: Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa

dokumen-dokumen yang mirip
: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN MELALUI MEDIA KARTU KATA BERGAMBAR

BAB I PENDAHULUAN. yang menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. sensitif dan akan menentukan perkembangan otak untuk kehidupan dimasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah secara umum agar

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari membaca mempunyai makna yang. penting. Membaca bukan saja sekedar memandangi lambang-lambang tertulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia. menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan hakikatnya, bahasa dimiliki oleh manusia saja. Tuhan memberi

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Agustiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membaca dan keterampilan menulis. Anak-akan dituntut untuk dapat berbicara,

NIM. K BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Ingatan adalah salah satu bagian dalam kognisi. Kata ingatan merupakan

BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas seolah-olah

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Research and Development untuk Mengoptimalkan Kemampuan Membaca Anak Retardasi Mental Berbasis Audio Video

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia 4 sampai 5 tahun memiliki rasa ingin tahu dan sikap antusias

BAB I PENDAHULUAN. pembagian kemampuan berbahasa, menulis selalu diletakkan paling. akhir setelah kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan

BAB I PENDAHULUAN. mahluk individu maupun mahluk sosial. Salah satu keterampilan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGURANGAN BERSUSUN MELALUI MEDIA GELAS BILANGAN PADA SISWA TUNAGRAHITA. Sufiana

Implementasi Komunikasi Instruksional Guru dalam Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C1 Dharma Rena Ring Putra I Yogyakarta Oleh :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Membaca merupakan salah satu di antara empat keterampilan berbahasa

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Deteksi Dini Pola Gangguan Artikulasi Pada Anak Tunagrahita Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika mempunyai peran penting dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erma Setiasih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan adalah suatu hal yang harus dikuasai oleh manusia berkaitan dengan

BAB I PENDAHULAN A. Latar belakang Penelitian Lina Rahmawati,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayu Dwi Sulistiyo, 2014

2014 PEMBELAJARAN SENI GRAFIS TEKNIK SABLON UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB ASYIFA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar

BAB I PENDAHULUAN. tahun atau di bawahnya) dalam bentuk pendidikan formal. Kurikulum TK

Panduan Observasi. No. Indikator Hal Yang diamati 1. Guru PAI sebagai membimbing, menuntun, member tauladan, dan membina. disampaikan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ali Murtadho Fudholy, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang dituangkan melalui instrumen atau suara dengan unsur dasar melodi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Seiring zaman yang selalu berkembang dan dunia pendidikan yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Sudah berabad-abad yang lalu manusia menggunakan bahasa, baik bahasa tubuh, tulisan,

MENINGKATKAN KETAHANAN DUDUK BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS I MELALUI PLANNED HUMOR MENGGUNAKAN BONEKA TANGAN (SSR di SLB Negeri 1 Padang)

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

Bagaimana? Apa? Mengapa?

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN TATA BUSANA PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VII SMPLB DI SLB-B PRIMA BHAKTI MULIA KOTA CIMAHI

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pusti Mustika, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan.artinya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

PENGARUH MEDIA PERMAINAN PUZZLE TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL HURUF VOKAL PADA ANAK TUNA GRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III SLB N SLEMAN ARTIKEL JURNAL

sendiri dari hasil pengalaman belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II HASIL BELAJAR DAN METODE DRILL. terpenting dalam pembelajaran. Menurut Nana Sudjana 1, definisi dari. dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono, 2

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Neti Asmiati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari learning disability. Learning

