Retna Gumanti 1 ABSTRAK. Kata Kunci : Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUUVII/2010, anak tidak sah, hubungan keperdataan.

dokumen-dokumen yang mirip
H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

IMPLIKASI PUTUSAN MK TERHADAP STATUS HUKUM ANAK DI LUAR NIKAH. Abdul Halim Musthofa *

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak:

Oleh : Dr.H.Chatib Rasyid,SH.,MH. (Ketua PTA BANDUNG) A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2012 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun Hal ini berarti bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1 Hatinya yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB V PENUTUP. 1. Permohonan pengujian judicial review diajukan oleh Machica. kekuatan hukum dengan segala akibatnya. Machica dan putranya,

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

BAB III KEWARISAN TERHADAP ANAK DI LUAR NIKAH PASCA- PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/ PUU-VIII/ 2010

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

Dwi Astuti S Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perkawinan tidak dapat dikatakan sempurna apabila belum

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

Jurnal Ilmiah DUNIA ILMU Vol.2 No.1 Maret 2016

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

BAB III LEGISLASI ANAK LUAR NIKAH MENURUT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) Anak merupakan harapan untuk menjadi sandaran di kala usia

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ketentuan syari'at sesuai dengan maksud pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

P E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia secara bersih dan terhormat.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO: PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

PUTUSAN Nomor : 301/Pdt.G/2011/PA.Pkc.

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

Transkripsi:

AKIBAT HUKUM ANAK YANG DILAHIRKAN DI LUAR PERKAWINAN YANG SAH MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUUVII/2010 TENTANG ANAK YANG LAHIR DI LUAR PERKAWINAN Retna Gumanti 1 ABSTRAK Tulisan ini di dasari ketertarikan penulis terhadap adanya revisi undangundang Perkawinan pasal 43 ayat (1), yang mana revisi tersebut mengubah aturan dalam masyarakat mengenai kedudukan anak di luar nikah, sebelum adanya revisi tersebut hubungan keperdataan anak diluar nikah hanya mengikuti garis keturunan ibu dan keluarga ibu, namun setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi maka hubungan keperdataan anak diluar nikah tidak hanya memiliki hubungan kepardataan dengan ibu, namun juga memiliki hubungan kepardataan dengan ayah biologis. Sehingga setelah adanya putusan ini maka ayah biologis tetap memiliki tanggung jawab kepada anaknya, dari biaya menyusui hingga keperluan hidup hingga dewasa. Kata Kunci : Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUUVII/2010, anak tidak sah, hubungan keperdataan. A. Pendahuluan Mahkamah Konstitusi membuat keputusan revolusioner pada Jumat 17 Februari 2012. Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal 43 ayat (1) UU No 1/1974 tentang Perkawinan diubah dan menjadi "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan Ibunya dan keluarga Ibunya serta dengan laki-laki sebagai Ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga Ayahnya". Revisi Undang-undang perkawinan itu juga bertujuan untuk memberi efek jera bagi laki-laki yang suka mempermainkan perempuan, tapi tidak bertanggung jawab atas perbuatan 1 Penulis adalah lulusan Magister Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, sekarang menjadi dosen tetap di Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Sultan Amai Gorontalo untuk mata kuliah Hukum Perdata dan Hukum Niaga. 17

