BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Kebutuhan industri tenun terhadap bahan baku dan tenaga kerja lokal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mencapai sasaran pembangunan nasional, pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran

BAB V HASIL PENELITIAN Pelaku Umkm Tenun Ikat, Marning Jagung, Keripik Pisang

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

STRATEGI PEMASARAN KREDIT PADA MIKRO BISNIS UNIT PT. BANK XYZ DI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JAKARTA TIMUR MULYADI

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN USAHA 503/5619.D/ / /WPJ.11/KP.0703/ Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Lampiran 1 Kuesioner. 4. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan. 5. Status Perkawinan : 1. Kawin 2. Belum Kawin 3. Janda/Duda

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan berkelanjutan menjadi isu penting dalam menanggapi proses. yang strategis baik secara ekonomi maupun sosial politis.

ITGBM PELATIHAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN UMKM PENGRAJIN BORDIR DI KECAMATAN KAWALU KOTA TASIKMALA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PEMBAHASAN. BMT Berkah dan mampu bersaing dalam dunia bisnis. ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. penjualan serta menganalisanya menggunakan analisa teori efektifitas, analisis

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: masyarakat, keamanan yang baik, pertumbuhan ekonomi yang stabil,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VIII STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM

Keseluruhan lingkungan X merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk. Pada

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

VI. ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SATE SOP KAMBING

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB III METODE PENELITIAN. menjelaskan sesuatu melalui sebuah penelitian (Ulum dan Juanda, 2016).

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI

BAB V PENUTUP. Strategi bisnis APIP S Kerajinan Batik menggunakan aliansi strategis dengan sebagai

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

VII PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA

RUMAHKU SURGAKU. Oleh: Ahmad Gozali

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam

RINGKASAN EKSEKUTIF FRANSISKA SISWANTARI,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. kepada kelompok usaha kecil dan menengah semakin meningkat karena berbagai studi

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

Analisis Strategi Pemasaran Kota Jakarta Pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta

ANALISA STRATEGI PEMASARAN TENUN SERAT PT. RETOTA SAKTI

PENDAHULUAN. membuat para wanita memiliki dua peran sekaligus, yakni peran domestik yang

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

LAMPIRAN FOTO-FOTO RISET

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN KAIN ENDEK BALI SEBAGAI INDUSTRI PARIWISATA KREATIF (STUDI KASUS DENPASAR)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membangun perekonomian nasional dalam konteks perkembangan

DAFTAR ISI. RIWAYAT HIDUP... i. KATA PENGANTAR... ii. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan situasi global dan lokal bagi dunia bisnis, perusahaanperusahaan

STRATEGI PEMASARAN BENANG KARET (RUBBER THREAD) PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA

BAB I PENDAHULUAN. Di daerah Sumatera Utara terdapat beberapa suku, salah satunya adalah suku Batak,

BLOK I.1 : KETERANGAN TEMPAT (disalin dari VIMK12-DS)

I. PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 telah mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. satu pilar kekuatan perekonomian suatu daerah. Hal ini disebabkan karena

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis SWOT untuk menentukan Strategi Pengembangan Industri. Biofarmaka Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan momen yang

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

COVER PROPOSAL PERMOHONAN BANTUAN DANA PENGEMBANGAN USAHA KONVEKSI BAJU DAN KAOS

BAB V KESIMPULAN. pengembangan pariwisata dan olahraga di Indonesia. Sport tourism merupakan perpaduan antara olahraga dan rekreasi (wisata)

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia. memiliki tempat tersendiri dalam perkembangan ekonomi Indonesia.