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Judul : Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Nama Penulis : Widad Nabilah Yusuf (209000274) Pendahuluan Soemantri (2006) mengatakan tunagrahita memiliki pengertian seorang anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut memiliki arti yang sama dengan kondisi anak yang kecerdasaannya jauh dibawah rata - rata ditandai dengan keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Hal tersebut menyebabkan anak tuna grahita memiliki kesulitan dalam program pendidikan yang di sekolah biasa secara klasikal, sehingga anak keterbelakangan ini membutuhkan layanan pendidikan secara khusus disesuaikan dengan kemampuan anak. Bentuk penyesuaian diri anak tunagrahita di antaranya yaitu ingin mandiri, memiliki keinginan sama dengan orang normal, interaksi sosial, memiliki kontrol diri, serta percaya diri. Faktor-faktor yang menjadi penyebab penyesuaian diri pada anak tunagrahita yaitu faktor fisik, psikologis serta faktor lingkungan, yaitu adanya perhatian dari lingkungan, seperti anggota keluarga dan tetangga sekitar tempat tinggal subjek. Dalam upaya penyesuaian dirinya, anak tunagrahita membutuhkan peran orangtua yang baik, yaitu yang memberikan dukungan dan pengasuhan yang tepat. Peran orangtua meliputi dukungan materi, dukungan perhatian, penerimaan orangtua, nasehat dan pengasuhan (Triana dan Andriany, 2010). Guru juga memiliki peranan dalam mendidik anak tunagrahita. Salah satunya keberhasilan pendidikan di sekolah bagi anak tunagrahita ringan yaitu ditentukan oleh mampu atau tidaknya seorang anak tunagrahita ringan membaca huruf, menggabung huruf menjadi kata. Tidak ada kegiatan pembelajaran di sekolah yang tidak mensyaratkan perlunya kemampuan membaca bagi anak didiknya. Anak tunagrahita ringan pada umumnya gagal dalam suatu kegiatan pembelajaran yang disebabkan oleh kemampuan membacanya yang sangat rendah meskipun dalam segi kemampuan termasuk anak yang mampu didik (Nurzalenawati, 2013). Oleh karena itu, metode dalam pembelajaran bahasa lisan memiliki

peran penting untuk anak tunagrahita dalam kelancaran berbahasa untuk kehidupan sosialnya nanti. Layanan pendidikan pada anak tunagrahita dalam mengikuti pembelajaran memiliki pandangan negatif bahwa anak tunagrahita tidak memiliki keinginan untuk mengikuti pelajaran atau kurang adanya pemberian metode yang bervariasi dari guru. Hal tersebut mengakibatkan anak cepat merasa bosan dan ingin keluar kelas sehingga hasil belajar yang diharapkan kurang tercapai dengan baik (Nurzalenawati, 2013). Anak tunagrahita juga memiliki stereotype yaitu anak yang tidak memiliki ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, mudah teralihkan atau rentang perhatian yang pendek. Sehingga, karakteristik mendidik yang relevan untuk anak tunagrahita yang mengalami penurunan perhatian dalam pembelajaran merupakan sifat umum pada setiap anak tunagrahita. Di Indonesia, sekolah - sekolah luar biasa C untuk menangani anak-anak tunagrahita dan cacat mental lainnya sudah didirikan semenjak tahun 1950an. Seluruh sekolah luar biasa menyerahakan pengelolaannya pada pihak swasta. Hal tersebut menyebabkan pemerintah hanya memberikan garis- garis besar pendidikan berdasarkan pendidikan umum dan tidak disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak luar biasa C yaitu bagi anak tunagrahita (Wibowo, 2009). Sedangkan, anak yang mengalami tunagrahita membutuhkan penanganan atau bimbingan khusus untuk masalah sosial atau perkembangan bahasa untuk berinteraksi di lingkungan sosial. Pembimbing tunagrahita juga harus mempunyai kemampuan khusus dalam membimbing karena anak tunagrahita tidak seperti anak normal lainnya pada tahapan seusianya. Hal tersebut dikarenakan anak-anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam intelegensi maka mereka juga memiliki keterbatasan untuk memahami dan menyampaikan yang mereka ketahui. Kecenderungan umum pada anak tunagrahita untuk menekankan pengembangan keterampilan fisik dan sosial, dengan keyakinan bahwa anak-anak dengan keterbelakangan mental memiliki potensi yang minim dalam pengembangan kognitif. Heward dan Kubina menjelaskan adanya sebuah stereotip dalam kelompok sosial memberikan sebutan bagi anak tunagrahita yaitu "anak terbelakang mental" yang memiliki pengertian "lambat belajar" dan membutuhkan pengajaran yang lambat. Secara khusus kurikulum yang tersedia saat ini, tidak memperhitungkan tingkat kapasitas belajar seperti kelancaran berbahasa pada anak tunagrahita (Cavallini, Berardo dan Perini, 2010)

