BAB I PENDAHULUAN. Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. atau kaderisasi kepemimpinan nasional, adanya kekuasaan kehakiman yang mandiri, adanya

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

BAB I PENDAHULUAN. kekuasan beralih pada konsep negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat).

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga

BADAN EKSEKUTIF OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-6 (IK-1,3,4,5)

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 membawa angin segar perubahan yang

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

IMPLIKASI HUKUM KOALISI PARTAI POLITIK DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

BAB V PENUTUP. dirumuskan kesimpulan sebagaimana berikut: eksekutif dan legislatif hingga ancaman impeachment, maka dari itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum tata negara, konstitusi diberi

BAB SATU PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

DAFTAR PUSTAKA. Dahlan Thaib, dkk, 2013, Teori dan Hukum Konstitusi, Cetakan ke-11, Rajawali Perss, Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DPD memberikan peran yang lebih maksimal sebagai perwakilan daerah yang. nantinya akan berpengaruh terhadap daerah-daerah yang mereka wakili.

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 mengandung empat pokok pikiran yang meliputi suasana dari

PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

BAB I PENDAHULUAN. Berhentinya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 dari jabatan

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

PEMBANGUNAN YES GBHN No!

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kekuasaan yang berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga. kesimpulan, yakni:

Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer. Teguh Kurniawan

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam negara hukum. Karena dalam perspektif fungsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

DAFTAR PUSTAKA. Bagir Manan Lembaga Kepresidenan. FH UII Press: Yogyakarta. Bambang Sunggono Metodologi Penelitian Hukum Cetakan ke-12.

KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal 22D UUD NRI Berdasarkan

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, (Yogyakarta: FH UII Press, 2005).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir.

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN. Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. perwakilan. Partai politik melalui anggota-anggotanya yang duduk di lembaga

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema. Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat beberapa hal yang mutlak keberadaannya, yakni mengharuskan adanya pemilihan umum, adanya rotasi atau kaderisasi kepemimpinan nasional, adanya kekuasaan kehakiman yang mandiri, adanya representasi kedaulatan rakyat melalui kelembagaan parlemen yang kuat dan mandiri, adanya penghormatan dan jaminan hak asasi manusia, adanya konstitusi yang memberikan jaminan hal-hal tersebut berjalan. 1 Apabila prinsip-prinsip tersebut berjalan serta adanya jaminan secara konstitusional, maka salah satu konsekuensinya akan melahirkan suatu mekanisme penataan kekuasaan atas lembaga kepresidenan. Karenanya, masalah kekuasaan Presiden adalah merupakan perihal demokrasi dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Sebagai bagian dari penyempurnaan demokrasi tersebut, maka penataan kembali lembaga kepresidenan merupakan suatu hal yang harus dilakukan, mulai pada saat pemilihannya hingga pada saat fungsi dan tugas dari lembaga tersebut dijalankan. Muncullah suatu pemikiran bahwa kedaulatan harus dikembalikan ke tangan rakyat dengan memberikan peranan yang lebih besar yakni ikut dalam proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Kemudian lahirlah suatu kajian terhadap sistem pemilihan Presiden secara langsung dimana yang dimaksudkan 1 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Cetakan ke-14, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, hal. 60.

disini bukan hanya diartikan bahwa rakyat secara one man one vote 2 memilih Presiden, sehingga Presiden terpilih adalah calon Presiden yang berhasil mengumpulkan suara paling banyak dari calon Presiden lainnya. Melainkan suatu pemilihan Presiden yang benar-benar mendapatkan legitimasinya langsung dari rakyat bukan melalui institusi rakyat permanen yang memainkan peran pengganti rakyat sekaligus kepadanya Presiden bertanggung jawab secara langsung. 3 Pemilihan Presiden dalam sistem pemerintahan presidensial 4 yang tidak dilakukan langsung oleh rakyat pemilih tetapi diserahkan kepada MPR mengandung beberapa masalah, yakni: 5 1. Konsep pemilihan Presiden oleh MPR menimbulkan beban pertanggungjawaban atas segala pelaksanaan kekuasaan Presiden yang dapat membawa jatuhnya Presiden dalam masa jabatannya jika pertanggungjawaban tidak diterima oleh MPR. Ini menunjukkan bahwa sistem pemerintahan dan secara khusus hubungan Presiden dengan lembaga perwakilan rakyat baik DPR maupun MPR merupakan hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara sistem parlementer di satu sisi dengan sistem presidensial di sisi lain. Pola hubungan seperti ini harus segera diahkiri, sebab jika hendak meletakkan dominasi kekuasaan negara atas prinsip kedaulatan rakyat di tangan lembaga perwakilan rakyat, maka 2 One man one vote adalah suatu istilah yang mengandung pengertian satu orang satu suara. Artinya, setiap orang (rakyat) berhak untuk menggunakan atau memberikan suaranya dalam suatu proses pemilihan yang berlangsung (pemilihan Presiden dan Wakil Presiden) sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana pada masa sebelumnya bahwa rakyat tidak bisa menggunakan hak suaranya untuk ikut dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. 3 Mulyana W. Kusuma, dkk, Menata Politik Pasca Reformasi, KIIP, Jakarta, 2000, hal. 145. 4 Sistem pemerintahan presidensial ialah sistem pemerintahan yang tugas-tugas eksekutifnya dijalankan dan dipertanggungjawabkan oleh Presiden. 5 Mulyana W. Kusuma, op.cit., hal. 142

