THE INFLUENCE OF FORM AND MATERIALS ON THE PROPER ACOUSTIC FUNCTION OF THEATRICAL PERFORMANCES AND MUSIC CONCERTS AT GEDUNG KESENIAN IN JAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KAJIAN PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP AKUSTIK STUDI KASUS: RUANG AUDITORIUM MULTIFUNGSI GEDUNG P1 DAN P2 UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

PENERAPAN SISTEM AKUSTIK PADA RUANG AUDITORIUM BALAI SIDANG DI SURAKARTA

STUDI KELAYAKAN AKUSTIK PADA RUANGAN SERBA GUNA YANG TERLETAK DI JALAN ELANG NO 17. Disusun Oleh: Wymmar

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS

Ujian Tengah Semester - Desain Akustik Ruang AULA BARAT INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

REDESAIN INTERIOR GEDUNG SENI PERTUNJUKAN CAK DURASIM SURABAYA BERDASARKAN AKUSTIK RUANGAN

UJIAN TENGAH SEMESTER TF3204 AKUSTIK

AUDITORIUM MUSIK KLASIK DI BANDUNG

TAKE HOME TEST AKUSTIK TF MASJID dan AKUSTIK RUANG

BAB V HASIL RANCANGAN

Nama : Beni Kusuma Atmaja NIM : Kelas : 02 Topik : Ruang Konser

Penilaian Subjektif Kondisi Akustik di Nusa Indah Theatre, Balai Kartini, Jakarta

[ANALISIS JUDGMENT SUBJEKTIF KUALITAS AKUSTIK GEDUNG TEATER TERTUTUP DAGO TEA HOUSE]

BAB II PARAMETER PARAMETER AKUSTIK RUANGAN

UTS TF-3204 Akustik / Parulian F

LATAR BELAKANG UTS TF AKUSTIK [NARENDRA PRATAKSITA ]

Evaluasi Subjektif Kondisi Akustik Ruangan Utama Gedung Merdeka

STUDI SUBJEKTIF KELAYAKAN GEDUNG KESENIAN DAN KEBUDAYAAN RUMENTANG SIANG BANDUNG DARI SEGI AKUSTIK

TAKE HOME TEST TF 3204 AKUSTIK EVALUASI KONDISI AKUSTIK RUANG KULIAH 9212 GEDUNG KULIAH UMUM ITB

PENGARUH BENTUK RUANG DAN ELEMEN ARSITEKTURAL TERHADAP KUALITAS SU AR A P AD A FUNGSI PIDATO PADA RUANG AUDITORIUM GIRI SAS AN A WIK AS ATRIAN BOGOR

OPTIMASI MATERIAL AKUSTIK UNTUK PENINGKATAN KUALITAS BUNYI PADA RUANG AUDITORIUM MULTI-FUNGSI

UTS TF-3204 AKUSTIK ANALISIS KARAKTERISTIK AKUSTIK GEDUNG AULA BARAT ITB. Oleh. Vebi Gustian

PENGARUH BENTUK PLAFON TERHADAP WAKTU DENGUNG (REVERBERATION TIME)

Penilaian Kondisi Akustik Ruangan TVST B pada Gedung TVST ITB Secara Subjektif

UJIAN TENGAH SEMESTER TF 3204 AKUSTIK AKUSTIK RUANG PADA GEDUNG INDOOR DAGO TEA HOUSE BANDUNG OLEH: NAMA : SITI WINNY ADYA M NIM:

BAB I PENDAHULUAN. 1 Leslie L.Doelle dan L. Prasetio, Akustik Lingkungan, 1993, hlm. 91

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi UTS TF 3204 Akustik) Khanestyo

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

ATENUASI BISING LINGKUNGAN DAN BUKAAN PADA RUANG KELAS SEKOLAH DASAR BERVENTILASI ALAMI DI TEPI JALAN RAYA. Oleh :

Kekerasan (loudness) yang cukup Kekerasan menjadi masalah karena ukuran ruang yang besar Energi yang hilang saat perambatan bunyi karena penyerapan da

AKUSTIKA RUANG KULIAH RUANG SEMINAR 5 LANTAI 4 TEKNIK FISIKA. Dani Ridwanulloh

Ujian Tengah Semester. Akustik TF Studi Analisis Kualitas Akustik Pada Masjid Salman ITB

PERANCANGAN AKUSTIK RUANG MULTIFUNGSI PADA TEATER A ITS DENGAN DESAIN MODULAR

DINDING PEREDAM SUARA BERBAHAN DAMEN DAN SERABUT KELAPA

PENGENDALIAN CACAT AKUSTIK GEDUNG SULTAN SURIANSYAH DITINJAU DARI ASPEK PERANCANGAN ARSITEKTUR

PUSAT SENI PERTUNJUKAN DI BANDUNG

UTS TF3204 Akustik. Gedung Gajah, Dago Tea House. Studi Akustik Sederhana Sebuah Ruangan. Program Studi Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

ABSTRAK. Penghargaan ini berguna untuk memotivasi mereka menampilkan musik yang terbaik. Dan tolak

