KETIMPANGAN PENGUASAAN LAHAN OLEH REZIM HGU

dokumen-dokumen yang mirip
KORUPSI MASIH SUBUR HUTAN SUMATERA SEMAKIN HANCUR OLEH: KOALISI MASYARAKAT SIPIL SUMATERA

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

CATATAN AWAL TAHUN CERITA HUTAN KEMARIN & HARAPAN HUTAN ESOK

Undang-undang Keterbukaan Infomasi

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN

Keterbukan Infomasi Pintu Perbaikan Tata Kelola Hutan

POTRET KETIMPANGAN v. Konsentrasi Penguasaan Lahan ada di sektor pertambangan, perkebunan dan badan usaha lain

Monitoring Implementasi Renaksi GN-SDA oleh CSO. Korsup Monev GN-SDA Jabar Jateng DIY Jatim Semarang, 20 Mei 2015

PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN

Policy Brief Tata Kelola Kehutanan

Laporan Investigatif Eyes on the Forest Desember 2015

PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

Pengantar Presiden - Ratas Tentang Reforma Agraria, Kantor Presiden Jakarta, 24 Agustus 2016 Rabu, 24 Agustus 2016

Evaluasi Tata Kelola Sektor Kehutanan melalui GNPSDA (Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam) Tama S. Langkun

Transparansi merupakan komponen kunci

Tata Kelola Hutan Yang Baik Membutuhkan Informasi Kehutanan Yang Baik

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

Hidup dan Sumber Daya Alam

BAB I PENDAHULUAN. Sementara pelayanan publik bukanlah suatu hal yang baru. Terdapat beberapa hal

LIMA TAHUN PEMBERLAKUAN UU KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK:

Oleh Deddy Permana / Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera selatan

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

Harmonisasi Kebijakan dan Peraturan Perundangan

Laporan Tahunan Layanan Informasi Publik Tahun Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Laporan Tahunan LAYANAN INFORMASI PUBLIK

Tata kelola hutan yang baik tidak dapat

REDISTRIBUSI ASET UNTUK MENURUNKAN KETIMPANGAN DI INDONESIA

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

LAPORAN TAHUNAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Tahun 2016

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

INDIKASI KERUGIAN NEGARA AKIBAT DEFORESTASI HUTAN. Tim Penulis: Egi Primayogha Firdaus Ilyas Siti Juliantari Rachman

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs

Yang Terhormat: Sulawesi Tengah

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015

Sumatera Selatan. Jembatan Ampera

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

RENCANA KERJA DAN RENCANA ANGGARAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

24 Oktober 2015, desa Sei Ahass, Kapuas, Kalimantan Tengah: Anak sekolah dalam kabut asap. Rante/Greenpeace

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III IMPLEMENTASI PROGRAM LEGISLASI DALAM PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH. A. Mekanisme Program Legislasi Dalam Pembentukan Produk Hukum

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

PROYEKSI PERKEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI SUMATERA SELATAN

Kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan 2015

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

BAB V PENUTUP. pemerintahan daerah masih cukup rendah. Komitmen Pemkab Sleman baru hanya

PR MENTERI LKH: TUTUP CELAH KORUPSI MELALUI REVISI REGULASI SEKTOR KEHUTANAN

Dekade Berbagi Akses Penyediaan Lahan Untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA

SERBA SERBI HUTAN DESA (HD)

TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Urgensi Kebijakan Moratorium Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia

I PENDAHULUAN Latar Belakang

Jalan Perubahan Ketiga: Pemberantasan Kejahatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup PEMBANGUNAN SEBAGAI HAK RAKYAT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia menjadi potensi besar sebagai paru-paru dunia,

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.60/Menhut-II/2008 TENTANG

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo

Media Briefing. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Mengingkari Undangundang Kehutanan dan Keterbukaan Informasi Publik

BAB I PENDAHULUAN. untuk tujuan kesejahteraan. Salah satu bentuk kegiatan pemanfatan dan

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAPAT KERJA BIDANG PERTANAHAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2008 Hari/Tanggal : Selasa, 29