prinsip sistem parlementerlah yang harus dipakai. Tetapi jika hendak mempertahankan sistem Presidensial maka pola hubungan yang seimbang antara Presiden dengan lembaga perwakilan rakyat harus diterapkan. Dan ini berarti pengangkatan Presiden oleh MPR harus diubah dengan pemilihan langsung oleh rakyat agar legitimasi kekuasaan Presiden tak lagi berasal dari majelis. 2. Problem lain yang menyangkut dasar legitimasi kekuasaan Presiden. Pemilihan Presiden yang hanya ditentukan oleh anggota MPR akan sangat tergantung kepada konstelasi politik menjelang pemilihan Presiden pada saat sidang MPR. Jika suara MPR yang memenangkan calon Presiden yang terpilih sama dengan keinginan rakyat yang tercermin dari raihan kursi partai- partai yang mencalonkan calon Presiden dimaksud. Tetapi jika terjadi sebaliknya, kehendak calon Presiden dari sebagian besar anggota MPR tidak sama dengan yang diinginkan oleh sebagian besar rakyat, maka dasar legitimasi atau ukuran kemauan rakyat menjadi persoalan. Presiden terpilih akan mendapat tingkat akseptasi yang rendah di masyarakat sehingga prinsip kehendak rakyat sebagai dasar kekuasaan pemerintah tidak terpenuhi. 3. Pemilihan Presiden oleh MPR mudah dimanipulasi. Sejarah membuktikan dalam masa pemerintahan orde baru MPR telah direkayasa sedemikian rupa melalui pembuatan undang-undang tentang susunan dan kedudukan MPR, undang-undang tentang pemilihan umum dan undang-undang

tentang partai politik dan golongan karya sehingga Presiden yang berkuasa dapat terus menerus dipilih oleh MPR itu. Seiring dengan perjalanan waktu, terjadi perubahan di sana-sini. Setelah adanya amandemen Undang-Undang Dasar 1945, rakyat diberikan hak yang lebih istimewa lagi yaitu dapat memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, 6 dimana pada saat berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen, hal tersebut adalah hak mutlak yang dimiliki oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden bisa dilakukan dengan cara diusulkan oleh partai politik ataupun gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. 7 Selanjutnya, akhir daripada proses demokrasi tersebut, institusi penyelenggara pemilihan umum akan mengumumkan pemenang pemilu dan akan melahirkan satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang merupakan representasi dari seluruh rakyat Indonesia yang nantinya akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. 8 Pembentukan kabinet 9 merupakan salah satu tugas yang harus dilaksanakan dalam waktu dekat oleh Presiden yang telah dilantik. Penentuan jumlah personil dan komposisi kabinet adalah wewenang mutlak atau hak prerogatif daripada Presiden. 10 Akan tetapi dalam menggunakan hak prerogatif tersebut, Presiden dalam mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri 6 Pasal 6A ayat (1) UUD 1945. 7 Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. 8 Pasal 6A ayat (4) UUD 1945. 9 Kabinet adalah suatu dewan menteri yang bertugas membantu Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan sehari-hari. 10 T. A. Legowo, Paradigma Cheks and Balances, Center for Strategic and International Studies, Jakarta, 2002, hal. 89.

seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 11 harus mempunyai pertimbangan yang benar-benar matang dalam menentukan komposisi dan personil dalam kabinet tersebut. Berkaitan dengan penyusunan kabinet tersebut banyak hal yang harus dijadikan pertimbangan oleh seorang Presiden terpilih yaitu; partai politik pendukung, apakah merupakan partai politik tunggal ataupun gabungan daripada beberapa partai politik; stabilitas roda pemerintahan ke depan; kemajuan negara; dan lain-lain, kesemuanya itu bersifat politis dan sepenuhnya menjadi hak mutlak Presiden tentang hal siapa yang bisa menjadi anggota kabinet. Akan tetapi di sisi lain ada ketentuan yang menyebutkan bahwa seseorang yang akan diangkat menjadi menteri dan masuk dalam kabinet Presiden terpilih haruslah memiliki integritas dan kepribadian yang baik selama perjalanan karirnya. Pada aspek inilah kemampuan Presiden terpilih dipergunakan dalam mempertimbangkan kesemua aspek dalam penyusunan kabinet, apakah yang dinginkan selama lima tahun perjalanan roda pemerintahan ke depan ialah stabilitas kabinet dengan cara memasukkan orang-orang dari partai pendukung atau gabungan partai pendukung, atau menginginkan kemajuan pemerintahan dengan menempatkan orang-orang profesional dalam kabinet sesuai dengan keahlian yang dimiliki? Tentu bukan merupakan hal yang sangat mudah untuk dilakukan. Karena dengan adanya konsep pemisahan kekuasaan yang dianut oleh Indonesia, akan ada sebuah sistem checks and balances antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif, dimana antara Presiden sebagai kepala eksekutif 12 11 Pasal 17 ayat (2) UUD 1945. 12 Pasal 22 ayat (2) huruf e UU No. 39 tahun 2008.

mempunyai kedudukan yang sederajat dan saling mengendalikan dengan lembaga parlemen sebagai pemegang kekuasaan legislatif. 13 Apabila dalam pembentukan dan penyusunan kabinet Presiden lebih mengedepankan kemajuan dan perkembangan negara, maka selayaknya orangorang profesional dan beberapa orang dari partai pendukung Presiden yang harus ditempatkan di dalam kabinet, dengan kata lain orang yang akan memimpin suatu kementerian haruslah orang yang benar-benar ahli dalam bidang tersebut, sesuai dengan tugas, fungsi dan keahliannya, akan tetapi Presiden dan kebinet akan mendapat kesulitan dalam menjalin hubungan dengan parlemen. Juga dalam menentukan kebijakan pemerintah, apalagi kalau partai pendukung Presiden tersebut bukan sebagai partai pemenang pemilu yang notabene pasti mempunyai suara minoritas di parlemen. Sebaliknya, jika stabilitas pemerintahan yang dikehendaki, maka Presiden harus menempatkan orang-orang dari partai politik pendukung ataupun dari gabungan partai politik pendukung di dalam kabinetnya, maka kepentingan gabungan partai politik pendukung akan terakomodir. Akan muncullah hubungan yang sangat harmonis antara Presiden sebagai kepala eksekutif dengan parlemen, dalam hal ini fungsi checks and balances tersebut tidak akan berjalan, karena Presiden dan kabinetnya telah didukung oleh mayoritas suara di parlemen. 14 Hal yang demikianlah yang harus dihindari, karena jika keadaan tersebut bertahan sampai dengan masa kepemimpinan Presiden berakhir, maka sudah 13 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Cetakan ke-3, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006, hal. 227. 14 Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada, Reformasi Hukum Ketatanegaraan, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2008, hal. 215.

dapat dipastikan bahwa fungsi checks and balances tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Dengan demikian, salah satu hal yang bisa ditimbulkan akibat hubungan yang harmonis dengan tidak berjalannya fungsi checks and balances tersebut ialah terabaikannya kepentingan rakyat yang memberikan mereka mandat secara langsung untuk mensejahterakan segenap bangsa ini. Sebab fungsi pengawasan yang dimiliki oleh lembaga perwakilan rakyat tersebut tidak akan berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Berbagai pertanyaan akan muncul dengan sendirinya. Apakah cara yang paling tepat yang bisa dilakukan Presiden dalam menyusun kabinet? Pertimbangan apakah yang akan dipergunakan dalam penyusunan kabinet tersebut? Kesemuanya itu dikembalikan lagi kepada Presiden, karena alasan hak prerogatif yang tidak boleh dicampurtangani oleh siapapun termasuk Wakil Presiden. Apabila diperhatikan dengan seksama, penerapan sistem multipartai pada sistem pemerintahan presidensial bukanlah hal yang pas untuk dipadukan. Karena keduanya dipilih secara langsung oleh rakyat (pemilih). Bila suatu ketika mayoritas suara di parlemen menentukan pilihan politik yang berbeda dengan Presiden, maka hubungan antara kedua lembaga tersebut akan berantakan, karena sistem pemerintahan presidensial sering kali terjebak dalam pemerintahan yang terbelah (divided government) antara pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif. Hal ini merupakan salah satu hal yang harus dijadikan sebagai pertimbangan oleh Presiden terpilih dalam proses penyusunan dan pembentukan kabinet. Presiden harus mampu mempelejari semua kemungkinan yang akan