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Lampiran 1 Daftar pertanyaan untuk mengetahui keadaan lingkungan internal dan lingkungan eksternal Coruca Coffee Shop

UKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN ANALISIS BSC DAN SWOT PADA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK, KCU BEKASI

BAB III METODE PENELITIAN. daya tarik wisata budaya yang lebih baik. Dalam pengembangan ini perlu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

VI. PERANCANGAN PROGRAM

BAB IV GAMBARAN UMUM. tersebut bisa dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Terlampir

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DATA. kesengajaan karena kondisi keluarga yang pindah ke Babadan untuk

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha

FUNGSI PEMASARAN DALAM PERUSAHAAN.

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

B. Identifikasi Kelemahan (Weakness). Sedangkan beberapa kelemahan yang ada saat ini diidentifikasikan sebagai berikut: Sektor air limbah belum

III. METODE PENELITIAN

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

BAB III GAMBARAN UMUM INDUSTRI KERUDUNG ATIKA COLLECTION. Nama Atika diambil dari nama putri ketiga pemilik Atika Collection yang

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan laju pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN TERHADAP PENINGKATAN PENJUALAN TIKET BUS DI PT. PAHALA KENCANA DALAM MEMASUKI PASAR PERSAINGAN

BLOK I.1 : KETERANGAN TEMPAT (disalin dari VIMK13-DS)

BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM: PECINTA BUDAYA BAJU BATIK MODERN REMAJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BUDAYA BANGSA BIDANG KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN. konstan sejak tahun 2007 dan selalu diiringi dengan pertumbuhan pembiayaan

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

BAB I PENDAHULUAN. Masalah perekonomian merupakan masalah yang paling menarik untuk

BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA TOKO MITRA BIKE

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat, dan juga

Transkripsi:

123 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa data-data dan pembahasan pada bab sebelum ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Karakteristik dan Kondisi Industri Tenun Songket Silungkang (ITSS) 1.1. Karakteristik umum pelaku Industri Tenun Songket Silungkang Kelompok umur para petenun songket Silungkang terbesar berada antara 15-49 tahun yang masih didominasi oleh tenaga kerja wanita. Sebagian besar para petenun berasal dari desa setempat dimana mereka bertenun dengan masa kerja di atas 19 tahun. Akan tetapi sudah ada sebagian kecil petenun yang berasal dari luar Kota Sawahlunto. Kebanyakan dari mereka berpendidikan tamat Sekolah Menengah Pertama dan sudah menikah dengan sebagian besar jumlah tanggungan dalam keluarga sebanyak 3 orang. Hampir seluruh petenun menjadikan usaha tenun sebagai sumber pendapatan utama dan sebagian besarnya tidak memiliki sumber pendapatan tambahan selain bertenun. Para pengusaha tenun songket Silungkang sebagian besar berumur antara 50-64 tahun yang juga didominasi oleh kaum wanita dan telah menjalani usaha tenun songket selama lebih dari 19 tahun. Sementara usaha yang mereka jalani sebagian besar bukan lagi merupakan usaha turun-temurun tetapi sudah merupakan usaha yang dirintis atau dimulai

124 sendiri. Mayoritas dari para pengusaha merupakan penduduk asli dari desa di tempat usaha tersebut berada. Namun demikian sudah ada pengusaha tenun yang bukan orang asli Sawahlunto. Sama halnya dengan petenun, kebanyakan dari pengusaha hanya berpendidian tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kehidupan berumah tangga sudah dijalani oleh sebagian besar pengusaha tenun dengan jumlah tanggungan dalam keluarga sebanyak 3 orang. Hampir seluruh pengusaha tenun songket menjadikan usaha ini sebagai sumber pendapatan utama bagi keluarganya dan tidak mempunyai sumber pendapatan tambahan lainnya. 1.2. Kondisi Industri Tenun Songket Silungkang Petenun Seluruh ATBM yang digunakan para petenun adalah jenis alat tenun meja dimana sebagian besarnya sudah merupakan milik petenun sendiri. Lebih dari setengah petenun songket berkemampuan produksi dibawah 5 helai per bulan. Hasil itu jauh lebih rendah daripada kemampuan maksimal yang bisa dihasilkan petenun, yaitu sekitar 12 helai bahkan lebih. Jumlah produksi yang maksimal tersebut lebih banyak dihasilkan oleh kaum laki-laki. Kemandirian para petenun masih rendah, mayoritas dari mereka masih menerima upah atau bermitra dalam bentuk hutang modal kerja. Sehingga mereka tidak bebas untuk menjual hasil tenunnya. Program/kegiatan yang diadakan pemerintah seperti bantuan pengadaan atau rehablitasi ATBM belum dirasakan oleh sebagian besar petenun karena pemerintah lebih fokus