PENGARUH JUMLAH CELAH PERMUKAAN BAHAN KAYU LAPIS (PLYWOOD) TERHADAP KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DAN IMPEDANSI AKUSTIK

Keadaan Akustik Ruang TVST 82

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PERANCANGAN AKUSTIK INTERIOR AUDITORIUM TOWER MERCUBUANA

Desain Plafon pada Auditorium Gedung Kesenian Jakarta

ANALISIS GANGGUAN BISING JALAN GANESHA TERHADAP AKUSTIK RUANGAN UTAMA MASJID SALMAN ITB

Analisis Akustik Ruangan Aula Barat ITB

Analisis Kualitatif Ruang Kuliah TVST B dan TVST A

Perancangan Tata Suara Balairung Utama Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

Penilaian Karakteristik Akustik Bangunan. Masjid Salman ITB

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

PENERAPAN ELEMEN-ELEMEN AKUSTIKA RUANG DALAM PADA PERANCANGAN AUDITORIUM MONO-FUNGSI, SIDOARJO - JAWA TIMUR

Take Home Test Akustik TF3204 Laporan Kondisi Ruangan Aula Barat ITB

LAPORAN PENELITIAN AKUSTIK RUANG 9311 ditujukan untuk memenuhi nilai UTS mata kuliah TF3204 Akustik. Oleh : Muhammad Andhito Sarianto

ANALISIS PENGARUH PEMASANGAN ABSORBER DAN DIFFUSOR TERHADAP KINERJA AKUSTIK PADA DINDING AUDITORIUM (KU )

Persepsi Visual Audience pada Penataan Interior Auditorium

BAB II DATA AWAL PROYEK

GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK DI YOGYAKARTA

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Kondisi akustik ruangan 9231 GKU Timur ITB

PENILAIAN KUALITATIF KONDISI AKUSTIK RUANG KONFERENSI ASIA AFRIKA

EVALUASI KONDISI AKUSTIK BANGUNAN KOST STUDI KASUS KOST DI JALAN CISITU LAMA NO. 95/152C

ABSTRAK. 1 Stella Mailoa, Bravacassa Indonesia

AKUSTIKA RUANG KULIAH

UJIAN TENGAH SEMESTER TAKE HOME TEST MATA KULIAH AKUSTIK TF-3204 SIDNEY OPERA HOUSE

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 02 (2016), Hal ISSN :

PENGARUH LAY OUT BANGUNAN DAN JENIS MATERIAL SERAP PADA KINERJA AKUSTIK RUANG KELAS SEKOLAH DASAR DI SURABAYA TITI AYU PAWESTRI

Evaluasi kinerja Akustik dari Ruang Kedap Suara pada Laboratorium Rekayasa Akustik dan Fisika Bangunan Teknik Fisika -ITS

UJIAN TENGAH SEMESTER TF 3204 AKUSTIK SAUNG ANGKLUNG UDJO. Oleh : Firda Awal Gemilang

BAB III TEORI PENUNJANG

PENENTUAN KOEFISIEN ABSORBSI BUNYI DAN IMPEDANSI AKUSTIK DARI SERAT ALAM ECENG GONDOK (EICHHORNIA CRASSIPES) DENGAN MENGGUNAKAN METODE TABUNG

Room (Concert Hall) Acoustic : NHK Hall, Shibuya, Tokyo, Japan

Resonator Rongga Individual Resonator rongga individual yang dibuat dari tabung tanah liat kosong dengan ukuran-ukuran berbeda digunakan di gereja- ge

PENATAAN RUANG BIOSKOP TERHADAP KUALITAS AKUSTIK DI BIOSKOP 21 AMBARUKMO PLAZA YOGYAKARTA SKRIPSI

Optimalisasi Kenyamanan Akustik Ruang pada JX International Surabaya

PENILAIAN KARAKTERISTIK AKUSTIK PADA TEATER TERTUTUP TAMAN BUDAYA (DAGO TEA HOUSE)

BAB V KAJIAN TEORI. yang dipadukan dengan sentuhan arsitektur modern yang. dalam kehidupan masyarakat serta keselarasan antara alam, bangunan, dan

DENDY D. PUTRA 1, Drs. SUWANDI, M.Si 2, M. SALADIN P, M.T 3. Abstrak

PUSAT PELATIHAN MUSIK PULOMAS DENGAN PENERAPAN ARSITEKTUR KINETIK UNTUK PENGOPTIMALAN BENTUK RUANG BERDASARKAN SUARA

BAB IV KONSEP 4.1 IDE AWAL

MAKALAH UNTUK MEMENUHI NILAI UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH TF-3204 AKUSTIK

Alexander Christian Nugroho

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDEKATAN AKUSTIK ADAPTIF DALAM OPTIMALISASI WAKTU DENGUNG PADA GEREJA KATOLIK DI JAKARTA

PENILAIAN KUALITATIF AKUSTIK GEDUNG TEATER TERTUTUP TAMAN BUDAYA JAWA BARAT (DAGO TEA HOUSE)