Pemahaman dan penggunaan bahasa merupakan sarana komunikasi yang efektif yang digunakan sebagian orang untuk berinteraksi. Menurut Piaget, pikiran membentuk bahasa sehingga tanpa pikiran, bahasa tidak akan ada. Pemerolehan bahasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan kognitif secara keseluruhan. Perkembangan kosa kata pada anak adalah hasil dari peralihan intelek kepada representasi akal atau mental. Bahasa distrukturi oleh nalar sehingga perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Hal tersebut menyebabkan perkembangan kognitif menentukan perkembangan bahasa seseorang (Rahayu, 2011). Perkembangan bahasa akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan seseorang pada umumnya. Anak normal memiliki perbedaan dengan anak yang mengalami keterbelakangan mental yaitu memiliki keterbatasan dalam pengembangan bahasanya (Pruthi, 2013). Abbeduto dan Rosenberg (Rahayu, 2011), anak-anak dengan keterbelakangan mental menghadapi kesulitan khususnya pada tingkat kognitif dan perkembangan bahasanya. Kelemahan pada anak tunagrahita ringan memiliki kesamaan pada setiap anak yaitu dalam perkembangan bahasa anak tunagahita dinyatakan dalam bentuk kekurangan perbendaharaan kata, kelemahan artikulasi, kebiasaan untuk berbicara dengan menggunakan kata-kata yang terpisah satu sama lain. Golongan tunagrahita yang ringan yaitu anak yang dapat dididik pada masa dewasanya kelak yaitu usia mental yang mereka capai setara dengan anak usia delapan tahun hingga usia sepuluh tahun sembilan bulan. Anak tunagrahita memiliki rentang IQ antara 55 hingga 69 yaitu pada usia satu hingga lima tahun. Anak tunagrahita sering kali sulit dibedakan dengan anak-anak normal sampai mereka menjadi remaja yaitu umur 16 tahun. Anak tunagrahita ringan biasanya mampu mengembangkan keterampilan komunikasi dan mampu mengembangkan keterampilan sosial (Wibowo, 2009). Wicks-Nelson (Wibowo, 2009), meskipun anak tunagrahita memiliki kemampuan yang sangat terbatas, akan tetapi masih memiliki harapan bahwa anak-anak tersebut masih kesempatan untuk dilatih, dibimbing dan didukung. Sehingga, anak tunagrahita dapat mengembangkan potensi-potensinya, membantu dirinya sendiri dan memiliki harga diri yang sama pada anak-anak pada umumnya. Intinya adalah agar anak tunagrahita dapat memfungsikan potensi-potensi yang masih ada dalam dirinya terutama agar dapat menjalani hidup yang bermartabat dan tidak tergantung pada orang lain.

Sekolah luar biasa (SLB) merupakan sekolah yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Anak-anak berkebutuhan khusus dididik dan dipelajari berbagai keterampilan dan keahlian khusus yang sekiranya dapat menyiapkan bekal bagi orang-orang kebutuhan khusus setelah lulus dari sekolah dan terjun dalam masyarakat normal (Susanto, 2008). Bahasa merupakan faktor yang terpenting pada setiap individu normal maupun yang memiliki kebutuhan khusus. Sehingga, peran dukungan lingkungan terhadap pengembangan anak tunagrahita yaitu ditegaskan pada posisi pendidikan dan posisi pengembangan anak tunagrahita (Wibowo, 2009). Hal tersebut mendukung pada proses penanganan tunagrahita khususnya dalam metode pembelajaran yang dapat dilakukan oleh orang tua atau guru-guru yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus mengenai perkembangan bahasa. Salah satunya anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan kognitifnya yaitu anak tunagrahita ringan yang masih dapt dididik. Dari data berikut akan dijabarkan beberapa metode pembelajaran bahasa bagi anak tunagrahita ringan dan efektifitasnya yang dapat mempermudah anak tunagrahita dalam pembelajaran. Pembahasan Menurut Piaget (Rahayu, 2011), pikiran membentuk bahasa sehingga tanpa pikiran maka bahasa tidak akan ada. Pemerolehan bahasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan kognitif secara keseluruhan. Perkembangan kosa kata pada anak adalah hasil dari peralihan intelek kepada representasi akal atau mental. Bahasa distrukturi oleh nalar sehingga perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Hal tersebut menyebabkan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa. Sehingga, proses pembelajaran pada anak tunagrahita ringan tidak dapat diperoleh secara singkat. Proses yang diawali dengan mengenalkan huruf dengan menghafal dan membaca. Berdasarkan hasil penelitian oleh Nurzalenawati (2013), penelitian tersebut mengenai pengajaran pada anak tunagrahita melalui metode fenotis. Metode tersebut mengajarkan pada siswa yaitu bunyi setiap huruf dan bunyi kombinasi huruf. Bunyi huruf juga disebutkan dengan memperkenalkan bentuk huruf pada siswa. Oleh karena itu, siswa akan diajarkan logografis yaitu simbol dari tiap-tiap huruf. Biasanya metode ini digunakan siswa tidak perlu menghafal sedemikian banyak suku kata namun anak tunagrahita hanya perlu menguasai bunyi dari setiap huruf sedikitnya 26 bunyi huruf. Pada setiap huruf memiliki tiga komponen