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Program Strategis Pengendalian Pemanfaatan Ruang. sebagai supporting system Monitoring dan Evaluasi

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

Transparansi dan Akuntabilitas di Industri Migas dan Pertambangan: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK

KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK ATAS DOKUMEN PERIZINAN INVESTASI BERBASIS HUTAN DAN LAHAN

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL LAPORAN TAHUNAN PELAYANAN INFORMASI PUBLIK

Siaran Pers Kemenko Perekonomian: Kebijakan Pemerataan Ekonomi Untuk Atasi Ketimpangan Sabtu, 22 April 2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

Total Tahun

Materi : Peran SKMPP ATR/BPN dalam Optimalisasi Kinerja Program Kegiatan Strategis di Lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

MENATA PUZZLE LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

RISALAH RAPAT. Pembahasan tindak lanjut RATAS PSN di Provinsi Kalimantan Timur

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

1 TAHUN PELAKSANAAN INPRES 10/2011: Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola pada Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

Transkripsi:

KETIMPANGAN PENGUASAAN LAHAN OLEH REZIM HGU PENTINGNYA KETERBUKAAN ATAS INFORMASI HAK GUNA USAHA (HGU) PERKEBUNAN KELAPA SAWIT UNTUK PERBAIKAN TATA KELOLA DAN RETRIBUSI LAHAN BAGI RAKYAT URGENSI MASALAH K elapa sawit menguasai 35 persen dari produksi minyak nabati dunia (Departemen Pertanian Amerika, 2016) dan diperkirakan akan semakin kuat pada pasaran global seiring dengan kebutuhan minyak kelapa sawit dunia mencapai 78 juta ton pada 2020 (Oil World, 2015). Kebutuhan pasar global terhadap minyak kelapa sawit, mendorong Indonesia mempercepat ekspansi perkebunan kelapa sawit skala besar. Data Direktorat Jenderal Perkebunan menunjukkan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, luas perkebunan kelapa sawit meningkat hampir dua kali lipat dari 6,7 juta hektare pada tahun 2007 menjadi 11,6 juta hektare pada tahun 2016. Adanya perluasan lahan ini tentu banyak mengorbankan hutan alam. Dalam periode 2009-2013, setidaknya 516 ribu hektare lahan terdeforestasi di dalam konsesi perkebunan kelapa sawit atau 22 persen dari total deforestasi di dalam wilayah konsesi (FWI, 2014). Tidak hanya menyebabkan deforestasi, kehadiran perkebunan kelapa sawit juga punya andil besar dalam konflik agraria. Sepanjang tahun 2015, sedikitnya telah terjadi 252 konflik agraria, dan 50 persen diantaranya (127 kasus konflik), terjadi di sektor perkebunan dengan area konflik seluas 302 ribu hektare (KPA, 2015) 2. Hal ini menegaskan bahwa perluasan lahan perkebunan terutama untuk kelapa sawit, telah menimbulkan krisis agraria semakin parah. Pembukaan dan persiapan lahan untuk perkebunan kelapa sawit selama ini masih banyak menggunakan dengan cara membakar. Dalam 10 tahun terakhir dari tahun 2006-2016, jumlah titik api terbanyak berada di dalam area perkebunan kelapa sawit (FWI, 2016). Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 2,6 juta hektare lahan dan hutan telah terbakar antara bulan Juni hingga Oktober 2015. Luasannya sebanding dengan empat setengah kali Pulau Bali. Bencana kebakaran hutan yang terjadi dalam rentang waktu tersebut telah merugikan Rp 221 triliun (Bank Dunia, 2015). Nilainya setara dengan 1,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau dua kali lebih besar dari anggaran dana untuk membangun ulang (rekonstruksi) Aceh pasca-tsunami tahun 2004 yang lalu. Kerugian ini belum menghitung dampak kesehatan bagi 500 ribu masyarakat yang terserang ISPA, serta telah merenggut 19 jiwa meninggal dunia, dengan perkiraan biaya kesehatan mencapai Rp 2,1 triliun. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, dari 1,9 persen tersebut maka didapatkan nilai USD 16,1 miliar, dan jika dibandingkan penerimaan pajak dari sisi ekspor kelapa sawit sebesar USD 17,8 juta dolar sebetulnya hasilnya habis semua. 4 Maka keuntungan ekonomi yang didapatkan dari sektor perkebunan kelapa sawit tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk memulihkan lingkungan dan lainnya. 2 Dikutip di dalam Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria, Kantor Staf Presiden 2016 4 http://economy.okezone.com/amp/2017/02/02/320/1 607550/sri-mulyani-ungkap-industri-kelapa-sawit-bakpisau-bermata-dua, diakses pada 9 Februari 2017