Desain Akustik Ruang Kelas Mengacu Pada Konsep Bangunan Hijau

Walt Disney Concert Hall

KEMAMPUAN PEREDAMAN SUARA DALAM RUANG GENSET DINDING BATA DILAPISI DENGAN VARIASI PEREDAM YUMEN

RUANGAN 9231 GKU TIMUR ITB

BAB V KAJIAN TEORI. Tema desain yang digunakan pada proyek Komples Wisata Budaya di Kota

Pengamatan Subjektif Parameter Akustik Ruang Latihan Orkestra Bumi Siliwangi

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi telah memberikan manfaat yang besar terhadap

LAPORAN PERANCANGAN AR 40Z0 STUDIO TUGAS AKHIR SEMESTER I TAHUN 2007/2008 JAKARTA MUSIC ARENA. oleh: FAHRY ADHITYA PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

DESAIN AKUSTIK RUANG KELAS MENGACU PADA KONSEP BANGUNAN HIJAU

Jurnal online mahasiswa Arsitektur Langkau Betang Pusat Seni Musik di Pontianak Penekanan pada Akustik Ruang

BAB I PENDAHULUAN. pembahasan Tugas Akhir yang berjudul Penilaian Kualitas Akustik Auditorium

UTS Akustik (TF-3204) Dosen : Joko sarwono. Kriteria Akustik Gedung Serba Guna Salman ITB

BAGIAN III : AKUSTIK

Transkripsi:

Jurnal RISA (Riset Arsitektur) ISSN 2548-8074, www.journal.unpar.ac.id Volume 01, Nomor 01, edisi Januari 2017; hal 69-83 THE INFLUENCE OF FORM AND MATERIALS ON THE PROPER ACOUSTIC FUNCTION OF THEATRICAL PERFORMANCES AND MUSIC CONCERTS AT GEDUNG KESENIAN IN JAKARTA 1 Susanti Mega. 2 Ir. E.B. Handoko Susanto, MT ¹ Student in the Bachelor s (S-1) Study Program in Architecture at Parahyangan Catholic University ² Senior lecturer in the Bachelor s (S-1) Study Program in Architecture at Parahyangan Catholic University Abstract- A given space requires a specific design for it to function in the best possible way. Many aspects need to be taken into consideration, and the same principle applies to an auditorium. Its space requires proper handling of the right acoustics to optimize the activities to be held there, among others space employed for the purpose of staging theatrical performances and concerts. Ideally speaking, these activities must prioritize the use of natural (purely acoustic) sound without resorting to an electric amplifier. Therefore, an appropriate acoustic design of the space to be used is of the utmost necessity. Each of these spaces has its own criteria to optimize the activities that are held there. To examine the acoustic quality of a given space, there are several prerequisites that must be fulfilled, starting from the form and materials used, the sound s volume level, sound distribution, reverberation time, acoustic flaws or shortcomings and noise reduction or sound control. Using the explorative method and post-performance evaluation, this research study investigates the capability of the Arts Building called Gedung Kesenian in Jakarta to accommodate two different activities, both from the angle of the specific activity and the prerequisites for the space used. Gedung Kesenian Jakarta has attempted to surmount the problem of echo/reverb that is different for the theatrical and musical performances. However, the too widely diverging values have prompted the need for adding portable elements that are passive in nature in order to maximize the sound reflection, evenness of sound distribution, reverb time as well as dealing with the problem of the echoing sound area, referred to as shadow sound. Keywords: acoustic suitability, acoustics of theater space, acoustics of concert space, reverberation time PENGARUH BENTUK DAN MATERIAL TERHADAP KELAYAKAN AKUSTIK FUNGSI TEATER DAN KONSER PADA GEDUNG KESENIAN JAKARTA 1 Susanti Mega. 2 Ir. E.B. Handoko Susanto, MT ¹ Mahasiswa S1 Program Studi Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan. ² Dosen Pembimbing S1 Program Studi Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan. Abstrak- Sebuah ruang membutuhkan desain secara spesifik agar dapat berfungsi secara maksimal. Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan dan hal tersebut berlaku pula pada auditorium. Sebuah ruang auditorium membutuhkan penanganan akustik yang baik untuk mengoptimalkan aktivitas yang berlangsung dalam ruang, di antaranya untuk ruang teater juga ruang konser. Aktivitas teater dan konser idealnya harus memprioritaskan penggunaan suara alami, tanpa menggunakan bantuan pengeras suara. Oleh karena itu perancangan akustik ruang yang tepat sangatlah dibutuhkan. Masing-masing ruang tersebut memiliki kriterianya sendiri untuk dapat mengoptimalkan aktivitas yang berlangsung di dalamnya. Untuk mengkaji kualitas akustik ruang terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi mulai dari bentuk dan material, tingkat kekerasan suara, penyebaran suara, waktu dengung, cacat akustik serta pengendalian bising. Dengan metode eksploratif dan evaluasi pascahuni, penelitian ini mengkaji kemampuan Gedung Kesenian Jakarta dalam menampung dua aktivitas yang berbeda baik 1 Corresponding author: susanti.mega@hotmail.com

