BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas:

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Alat-alat kohesi..., Astri Yuniati, FIB UI, 2009

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Terdahulu Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERKAIT. Halliday dan Hasan (1976: 1) menyatakan bahwa teks adalah kumpulan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

CHAPTER 5 SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY. Faculty of Humanities. English Department. Strata 1 Program

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan merupakan ragam bahasa

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS. Jurnal Skripsi. Oleh TENRI MAYORE NIM JURUSAN SASTRA INDONESIA

Kohesi Gramatikal Referensi Substitusi Elipsis Konjungsi

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.

WACANA adalah... Wacana dilihat sebagai bangun bahasa yang utuh karena setiap bagian di dalam wacana itu berhubungan secara padu.

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV. Abstract

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

KOHESI GRAMATIKAL REFERENSIAL DALAM WACANA BERITA SITUS EDISI DESEMBER 2015 JANUARI 2016

PEMARKAH KOHESI LEKSIKAL DAN KOHESI GRAMATIKAL (Analisis pada Paragraf dalam Skripsi Mahasiswa Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

WACANA NARATIF SHORT-SHORT STORY BOKKOCHAN KARYA HOSHI SHIN ICHI

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA

BAB I PENDAHULUAN. sangat berpengaruh terhadap makna yang terdapat dalam sebuah wacana. Salah

BAB II LANDASAN TEORI

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

PEMARKAH KOHESI SEBAGAI PENYELARAS WACANA: TESIS

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII SMP N 3 GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan

Azis dan Juanda. Keywords: grammatical cohesion, unity of discourse

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan

BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI IKLAN DALAM SURAT KABAR KOMPAS

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO

ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA NARASI DALAM MODUL KARYA GURU

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Banyak sekali cara untuk berkomunikasi. Bentuk komunikasi

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. tabloid harian, tabloid mingguan, dan majalah. Media elektronik audiotif berupa

PERANTI KOHESI DALAM WACANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DESA

PRATIWI AMALLIYAH A

BAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

ANALISIS WACANA: SURAT KARTINI HIDUP BARU BERBAHAGIA PULA DALAM KUMPULAN HABIS GELAP TERBITLAH TERANG KAJIAN ASPEK KOHESI DAN ASPEK KOHERENSI

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

PEMARKAH KOHESI SEBAGAI PENYELARAS WACANA: TESIS

: Kohesi Gramatikal dan Kohesi Leksikal dalam Stand Up Comedy Pandji Pragiwaksono

Annisa Rakhmawati, Muhammad Rohmadi, Budhi Setiawan Universitas Sebelas Maret

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 PADANG JURNAL ILMIAH DELVIRA SUSANTI NPM.

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL KHOTBAH IDUL ADHA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KOHESI GRAMATIKAL DALAM TEKS LAPORAN PENELITIAN DOSEN FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

zs. /or.wisman lladi, M.Hum. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM ARTIKEL Asrul Khairillrsibuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS WACANA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA CERPEN LINTAH DALAM BUKU KUMPULAN CERPEN MEREKA BILANG SAYA MONYET KARYA DJENAR MAESA AYU

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mampu merujuk objek ke dalam dunia nyata, misalnya mampu menyebut nama,

KOHESI DAN KOHERENSI SEBAGAI DASAR PEMBENTUKAN WACANA YANG UTUH

KEUTUHAN WACANA LEMBAR KERJA SISWA (LKS): ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI (JURNAL INI MASIH MELALUI PROSES PENYUNTINGAN)