125 untuk ekstensifikasi produksi tenun songket (W/KBI/ITSS/1.06.15 : 2). Sehingga dengan demikian masih banyak permasalahan yang dihadapi para petenun, terutama masalah peralatan tenun dan harga jual. Keterampilan yang dimiliki para petenun bukan hanya merupakan perolehan secara turun-temurun, tetapi banyak juga yang diajarkan dari pihak lain, seperti teman, tetangga, saudara, isteri/suami. Lebih dari setengah petenun belum pernah mengikuti program/kegiatan pemerintah tentang keterampilan bertenun karena kebanyakan dari mereka tidak diundang padahal mereka punya keinginan untuk mengikutinya karena merasa masih kurangnya keterampilan/teknik bertenun yang dimiliki. Semangat kewirausahaan para petenun yang masih bekerja untuk orang lain cukup besar. Namun masih banyak dari mereka yang mempunyai kendala modal dan pemasaran. Program bantuan pinjaman modal usaha dari pemerintah belum menyentuh seluruh petenun dimana sebagian besarnya tidak pernah mendapatkannya. Begitu juga dengan tawaran dari bank / lembaga keuangan lainnya. Padahal para petenun masih banyak yang kekurangan modal usaha, baik berupa bantuan lepas maupun kredit dengan bunga rendah. Pengusaha Bahan baku yang digunakan oleh pengusaha tenun songket Silungkang mayoritas masih didatangkan dari daerah Jawa yang dibeli dengan cara tunai sehingga harga bahan baku dirasakan relatif mahal

126 oleh pengusaha, dimana banyak terjadi kenaikan satu kali setiap tahunnya. Pembelian dilakukan di toko atau koperasi dengan ketersediaan bahan baku yang lancar. Kualitas bahan baku yang mereka peroleh cukup baik, namun masih ada keluhan dari segi kekuatan dan warna benang yang luntur, kelembutan dan kenyamanan bahan tenun. Cukup banyak pengusaha yang tidak merasakan adanya program/kegiatan pemerintah terkait bahan baku ini. Namun secara keseluruhan lebih dari setengah pengusaha menganggap hal-hal tersebut di atas tidak masalah bagi mereka. Dilihat dari segi jumlah tenaga kerja yang dimiliki, pengusaha tenun songket masih berskala kecil/menengah dengan mayoritas tenaga kerja wanita. Lebih dari setengah tenaga kerja tersebut tidak memiliki hubungan kekeluargaan dengan pengusaha dan sebagian besarnya merupakan petenun dengan upah berdasarkan jumlah kain tenun yang dihasilkan. Kualitas keterampilan petenun dirasa memuaskan oleh pengusaha meskipun hampir separuh pengusaha tidak merasakan adanya program/kegiatan pelatihan keterampilan petenunnya dan meskipun masih ada beberapa keluhan dari pengusaha namum jumlahnya tidak begitu signifikan. Produk tenun songket yang dominan berupa bahan baju dan sarung/selendang dimana sebagian besar produksinya masih berada di bawah 100 helai per bulan. Relatif mahalnya harga bahan baku tidak bisa diikuti dengan kenaikan harga jual karena produksi tenun songket yang sudah banyak, sementara tidak ada kesepakatan harga jual antar