dari segi kegiatan maupun persyaratan ruangnya. Gedung Kesenian Jakarta berusaha menyelesaikan permasalahan terkait waktu dengung yang berbeda antara aktivitas teater dan konser. Namun perbedaan nilai yang terlalu jauh membuat auditorium tersebut membutuhkan tambahan elemen portabel yang bersifat pasif guna memaksimalkan pemantulan bunyi, kemerataan penyebaran bunyi, waktu dengung, serta mengatasi area bayangan bunyi. Kata Kunci: kelayakan akustik, akustik ruang teater, akustik ruang konser, waktu dengung 1. PENDAHULUAN Gedung Kesenian Jakarta merupakan sebuah auditorium yang pada awalnya difungsikan sebagai ruang teater sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat akan hiburan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, konser musik klasik semakin berkembang di Indonesia dan dipaksakan untuk diselenggarakan dalam ruang yang sama. Pada dasarnya aktivitas teater dan konser musik memiliki kriteria spesifik yang harus dipernuhi dalam perancangan ruang akustik. Nilai waktu dengung yang cukup jauh membuat keduanya tidak dapat ditempatkan dalam ruangan yang sama. Padahal waktu dengung merupakan elemen mendasar yang harus dipenuhi demi mengoptimalkan kenyamanan akustik auditorium. Ruang teater membutuhkan nilai waktu dengung yang pendek agar kata-kata yang diucapkan terdengar lebih jelas dan tidak saling menumpuk sedangkan ruang konser membutuhkan nilai waktu dengung yang panjang agar melodi musik terdengar lebih mengalun. Kondisi tersebut menyebabkan ruang auditorium GKJ membutuhkan pengkondisian khusus agar kedua fungsi dapat diakomodasi dengan maksimal. Desain ruang terkait bentuk dan material yang digunakan akan sangat mempengaruhi kenyamanan akustiknya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa apakah Gedung Kesenian Jakarta dapat mengakomodasi fungsi teater dan konser musik sekaligus serta pengaruh bentuk dan material terhadap upaya untuk mengakomodasi kedua fungsi tersebut. Figur 1. Area panggung auditórium Figur 2. Area penonton auditórium 2. KAJIAN TEORI 2.1. FUNGSI RUANG Fungsi teater dan konser yang dilaksanakan dalam auditorium GKJ membutuhkan penyikapan yang berbeda untuk memaksimalkan kenyamanan akustiknya. Terdapat dua perbedaan mendasar yang membuat kedua fungsi membutuhkan desain spesifik terkait bentuk dan material yang digunakan. 2.1.a. Fokus Aktivitas konser menitikberatkan perhatiannya pada aspek audial. Dengan memaksimalkan kualitas pendengaran, penonton dapat menghayati konser secara menyeluruh. Berbeda dengan aktivitas teater yang membutuhkan baik aspek visual maupun audial. 70

Kenyamanan penonton dalam melihat pementas di atas panggung akan mengoptimalkan proses pendengaran dan pemahaman jalan cerita 2.1.b. Waktu dengung Waktu dengung merupakan aspek yang terkait dalam desain auditorium karena aktivitas yang berbeda akan membutuhkan nilai waktu dengung yang berbeda untuk mengoptimalkan kenyamanan audialnya. Untuk aktivitas teater dibutuhkan waktu dengung pendek agar tidak menimbulkan penumpukan pendengaran kosa kata sedangkan aktivitas konser membutuhkan waktu dengung panjang agar alunan melodi terdengar halus dan mengalun. 3. ANALISIS 3.1. BENTUK RUANG DALAM ARSITEKTUR 3.1.a. Dimensi Auditorium GKJ memiliki dimensi-dimensi ruang yang sudah memenuhi kriteria desain baik untuk aktivitas teater maupun konser seperti dimensi panggung, jarak terdekat dan terjauh sumber bunyi ke penonton, kemiringan posisi tempat duduk penonton, juga area sirkulasi. Namun volume ruang 7052 m 3 terlalu besar untuk kedua fungsi yang diakomodasi di dalamnya dimana volume ruang ideal untuk GKJ berdasarkan perhitungan adalah 1913.5 m 3 sehingga perlu penyesuaian lebih lanjut untuk mengatasi masalah yang timbul terkait waktu dengung dan pendistribusian bunyi. Figur 3. Bentuk ruang Gedung Kesenian Jakarta Figur 4. Proses perancangan bentuk auditorium GKJ 3.1.b. Tekstur Tekstur dalam auditorium GKJ banyak ditemukan pada kolom serta dinding balkon. Keduanya dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan pendifusian bunyi guna menyebarkan bunyi ke setiap bagian ruangan. 3.1.c. Posisi dan Orientasi Auditorium GKJ memiliki 3 jalur sirkulasi dimana salah satunya adalah sirkulasi tengah yang merupakan area penyebaran bunyi paling maksimal. Akan tetapi sirkulasi tersebut dibutuhkan untuk meningkatkan interaksi antara pementas dan penonton sehingga penyesuaian dilakukan demi terpenuhinya aspek fungsional aktivitas yang dilaksanakan. 71