BAB III KERANGKA TEORI. wacana, khususnya analisis kohesi wacana yang dikemukakan oleh Halliday dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan dijabarkan pendapat para ahli sehubungan dengan topik penelitian. Mengenai alat-alat kohesi, penulis menggunakan pendapat M.A.K. Halliday dan Ruqaiya Hasan menurut buku Cohesion in English (1976). Akan tetapi, dalam penelitian ini, penulis juga mengkombinasikan pendapat ahli lain, seperti pendapat Untung Yuwono (2005) dan Kridalaksana (1978) untuk mempertimbangkan kasus-kasus yang terdapat dalam bahasa Indonesia, khususnya yang sesuai dengan data iklan ini. Adapun contoh-contoh yang digunakan dalam setiap alat kohesi berikut ini merupakan contoh yang dibuat sendiri oleh penulis. 2.2 Alat-alat Kohesi Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ada banyak ahli yang telah membahas alat-alat kohesi di dalam wacana, di antaranya ialah M.A.K. Halliday dan Ruqaiya Hasan, David Nunan, Harimurti Kridalaksana, dan Untung Yuwono. Menurut Halliday dan Hasan (1976), alat kohesi terdiri atas lima unsur, yaitu referensi, substitusi, elipsis, konjungsi, dan kohesi leksikal. Dalam referensi dikenal adanya referensi eksoforis dan referensi endoforis. Pada referensi endoforis, dikenal pula referensi anaforis dan referensi kataforis. Selain itu, referensi tersebut juga dibagi lagi atas referensi personal, referensi demonstratif, dan referensi komparatif. Referensi personal dibedakan lagi berdasarkan pronomina personal dan pronomina milik, referensi demonstratif dibedakan lagi menjadi referensi demonstratif netral dan referensi demonstratif selektif. Halliday dan Hasan membagi substitusi atas substitusi nominal, substitusi verbal, dan substitusi klausal. Begitu juga dengan elipsis, elipsis dibagi atas elipsis nominal, elipsis verbal, dan elipsis klausal. Adapun konjungsi dibagi atas empat bagian, yaitu konjungsi adversatif, konjungsi aditif, konjungsi temporal, konjungsi kausal, satuan konjungsi lainnya, dan fungsi kohesi intonasi.

Sementara itu, kohesi leksikal terdiri atas reiterasi dan kolokasi. Reiterasi terdiri atas repetisi, sinonimi dan sinonimi dekat, superordinat, dan kata umum, sedangkan kolokasi dibedakan atas mutually exlusive categories kategori saling menghindarkan, particular type of oppositeness tipe khusus dari perlawanan, superordinat, sinonimi dan sinonimi dekat, antonimi, converses kosok bali, same ordered series seri urutan yang sama, unordered lexical sets satuan leksikal yang tidak berurutan, part to whole sebagian dengan keseluruhan, part to part sebagian dengan sebagian, dan ko-hiponim. Hampir sama dengan Halliday dan Hasan, Nunan (1993) dalam Introducing Discourse Analysis membagi alat kohesi atas kohesi referensial, substitusi, elipsis, dan kohesi leksikal. Kohesi referensial juga dibedakan atas referensi anaforik dan referensi kataforik. Selain itu, berdasarkan tipe objeknya, Nunan juga membagi kohesi referensial menjadi referensi personal, referensi demonstratif, dan referensi komparatif. Adapun substitusi dibedakan pula atas substitusi nominal, substitusi verbal, dan substitusi klausal. Begitu juga dengan elipsis dibedakan atas elipsis nominal, elipsis verbal, dan elipsis klausal. Selain itu, Nunan juga membedakan konjungsi atas konjungsi adversatif, konjungsi aditif, konjungsi temporal, dan konjungsi kausal. Pada kohesi leksikal juga dibedakan atas reiterasi yang terdiri dari repetisi, sinonimi, superordinat, dan kata umum dan kolokasi. Kridalaksana (1978) menggunakan istilah kohesi dengan aspek-aspek yang meliputi aspek semantis, aspek leksikal, dan aspek gramatikal. Aspek semantis meliputi hubungan semantis antara bagian-bagian wacana dan kesatuan latar belakang semantis. Hubungan semantis antara bagian-bagian wacana dapat diperinci lagi menjadi hubungan sebab-akibat, hubungan alasan-akibat, hubungan sarana-hasil, hubungan sarana-tujuan, hubungan latar-kesimpulan, hubungan kelonggaran-hasil, hubungan syarat-hasil, hubungan perbandingan, hubungan parafatis, hubungan amplikatif, hubungan aditif yang berhubungan dan tidak berhubungan dengan waktu, hubungan identifikasi, hubungan generik-spesifik, dan hubungan ibarat. Sementara itu, kesatuan latar belakang semantis meliputi kesatuan topik, hubungan sosial para pembicara, dan jenis medium penyampaian yang dipakai.

