BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004)

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Ed. Rev., cet. 14. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan

HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

HUBUNGAN LAMANYA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU JEND. A. YANI METRO TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D.

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA TEHNIK INSERSI DAN LOKASI PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD AMBARAWA

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif

JURNAL STIKES. ISSN Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB I PENDAHULUAN. terapi dan perawatan untuk dapat sembuh, dimana sebagian besar pasien yang

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo. Awalnya berupa satu gedung yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 2, Oktober 2012 ISSN

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sakit (infeksi Nosokomial) adalah infeksi yang tidak ada atau berinkubasi pada saat

HUBUNGAN ANTARA LOKASI PENUSUKAN INFUS DAN TINGKAT USIA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP DEWASA RSUD TUGUREJO SEMARANG

ERIYANTO NIM I

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN

GAMBARAN FAKTOR LETAK PEMASANGAN INFUS DAN JENIS PENYAKIT PADA KEJADIAN PLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS

HUBUNGAN LAMA PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI SMC RS. TELOGOREJO

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

Summary DESKRIPSI KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG G2 (BEDAH) RSUD PROF.DR. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO TAHUN 2013 ABSTRAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis

2) Perasat (minimal 10 buah) Sop infus Sop injeksi Sop kateter Dll

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. Ambulasi adalah aktifitas berjalan (Kozier, 1995 dalam Asmadi, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

HUBU GA LAMA PEMASA GA I FUS DE GA KEJADIA PLEBITIS DI RSUD TUGUEJO SEMARA G ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah (RSUD) Prof. DR. Aloe Saboe kota Gorontalo. Waktu penelitian direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Mei s.

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG TERAPI INFUS DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DAN KENYAMANAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP DI RSUD INDRAMAYU

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

ABSTRAK. Kata kunci : tingkat pendidikan, masa kerja perawat, tindakan pemasangan infus sesuai standart operating procedure

PENGETAHUAN DAN SIKAP MAHASISWA AKPER TERHADAP PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL FLEBITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN UKURAN DAN LETAK PEMASANGAN INTRAVENA CATHETER TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD UNGARAN

BAB II TINJAUAN TEORI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PLEBITIS DI RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan. pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. adalah profesi kesehatan yang berfokus pada individu,

INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus. kerja tertentu (perry and potter, 2005)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian terapi obat melalui jalur intravena perifer (peripheral

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. Namun merawat akan menjadi kaku, statis dan tidak berkembang tanpa didampingi dengan intelegensia atau pengetahuan (Asmadi, 2008: 256). Ilmu pengetahuan pada dasarnya akan berubah dengan adanya proses belajar. Kredibilitas profesi perawat profesional sebagai ujung tombak pemberi layanan kesehatan dapat terwujud dengan kuatnya pondasi ilmu pengetahuan dan disertai kesadaran untuk selalu mengembangkannya. Untuk dapat menjadi perawat profesional, perawat diharapkan mempunyai berbagai kompetensi. Salah satu kompetensi yang akan melekat pada profesi perawat adalah memasang infus untuk memulai terapi intravena. Terapi intravena perifer pada semua pasien di rumah sakit bertujuan untuk mensuplai cairan, elektrolit dan obat-obatan (Bausone-Gazda, et al., 2010:1). Terapi intravena merupakan salah satu tindakan invasif. Dalam tindakan invasif, baik sekecil apapun akan 1

2 beresiko terjadinya komplikasi. Komplikasi dari terapi intravena dapat berupa komplikasi lokal dan atau komplikasi sistemik. Komplikasi utama terapi intravena adalah flebitis, infiltrasi, beban cairan berlebih, perdarahan dan infeksi (Potter & Perry, 2006). Flebitis merupakan peradangan pada vena (Gorski, 2007: 265). Flebitis merujuk pada gejala klinik berupa nyeri, tendernes, peradangan, indurasi (pengerasan), eritema (kemerahan), sensasi hangat dan venous cord dapat teraba karena pembengkakan, infeksi dan atau trombosis (Nassaji- Zavareh & Ghorbani, 2007: 733). Apabila flebitis tidak dimanajemen dengan baik maka akan mengakibatkan berbagai komplikasi. Komplikasi serius yang dapat disebabkan oleh flebitis adalah tromboflebitis, sepsis dan trombosis (Gorski, 2007). Menurut Ingram P & Lavery I (2005), terapi intravena beresiko terhadap keamanan pasien, resikonya bervariasi dari yang ringan sampai dengan kematian. Flebitis dapat disebabkan oleh faktor kimia, mekanik dan bakterial (INS, 2006; Ariyanto, 2011). Kejadian flebitis dapat semakin meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komplikasi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama ph dan tonisitasnya), ukuran dan

3 tempat kanula dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan (Brunner & Suddarth, 2002: 289). Salah satu faktor mekanik yang dapat menyebabkan flebitis adalah letak pemasangan kateter intravena (O Grady et al, 2002). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Uslusoy & Mete (2008) di Departemen Bedah Umum Rumah Sakit Universitas Dokuz Eylul Turki, didapatkan angka kejadian flebitis 54,5% (309 dari 568 pasien), dengan prosentase berdasarkan lokasi yang lebih banyak menimbulkan flebitis adalah pada Antekubital Fossa (63,2%, 79 dari 125), kemudian lengan tangan (56,9%, 99 dari 174), pergelangan tangan (48,7%, 56 dari 115) dan pada punggung tangan (48,7%, 75 dari 154). Berdasarkan sisi bagian tubuh, tubuh sebelah kanan lebih beresiko terjadi flebitis (57,5%, 115 dari 200) daripada tubuh bagian kiri (52,7%, 194 dari 368). Gorski (2007) juga menambahkan bahwa untuk letak pemasangan infus harus menghindari area fleksi dan ekstremitas bawah (kecuali pada bayi) karena dapat beresiko mengakibatkan flebitis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nassaji-Zavareh M dan Ghorbani R (2007) terhadap 300 insersi, didapatkan prosentase kejadian flebitis