Selain itu hal krusial terkait posisi elemen interior adalah kolom-kolom yang ditempatkan di sisi kiri dan kanan penonton guna menopang struktur balkon. Akan tetapi perencanaan yang baik justru membuat kolom-kolom tersebut mendukung proses pendifusian bunyi dalam ruang. 3.2. PERSYARATAN AKUSTIK RUANG 3.2.a. Akustik ruang teater Teater merupakan gedung atau ruangan tempat pertunjukan film, sandiwara, dan sebagainya. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa teater menitikberatkan aktivitasnya pada kegiatan pidato sehingga inteligibilitas suara harus diutamakan agar penonton dapat menangkap setiap kata dan memahami jalan cerita yang dipentaskan. Pada aktivitas teater, hubungan antara pementas dan penonton baik audial maupun visual harus diutamakan karena keduanya saling mendukung untuk menciptakan pemahaman yang maksimal akan jalan cerita yang dipentaskan. Dari segi waktu dengung sebuah ruang teater membutuhkan waktu dengung yang pendek agar setiap kata yang diucapkan oleh pementas dapat terdengar degan bersih dan jelas tanpa adanya penumpukan kosa kata. Hal ini sangat berpengaruh dalam mengoptimalkan pemahaman jalan cerita oleh penonton. 3.2.b. Akustik ruang konser Konser diartikan sebagai pertunjukan musik di depan umum. Oleh karena itu dapat dilihat bahwa elemen musik serta kenyamanan audial merupakan titik berat yang menjadi fokus utama dalam perancangan sebuah ruang konser. Selain itu terdapat beberapa aspek psikis yang turut menentukan keberhasilan perancangan sebuah ruang konser yaitu keakraban (intimacy), kejelasan (clarity), keseimbangan (balance), pencampuran (blend), serta kesatuan (ensemble). Sedangkan dari segi waktu dengung, sebuah ruang konser membutuhkan waktu dengung yang panjang karena bunyi musik harus mengalun lebih panjang dari suku kata pembicaraan. Selain itu kekaburan dan tumpang tindih dalam alunan musik justru diinginkan untuk keindahan alunan nada. 3.3. MATERIAL AKUSTIK 3.3.a. Material pemantul bunyi Material yang memiliki nilai koefisien absorbsi kurang dari 0.2 ini banyak dimanfaatkan di area panggung dan area samping penonton untuk memaksimalkan pemantulan bunyi dari sumber bunyi di atas panggung (1) Parket kayu Material dengan koefisien absorbsi 0.07 ini menutupi seluruh area lantai panggung dan efektif untuk pemantulan bunyi dikarenakan bagian dalamnya tersusun dari plat beton yang masif. Figur 5. Parket kayu Figur 6. Pemantulan bunyi pada parket kayu 72

(2) Panel kayu Panel kayu merupakan pembatas antara panggung dengan ruang persiapan yang diposisikan miring menghadap penonton. Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan pemantulan bunyi ke arah penonton. Figur 7. Panel kayu belakang panggung Figur 8. Pemantulan bunyi pada panel kayu (3) Dinding beton Material beton pada pedestal kolom yang memiliki permukaan cembung sangat efektif dalam memantulkan bunyi ke segala arah. Pedestal ini diposisikan di area samping penonton bagian depan untuk mengoptimalkan pemantulan bunyi dari area panggung. Figur 9. Pedestal kolom beton Figur 10. Pemantulan bunyi pada pedestal kolom 3.3.b. Material penyerap bunyi Material penyerap bunyi banyak dimanfaatkan sebagai penutup area lantai dan beberapa bagian dinding (1) Karpet tebal Karpet tebal digunakan untuk melapisi seluruh area penonton guna meredam suara langkah kaki penonton yang berlalu lalang. Figur 11. Karpet tebal penutup lantai Figur 12. Pemantulan bunyi pada karpet tebal (2) Karpet tipis Karpet tipis digunakan untuk melapisi tangga movable agar tetap dapat meredam langkah kaki pementas namun tetap ringan untuk dipindahkan. 73

Figur 13. Karpet tipis penutup tangga Figur 14. Pemantulan bunyi pada karpet tipis (3) Tirai Tirai tebal yang diposisikan di beberapa area dinding berfungsi menyerap suara dengan tujuan memperkecil waktu dengung ruangan. Hal tersebut dimaksudkan agar pelafalan katakata pada aktivitas teater terdengar jelas. Figur 15. Tirai pada dinding Figur 16. Penyerapan bunyi pada tirai (4) Kursi sinema Kursi sinema yang memiliki koefisien absorbsi 0.8 ini secara otomatis melipat apabila tidak digunakan menggunakan material yang tebal dan empuk sehingga efektif untuk menyerap suara. Figur 17. Kursi sinema Figur 18. Penyerapan bunyi oleh kursi sinema 3.3.c. Material pendifusi bunyi Pada auditorium GKJ material ini diposisikan di dinding dan plafond untuk menyebarkan bunyi ke segala arah (1) Area lantai Kaki kursi sinema terbuat dari besi yang berlubang-lubang sehingga efektif untuk proses pendifusian bunyi. 74