terjadi jika hendak menyusun dan membentuk kabinet agar terciptanya hubungan yang baik antara legislatif degan eksekutif dengan tidak mengenyampingkan fungsi checks and balances tersebut. B. Permasalahan Berdasarkan pada pengamatan penulis yang bersumber dari beberapa literatur baik yang berbentuk peraturan perundang-undangan maupun yang menggambarkan kondisi sosial politik masyarakat Indonesia dewasa ini, maka untuk pemahaman lebih lanjut, perlu kiranya dikemukakan beberapa permasalahan yang berkisar sebagai berikut: 1. Bagaimana tinjauan terhadap sistem pemerintahan di Indonesia setelah amandemen UUD 1945? 2. Bagaimana pembentukan kabinet pada sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pasca amandemen UUD 1945? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui tinjauan terhadap sistem pemerintahan di Indonesia setelah amandemen UUD 1945. b. Untuk mengetahui pembentukan kabinet pada sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pasca amandemen UUD 1945

2. Manfaat Diharapkan penelitian yang dilakukan ini akan memberikan manfaat antara lain: a. Secara teoritis Skripsi ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan dokumentasi dalam segi hukum terhadap persoalan pembentukan kabinet pada sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pasca amandemen UUD 1945. b. Secara praktis Secara praktis penelitian ini ditujukan kepada segenap kalangan, baik itu praktisi hukum, aparat penegak hukum, para penyelenggara negara, dan semua pihak yang ingin mengetahui bagaiamana pembentukan kabinet pada sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pasca amandemen UUD 1945. Penelitian ini Juga dapat bermanfaat terhadap segenap pimpinan partai politik dan kadernya yang turut meramaikan panggung pemilu, serta terhadap setiap orang yang ingin menjadi calon Presiden, agar mengetahui bagaiamana pembentukan kabinet pada sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pasca amandemen UUD 1945. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum. Skripsi ini berjudul Pembentukan Kabinet pada Sistem Pemerintahan

Presidensial di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum dan skripsi ini asli serta bukan plagiat ataupun diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari sebuah proses penemuan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ada skripsi yang sama, maka akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya. E. Tinjauan Kepustakaan Untuk memberikan pemahaman terhadap penelitian ini, berikut akan diberikan beberapa pengertian terkait dengan objek penelitian ini. Sistem pemerintahan adalah sistem hukum ketatanegaraan, baik yang berbentuk monarki maupun republik, yaitu mengenai hubungan antarpemerintah dan badan yang mewakili rakyat. 15 Kemudian Mahfud MD menambahkan bahwa sistem pemerintahan dapat juga dipahami sebagai suatu sistem hubungan tata kerja antarlembaga-lembaga negara. 16 Secara singkat ada dua jenis sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan parlementer ialah sistem pemerintahan yang tugas pemerintahannya dipertanggungjawabkan oleh para menteri ke parlemen. Parlemen dapat menjatuhkan mosi tidak percaya kepada kabinet, tetapi 15 Harun Alrasyid dalam Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi : Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 23. 16 Moh. Mahfud MD dalam ibid.

pemerintah juga dapat membubarkan parlemen apabila parlemen dianggap tidak mewakili kehendak rakyat. 17 Sedangkan sistem pemerintahan presidensial ialah sistem pemerintahan yang tugas-tugas eksekutifnya dijalankan dan dipertanggungjawabkan oleh Presiden. Dalam menjalankan tugasnya, Presiden dibantu oleh wakil Presiden dan para menteri. 18 Koalisi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, dimana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat. Dalam pemerintahan dengan sistem parlementer, sebuah pemerintahan koalisi adalah sebuah pemerintahan yang tersusun dari koalisi beberapa partai. Dalam hubungan internasional, sebuah koalisi bisa berarti sebuah gabungan beberapa negara yang dibentuk untuk tujuan tertentu. Koalisi bisa juga merujuk pada sekelompok orang/warganegara yang bergabung karena tujuan yang serupa. Koalisi dalam ekonomi merujuk pada sebuah gabungan dari perusahaan satu dengan lainnya yang menciptakan hubungan saling menguntungkan. 19 Pemerintahan koalisi adalah kabinet dalam pemerintahan parlementer, di mana beberapa partai bekerja sama. Alasan yang biasanya menyebabkan pembentukan koalisi ialah karena tidak adanya partai yang secara sendirian dapat mencapai mayoritas suara di parlemen. Selain itu, sebuah pemerintahan koalisi mungkin juga dibentuk dalam masa kesulitan atau krisis nasional, misalnya selama masa perang, untuk memberikan kepada pemerintah tingkat legitimasi 17 http://id.wikipedia.org/wiki/sistem_pemerintahan_parlementer, diakses pada tanggal 12 Mei 2010. 18 http://id.wikipedia.org/wiki/sistem_pemerintahan_presidensial, diakses pada tanggal 12 Mei 2010. 19 http://id.wikipedia.org/wiki/koalisi, diakses pada tanggal 12 Mei 2010.