Al-Mizan Vol. 9 No. 1 Juni 2013 yang melanggar norma-norma yang berlaku. Ayah biologis harus bertanggung jawab terhadap Anak yang dilahirkan. Sebelum diuji materi, pasal 43 ayat 1 menyebutkan Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan Ibu dan keluarga Ibunya. Sementara setelah diuji materi menjadi Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan kedua orang tua biologis dan keluarganya dapat mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk memperoleh pengakuan dari Ayah biologisnya melalui Ibu biologisnya. Argumentasi yang melandasi keputusan ini antara lain bahwa setiap Anak adalah tetap Anak dari kedua orangtuanya, terlepas apakah dia lahir dalam perkawinan yang sah atau di luar itu, dan bahwasanya dia berhak memperoleh layanan dan tanggung jawab yang sama dalam perwalian, pemeliharaan, pengawasan dan pengangkatan Anak. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang menyangkut hak asasi manusia (HAM). B. Rumusan Masalah Dengan mengacu pada latar belakang permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka masalah penelitian ini mencakup dua rumusan berikut: 1. Bagaimanakah Tinjauan Hukum Islam terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUUVII/2010 Tentang Anak Yang Lahir Di Luar Perkawinan? 2. Bagaimanakah Akibat Hukum Anak yang dilahirkan di Luar Perkawinan yang Sah Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUUVII/2010 Tentang Anak Yang Lahir Di Luar Perkawinan? C. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Umum Mengenai Perkawinan a. Pengertian Perkawinan Dalam KHI pasal 2 dinyatakan bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan Gholidon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan juga disebut dengan nikah yaitu melakukan suatu aqad atau perjanjian untuk mengikat diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan sadar sukarela dan keridhoan kedua belah pihak, serta untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang diridhoi Allah SWT. Menurut Undang-Undang No 1 tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan 18 Akibat Hukum Anak yang dilahirkan di Luar Perkawinan yang Sah

ISSN: 1907-0985 membentuk keluarga yang kekal dan bahagia berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut KUHPerdata perkawinan adalah persetujuan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang secara hukum untuk hidup bersama dalam jangka waktu yang cukup lama. Walaupun ada perbedaan pendapat tentang pengertian perkawinan, tetapi dari semua rumusan yang dikemukakan diatas ada satu unsur yang merupakan kesamaan dari seluruh pendapat, bahwa perkawinan atau pernikahan merupakan perjanjian perikatan antara seorang laki-laki dan seorang wanita. Perjanjian yang dimaksud disini bukan sembarang perjanjian, seperti perjanjian jual beli atau sewa menyewa, tetapi perjanjian dalam nikah adalah perjanjian suci untuk membentuk keluarga antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan suci. Disini dilihat dari segi keagamaannya. b. Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun perkawinan adalah hakikat dari perkawinan itu sendiri. Tanpa adanya salah satu rukun, maka perkawinan tidak bisa dilaksanakan. Syarat perkawinan harus ada didalam perkawinan, tetapi tidak termasuk dalam hakikat perkawinan. Rukun nikah merupakan bagian dari hakikat perkawinan dan wajib dipenuhi. Kalau tidak terpenuhi pada saat berlangsungnya perkawinan, maka perkawinannya dianggap batal. Rukun perkawinan meliputi : calon suami, calon Isteri, wali, saksi-saksi, akad nikah (ijab Qabul). Dalam KHI pasal 14 tercantum rukun-rukun perkawinan, meliputi : 1. Calon suami, 2. Calon isteri, 3. Wali, 4 Saksi 5. Ijab qabul Sedangkan syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya pernikahan. Jika syarat-syarat terpenuhi, pernikahan menjadi sah yang menimbulkan adanya segala kewajiban dan hak-hak pernikahan. Syarat pernikahan adalah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun perkawinan, yaitu syarat bagi calon mempelai laki-laki, calon mempelai perempuan, wali, saksi dan ijab qabul. 2 c. Tujuan Perkawinan Ada beberapa tujuan yang biasanya melekat dalam setiap suatu perkawinan yaitu 1) menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi hajat tabiat kemanusiaan 2) mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta, kasih, dan 3) memperoleh keturunan yang sah. Tujuan perkawinan adalah untuk memenuhi tuntutan, hajat dan tabiat kemanusiaan dalam berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta 56l 2 M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak, ( Malang: UIN Malang Press, 2008), Retna Gumanti 19