Figur 19. Kaki kursi sinema Figur 20. Perilaku bunyi pada kaki kursi sinema (2) Area dinding Dinding auditorium GKJ tersusun dari rangka kayu yang dipasang berselang-seling dengan material kasa sehingga sangat efektif untuk mendifusikan bunyi. Selain itu kolom yang berlekuk-lekuk juga turut menyebarkan bunyi ke segala bagian ruang. Figur 21. Pendifusian bunyi pada material dinding Figur 22. Pendifusian bunyi pada kolom auditórium (3) Area plafond Pemanfaatan diffuser pada plafond bagian belakang sangat berperan dalam meghilangkan kemungkinan pemusatan bunyi akibat penggunaan plafond cekung. Selain itu material yang disusun maju dan mundur ini juga sangat efektif dalam menyebarkan bunyi ke segala arah. Figur 23. Pendifusian bunyi pada plafond cekung Figur 24. Potongan material pendifusi bunyi plafond 3.4. KUALITAS AKUSTIK RUANG Proses analisa kelayakan kualitas akustik ruang didasarkan pada lima aspek yaitu: 3.4.a. Kekerasan suara yang cukup Tingkat kekerasan bunyi dalam ruang diukur menggunakan sound level meter pada sepuluh titik yang diposisikan berdasarkan pola penyebaran bunyi yang bergerak secara radial. Titik ukur ditempatkan dari area terdekat dengan sumber bunyi hingga area terjauh baik di lantai bawah maupun lantai balkon. 75

Tabel 1. Tingkat kekerasan suara fungsi teater Titik Jarak (m) Kekerasan Suara 1 5.81 m 83.2 db 2 10.43 m 79.1 db 3 15.6 m 76.9 db 4 21.37 m 73.4 db 5 10.16 m 79.5 db 6 14.3 m 77.5 db 7 6.2 m 84.3 db 8 9.4 m 81.1 db 9 18.3 m 77.9 db 10 27.8 m 72.7 db Tabel 2. Tingkat kekerasan suara fungsi konser Titik Jarak (m) Kekerasan Suara 1 5.81 m 86 db 2 10.43 m 81.9 db 3 15.6 m 79.7 db 4 21.37 m 76.2 db 5 10.16 m 82.3 db 6 14.3 m 80.3 db 7 6.2 m 87.1 db 8 9.4 m 83.9 db 9 18.3 m 80.7 db 10 27.8 m 75.5 db Berdasarkan percobaan, tingkat kekerasan suara auditorium GKJ memenuhi syarat baik untuk fungsi teater maupun konser sehingga dari segi kekerasan suara GKJ dapat mengakomodasi keduanya dengan baik. 3.4.b. Pendifusian energi bunyi Kemerataan pendifusian bunyi dideteksi dengan mengukur tingkat kekerasan bunyi saat ruang dalam kondisi kosong. Berdasarkan pengukuran terdapat perbedaan 11.6 db antara bunyi terkeras dan bunyi terlemah sehingga dapat dikatakan bunyi tersebar tidak terlalu merata. Area belakang yang termasuk dalam area bayangan bunyi merupakan area dengan tingkat penyebaran bunyi terlemah. Figur 25. Tingkat penyebaran bunyi pada auditorium GKJ 3.4.c. Pengendalian waktu dengung Waktu dengung optimum digitung pada frekuensi menengah yaitu pada frekuensi 500 Hz. Nilai optimum tersebutlah yang digunakan untuk membandingkan waktu dengung kedua fungsi yang dilaksanakan dalam GKJ. 76

Figur 26. Grafik waktu dengung optimum 3 2.5 2 1.5 1 Waktu dengung GKJ Waktu dengung teater Waktu dengung konser 0.5 0 125 Hz 250 Hz 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz 4000 Hz Figur 27. Grafik perbandingan waktu dengung Dari grafik dapat diketahui bahwa waktu dengung GKJ berada pada area antara waktu dengung optimum fungsi teater dan konser sehingga membutuhkan pengkondisian ruang lebih lanjut. Selain itu untuk melakukan pengujian terhadap kejelasan pendengaran pelafalan kata pada aktivitas teater dilakukan tes inteligibilitas suara dengan menggunakan 100 kata populer yang terdiri dari 10 kalimat tidak bersambung. 77

Figur 28. Grafik hasil tes inteligibilitas suara Berdasarkan percobaan yang dilakukan, nilai inteligibilitas suara pada auditorium GKJ berada di atas angka 0.7 dimana hal ini membuktikan tingkat inteligibilitas suara GKJ termasuk sangat baik dan kata-kata dapat terdengar dengan jelas. Ketidakjelasan hanya ditemukan di area bayangan bunyi yang berada pada baris belakang penonton baik penonton lantai bawah maupun lantai balkon. Akan tetapi ketidakjelasan tersebut masih dapat ditoleransi. Figur 29. Ruang panggung yang besar Ruang panggung yang besar mengakibatkan timbulnya efek couple space yang membuat waktu dengung di belakang panggung lebih besar dari waktu dengung di depan panggung. acoustical shell pada panggung sangat disarankan. Acoustical shell disusun dengan 78