Sejalan dengan itu, perkembangaan indeks Gini 6 juga menunjukkan arah yang mengkhawatirkan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan indeks kesenjangan pengeluaran penduduk Indonesia pada Maret 2016 sebesar 0,39. Angka ini menurun 0,02 persen dibandingkan posisi Maret 2015 sebesar 0,41. 7 Namun angkanya masih jauh lebih tinggi bila dibandingkan era sebelumnya yang bekisar di angka 0,32, 0,35, dan 0,37 8. Dapat diartikan, selama era reformasi-lah tingkat kesenjangan sosial malah terlihat semakin nyata. Banyak faktor yang mempengaruhi, namun dampak dari ketimpangan penguasahan lahan tentunya menjadi salah satu penyebab. Pada lahan perkebunan, Transformasi untuk Keadilan (TuK) mengungkapkan sebanyak 25 kelompok perusahaan sawit yang dimiliki para taipan menguasai 31 persen lahan atau seluas 5,1 juta hektare dari total area penanaman kelapa sawit di Indonesia. Selain Indonesia, sebagian taipan berasal dari Malaysia dan Skotlandia. Mereka juga telah mengantongi izin pengembangan kelapa sawit seluas 2 (dua) juta hektare yang belum ditanami. Adanya ketimpangan kepemilikan lahan menjadi salah satu faktor penting yang mendorong terjadinya kesenjangan tingkat kesejahteraan, terutama bagi rakyat yang 6 Indeks atau Koefisien Gini merupakan salah satu ukuran umum untuk distribusi pendapatan atau kekayaan yang menunjukkan seberapa merata pendapatan dan kekayaan didistribusikan di antara populasi. Indikator yang menggambarkan tentang ketimpangan sosial: angka 0 berarti tak ada ketimpangan sama sekali alias pemerataan sempurna, sedangkan angka 1 menunjukkan ketimpangan absolut 7 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/08/19/ 103458226/rasio.gini.maret.2016.turun.pembangunan.d an.bantuan.sosial.jadi.kunci, diakses pada 9 Februari 2017 8 http://koransulindo.com/nawacita-tak-jelas-trisaktidan-sosialisme-indonesia-hanya-lips-service/5/ diakses pada 9 Februari 2017 menggantungkan hidupnya dari penguasaan tanah, seperti kelompok petani, peternak, dan nelayan budidaya. Penguasaan tanah oleh pemodal besar akan memiskinkan rakyat kecil karena menghilangkan alat-alat produksi berupa tanah garapan, termasuk sumber air bagi kehidupan mereka. Maka sesungguhnya agenda prioritas Pemerintah di tahun 2017 terkait pemerataan lagi-lagi menjadi harapan besar rakyat. Berharap kebijakan redistribusi aset dan legalisasi tanah dapat dijalankan, sehingga rakyat memiliki akses kepada tanah. 10 Sudah seharusnya aspek keterbukaan dipenuhi untuk mengoptimalkan peran publik berpartisipasi pada setiap agenda pembangunan. Keterbukaan dan partisipasi ini kemudian akan mewujudkan kontrol yang efektif dari para pemangku kepentingan untuk menjamin akuntabilitas pelaksanaan pembangunan, khususnya dalam sektor sumber daya alam (SDA). Maka pada titik inilah dimana informasi-informasi yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak penting untuk dibuka oleh badan publik. Karena apabila tidak terbuka, akan menimbulkan konsekuensi negatif yang berujung gagalnya pembangunan di sektor SDA. PENTINGNYA PELAKSANAAN KETERBUKAAN INFORMASI Kelemahan yang mengganggu saat ini adalah kondisi ketertutupan dan tidak terkoordinasinya data dan informasi secara nasional yang dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan dan program 10 Siaran Pers: Sidang Kabinet Paripurna, Pemerataan akan Menjadi Agenda Pemerintahan di Tahun 2017. Bogor, 4 Januari 2017. Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden.