Aspek leksikal meliputi ekuivalensi leksikal, antonim, hiponim, kolokasi, kosok bali, pengulangan, serta penutup dan pembuka wacana. Adapun aspek gramatikal terdiri dari konjungsi, elipsis, paralelisme, dan bentuk penyilih yang meliputi anaforis dan kataforis. Yuwono (2005) membedakan alat kohesi atas alat kohesi gramatikal dan alat kohesi leksikal. Alat kohesi gramatikal meliputi referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi, sedangkan alat kohesi leksikal meliputi reiterasi dan kolokasi. Pada alat kohesi gramatikal, referensi dibedakan atas referensi eksoforis dan referensi endoforis. Selain itu, berdasarkan tipe objeknya, Yuwono juga membagi referensi atas referensi personal, referensi demonstrativa, dan referensi komparatif. Adapun substitusi dibedakan pula atas substitusi nominal, substitusi verbal, dan substitusi klausal. Begitu juga dengan elipsis dibagi pula atas elipsis nominal, elipsis verbal, dan elipsis klausal. Sementara itu, konjungsi dibedakan berdasarkan kedudukannya di dalam kalimat yang meliputi konjungsi antarkalimat dan konjungsi intrakalimat. Pada kohesi leksikal, Yuwono pun membaginya atas reiterasi dan kolokasi. Reiterasi ini terdiri dari repetisi, sinonimi, hiponimi, metonimi, dan antonim. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam pendapat para ahli di atas terdapat beberapa persamaan dan perbedaan unsur serta istilah yang digunakan. Dalam pendapat Halliday-Hasan dan Nunan banyak terdapat persamaan, seperti pembagian alat-alat kohesi dan istilah-istilah yang digunakan. Namun, pada pendapat Nunan pembagian alat kohesi tersebut tidak diperinci lagi ke dalam bagian-bagian yang lebih spesifik sehingga penggolongan alat-alat kohesi tersebut masih bersifat umum. Dalam pendapat Nunan, referensi personal dan demonstratif, serta kolokasi tidak dibedakan lagi menjadi bagian yang lebih spesifik, sementara dalam pendapat Halliday dan Hasan, referensi personal dibedakan lagi atas pronomina persona dan pronomina milik; referensi demonstratif dibedakan atas referensi demonstratif netral dan selektif; konjungsi meliputi enam bagian, serta kolokasi dibedakan atas sebelas kategori (mutually exlusive categories, particular type of oppositeness, superordinates, synonim and near synonim, antonym,

converses, same ordered series, unordered lexical sets, part to whole, part to part, dan ko-hiponim). Sementara itu, dalam pendapat Kridalaksana, yang dimaksud dalam aspek semantis terutama kesatuan latar belakang semantis kajiannya sudah di luar teks dan bersifat kontekstual sehingga unsur-unsur tersebut tidak termasuk ke dalam tataran kohesi, atau lebih tepatnya termasuk ke dalam tataran koherensi. Seperti ahli-ahli lainnya, Kridalaksana juga membahas aspek leksikal dan aspek gramatikal. Aspek gramatikal yang dikemukakan Kridalaksana memuat paralelisme, sedangkan substitusi tidak tercakup dalam kajiannya. Selain itu, beliau juga memakai istilah berbeda untuk menyebut referensi, yakni bentuk penyilih. Pada aspek leksikal, Kridalaksana mencantumkan beberapa unsur, seperti ekuivalensi leksikal, antonim, kosok bali, serta pembuka dan penutup wacana yang dalam pendapat Haliday dan Hasan serta Nunan tidak terdapat. Namun, pada pendapat Kridalaksana tidak terdapat sinonimi. Perbedaan lainnya, yaitu jika dalam Halliday-Hasan dan Nunan terdapat superordinat dan kata umum, dalam Kridalaksana hanya terdapat hiponimi. Tidak jauh berbeda dengan pendapat yang diungkapkan sebelumnya, Yuwono juga membagi alat-alat kohesi seperti yang dilakukan Halliday-Hasan serta Nunan. Namun, Yuwono mencantumkan antonimi dan metonimi dalam alat kohesi leksikal dan menyebut istilah superordinat dengan istilah sebaliknya, hiponimi. Dengan demikian, sebagai dasar penelitian, penulis akan menggunakan pendapat Halliday dan Hasan yang sudah dikombinasikan dengan pendapat ahli lain. Hal ini dilakukan penulis karena di dalam pendapat Halliday dan Hasan tidak semua unsur dapat diaplikasikan ke dalam data berbahasa Indonesia (seperti referensi demonstratif netral) dan banyak unsur lain (seperti antonimi dan metonimi) dari pendapat ahli lain yang bisa diterapkan dalam data berbahasa Indonesia, khususnya pada iklan kolom bidang jasa ini. Selain itu, dalam Halliday dan Hasan terdapat pula alat kohesi yang tumpang tindih batasannya, seperti kata umum (general word) yang dinyatakan bahwa kedudukannya berada di antara perbatasan satuan leksikal dan substitusi (Halliday dan Hasan, 1976: 280).