denah berbentuk lengkung parabolik agar bunyi dapat dipantulkan dengan maksimal ke arah penonton dengan arah menyebar. Selain itu pengaturan posisi kanopi acoustical shell dengan kemiringan 40 o dari gari juga dapat memaksimalkan arah pantulan bunyi menuju area yang merupakan area bayangan bunyi. Figur 30. Penempatan acoustical shell di panggung Figur 31. Pemantulan bunyi pada acoustical Shell Acoustical shell akan menggunakan dua jenis material berbeda pada sisi depan dan belakang. Sisi depan yang menghadap penonton akan dilapis plywood 20mm untuk memaksimalkan pemantulan bunyi sedangkan sisi belakang akan menggunakan acoustic foam bergelombang untuk memaksimalkan penyerapan bunyi. Figur 32. Acoustic foam bergelombang Figur 33. Potongan acoustic foam Figur 34. Tampak depan acoustical Shell Figur 35. Tampak belakang acoustical Shell 79

Konstruksi acoustic shell akan menggunakan fiber glass yang ringan namun bersifat lembam. Material tambahan yang bersifat movable ini hanya akan digunakan untuk kegiatan konser musik dalam kaitanya dengan kebutuhan dan nilai fungsional aktivitas tersebut. 3.4.d. Cacat akustik Cacat akustik yang terjadi pada auditorium GKJ adalah bayangan bunyi yaitu pada barisan belakang tempat duduk penonton baik di lantai bawah maupun lantai balkon. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ketinggian plafond yang cukup jauh sehingga mengakibatkan pantulan suara yang curam. Figur 36. Area bayangan bunyi pada auditorium GKJ Permasalahan tersebut dapat ditangani dengan peletakkan acoustical shell dengan bidang kanopi atas didesain dengan kemiringan 40 o agar dapat secara maksimal memantulkan bunyi ke arah area bayangan bunyi. Figur 37. Pemantulan bunyi pada acoustical shell 3.4.e. Pengendalian bising Pengendalian bising auditorium GKJ yang diapit oleh dua jalan raya diatasi melalui penempatan bangunan di area sudut tapak. Selain itu peletakkan plaza di area depan serta penambahan pagar serta vegetasi turut memberikan kontribusi pengurangan kebisingan hingga total 12dB. 80

Figur 38. Bayangan bunyi akibat pagar GKJ Figur 39. Bayangan bunyi akibat pagar dan vegetasi GKJ 4. KESIMPULAN 4.1. KESIMPULAN 4.1.a. Pengaruh bentuk ruang terhadap fungsi teater dan konser Bentuk ruang auditorium GKJ sangat berperan dalam kaitannya dengan volume ruang serta fenomena-fenomena akustik. Dari segi volume ruang, berdasarkan jumlah kapasitas penonton, volume ruang/tempat duduk penonton GKJ 7052 m 3 terlalu besar, dimana hal ini menyebabkan penyaluran energi bunyi dari sumber bunyi menuju penonton menjadi kurang efektif. Sedangkan dari segi dimensi, ukuran-ukuran yang diterapkan dalam Gedung Kesenian Jakarta sudah memenuhi kriteria yang berlaku baik untuk aktivitas teater maupun aktivitas konser. 4.1.b. Pengaruh material terhadap fungsi teater dan konser Fungsi utama material pada ruang dalam auditorium adalah memaksimalkan kualitas suara sehingga dapat mencapai kelayakan akustik ruang yang ideal. Gedung Kesenian Jakarta memanfaatkan material pemantul, material penyerap, dan material pendifusi suara pada bagian ruang yang berbeda. Pengkombinasian material tersebut sudah cukup baik untuk memaksimalkan penyerapan dan pemantulan bunyi sesuai posisinya demi kenyamanan penonton baik dalam menikmati pertunjukan teater maupun konser. 81