strategis pemerintahan Jokowi secara baik. Ketidaksiapan memasuki era otonomi daerah telah mengakibatkan dinas-dinas yang ditempatkan di bawah pemerintah kabupaten semakin tertutup dan semakin melemahkan koordinasi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Kesimpangsiuran data dan informasipun menjadi lazim terjadi. Dalam rentang waktu 2010-2015, sengketa informasi paling banyak terjadi pada badan publik sektor SDA 29 persen, disusul sektor pendidikan 10 persen, dan sektor pelayanan publik 9 persen (KIP, 2015). Badan publik sektor SDA yang paling banyak bersengketa adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional ( Kemen ATR/BPN) yaitu 30 persen meliputi persoalan yang terjadi di aras kementerian, kantor wilayah, atau kantor pertanahan. Angka ini menunjukkan bahwa badan publik di sektor SDA khususnya Kementerian ATR/BPN paling tertutup dibandingkan sektor lainnya. Menurut Ombudsman, BPN juga termasuk instansi (badan publik) terlapor paling tinggi soal pelayanan publik. Pada periode 2011-2015, secara berturut-turut BPN masuk sebagai lima besar instansi terlapor yang banyak diadukan masyarakat terkait penyelenggaraan pelayanan publik. 11 Ketidakseriusan atas keharusan dan pentingnya transparansi data dan upaya perbaikan sistem pelayanan informasi publik di tubuh Kementerian ATR/BPN mengindikasikan salah satu bentuk minimnya tanggung jawab selaku institusi penyelenggara negara untuk memberikan pelayanan yang semestinya kepada rakyat dan negara. 11 Laporan Tahunan Ombudsman 2011, 2012, 2013, 2014, 2015. Seperti pada tuntutan dokumen Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit yang tidak kunjung dibuka oleh ATR/BPN. Sejak September 2015, Forest Watch Indonesia melakukan permohonan informasi dokumen HGU perkebunan kelapa sawit kepada Kementerian ATR/BPN sebagai kebutuhan kajian untuk melihat status perizinan (legalitas) terkini dari konsesi perkebunan kelapa sawit, melakukan verifikasi data, dan membuat analisis spasial terkait pemanfaatan lahan dari sektor perkebunan kelapa sawit. Memprihatinkan sekali permohonan tersebut tidak mendapat tanggapan baik dan bahkan berujung pada sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat (KIP). Juli 2016, KIP memenangkan gugatan FWI dengan memutuskan HGU Perkebunan sebagai informasi terbuka dan harus tersedia setiap saat. Namun seminggu setelahnya, putusan tersebut digugat balik oleh Kementerian ATR/BPN melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Pada 14 Desember 2016, PTUN memenangkan gugatan FWI yang menguatkan putusan KIP. Namun belum lama mendapatkan kabar gembira, KemenATR/BPN menggugat balik kembali putusan PTUN melalui kasasi ke Mahmakah Agung (MA) pada 19 Desember 2016, dan sampai saat ini permohonan FWI atas dokumen HGU sedang berproses kasasi di MA. Kasus serupa tidak hanya dialami oleh FWI. Kemenangan Walhi Bengkulu melawan Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Bengkulu di Mahkamah Agung atas terbukanya dokumen HGU pada salah satu konsesi sawit pada Juni 2016, nyatanya belum dapat dieksekusi hingga hari ini. Begitu pula dengan JATAM Kaltim yang belum juga dapat mengeksekusi dokumen HGU dari Kanwil BPN Kaltim paska dimenangkannya gugatan oleh PTUN Samarinda pada Juni 2016.