politik yang tinggi yang dibutuhkannya; selain juga peranan dalam mengurangi pertikaian politik internal. Pada saat seperti itu, partai-partai akan membentuk koalisi semua partai (terkadang juga disebut "pemerintahan persatuan nasional", atau "koalisi akbar"). Umumnya jika suatu koalisi runtuh, maka pengambilan suara untuk mosi kepercayaan atau mosi tidak percaya akan dilaksanakan. 20 Kabinet adalah suatu dewan menteri yang bertugas membantu Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan sehari-hari. Jumlah menteri dalam tiaptiap kabinet tidak selalu sama, tergantung kebijaksanaan Presiden atau pimpinan kabinet yang bersangkutan. Begitu juga dengan sebutan terhadap kabinet tersebut berbeda-beda, misalnya: Wakil Perdana Menteri, Menteri Utama, Menteri Koordinator, Menteri Negara, Menteri Inti, Menteri (Pemimpin Departemen), Menteri Muda dan lain-lain. F. Metode Penelitian Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini dan agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah, diperlukan data yang relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka diterapkan metode pengumpulan data sebagai berikut: 1. Sifat dan jenis penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di 20 http://id.wikipedia.org/pemerintahan_koalisi, diakses pada tanggal 12 Mei 2010.

dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputus oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process). 21 Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan pada data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif. 22 Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. 23 Logika kelimuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumbersumber hukum, peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, dokumendokumen terkait dan beberapa buku mengenai pembentukan kabinet pada sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pasca amandemen UUD 1945. 2. Sumber data Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Adapun data sekunder yang dimaksud ialah: a. Bahan hukum primer 21 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 118 22 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodoligi Penelitian Hukum Normatif, UMM Press, Malang, 2007, hal. 57. 23 J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 3.

Yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. 24 Bahan hukum primer dalam tulisan ini diantaranya UUD 1945. b. Bahan hukum sekunder Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan dalam pembentukan kabinet, seperti: seminarseminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. c. Bahan hukum tertier Yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukukm primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain. 3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara peneletian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan. 24 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, hal. 19.

Tahap-tahap pengumulan data melaui studi pustaka adalah sebagai berikut: 25 a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian. b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan. c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan. d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian. Agar dapat diperoleh hasil yang baik yang bersifat objektif ilmiah, maka dibutuhkan data-data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran akan hasilnya, maka dalam hal ini data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan alat pengumpul data melalui studi dokumen, yaitu berupa penelitian yang mempelajari dan memahami bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian ini. Studi dokumen dari literatur yang berasal dari kepustakaan ataupun sumber lain yang berkaitan dengan masalah pembentukan kabinet pada sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pasca amandemen UUD 1945. 4. Analisis Data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan 25 Ronitijo Hanitijo Soemitro, Metodoligi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 63.

dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dengan skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. 26 Data yang didapat dari penelitian studi dokumen ini disusun secara sistematik untuk memperoleh deskripsi tentang pembentukan kabinet pada sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pasca amandemen UUD 1945. Analisis data yang dilakukan secara kuantitatif, 27 yaitu dengan cara penguraian, menghubungkan dengan peraturan-peraturan yang berlaku, menghubungkan dengan pendapat pakar hukum. Untuk mengambil kesimpulan dilakukan dengan pendekatan deduktif. G. Sistematika Penulisan Bab I : Bab ini merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II : Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengaturan sistem pemerintahan Republik Indonesia menurut UUD 1945. Bab III : Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengaturan kementerian negara dan kabinet menurut UUD 1945, struktur organisasi lembaga kementerian negara, kedudukan, tugas pokok dan fungsi 26 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1997, hal.71. 27 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2006, hal. 32.

kementerian, serta pengangkatan, pemberhentian, dan pertanggungjawaban menteri negara. Bab IV : Dalam bab ini akan dibahas mengenai pembentukan kabinet pada sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pasca amandemen UUD 1945, serta praktek koalisi dalam pembentukan kabinet pada sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pasca amandemen UUD 1945. Bab V : Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran mengenai pembahasan yang telah dikemukakan.