utama sebagai identitas huruf. Pertama,bentuk atau ciri-ciri (simbol atau logo), nama (identitas) dan bunyi (fonetik). Landasan berfikirnya metode ini adalah menawarkan jalan keluar dari kelemahan baca (Reading Disabilities) dengan membuat anak mudah dan cepat mengenal bentuk, bunyi huruf dan kombinasinya. Hasil penelitian ini menunjukan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga metode fonetis menjadi lebih efektif. Hal ini tercemin oleh adanya kemauan siswa yang sangat tinggi, siswa tidak cepat bosan, serta berupaya untuk memahami materi pembelajaran (Nurzalenawati, 2013). Metode fenotis ini umumnya digunakan untuk anak tunagrahita sedang maupun ringan karena pada umumnya bentuk kesulitan yang dialami anak tunagrahita sedang adalah kemampuan dasar akademik seperti membaca, menulis dan berhitung dan tunagrahita rendah mengenai kemampuan pembendaharaan yang kurang. Metode ini dapat digunakan karena anak tunagrahita sedang dan ringan termasuk kedalam anak yang mampu latih dan didik. Jadi, dalam proses belajar mengajar bahasa indonesia seorang guru harus menguasai ilmu pengetahuan kebahasaan, keterampilan penyajian, kreatif dan inovatif sehingga guru tidak hanya sebagai pelaksana yang baik saja tetapi juga mampu menemukan cara-cara mengajar yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran (Nurzalenawati, 2013). Berdasarkan hasil penelitian lainnya oleh Febriana (2013), dapat diketahui bahwa individu yang mengalami tunagrahita ringan dengan menggunakan kegiatan intervensi peneliti dengan bermain hilang dalam pasir ini merupakan bentuk bermain dengan menggunakan kartu huruf, yaitu anak tunagrahita ringan diminta untuk mencari bentuk huruf sesuai dengan huruf yang kita sebutkan kepada anak. Kemudian anak diminta untuk membacakan huruf yang telah diambil dari dalam pasir tersebut. Hasil menunjukan metode dianggap efektif pada anak tunagrahita ringan. Menurut Moh. Amin dalam Febriana (2013), anak tunagrahita ringan lancar berbicara tetapi perbendaharaan kata-kata kurang, kesukaran berpikir abstrak, tetapi masih dapat mengikuti pelajaran akademik. Kecerdasan berpikir paling tinggi pada seorang anak tunagrahita ringan sama dengan anak normal usia 12 tahun. Berdasarkan hasil penelitian oleh Rahayu (2011), penelitian ini mengenai pengajaran anak tunagrahita ringan dalam pembelajaran mengarang dengan stimulus kartu bergambar. Metode ini menggunakan bantuan kartu bergambar yaitu jika stimulus gambar berjumlah satu, maka isi karangan yang dibuat oleh siswa hanya ada satu kalimat, sedangkan jika stimulus gambar berjumlah empat, maka isi karangan hanya ada empat kalimat. Metode ini memacu anak tunagrahita ringan dalam mengarang menjadi lebih kreatif dengan menggunakan kata-