Al-Mizan Vol. 9 No. 1 Juni 2013 dankasih sayang serta untuk memperoleh keturunan yang sah dalam lingkungan Masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh ajaran Islam. Firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Ar-rum ayat 21 : dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan olehnya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda bagi kaum yang berfikir 2. Tinjauan Umum tentang Anak Sah a. Anak Sah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Seorang Anak yang sah (wettig kind) ialah Anak yang dianggap lahir dari perkawinan yang sah antar Ayah dan Ibunya. Kepastian seorang Anak sungguh-sungguh Anak Ayahnya tentunya sukar didapat. Sehubungan dengan itu, oleh undang-undang ditetapkan suatu tenggang kandungan yang paling lama, yaitu 300 hari dan suatu tenggang kandungan yang paling pendek, yaitu 180 hari. Seorang Anak yang lahir 300 hari setelah perkawinan orang tuanya dihapuskan, adalah Anak tidak sah.3 Jikalau seorang Anak dilahirkan sebelumnya lewat 180 hari setelah hari pernikahan orang tuanya, maka Ayahnya berhak menyangkal sahnya Anak itu, kecuali jika ia sudah mengetahui bahwa istrinya mengandung sebelum pernikahan dilangsungkan atau jika ia hadir pada waktu dibuatnya surat kelahiran dan surat kelahiran ini turut ditandatanganinya sendiri. Penyangkalan sahnya Anak tidak tergantung pada terus berlangsungnya atau dihapuskannya perkawinan, begitu pula tidak tergantung pada pertanyaan apakah Anak itu masih hidup atau telah meninggal, meskipun sudah barang tentu seorang Anak yang lahir mati tidak perlu disangkal sahnya. Selanjutnya si Ayah dapat juga menyangkal sahnya Anak dengan alasan istrinya telah berzina dengan lain lelaki, apabila kelahiran Anak itu disembunyikan. Disini si Ayah itu harus membuktikan bahwa istrinya telah berzina dengan lelaki lain dalam waktu antara 180 dan 300 hari sebelum kelahiran Anak itu. Tenggang waktu untuk penyangkalan, ialah satu bulan jika si Ayah berada di tempat kelahiran Anak, dua bulan sesudah ia kembali jikalau ia sedang berpergian waktu Anak dilahirkan atau dua bulan setelahnya ia mengakui tentang kelahiran Anak, jika kelahiran itu disembunyikan. 3 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa,1985), 48. 20 Akibat Hukum Anak yang dilahirkan di Luar Perkawinan yang Sah

ISSN: 1907-0985 Apabila tenggang waktu tersebut telah lewat, si Ayah itu tak dapat lagi mengajukan penyangkalan terhadap Anaknya. Pembuktian keturunan harus dilakukan dengan surat kelahiran yang diberikan oleh Pegawai Pencatatan Sipil. Jika tidak mungkin didapatkan surat kelahiran, hakim dapat memakai bukti-bukti lain asal saja keadaan yang nampak keluar, menunjukan adanya hubungan seperti antara Anak dengan orang tuanya. b. Anak Sah Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Asal usul Anak merupakan dasar untuk menunjukkan adanya hubungan kemahraman (nasab) dengan Ayahnya. Demikianlah yang diyakini dalam fiqih sunni. Karena para ulama sepakat bahwa Anak zina atau Anak li an, hanya mempunyai hubungan nasab kepada Ibu dan saudara Ibunya. Berbeda dengan pemahaman ulama syi i bahwa Anak zina tidak mempunyai hubungan nasab dengan Ibu atau bapak zinanya, karena itu pula Anak zina tidak bisa mewarisi keduanya. 4 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 mengatur tentang asal usul Anak dalam pasal 42, 43 dan 44. Selengkapnya akan dikutip di bawah ini : Pasal 42 : Anak yang sah adalah Anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Pasal 43 : (1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan Ibunya dan keluarga Ibunya (2) Kedudukan Anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 99 : Anak yang sah adalah : a. Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah b. Hasil pembuahan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut. Pasal 100 : Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan Ibunya dan keluarga Ibunya. Pasal 101 : Seorang suami yang mengingkari sahnya Anak, sedang isteri tidak menyangkalnya, dapat meneguhkannya pengingkarannya dengan li an 220. 4 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), Retna Gumanti 21