Sementara itu, dalam bahasa Indonesia, kata umum yaitu kata-kata yang memiliki makna yang lebih umum dari kata lainnya juga dapat termasuk ke dalam superordinat. Dengan demikian, alat kohesi tersebut tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini. Menurut Halliday dan Hasan (1976), kohesi merupakan suatu konsep semantis yang mengacu pada hubungan makna yang ada di dalam sebuah teks. Kohesi terjadi jika interpretasi suatu unsur dalam teks bergantung pada unsur lain. Istilah teks di sini dibedakan dari wacana. Menurut B.H. Hoed, wacana adalah bentuk absrak dari suatu bangun teoritis, yang masih berada pada tingkat langue sementara itu, teks ialah bentuk konkret dari wacana yang berada pada tataran parole. Dengan demikian, yang dimaksud dengan teks adalah salah satu bentuk konkret dari wacana. Pada tataran teks, kohesi merupakan kaitan semantis antara satu ujaran dengan ujaran lainnya di dalam teks tersebut, sedangkan pada tataran wacana, kohesi merupakan keterkaitan semantis antara satu proposisi dengan proposisi lainnya di dalam wacana tersebut. Dengan demikian, pada penelitian ini dibahas alat-alat kohesi pada teks iklan kolom bidang jasa sebagai kesatuan wacana yang utuh, bukan alat-kohesi pada wacana iklan kolom bidang jasa. Adapun keterkaitan semantis itu pada tataran teks diperlihatkan oleh alat-alat kohesi yang meliputi alat kohesi gramatikal dan kohesi leksikal berikut ini. 2.2.1 Kohesi Gramatikal Kohesi gramatikal adalah hubungan semantis antarunsur yang dimarkahi alat gramatikal atau alat bahasa yang digunakan dalam kaitannya dengan tata bahasa (Yuwono, 2005: 96). Kohesi gramatikal ini meliputi referensi, subsitusi, elipsis, dan konjungsi. 2.2.1.1 Referensi Referensi atau pengacuan adalah hubungan kata dengan objeknya, atau hubungan antara suatu elemen dalam teks dengan sesuatu yang diacunya dan diinterpretasikan sesuai dengan konteksnya. Berdasarkan objek pengacuannya, referensi dibedakan atas referensi endoforis dan referensi eksoforis. Referensi

endoforis terjadi jika objek acuannya ada di dalam teks sehingga referensi ini bersifat tekstual. Referensi ini dibedakan lagi menjadi referensi anaforis dan referensi kataforis. Referensi anaforis adalah referensi yang objek acuannya ada di dalam teks dan telah disebutkan dalam kalimat sebelumnya, sedangkan referensi kataforis adalah referensi yang objek acuannya ada di dalam teks, namun dinyatakan dalam kalimat yang mengikutinya. Sementara itu, referensi eksoforis terjadi jika objek acuannya berada di luar teks sehingga referensi ini bersifat situasional atau terikat pada konteks situasi tertentu. Pengacuan eksoforis ini berperan dalam pembentukan wacana saat menghubungkan teks dengan situasi di luar teks, namun tidak berperan dalam menghubungkan satu elemen dengan elemen lainnya di dalam teks. Dengan kata lain, referensi eksoforis ini tidak bersifat kohesif. Namun, penulis tetap akan memasukan referensi eksoforis ke dalam penelitian sebagai pembanding dengan referensi endoforis. Di samping itu, berdasarkan tipe objeknya, referensi dibagi atas tiga bagian, yaitu referensi personal, referensi demonstratif, dan referensi komparatif. a. Referensi Personal Referensi personal adalah referensi yang mengacu pada kategori personal. Referensi ini di dalam bahasa Indonesia ditujukan dengan pemakaian pronomina persona orang pertama tunggal, orang pertama jamak, orang kedua tunggal, orang kedua jamak, orang ketiga tunggal, dan orang ketiga jamak, seperti saya, kami, kita, anda, kalian, dia, dan mereka; serta pronomina milik, seperti ku, mu, dan nya. (1) Dia tidak datang ke rumahku. Kata dia dalam contoh di atas merujuk kepada seseorang yang tidak terlibat dalam pembicaraan. Dia di sini juga mengacu pada objek di luar teks, sedangkan kata ku merujuk kepada pemilik rumah yang juga merupakan si penutur.