4 pada pemasangan infus di ekstremitas bawah (76,9%) dan pada ekstremitas atas (23,7%). Pada tindakan pemasangan infus, setelah mempersiapkan cairan dan peralatan infus perawat akan memilih vena yang akan diinsersi. Critical thinking dalam menentukan vena tersebut diperlukan agar pemberian terapi intravena menjadi lebih efektif. Pada berbagai sumber mengenai prosedur pemasangan infus, tangan yang lebih diutamakan adalah tangan nondominan, hal ini berkaitan dengan pembatasan aktivitas jika dilakukan di tangan dominan. Jika kateter intravena dipasang pada tangan dominan dan kemudian pasien bermobilisasi dapat beresiko mengurangi keadekuatan dari balutan, sehingga akan menyebabkan kateter intravena bergeser. Pergeseran dari kateter intravena ini dapat mengakibatkan trauma pada tunika intima dan dapat menyebabkan flebitis. Pada pemberian terapi intravena, manajemen dari rotasi pemasangan kateter intravena juga menjadi penting ketika dihadapkan pada resiko terjadi komplikasi dan pembatasan aktivitas. Penelitian untuk melihat proporsi dari kejadian flebitis pada tangan dominan dengan nondominan dirasa perlu untuk menjawab pertanyaan, seperti; Tangan mana yang beresiko lebih kecil terkena flebitits? Apakah

5 kejadian flebitis menjadi faktor yang lebih diutamakan untuk menentukan letak pemasangan infus daripada pembatasan aktivitas? Bagaimana manajemen rotasi yang sebaiknya dipilih ketika ada keterbatasan akses vena? Dan ketika terjadi perbedaan angka kejadian flebitis antara tangan dominan dengan nondominan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi? Data dari Bidang Infeksi Nosokomial (INOS) Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan menyebutkan bahwa pada periode Januari sampai September 2011 kejadian flebitis merupakan kejadian INOS tersering yang terjadi yaitu 6,07% (243 dari 4005 pasien), dengan standar rekomendasi kejadian flebitis menurut Infusion Nursing Society yaitu 4-5%. Di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan, setiap ruang rawat inap mempunyai sistem dokumentasi INOS yang berbeda. Walaupun sistem tersebut tetap menjawab datadata penting untuk dokumentasi kejadian INOS, namun belum ada riset tersendiri untuk mengetahui fakto-faktor yang menyebabkan kejadian INOS di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan. Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan merupakan Rumah Sakit Vertikal di Salatiga yang sudah berstandarkan ISO 9001-2008, dengan artian manajemen

6 pelayanan yang dilakukan sudah terstandarkan dengan baik. Berdasarkan pengalaman praktik klinik penulis selama 4 bulan, termasuk selama 3 minggu di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan, penulis mendapati bahwa letak pemasangan infus pada umumnya adalah di ekstremitas atas, baik pada tangan dominan dan tangan nondominan. Oleh karena berbagai alasan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Perbandingan Angka Kejadian Flebitis pada Pemasangan Kateter Intravena pada Tangan Dominan dengan Nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. 1.2 Pertanyaan Penelitian 1.2.1 Adakah perbedaan angka kejadian flebitis pada pemasangan kateter intravena pada tangan dominan dengan tangan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga? 1.2.2 Adakah perbedaan angka kejadian flebitis pada pemasangan kateter intravena pada tiap lokasi vena yang digunakan untuk pemasangan infus pada tangan dominan dan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga?

7 1.2.3 Apa faktor-faktor yang menyebabkan flebitis dan menimbulkan perbandingan angka kejadian flebitis pada tangan dominan dan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan angka kejadian flebitis pada pemasangan kateter intravena pada tangan dominan dengan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. 1.3.2 Tujuan Khusus Mengidentifikasi perbandingan angka kejadian flebitis pada pemasangan kateter intravena pada tangan dominan dengan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga, meliputi: - Mengetahui perbandingan angka kejadian flebitis pada tangan dominan dengan tangan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. - Mengetahui perbandingan angka kejadian flebitis di tiap lokasi vena yang digunakan untuk pemasangan

8 infus pada tangan dominan dan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. - Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan flebitis dan mempengaruhi perbandingan angka kejadian flebitis pada tangan dominan dan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Klien Untuk menurunkan angka kesakitan klien dan mencegah kenaikan biaya pengobatan yang harus dikeluarkan untuk mengatasi flebitis dan meneruskan terapi pengobatan. Untuk mencegah timbulnya komplikasi yang lebih serius, misalnya tromboflebitis, sepsis dan trombosis. 1.4.2 Bagi Ilmu Keperawatan Untuk memperkaya dunia keperawatan dengan penelitian yang didasari oleh keinginan untuk mengembangkan ilmu keperawatan. 1.4.3 Bagi profesi keperawatan Masukan bagi profesi keperawatan pada lahan praktik untuk menentukan kebijakan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

9 1.4.4 Bagi Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga Sebagai masukan bermakna demi pengembangan manajemen pelayanan kesehatan, agar kejadian flebitis dapat diminimalkan. 1.4.5 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan bacaan di Perpustakaan atau sumber data bagi peneliti lain yang memerlukan masukan berupa data atau pengembangan penelitian dengan judul yang sama demi kesempurnaan penelitian. 1.4.6 Bagi Peneliti Merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam rangka menambah wawasan keilmuan.