Al-Mizan Vol. 9 No. 1 Juni 2013 Jadi Anak sah menurut hukum positif termasuk didalamnya Hukum Islam di Indonesia, adalah Anak yang lahir dari atau akibat perkawinan yang sah. Sepanjang bayi itu lahir dari Ibu yang berada dalam ikatan perkawinan yang sah, ia disebut sebagai Anak sah. 5 3. Tinjauan Umum Tentang Anak Tidak Sah Berkaitan dengan Anak yang tidak sah terdapat dua macam kasus posisi Anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah dalam hukum keperdataan indonesia. 6 1) Anzak yang dihasilkan dari suatu perzinahan, Anak ini dilahirkan akibat dari hubungan intim antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah atau lebih lazim disebut zina. Baik secara fikih klasik maupun fikih kontemporer yang tertuang dalam qanun Indonesia, Anak ini dinyatakan bukan sebagai Anak yang sah dari Ibu dan bapaknya biologisnya. Dalam perempuan yang hamil karena perzinahan, maka dapat dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya berdasarkan pasal 53 ayat (1) KHI, akan tetapi apakah dengan hal tersebut Anak yang dilahirkan dapat dikatakan sebagai Anak yang sah?. Terdapat dua penafsiran atas pasal 42 UU No.! tahun 1974 jo. Pasal 99 KHI. Pendapat pertama menafsirkan bahwa setiap Anak yang dihasilkan akibat hubungan suami isteri atau perkawinan yang tidak sah, maka Anaknya pun tidak sah. Baik Anak tersebut lahir pada saat laki-laki dan perempuan yang berzina tersebut telah menikah ataupun lahir tanpa Ayah sekalipun. Pendapat kedua menafsirkan, bahwa Anak yang sah adalah pada saat ia lahir orang tuanya berada dalam perkawinan yang sah, meskipun janin Anak tersebut terbentuk dari hubungan suami isteri yang haram pada saat Ayah dan Ibu dari Anak tersebut belum menikah akan tetapi telah melakukan hubungan suami isteri. Meskipun demikian pendapat ini dibatasi, yaitu apabila perempuan yang mengandung Anak tersebut menikah dengan laki-laki yang menghamilinya pada saat usia kandungan belum mencapai 4 bulan. 2) Anak yang dihasilkan atas perkawinan yang tidak dicatatkan di KUA, atau lebih dikenal dengan istilah perkawinan dibawah tangan, secara 5 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung,1983), 72. 6 Asep Ridwan, Wasiat Wajibah Bagi Anak di Luar Perkawinan yang Sah, dalam Makalah waris Islam, 2. 22 Akibat Hukum Anak yang dilahirkan di Luar Perkawinan yang Sah

ISSN: 1907-0985 fikih perkawinan tersebut sah, akan tetapi tidak diakui oleh undangundang. Dalam hal perkawinan dibawah tangan, untuk mendapatkan legalitas maka dapat dilakukan melalui isbat nikah ke Pengadilan Agama. Apabila permohonan isbat nikah dikabulkan, maka Anak yang terlahir atas perkawinan tersebut dengan serta merta menjadi sah dan diakui keperdataannya oleh Undang-undang. Akan tetapi selama perkawinannya tidak diisbatkan tentu keberadaan Anak juga tidak diakui, karena perkawinannyapun tidak ada. Peraturan perundang-undangan memberikan opsi hukum bagi perkawinan yang tidak tercatat di KUA untuk mendapatkan pengakuan hukum melalui jalur pengesahan perkawinan melalui putusan pengadilan. Dalam kompilasi Hukum Islam diatur dalam pasal 7 yaitu : (1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah (2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan isbath nikahnya ke Pengadilan Agama (3) Isbath nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan : (a) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian (b) Hilangnya akta nikah (c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan (d) Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang No. 1 tahun 1974 (4) Yang berhak mengajukan permohonan isbath nikah ialah suami atau isteri, Anak Anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu. Akan tetapi bagi seseorang yang mengajukan isbath nikah atas perkawinannya dengan isteri kedua (poligami), tetapi berlaku ketentuan poligami sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 4 dan 5, serta dalam kompilasi Hukum Islam Pasal 55 s/d 59. Akan tetapi manakala permohonan isbat nikah itu ditolak baik karena alasan bahwa ternyata dalam proses pemeriksaan persidangan pernikahan tersebut adalah pernikahan atas seorang laki-laki dengan seorang perempuan dimana laki-laki tersebut masih dalam suatu ikatan pernikahan dengan wanita lain (poligami) sedangkan alasan dan prosedur poligami tidak dapat dipenuhi sehingga karenanya hakim menolak permohonan tersebut, maka tentu saja secara formil perkawinan itu dianggap tidah ada. Bilamana tidak terjadi perkawinan, maka tentu saja keberadaan Anakpun menjadi tidak diakui. Sehingga Anak yang terlahir dari Retna Gumanti 23