b. Referensi Demonstratif Referensi demonstratif adalah referensi yang didasarkan pada jarak lokasi dan waktu objek yang diacu oleh penutur. Dalam bahasa Indonesia, referensi demonstratif ini dapat ditujukan dengan kata ini, itu, di sini, di sana, sekarang, besok, dan kemarin. (2) Indra berlibur ke Bali kemarin. Di sana ia membeli banyak oleh-oleh untuk temannya. Kata di sana dalam kalimat kedua di atas mengacu pada kata Bali. Kata di sana digunakan penutur karena letak Bali dengan posisi penutur berada saat itu jauh. c. Referensi Komparatif Referensi komparatif adalah referensi yang digunakan untuk membandingkan dua hal yang memiliki kesamaan, kemiripan, atau perbedaan di dalam sebuah teks. Referensi ini dapat ditujukan dengan pemakaian kata-kata pembanding, seperti sama, serupa, seperti, lebih, kurang, dan berbeda. (3) Hobi Nita membaca komik. Hobi saya dan hobi Nita sama. Kata sama dalam kalimat kedua mengacu pada membaca komik dalam kalimat sebelumnya. Dengan menggunakan kata sama tersebut, pendengar atau mitra tutur dapat memahami apa yang dimaksud atau diacu penutur. 2.2.1.2 Substitusi Substitusi atau penyulihan adalah penggantian suatu unsur bahasa dengan unsur bahasa lain. Substitusi juga diartikan sebagai hubungan antara kata (-kata) dan kata (-kata) lain yang digantikannya. Substitusi ini biasanya dilakukan guna menghindari adanya pengulangan dari kata yang sama. Adapun hubungan substitusi ini dapat terjadi secara nominal (substitusi nominal), verbal (substitusi verbal), dan klausal (substitusi klausal).

a. Substitusi Nominal Substitusi nominal adalah penyulihan yang digunakan untuk menggantikan nomina atau kelompok nomina dengan kata atau frasa lain. (4) Kemarin saya melihat Dewi di restoran. Gadis berambut panjang itu sedang makan bersama kekasihnya. Kata-kata atau frasa gadis berambut panjang dalam kalimat kedua di atas digunakan untuk menggantikan kata Dewi pada kalimat sebelumnya. Penggantian tersebut dimaksudkan untuk menghindari adanya pengulangan pada kata yang sama. b. Substitusi Verbal Subsititusi verbal adalah penyulihan yang digunakan untuk menggantikan kata atau kelompok kata verba dengan kata atau frasa lain. (5) Sari tidak kuliah hari ini. Begitu juga saya. Kata begitu dalam kalimat kedua menggantikan frasa verbal tidak kuliah pada kalimat sebelumnya. Dengan demikian, kata begitu tersebut menggantikan frasa verbal tidak kuliah pada kalimat pertama. c. Substitusi Klausal Substitusi klausal adalah penyulihan yang menggantikan klausa, namun tidak hanya dapat menggantikan unsur-unsur tertentu di dalam klausa, tetapi juga dapat menggantikan klausa secara keseluruhan. (6) Semoga besok tidak jadi ujian. Saya juga berharap demikian. Kata demikian dalam kalimat kedua berfungsi menggantikan klausa secara keseluruhan pada kalimat pertama. Penggantian kata demikian tersebut digunakan agar sebuah kalimat atau ujaran menjadi lebih efektif didengar.