127 sesama pengusaha. Sebagian besar dari tenun songket yang dihasilkan tidak mempunyai merk yang terdaftar karena pengusaha merasa tidak perlu ada merk. Begitu juga dengan kemasan yang bagus dan menarik masih belum dirasa perlu dan menambah biaya saja oleh sebagian besar mereka. Sementara program/kegiatan pemerintah terkait, keberadaannya masih banyak yang belum dirasakan oleh pengusaha. Permasalahan yang paling dirasakan adalah harga jual tenun yang cenderung tetap sementara harga bahan baku naik. Daerah tujuan pemasaran tenun songket mayoritas masih mencakup pasar lokal (Sawahlunto dan Sumatera Barat) melalui toko/outlet orang lain dan pedagang besar / pengumpul dengan sistim pembayaran tunai dan/atau giro. Sebagian besar dari pengusaha tidak melakukan promosi untuk menunjang usaha pemasaran tenunnya dengan alasan tidak perlu atau menambah biaya saja. Hampir separuh dari pengusaha tidak merasakan adanya program/kegiatan pemerintah terkait distribusi dan promosi. Masalah yang banyak dihadapi dalam hal ini adalah macetnya hasil penjualan atau tidak adanya biaya untuk promosi. Sebagian besar dari pengusaha tenun songket tidak memiliki struktur organisasi dan izin usaha perusahaannya karena merasa tidak perlu. Lebih dari setengah pengusaha tidak pernah mengikuti program/kegiatan pemerintah tentang manajemen usaha dan kelembagaan sehingga lebih dari separuhnya tidak mengetahui keberadaan lembaga pemerintah untuk menumbuhkembangkan ITSS.

128 Namun demikian sebagian besar dari mereka telah bergabung dengan kelompok/kelembagaan seperti koperasi dan lain-lain karena banyaknya manfaat yang dirasakan, diantaranya kemudahan dalam memperoleh bahan baku dan dapat meminjam dana untuk keperluan usaha. Cukup banyak pengusaha merasakan permasalahan dalam hal ini, seperti kekurangan SDM dan dana dalam mengelola usaha dan kelompok, serta belum adanya lembaga khusus pertenunan. Dalam mengelola keuangan perusahaannya, lebih kurang separuh dari pengusaha tidak melakukan pencatatan atau masih berupa pencatatan sederhana karena kebanyakan dari mereka merasa tidak perlu atau tidak tahu caranya. Sumber modal usaha terbesar dari pengusaha masih berupa modal sendiri bukan kredit dari bank karena tidak ingin repot atau bunga bank yang tinggi atau tidak punya agunan. Bantuan permodalan dari pemerintah berupa pinjaman yang harus dikembalikan cukup banyak dirasakan oleh pengusaha. Permasalahan yang umum dihadapi adalah kebutuhan akan tambahan modal cukup banyak namun ketiadaan agunan dan tingginya tingkat bunga kredit menyulitkan mereka untuk mendapatkannya. Bentuk bantuan dari pemerintah Kota Sawahlunto yang paling diperlukan oleh pengusaha dan petenun songket Silungkang adalah bantuan modal/ keuangan untuk usaha mereka. Disamping itu petenun songket juga memerlukan bantuan peralatan atau perbaikan ATBM dan pengusaha tenun songket juga membutuhkan bantuan promosi dan distribusi hasil tenun songket.