Al-Mizan Vol. 9 No. 1 Juni 2013 perkawinan sirri yang ditolak oleh pengadilan dikategorikan sebagai Anak diluar perkawinan. Apabila Anak tidak mendapatkan legalitas sebagai Anak yang sah, maka undang-undang menyatakan Anak tersebut hanya memiliki hubungan keperdataan dengan Ibunya dan keluarga Ibunya saja. Dengan demikian maka hak-hak keperdataan Anak terhadap Ayah dan keluarga Ayah menjadi tidak ada. Hak-hak yang hilang tersebut adalah : 1) Hak saling mewarisi baik sebagai dzawil furud maupun sebagai ashobah 2) Biaya penyusuan 3) Hak untuk mendapatkan biaya pemeliharaan pada saat belum dewasa 4) Mendapatkan perwakilan dalam melakukan perbuatan hukum pada saat belum dewasa 5) Hak-hak untuk mendapatkan nafkah baik lahir maupun batin, dan hak-hak keperdataan lainnya. 7 D. Tinjauan Hukum Islam terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUUVII/2010 Tentang Anak Yang Lahir Di Luar Perkawinan. Islam memandang bahwa Anak merupakan amanat dari Allah SWT, dimana orang tua berkewajiban memenuhi kebutuhan materil meliputi sandang-pangan-papan juga kebutuhan moril berupa pendidikan, kasih sayang, bimbingan dan sebagainya. Barang siapa yang menyia-nyiakan amanat dengan melalaikan kewajiban sebagai orang tua maka dinyatakan sebagai perbuatan dosa. Hal tersebut disinyalkan dalam beberapa ayat dalam al-quran diantaranya : sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat (Q.S. An-Nisa:58) Selain daripada Islam memandang Anak sebagai amanat Allah SWT, Islam juga memandang bahwa setiap Anak yang dilahirkan adalah dalam keadaan suci, ia tidak memiliki dosa, dan tidak pula dibebankan dosa atas orang tuanya. Bahkan Islam memandang, bahwa setiap orang bertanggung jawab atas amalnya sendiri, tidak ada dosa seseorang dapat dipikulkan kepada orang lain. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra : Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, setiap Anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak 7 R. Sugandi, KUHP dan penjelasannya (Surabaya: Usaha Nasional, 2004), 302 24 Akibat Hukum Anak yang dilahirkan di Luar Perkawinan yang Sah