4.1.c. Kelayakan akustik ruang Fungsi teater (1) Tingkat kekerasan bunyi Tingkat kekerasan bunyi auditorium GKJ berada pada 72.7-83.2 db dimana angka tersebut masih termasuk dalam batas nyaman untuk aktivitas teater. (2) Difusi bunyi Perbedaan tingkat kekerasan bunyi sebesar 11.6 db di area yang tersebar baik di area yang dekat dengan sumber bunyi maupun area terjauh membuktikan kurangnya kemerataan penyebaran bunyi dalam auditorium GKJ. (3) Waktu dengung Berdasarkan perhitungan, waktu dengung GKJ adalah 1.52 dimana angka tersebut terlalu panjang untuk aktivitas teater yang seharusnya memiliki waktu dengung 1.35 untuk ruang an bervolume 7052 m 3. (4) Cacat akustik Cacat akustik yang terjadi adalah bayangan bunyi yang ditemukan pada baris terakhir tempat duduk penonton baik di lantai bawah maupun lantai balkon. (5) Pengendalian bising Pengendalian bising baik bising dari luar maupun bising dari dalam pada auditorium GKJ sudah optimum. Fungsi konser (1) Tingkat kekerasan bunyi Tingkat kekerasan bunyi auditorium GKJ untuk aktivitas konser musik berada pada 75.5-86 db. Angka tersebut masih termasuk dalam batas persyaratan kenyamanan aktivitas konser yaitu antara 70-90 db. (2) Difusi bunyi Perbedaan tingkat kekerasan bunyi sebesar 11.6 db di area membuktikan kurangnya kemerataan penyebaran bunyi dalam auditorium GKJ. (3) Waktu dengung Waktu dengung GKJ berdasarkan perhitungan manual yang dilakukan adalah 1.52 detik. Angka tersebut masih berada di bawah nilai waktu dengung optimum GKJ untuk fungsi konser yaitu 1.685 detik. (4) Cacat akustik Cacat akustik yang terjadi adalah bayangan bunyi yang ditemukan pada baris terakhir tempat duduk penonton baik di lantai bawah maupun lantai balkon. (5) Pengendalian bising Pengendalian bising baik bising dari luar maupun bising dari dalam pada auditorium GKJ sudah optimum. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa yang telah dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan waktu dengung, dapat diketahui bahwa pada dasarnya auditorium Gedung Kesenian Jakarta lebih cocok digunakan sebagai ruang konser dibandingkan dengan ruang teater. Hal ini dibuktikan melalui grafik perhitungan waktu dengung yang cenderung menurun seiring bertambahnya frekuensi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa terjadi kesalahan pemanfaatan ruang dalam auditorium Gedung Kesenian Jakarta. 4.2. SARAN Terdapat dua hal penting yang belum terselesaikan dalam perancangan auditorium GKJ yaitu waktu dengung dan cacat akustik. Beberapa upaya yang mudah dilakukan dengan memanfaatkan penggunaan material yang ada antara lain dengan melakukan penambahan tirai sebagai material penyerap bunyi pada aktivitas teater untuk memperkecil nilai waktu dengung 82

dan memaksimalkan material pemantul berupa panggung movable pada aktivitas konser untuk memperpanjang nilai waktu dengung. Namun terdapat saran yang efektif untuk dapat mengatasi permasalahan di atas yaitu dengan menggunakan acoustical shell yang diposisikan membentuk denah lengkung parabolik untuk menyebarkan bunyi ke segala arah. Selain itu penggunaan material plywood pada sisi depan dan acoustic foam pada sisi belakang turut menyeimbangkan perbedaan waktu dengung di bagian depan dan belakang panggung. Untuk mengatasi permasalahan bayangan bunyi, kanopi acoustical shell diatur kemiringannya sebesar 40 o dari bidang horizontal untuk memantulkan bunyi ke area bayangan bunyi baik di lantai bawah maupun lantai balkon. 4.3. PENUTUP Pada akhirnya diharapkan makalah penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai kualitas akustik Gedung Kesenian Jakarta yang menampung dua fungsi spesifik sekaligus. Semoga makalah ini dapat berguna serta menambah wawasan pihak-pihak yang membacanya serta berguna bagi proses pembelajaran yang akan datang. Namun makalah penelitian ini merupakan produk yang belum sempurna. Oleh karena itu diharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk menjadi masukan yang berguna. 5. DAFTAR PUSTAKA Bahiuddin, Irfan. Material Absorbsi. Diakses 9 April 2016. http://irfannote.blogspot.co.id/2014/01/ada-empat-tipe-bahan-atau-material.html Ching, D.K. 2008. Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan. Jakarta: Erlangga Doelle, Leslie L. 1993. Akustik Lingkungan. Jakarta: Erlangga Egan, M. David. 1988. Architectural Acoustics. New York: McGraw-Hill Book Company Kanthong, Antariksa. Arsitektur dan Dimensi Ruang. 8 April 2016. http://antariksaarticle.blogspot.co.id/2009/03/arsitektur-dan-dimensi-ruang.html Metha, M., J. Johnson & J. Rocafort. 1999. Architectural Acoustics: Principles and Design. New Hersey: Prentice Hall Moleong, Lexy J. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Moore, J. E. Friba. 1978. Design for Good Acoustics and Noise Control. London: The Macmillan Press Ltd NN. Sound Absorption Coefficients. 28 Maret 2016. http://www.acousticalsurfaces.com/acoustic_ioi/101_13.htm Palladio, Andrea. 1997. The Four Books on Architecture. Massachusetts: MIT Press Parkin, P. H. 1969. Acoustics, Noise and Buildings. London: Faber and Faber Ltd Sarwono, Joko. Dunia Akustik. 6 April 2016. http://duniaakustik.wordpress.com Strong, Judith. 2010. Theatre Buildings A Design Guide. New York: Routledge Sudibjo, Slamet. 1987. Evaluasi Purna Huni Dasar Teori dan Penerapannya. Yogyakarta: PDII-LIPI Sutanto, Handoko. 2015. Prinsip-Prinsip Akustik dalam Arsitektur. Yogyakarta: Kanisius Wibisono, Satrio. Tekstur. 9 April 2016. http://satriowibisono.blogspot.co.id/2008/09/tekstur.html 83