2.2.1.3 Elipsis Elipsis atau pelesapan adalah penghilangan kata (-kata) atau elemen yang penting secara struktural. Elemen tersebut dapat ditelusuri dengan cara mengacunya kembali pada elemen sebelumnya di dalam teks. Elipsis dapat disebut pula sebagai substitusi nol karena apa yang dimaksud penutur tidak dinyatakan kembali dalam tuturan atau kalimat berikutnya. Jadi, meskipun sesuatu yang dimaksud itu tidak dinyatakan kembali, sesuatu itu tetap dapat dipahami oleh pembaca atau mitra tutur. Dalam penelitian ini, unsur elipsis tersebut dilihat berdasarkan kelas kata fungsi sintaksis di dalam sebuah kalimat. Artinya, dalam sebuah kalimat lengkap biasanya paling tidak terdiri dari subjek dan predikat. Jika dalam data penelitian terdapat kalimat yang salah satu fungsi sintaksisnya tidak ada, kalimat tersebut mengandung unsur elipsis, dan unsur yang tidak ada/lesap itu diklasifikasikan berdasarkan kelas katanya. Dengan demikian, pada kalimat minor kalimat tak lengkap yang tidak berstruktur klausa dan mempunyai intonasi final seperti judul tidak dikategorikan sebagai kalimat yang mengandung elipsis karena bentuk seperti itu tidak bisa dirujuk bentuk lengkapnya dan dianggap sudah final. Adapun elipsis menurut Halliday dan Hasan dibagi menjadi elipsis nominal, elipsis verbal, dan elipsis klausal. a. Elipsis Nominal Elipsis nominal adalah penghilangan unsur nomina di dalam kalimat. (7) Setelah [Tari] pulang dari sekolah, Tari pergi ke bioskop bersama teman-temannya. Pada contoh (7), terdapat kata berkelas kata nomina yang dilesapkan. Semula dapat dikatakan bahwa contoh kalimat di atas berbunyi Setelah pulang Tari dari sekolah, Tari pergi ke bioskop bersama teman-temannya, namun karena pengulangan kata tersebut dapat mengganggu pemahaman dan mengakibatkan pemborosan kata, kata tersebut dilesapkan guna menciptakan kepaduan dan keefektifan wacana.

b. Elipsis Verbal Elipsis verbal adalah penghilangan unsur verbal di dalam kalimat. (8) Rini tidur nyenyak sekali. Ami juga [tidur nyenyak sekali]. Dalam contoh (8) juga terdapat pelesapan, yaitu pada kelompok kata yang berada di dalam kurung. Kata-kata yang dilesapkan tersebut merupakan frasa verba sehingga dalam contoh kalimat tersebut terjadi pelesapan verbal/elipsis verbal. c. Elipsis Klausal Elipsis klausal adalah penghilangan unsur klausa dalam kalimat. (9) Apakah Anda mengerti maksud saya? Ya [saya mengerti maksud Anda ]. Pada contoh (9) terdapat penghilangan klausa dalam kalimat, klausa tersebut yakni klausa saya mengerti maksud Anda. Meskipun klausa tersebut dihilangkan, mitra tutur pun masih tetap memahami bagian yang hilang itu. Pemahaman tersebut tentunya terkait dengan konteks pembicaraan serta latar belakang pengetahuan peserta tutur tersebut. 2.2.1.4 Konjungsi Konjungsi atau kata sambung adalah alat kohesi gramatikal yang berfungsi menghubungkan satu gagasan dengan gagasan lain. Berbeda dengan alat kohesi gramatikal lainnya, konjungsi tidak mengacu pada teks-teks sebelumnya atau yang disebut dengan hubungan anaforis. Konjungsi merupakan alat kohesi yang menandai hubungan antarbagian dari sebuah teks sehingga teks tersebut dapat dipahami sepenuhnya. Berikut ini ada empat tipe konjungsi yang akan dibahas, yakni konjungsi aditif, konjungsi adversatif, konjungsi kausal, dan konjungsi temporal.

a. Konjungsi Aditif Konjungsi aditif adalah konjungsi yang berfungsi memberikan keterangan tambahan tanpa mengubah keterangan dalam klausa/kalimat sebelumnya. Konjungsi ini dapat berupa dan, bahkan, selain itu, dan serta. (10) Rumah ini bersih dan nyaman. Kata dan tersebut digunakan untuk menambahkan informasi atau gagasan di dalam satu kalimat. Dalam kalimat itu tersirat bahwa rumah ini tidak hanya bersih, tetapi juga nyaman. b. Konjungsi Adversatif Konjungsi adversatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua gagasan yang menyatakan kontras. Konjungsi ini dalam bahasa Indonesia dapat berupa namun, tetapi, meskipun, dan melainkan. (11) Meskipun sakit, ia tetap mengikuti ujian di sekolah. Kata meskipun tersebut berfungsi menyatakan pertentangan atau kontras dua gagasan di atas. Biasanya jika sedang sakit, seseorang tidak dapat melakukan aktivitas apapun, termasuk mengikuti ujian, namun dalam hal ini berbeda. Seseorang yang sakit tetap mengikuti ujian. Dengan demikian, kata meskipun tersebut menyatakan kontras pada dua gagasan yang bertentangan. c. Konjungsi Kausal Konjungsi kausal adalah konjungsi yang menghubungkan dua gagasan yang mempunyai hubungan sebab-akibat. Konjungsi ini dapat berupa karena, lantaran, sebab, sehingga, dan jadi. (12) Anto tidak naik kelas karena ia sering membolos.