ISSN: 1907-0985 mempersekutukan Allah) tetapi orang tuanya lah yang menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani atau majusi sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan yang sempurna. Apakah kau melihatnya buntung? Baik secara syariat agama Islam, maupun berdasarkan Undang- Undang Anak-Anak wajib dilindungi segala hak-haknya, dan oleh karena itu kewajiban negara untuk melindungi hal tersebut. Kaitannya dengan Anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah negara harus tetap melindungi hak-hak tanpa dikurangi sedikitpun. Anak yang lahir diluar perkawinan tidak boleh sampai kehilangan dari Ayahnya berupa hak mendapatkan harta peninggalan, hak biaya penyusuan, hak untuk mendapatkan biaya pemeliharaan pada saat belum dewasa. 8 E. Akibat Hukum Anak yang dilahirkan di Luar Perkawinan yang Sah Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUUVII/2010 Tentang Anak Yang Lahir Di Luar Perkawinan Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai hubungan Anak diluar nikah dengan Ayah Biologis berawal dari perkara yang diajukan oleh Hj. Aisyah Mochtar atau yang dikenal dengan nama beken Machica Mochtar, janda almarhum Moerdiono yang menikah poligami secara siri (tidak tercatat) sehingga keberadaan Anaknya yang bernama Muhammad Iqbal Ramadhan tidak diakui secara hukum sebagai Anak sah. Perkara ini didaftarkan pada Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010. Perkara yang diuji materiilkan adalah pasal pada undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 2 ayat (2) dan pasal 43 ayat (1). Pasal 2 ayat (2) berbunyi : tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 43 ayat (1) berbunyi : Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan Ibunya dan keluarga Ibunya Menurut pengusul uji materil, kedua pasal tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 pasal 28B ayat (1) dan (2) serta pasal 28D ayat (1). Pasal 28 B ayat (1) setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Pasal 28B ayat (2) setiap Anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi Pada Jumat 17 Februari 2012. Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal 43 ayat (1) UU No 1/1974 tentang Perkawinan diubah dan menjadi 8 Bappeda Kota Gorontalo, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2013pasal 105 point c yang berbunyi biaya pemeliharaan ditanggung oleh Ayahnya Retna Gumanti 25

Al-Mizan Vol. 9 No. 1 Juni 2013 "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan Ibunya dan keluarga Ibunya serta dengan laki-laki sebagai Ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga Ayahnya". Dengan putusan ini, maka Anak hasil nikah siri atau pun di luar nikah berhak mendapatkan hak-haknya dari sang Ayah seperti biaya hidup, akte lahir hingga warisan. Putusan yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi dilandasi adanya ketidak adilan terhadap Anak, karena pada dasarnya setiap Anak tidak pernah meminta untuk dilahirkan kedunia, dan kesalahan orang tua selayaknya tidak dibebankan pada Anak. Oleh karena itu Mahkamah Konstitusi mewajibkan kepada Ayah biologis untuk bertanggung jawab terhadap Anak yang lahir atas perbuatannya di luar nikah, putusan itu didasarkan atas beberapa pendekatan sebagai berikut : a. Pendekatan melalui teori victim (korban) Kasus yang menjadi materi dalam putusan Mahkamah Konstitusi adalah berawal dari adanya perkawinan siri yang dilakukan oleh seorang mentri dengan seorang artis tanpa izin dari isteri pertama, maka Pengadilan Agama menolak isbat poligami tersebut dan berdampak pada tidak diakuinya Anak yang terlahir dari poligami tersebut. Maka sesungguhnya perbuatan poligami tersebut adalah perbuatan pidana. Pelanggaran delik tanpa izin isteri pertama melanggar pasal 279 ayat 1 dan 2 KUHP yang menyatakan diancam dengan pidana paling lama 5 tahun. (1) Barang siapa mengadakan pernikahan padahal diketahui bahwa pernikahan atau pernikahan-pernikahannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu (2) Barang siapa mengadakan pernikahan padahal diketahui bahwa pernikahannya atau pernikahan-pernikahan pihak lain menjadi penghalang yang sah untuk itu. Kemudian, bahwa perbuatan poligami sirri tanpa izin isteri pertama dalam ranah perdata merupakan perbuatan yang melanggar hukum perikatan, karena pada hakikatnya pernikahan termasuk pada perikatan dan dengan melakukan pernikahan kedua tanpa izin isteri pertama dapat diartikan mencederai perikatan tersebut hingga dikategorikan wanprestasi. Hal tersebut dapat pula dikategorikan perbuatan melawan hukum karena melanggar Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal 4 dan 5 jo Kompilasi Hukum Islam pasal 55 s.d 59 Dari dua hal tersebut seharusnya yang bersalah adalah pasangan yang melakukan poligami siri tersebut, dan oleh karenanya ketika putusan hakim menolak permohonan isbatnya, dan berujung pada tidak diakuinya perkawinan, hal tersebut demi keadilan merupakan hukuman bagi orang 26 Akibat Hukum Anak yang dilahirkan di Luar Perkawinan yang Sah