PUTUSAN KOMISI INFORMASI YANG MENYATAKAN DOKUMEN HAK GUNA USAHA (HGU) ADALAH INFORMASI TERBUKA Putusan Komisi Informasi Pusat dalam Perkara Nomor 218/VII/KIP-PS-MA-A/2012 Tertanggal 30 Oktober 2013 Antara Indra Reswanto dengan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Kebun Sarang Giting Sedang Bergadai Sumatera Utara. Putusan Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Timur Nomor 0008/REG-PSI/V/2014 Antara Jatam Kaltim dengan Dinas Perkebunan Bulungan. Putusan Komisi Informasi Aceh dalam Perkara Nomor 008/II/KIA-PS-A/2015 Tertanggal 22 Februari 2016 Antara Rumoh Transparansi dengan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Aceh Putusan Komisi Informasi Bengkulu Nomor 31/III/KIP-BKL.PSI/A/2015 Tertanggal 29 Juli 2015 Antara WALHI Bengkulu dengan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bengkulu yang diperkuat dengan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 04/G 2015/PTUN BKL dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 04/G/2015/PTUN.BKL Tertanggal 8 Juni 2016 Putusan Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Timur Nomor 0008/REG-PSIIXII2015 Antara Jatam Kaltim dengan Kanwil BPN Provinsi Kaltim Tertanggal 24 Maret 2016 yang diperkuat dengan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor 11/G/KI/2016/PTUN-SMD. Putusan Komisi Informasi Pusat Nomor 057/XII/KIP-PS-M-A/2015 Antara FWI dengan Kementerian ATR/BPN Tertanggal 22 Juli 2016 yang diperkuat dengan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 2/G/KI/2016/PTUN-JKT Tertanggal 14 Desember 2016 Kasus demi kasus yang melibatkan KemenATR/BPN memperlihatkan pembangkangannya atas perintah UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Sementara yang dipertahankan KemenATR/BPN agar selalu tertutup adalah informasi terkait pokok kebijakan strategis yang selama ini sering mengundang kontroversi. Dalam hal ini sebagai konsekuensi akibat pemberian konsesi lahan berskala luas (HGU) kepada korporasi maka ia sering menghilangkan hutan, menimbulkan konflik agraria, memicu kebakaran hutan dan lahan, hingga menajamkan ketimpangan penguasaan lahan. Proses yang panjang dan berulang juga menunjukkan bahwa implementasi transparansi pada badan publik masih jauh dari semangat dan perintah UU KIP. Kondisi ini ironi mengingat di tingkat global, Indonesia adalah satu dari delapan negara pemrakarsa yang ikut membentuk Open Government Partnership (OGP) 12 pada tahun 2011. URGENSI KETERBUKAAN INFORMASI HAK GUNA USAHA (HGU) PERKEBUNAN Pangkal dari seluruh sengketa informasi yang melibatkan ATR/BPN adalah ketidaksesuaian substansi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Informasi Publik dengan semangat dan perintah UU KIP. Perkaban tersebut justru secara terang-terangan menegaskan 12 Open Government Partnership merupakan sebuah inisiatif internasional yang bertujuan mendorong prinsip-prinsip pemerintahan yang berlandaskan transparansi, akuntabilitas, penguatan partisipasi masyarakat, dan pemanfaatan teknologi demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih responsif, bersih, efektif, dan efisien.