Kata karena dalam kalimat di atas menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat. Sebab tersebut ditunjukkan dengan klausa ia sering membolos, sedangkan akibatnya ditunjukkan dengan klausa Anto tidak naik kelas. d. Konjungsi Temporal Konjungsi temporal adalah konjungsi yang digunakan untuk menyatakan hubungan kronologis peristiwa-peristiwa di dalam teks selama proses kejadian tersebut. Konjungsi ini dapat berupa setelah, sebelum, ketika, dan saat. (13) Dina akan kerja setelah ia lulus kuliah. Kata setelah tersebut menandakan adanya hubungan kronologis dalam sebuah teks, yaitu Dina kuliah terlebih dahulu, baru setelah lulus ia akan bekerja. Dengan kata lain, konjungsi tersebut digunakan untuk menandai teks yang memiliki urutan peristiwa. 2.2.2 Kohesi Leksikal Kohesi leksikal adalah hubungan semantis antarunsur pembentuk wacana dengan memanfaatkan unsur leksikal atau kata (Yuwono, 2005: 98). Kohesi leksikal ini diwujudkan dengan reiterasi dan kolokasi. 2.2.2.1 Reiterasi Reiterasi adalah pengulangan satuan leksikal pada kalimat berikutnya yang dianggap penting untuk memberikan penekanan. Reiterasi dapat diwujudkan dalam bentuk repetisi, sinonimi dan sinonimi dekat, superordinat, dan kata umum. Namun, seperti yang dikatakan sebelumnya, penulis tidak akan memasukkan kata umum dalam penelitian ini karena selain tidak terdapat dalam data, kohesi leksikal tersebut juga masih tumpang tindih batasannya sebaliknya, penulis memasukan antonimi dan metonimi yang merupakan pendapat dari Yuwono (2005) karena unsur tersebut ditemukan dalam data.

a. Repetisi Repetisi adalah pengulangan suatu unsur leksikal, yang tidak harus dalam bentuk morfologi yang sama. Dalam Kridalaksana (1978) dikenal istilah ekuivalensi leksikal yang merupakan pengulangan unsur leksikal dengan penambahan, penghilangan, atau perubahan morfem terikat (afiks). (14) Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi. Bahasa dapat berupa lisan dan tulisan. (15) Pasien itu dirawat di rumah sakit. Perawatan itu dilakukan sangat intensif. Contoh (14) merupakan repetisi dengan pengulangan kata yang sama, sedangkan contoh (15) merupakan repetisi dengan perubahan bentuk morfologi (ekuivalensi leksikal). b. Sinonimi dan Sinonimi Dekat Sinonimi adalah hubungan antarkata (frasa atau kalimat) yang memiliki makna yang sama, sedangkan sinonimi dekat adalah hubungan antarkata yang memiliki makna tidak sama persis, tetapi dekat atau mirip. Sinonimi dapat terjadi antara kata-kata yang berasal dari bahasa daerah, bahasa nasional, dan bahasa asing. (16) Ayah tiba di Jakarta setelah saya sampai di bandara. (17) Nenekku selalu nyeri otot setiap habis berjalan kaki. Sakit itu ia rasakan sejak lama. (18) Telepon seluler kini sudah menjadi kebutuhan primer bagi sebagian orang, termasuk saya selalu membawa handphone ke mana pun saya pergi. Contoh (16) merupakan sinonimi karena kata tiba dan sampai bermakna sama dan keduanya dapat saling dipertukarkan Ayah sampai di Jakarta setelah saya tiba di Bandara, sedangkan contoh (17) merupakan sinonimi dekat karena kata