ISSN: 1907-0985 yang berbuat salah. Bilamana perbuatan salah yang dilakukan oleh orang tua, berakibat kepada Anak yang harus menjadi korban dengan menanggung hukuman tidak memiliki hak keperdataan atas Ayahnya, maka sesungguhnya hal ini sangat mencederai hakikat keadilan b. Pendekatan Hukum dan perundang-undangan Tercabutnya hak-hak keperdataan Anak yang disebabkan bukan karena perbuatannya, sesungguhnya mencederai rasa keadilan dan bertentangan dengan beberapa prinsip yang terdapat dalam Undang-undang. Diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Bertentangan dengan prinsip persamaan di hadapan hukum (equity before the law), karena dengan mencabut hak keperdataan Anak diluar nikah terhadap Ayah menjadikan kedudukan Anak menjadi tidak sama dimata hukum 2) Bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (1) yang berbunyi : segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya 3) Bertentangan dengan Undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak pasal 4 yang berbunyi : setiap Anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi 4) Dengan hilangnya hak-hak keperdataan Anak dari Ayahnya diatas, maka hilanglah pula hak-hak untuk mendapat pendidikan, nafkah, perlindungan dan sebagainya dari Ayahnya tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan pasal 1 ayat 12 UU No. 23 tahun 2002 yang berbunyi : hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, Masyarakat, pemerintah dan negara. 5) Bertentangan dengan Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang hak Azasi Manusia yang juga mengatur tentang perlindungan Anak yang menyatakan setiap Anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, Masyarakat, dan negara. Hak Anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak Anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. Setiap Anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan c. Pendekatan Islam Islam memandang Anak adalah amanah dari Allah SWT, dimana orang tua memiliki kewajiban untuk mebesarkan Anak tersebut dan membekalinya dengan ilmu dan akhlakul karimah. Dan jika orangtua melalaikannya maka orang tua tersebut tidak akan luput dari perbuatan dosa besar. Retna Gumanti 27

Al-Mizan Vol. 9 No. 1 Juni 2013 Terkait dengan Anak yang dilahirkan diluar nikah, selayaknya orang tua biologisnya tetap dibebani tanggung jawab terthadap kelangsungan hidup Anak yang dilahirkannya, hal ini disebabkan karena dosa orang tua tidak dapat dibebankan kepada Anak. Hal ini ditegaskan dalam ayat al quran sebagai berikut : Katakanlah: apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu, dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan (Q.S al An am) Dari tiga pendekatan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam keadaan apapun, sesungguhnya setiap Anak harus dapat dilindungi hakhaknya, termasuk hak keperdataan. Dan mengurangi hak keperdataan Anak yang tidak sebabkan karena kesalahan Anak adalah sesuatu yang mencederai hakikat keadilan. F. Kesimpulan 1. Bahwasannya putusan Mahkamah Konstitusi mengenai uji materi Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Tidak bertentangan dengan syariat Islam, hal ini dikarenakan bahwa dalam salah satu ajaran Islam mengatakan bahwa dosa pribadi tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain, dalam hal ini dosa yang dilakukan oleh orang tua tidak selayaknya ditanggung oleh Anak. Selain itu Islampun mewajibkan kepada orang tua untuk bertanggung jawab pada Anak-Anak yang dilahirkan hingga dewasa. Oleh karenanya putusan Mahkamah Konstitusi dianggap mampu menjawab permasalahan menganai kedudukan Anak tidak sah. 2. Bahwa Akibat Hukum Anak yang dilahirkan di Luar Perkawinan yang Sah Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUUVII/2010 Tentang Anak Yang Lahir Di Luar Perkawinan yang mana Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal 43 ayat (1) UU No 1/1974 tentang Perkawinan diubah dan menjadi "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan Ibunya dan keluarga Ibunya serta dengan laki-laki sebagai Ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga Ayahnya". Dengan putusan ini, maka Anak hasil nikah siri atau pun di luar nikah berhak mendapatkan hak-haknya dari sang Ayah seperti biaya hidup hingga dewasa, pendidikan, hingga warisan dari ayah biologisnya serta hubungan keperdataan lainnya 28 Akibat Hukum Anak yang dilahirkan di Luar Perkawinan yang Sah