kenaikan inflasi yang berasal dari barang kebutuhan pokok disebabkan oleh pencabutan subsidi atas Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berimbas pada kenaikan harga BBM hingga 183 persen untuk minyak tanah, 80 persen untuk premium dan 108 persen untuk solar. Hal itu dikarenakan harga minyak dunia yang naik hingga US$70 per barelnya (Kuncoro, 2013). Tabel 1.2 Penduduk Miskin di Jawa Tengah Tahun 2002-2012 Tahun Jumlah Penduduk Miskin 2002 7.308.330 2003 6.979.770 2005 6.843.800 2005 6.533.500 2006 7.100.600 2007 6.557.000 2008 6.122.700 2009 5.655.400 2010 5.218.400 2011 5.256.100 2012 4.863.600 Sumber: BPS Jateng, 2013 (Diolah) Kemiskinan merupakan masalah utama yang dihadapi setiap provinsi di Indonesia termasuk Provinsi Jawa Tengah. Tabel 1.2 menunjukkan bahwa secara umum penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 7.308.330 jiwa pada tahun 2002 menjadi 6.533.500 jiwa pada tahun 2005. Namun pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin meningkatkan kembali menjadi 7.100.600 jiwa. Pada tahun 4
2007 sampai dengan tahun 2012 jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah mengalami tren yang membaik. Jumlah penduduk miskin terus mengalami penurunan yaitu sebesar 6.557.000 pada tahun 2007 berkurang menjadi 4.863.600 pada tahun 2012. Gambar 1.1 Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2002-2012 25 20 15 10 5 21.98 20.59 19.99 19.26 20.92 19.31 18.12 16.67 15.46 15.58 14.42 0 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Persentase Penduduk Miskin Persentase penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah tahun 2002-2012 mengalami penurunan. Tahun 2002, persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah sebesar 21,98 persen dan mengalami tren penurunan hingga tahun 2005 yakni sebesar 19,26 persen. Namun pada tahun 2006 persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan menjadi 20,92 persen pada tahun 2006. Hingga tahun 2010, persentase tersebut terus menurun walaupun tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2012 persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah tetap tinggi yakni sebesar 14,42 persen. 5
Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Miskin di Pulau Jawa Tahun 2007-2012 Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011 2012 DKI Jakarta 405,70 379,60 323,20 312,20 363,42 366,80 Banten 886,20 816,70 788,10 758,20 690,49 648,30 Jawa Barat 5.457,90 5.322,40 4.983,60 4.773,70 4.648,63 4421,50 Jawa Tengah 6.557,00 6.122,70 5.655,40 5.218,40 5.256,10 4.863,60 DIY 633,50 608,90 574,90 564,30 564,3 562,10 Jawa Timur 7.155,30 6.651,30 6.022,60 5.529,30 5.356,21 4.960,50 Sumber: BPS Jateng (Diolah) Jumlah penduduk miskin tertinggi di Pulau Jawa pada tahun 2012 tercatat berada di Provinsi Jawa Tengah dengan total 4.863,60 (ribu jiwa). Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang belum mengalami pembangunan ekonomi baik fisik berupa infrastruktur yang mendukung proses pertumbuhan ekonomi maupun investasi seperti modal yang mendorong terciptanya lapangan kerja baru. 1.2 Rumusan Masalah Kemiskinan bukan lagi menjadi masalah pada dimensi ekonomi, namun telah meluas hingga ke dimensi sosial yakni kesehatan, pendidikan dan politik. Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun nonmakan. Penyebab kemiskinan utama kemiskinan adalah lingkaran setan kemiskinan yang dikemukakan Nurske. Di negara sedang berkembang seperti Indonesia dengan kualitas sumber daya manusia atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks pembangunan manusia yang terdiri dari angka melek 6
huruf dan angka harapan hidup, dan pengeluaran riil per kapita mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di daerah tersebut. Kualitas sumber daya manusia tersebut diartikulasikan dalam indeks. IPM yang rendah menjadi penyebab rendahnya produktivitas kerja pada gilirannya berakibat pada rendahnya pendapatan. Rendahnya tingkat pendapatan akan menyebabkan tingkat tabungan dan investasi turun, sehingga akumulasi dalam penciptaan modal baru rendah dan terbatasnya lapangan kerja baru. Hal ini menyebabkan tingkat PDRB per kapita turut mempengaruhi tingkat kemiskinan. Di samping itu pula, kontribusi pemerintah dalam menyediakan layanan kesehatan kepada masyarakat secara tidak langsung turut mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu daerah. Berdasarkan uraian yang melatarbelakangi penelitian ini, maka dirumuskan berbagai permasalah berikut ini: 1. Bagaimana pengaruh PDRB per kapita terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2012. 2. Bagaimana pengaruh angka melek huruf terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2012. 3. Bagaimana pengaruh angka harapan hidup terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2012 4. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2012. 7
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis pengaruh PDRB per kapita terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2012. 2. Menganalisis pengaruh angka melek huruf terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2012. 3. Menganalisis pengaruh angka harapan hidup terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2012. 4. Menganalisis pengaruh jumlah pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2012. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan syarat untuk menyelesaikan program studi Ilmu Ekonomi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada dan syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan ilmu dan pengetahuan baru bagi penulis bahwa PDRB per kapita, angka melek huruf, angka harapan hidup dan pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah. 8
2. Bagi mahasiswa Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan latihan teori-teori yang diperoleh semasa perkuliahan untuk diterapkan dan dipublikasikan. 3. Bagi Departemen terkait Hasil penelitian ini dapat sebagai bahan referensi dalam penulisan serta bahan pertimbangan dan masukan dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan kemiskinan. 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan terdiri dari beberapa bagian : BAB I. PENDAHULUAN Pendahuluan berisikan latar belakang pentingnya masalah penelitan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dijelaskan mengenai definisi kemiskinan, indikator kemiskinan, tingkat kemiskinan, penyebab kemiskinan, lingkaran kemiskinan, penelitian terdahulu, dan hipotesis penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam metodologi penelitian dijelaskan mengenai metode penelitian meliputi jenis dan sumber data, definisi operasional variabel, metode analisis regresi data panel, uji statistik, dan keterbatasan penelitian. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini berisikan hasil analisis data dan pembahasan bagaimana hubungan katagori tingkat kemiskinan dengan variabel-variabel ekonomi yang 9
mempengaruhi yakni PDRB per kapita, angka melek huruf, angka harapan hidup dan pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berkonten kesimpulan dari hasil penelitian di Bab IV, selain itu bab ini juga berisi saran-saran yang selanjutnya akan berguna bagi pihak yang berkepentingan. 10