pengecualian atau larangan membuka bagi beberapa informasi publik seperti dokumen kebijakan (HGU) dan anggaran. Pengecualian informasi yang dilakukan ATR/BPN seharusnya diikuti dengan uji konsekuensi yang ditimbulkan akibat peraturan informasi tertutup tersebut. Konsekuensi apabila dokumen HGU perkebunan kelapa sawit ditutup, senyatanya malah menimbulkan kerugian negara dalam jumlah besar. Sawit Watch mengungkapkan, terdapat indikasi lebih dari 40 persen perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh pengusaha merugikan negara. Sebab mereka membuka perkebunan sawit di kawasan hutan tanpa izin konversi lahan dan Hak Guna Usaha (HGU). Data KLHK pada Agustus 2011 menyebutkan, kerugian negara akibat izin alih fungsi hutan menjadi perkebunan di tujuh provinsi merugikan negara sekitar Rp273 triliun. Kerugian ini timbul akibat pembukaan 727 unit perkebunan bermasalah. 13 Ditambah lagi soal luasnya areal tumpang tindih antar konsesi berbasis lahan (IUPHHK- HA, IUPHHK-HT, perkebunan kelapa sawit dan pertambangan) sekitar 14,7 juta hektare (FWI, 2014). Tumpang tindih yang terjadi diakibatkan karut marut sistem perizinanan berbasis lahan. Apabila kondisi ini dibiarkan, tentu akan memperbesar konflik tenurial. Kajian Daemeter dalam beberapa studi kasus menunjukkan bahwa kerugian berwujud yang langsung dialami bisnis kelapa sawit akibat dari konflik tenurial dapat mencapai USD 2,5 juta dolar, mewakili 51-88 persen dari biaya operasional perkebunan kelapa sawit, atau 102-177 persen dari biaya investasi per hektar per tahun. Kajian ini juga memperlihatkan kerugian biaya tersembunyi (tidak langsung) mencapai USD 9 juta dolar akibat risiko konflik yang berulang atau konflik yang tidak kunjung selesai, memburuknya reputasi bisnis dan kekerasan terhadap harta benda dan manusia. 14 Sebaliknya, justru dengan pengungkapan informasi HGU akan meningkatkan akuntabilitas negara dalam proses penerbitan HGU. Termasuk mendukung kebijakankebijakan yang telah diterbitkan, diantaranya kebijakan pembaruan agraria (TAP MPR Nomor IX Tahun 2001), kebijakan satu peta (Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Pelaksanaan Percepatan Kebijakan Satu Peta), inisiatif gerakan nasional penyelamatan sumberdaya alam (GN-PSDA) yang diinisiasi KPK, serta kebijakan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang menargetkan restribusi tanah difokuskan dari lahan-lahan HGU yang izinnya telah habis (tidak diperpanjang lagi) dan juga dari lahanlahan terlantar. Adanya keterbukan informasi atas dokumen HGU tentunya akan mempermudah publik dalam membantu pemerintah untuk mengindentifikasi lahan-lahan yang layak didistrbusikan kembali kepada kelompokkelompok masyarakat yang membutuhkan lahan. Hal ini sangat sejalan dengan upaya pemerintah yang ingin menyukseskan program Reforma Agraria dan agenda pemerataan. 13 http://news.okezone.com/read/2015/04/26/337/11402 34/40-persen-perkebunan-sawit-rugikan-negara diakses pada 9 Februari 2017 14 http://imenetwork.org/berita, diakses pada 9 Februari 2017

REKOMENDASI Selayaknya KemenATR/BPN segera menjalankan perintah UU KIP yang memastikan transparansi dalam pemanfaatan dan penguasaan lahan (tanah), dengan poin sebagai berikut: 1. Segera merevisi Perkaban Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelayanan Informasi Publik di Lingkup Badan Pertanahan Nasional yang bertentangan dengan UU KIP dalam penerapan good governance oleh badan publik dengan menjunjung transparansi dan akuntabilitas. 2. Membangun sistem informasi agraria dan tata ruang/pertanahan nasional yang terintegrasi secara nasional (antar sektor) maupun antar pusat-daerah guna menjamin ketersediaan dan pertukaran data/informasi antar instansi. 3. Memenuhi hak publik akan ketersediaan data/informasi terkait pemanfaatan dan penguasaan lahan (tanah) melalui pengumuman, sekurang-kurangnya melalui situs resmi dan papan pengumuman yang mudah diakses oleh publik, serta melalui mekanisme pelayanan informasi publik. 4. Menyetarakan bentuk-bentuk pelayanan informasi pertanahan termasuk informasi HGU yang merupakan informasi publik, diantaranya: perijinan, konsesi dan sertifikat, sehingga publik dapat berpartisipasi dalam mengawasi pembangunan di sektor pertanahan.