nyeri meskipun artinya sakit tidak dapat dipertukarkan secara bebas dengan kata sakit, seperti pada sakit jantung dan nyeri jantung* serta sakit diabetes dan nyeri diabetes*, sedangkan contoh (18) merupakan contoh sinonimi antara kata dengan frasa yang terjadi antara bahasa nasional (bahasa Indonesia) dengan bahasa asing (bahasa Inggris). c. Superordinat Superordinat adalah jenis kohesi leksikal yang salah satu satuan leksikalnya memiliki makna yang general/umum dibanding satuan leksikal lainnya yang memiliki makna lebih spesifik/khusus. Superordinat ini bertentangan dengan hiponimi. Hiponimi ialah hubungan makna antara kata yang bermakna spesifik dengan kata yang bermakna generik. Dalam penelitian ini, superordinat mencakup juga kata umum. (19) Bencana alam semakin sering terjadi. Baru-baru ini, banjir melanda sejumlah wilayah di Jakarta. Kata bencana alam di atas merupakan bentuk umum dari kata banjir. Kata bencana alam tersebut merupakan superordinat dari kata banjir. Dengan kata lain, banjir merupakan bentuk khusus/spesifik yang merupakan hiponim dari bencana alam. e. Metonimi Metonimi adalah hubungan antara nama untuk benda yang lain yang berasosiasi atau yang menjadi atributnya (Yuwono, 2005: 99). Dalam metonimi, nama atau merek benda digunakan untuk menyebut benda itu sendiri. (20) Pedagang asongan itu menjual aqua dan chicki-chikian. Kata aqua di atas merupakan sebuah merek yang telah berasosiasi untuk penyebutan minuman mineral secara umum. Demikian pula kata chicky salah satu merek yang telah berasosiasi dalam penyebutan makanan ringan. Meskipun yang

dijual pedagang itu bukan hanya minuman mineral yang bermerek Aqua dan makanan bermerek Chicky, kedua merek tersebut digunakan untuk menyebut minuman dan makanan sejenisnya. f. Antonimi Antonimi adalah jenis kohesi leksikal yang menyatakan hubungan antarkata (-kata) yang maknanya bertentangan atau berkebalikan. Dalam Kridalaksana dikenal juga istilah kosok bali. Kosok bali ialah hubungan antarkata yang maknanya berbalasan atau berkebalikan dengan kata lainnya. Dalam penelitian ini, kosok bali dianggap sama atau tidak dibedakan dengan antonimi. (21) Baik pria maupun wanita semuanya berkedudukan sama dalam hukum. (22) Anak itu mirip sekali dengan Ibunya. Kalimat (20) di atas merupakan contoh antonimi karena lawan kata pria ialah wanita dan lawan kata wanita ialah pria, sedangkan kalimat (21) merupakan contoh kosok bali karena lawan kata anak ialah ibu, tetapi lawan kata ibu belum tentu anak (bisa bapak). Meskipun demikian, dalam penelitian ini keduanya dianalisis sebagai antonimi. 2.2.3.2 Kolokasi Kolokasi adalah hubungan antarkata (-kata) yang sering muncul bersamaan dalam lingkungan yang sama. Kolokasi juga disebabkan oleh kedua kata atau lebih sering muncul bersamaan dalam suatu konstruksi bahasa atau konteks wacana yang sama (Halliday dan Hasan, 1976: 287). Hubungan antarkata tersebut biasanya diasosiasikan sebagai satu kesatuan bidang yang sama berdasarkan latar belakang pengetahuan seseorang. Nunan juga mengatakan bahwa dalam mengetahui hubungan kolokasi suatu teks bergantung/ditentukan oleh latar belakang pengetahuan seseorang (1993: 31). Selain itu, kolokasi juga merupakan alat kohesi leksikal yang sangat kompleks cakupannya karena meliputi semua unsur dalam teks yang mempunyai

hubungan semantik (Nunan, 1993: 29). Hubungan semantis tersebut menurut Halliday dan Hasan dapat berupa mutually exlusive categories kategori saling menghindarkan, particular type of oppositeness tipe khusus dari perlawanan, superordinat, sinonimi dan sinonimi dekat, antonimi, converses kosok bali, same ordered series seri urutan yang sama, unordered lexical sets satuan leksikal yang tidak berurutan, part to whole sebagian dengan keseluruhan, part to part sebagian dengan sebagian, dan ko-hiponim. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa hampir semua unsur dalam reiterasi merupakan bagian dari kolokasi. Dengan demikian, dalam penelitian ini, penulis tidak menspesifikan kolokasi berdasarkan pengkhususan yang dilakukan Halliday dan Hasan. (23) Karena demam yang tak kunjung sembuh, adikku dibawa ke rumah sakit terdekat. Ternyata setelah diperiksa dokter, adikku menderita penyakit demam berdarah. Dokter pun langsung memberi paracetamol sebagai langkah awal pengobatan. Kata-kata bergaris bawah pada contoh kalimat di atas demam, sembuh, rumah sakit, diperiksa, dokter, menderita, penyakit, demam berdarah, paracetamol, dan pengobatan merupakan kata-kata berkolokasi yang terjadi dalam lingkungan atau bidang yang sama, yaitu bidang kesehatan.