129 2. Faktor-faktor Kekuatan/Kelemahan dan Peluang/Ancaman yang Mempengaruhi Pengembangan ITSS + Faktor kekuatan Banyaknya jumlah petenun pada ITSS, brand product yang sudah cukup dikenal luas, banyaknya jumlah pengusaha tenun songket, adanya diversifikasi produk tenun songket, saran ATBM yang banyak tersedia, adanya lembaga/koperasi yang mewadahi pengusaha/petenun songket, dan harga jual tenun songket yang cukup tinggi. - Faktor kelemahan Rendahnya kemampuan manajemen usaha tenun songket, sistim dan jaringan pemasaran yang masih terbatas, modal kerja untuk mengembangan usaha masih kurang, rendahnya kemampuan teknis bertenun, rendahnya tingkat pendidikan pengusaha dan petenun, kemasan produk masih sederhana, tingginya ketergantungan petenun terhadap pengusaha sehingga sulit untuk mandiri, kreatifitas penciptaan motif produk masih rendah, dan skala usaha masih kecil sehingga kurang bankable (sulit untuk mendapatkan modal). + Faktor peluang Besarnya perhatian pemerintah terhadap ITSS melalui program/kegiatan Dinas Perindagkop, tenun songket cukup digemari oleh masyarakat lokal sampai internasional, adanya permintaan pasar terhadap keragaman produk tenun songket, adanya kebijakan pemerintah untuk menjadikan tenun songket sebagai bahan pakaian dinas resmi PNS, adanya dukungan pemerintah untuk ketersediaan akses modal, adanya pengembangan produk

130 turunan berbahan dasar tenun songket, dan tenun songket merupakan salah satu produk penunjang pariwisata Kota Sawahlunto. - Faktor ancaman Bahan baku tenun songket masih di-supply dari pulau Jawa dan impor, kwalitas bahan baku masih rendah, rendahnya minat generasi muda untuk belajar bertenun, akan diberlakukannya perdagangan bebas ASEAN (MEA) tahun 2015, harga bahan baku relatif tidak stabil, sering terjadi pembajakan petenun antar pengusaha tenun songket dan adanya produk sejenis dari daerah lain. 3. Strategi yang mendukung untuk pengembangan Industri Tenun Songket Silungkang berdasarkan Analisa SWOT adalah Strategi Turn-round, yaitu strategi yang fokus untuk meminimalkan masalah-masalah internal (kelemahan) ITSS sehingga dapat merebut peluang pasar tenun songket yang lebih baik. Beberapa kemungkinan alternatif strategi yang dihasilkan dari analisa Matriks SWOT, antara lain : Strategi SO : intensifikasi produksi tenun songket Silungkang, dan meningkatkan kerjasama dengan pihak III. Strategi ST : diversifikasi produk tenun songket Silungkang, pemberdayaan dan penguatan lembaga/koperasi, pemberdayaan generasi muda dan kaum pria pada ITSS, dan standarisasi quality controlle. Strategi WO : perluasan kesempatan peningkatan kemampuan SDM pengusaha dan petenun, penyediaan akses dan kredit modal ringan bagi

131 pengusaha dan petenun songket, dan peningkatan usaha pemasaran tenun songket. Strategi WT : penyediaan sarana dan akses informasi. 7.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap permasalahan dan analisa yang telah dilakukan, dapat disarankan kepada pihak terkait beberapa hal : a. Disarankan agar pemerintah Kota Sawahlunto dapat menjadikan beberapa alternatif strategi yang dihasilkan beserta implikasinya sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Bidang Industri pada tahun-tahun yang akan datang. b. Dalam penyusunan program pembangunan Kota Sawahlunto yang bersifat strategis, sebaiknya didasari dengan hasil penelitian terkait yang bersifat ilmiah dan didukung oleh ketersediaan data yang valid dan memadai melalui pemberdayaan Bidang Pendataan dan Litbang pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). c. Kepada tokoh masyarakat terutama Niniak Mamak diharapkan peransertanya dalam pelestarian budaya dan pengembangan tenun songket Silungkang pada generasi muda. d. Diharapkan adanya peneliti lain yang melakukan penelitian lebih lanjut dan fokus terhadap aspek-aspek yang dikaji agar dapat memperkuat hasil penelitian ini, seperti kajian rencana produksi bahan baku tenun songket lokal di Sumatera Barat serta penelitian lain yang menunjang ekonomi kerakyatan di Kota Sawahlunto.