kata dengan menceritakan atau menulis. Selain itu, gambar yang menyertai bacaan atau yang dijadikan bahan pijakan untuk menulis dan mengarang yang mendorong kemampuan berbahasa dalam tulisan dan lisan. Namun, anak tunagrahita ringan sering kali tidak memahami gambar yang ditunjukan saling berkaitan sehingga setiap kalimat tidak berkesinambungan Proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah luar biasa pada anak tunagrahita membutuhkan kesabaran dibandingkan dengan anak normal lainnya. Hal tersebut disebabkan anak tungrahita membutuhkan pengulangan dalam pembelajaran. Sebagian sekolah luar biasa juga sering kali menyamakan bentuk pengajaran antara tunagrahita yang memiliki tingkat klasifikasi antara ringan, sedang dan berat. Hal tersebut mengalami perbedaan penanganan anak tunagrahita pada setiap tingkat klasifikasinya. Anak tunagrahita ringan termasuk anak yang mampu didik, anak tunagrahita sedang termasuk dalam tingkat anak mampu latih sedangkan anak tunagrahita berat memiliki tingkat anak mampu latih namun masih harus memiliki penanganan khusus. Permasalahan yang dialami oleh anak tunagrahita dalam kelas yaitu cenderung kurang menggunakan komunikasi verbal yaitu subjek mengangguk, menunjuk atau sering kali guru menggunakan bahasa isyarat. Oleh karena itu diperlukan metode yang sesuai dalam pengajaran anak tunagrahita dengan tingkat klasifikasi ringan, sedang dan berat. Sekolah luar biasa merupakan tempat yang menyediakan pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus. Karakteristik umum pada anak tunagrahita dalam konsentrasi membuat guru memberikan pengajaran ekstra pada anak tunagrahita. Metode pembelajaran yang dilakukan pada anak tunagrahita merupakan proses yang diawali dengan mengenal, mengeja huruf dan membaca melalui pengenalan setiap huruf dan kata dengan mengeja yang diperlukan keterampilan khusus. Cara pengajarannya yaitu dengan memberikan metodemetode pengajaran seperti metode fenotis, bermain dengan pasir dan mengarang dengan menggunakan stimulus kartu. Metode fenotis dapat digunakan untuk mengenal huruf yang memberikan hasil yang efektif pada anak tunagrahita ringan, metode bermain dengan pasir dapat digunakan pada anak tunagrahita ringan sedangkan metode mengarang dapat digunakan pengajaran bahasa mengenai lisan maupun tulisan. Metode tersebut digunakan dengan cara yang bervariasi yang bertujuan agar mengikuti pembelajaran agar tidak bosan, anak-anak tunagrahita dapat berkonsentrasi dan memiliki pembendaharan kata-kata bagi anak tunagrahita.

Kesimpulan dan saran Proses pembelajaran yang dilakukan untuk anak tunagrahita tidak hanya menunjang dalam segi akademik akan tetapi lingkungan sosial yang akan menjadi tempat bagi anak tunagrahita dalam membawa hidupnya menjadi mandiri. Alasan tersebut menjadi sebuah tujuan pengajaran bahasa yang dilakukan untuk anak tunagrahita ringan. Sehingga, anak yang berkebutuhan khusus dapat tidak mengalami ketergantungan terhadap orang terdekatnya. Kesesuaian pengajaran pada kebutuhan khusus yang dimiliki anak tunagrahita ringan akan menunjang kemampuan anak tunagrahita dalam berprestasi dalam bidangnya masingmasing. Berdasarkan teori-teori mengenai metode pengajaran bahasa pada anak tunagrahita ringan yang diperoleh, maka peneliti ingin memberikan saran untuk menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan anak tunagrahita ringan. Proses pembelajaran bahasa diawali oleh pembelajaran mengenal huruf pada metode fenotis. Metode ini dapat digunakan untuk anak tunagrahita yang mampu didik yaitu tunagrahita ringan. Metode fenotis merupakan metode yang mengajarakan mengenai pembendaharaan kata. Pada metode ini, anak tunagrahita diajarkan mengenai pelafalan dan bentuk huruf. Dalam penelitian anak tunagrahita, metode fenotis memiliki kelebihan yaitu anak tunagrahita diajarkan pelafalan setiap huruf. Hal tersebut menyebabkan anak tunagrahita dapat melafalkan huruf secara benar dan menghafal bentuk huruf. Sedangkan, kekurangan dalam metode fenotis yaitu anak tunagrahita ringan sering kali bosan dalam mengikuti pembelajaran sehingga diperlukan metode bermain agar anak tunagrahita tertarik dalam mengikuti pembelajaran. Metode fenotis digunakan sebagai proses awal dalam pengajaran bahasa lisan pada anak tunagrahita ringan. Selanjutnya, metode bermain dengan pasir yaitu mendorong anak tunagrahita dalam untuk menghafal huruf. Kelebihan dalam metode ini adalah anak-anak dapat mengahafal dengan cepat dengan bentuk dan bunyi huruf yang telah disebutkan. Metode bermain dengan pasir juga dapat dikatakan efektif yaitu siswa yang menggunakan metode ini dapat terlihat peningkatannya. Namun, kekurangan dalam metode ini adalah belum memiliki variasi dengan penggabungan huruf dengan menjadi sebuah kata. Selanjutnya, metode yang menggunakan stimulus kartu bergambar dengan tujuan anak dapat mengarang dengan membuat kalimat baik berupa tulisan atau lisan. Kelebihan dalam metode ini yaitu anak tunagrahita menjadi tertarik dalam belajar dengan menggunakan kartu

yang bergambar. Namun, kekurangan metode melalui stimulus kartu bergambar yaitu anak tunagrahita diharuskan sudah mengenal dan mempelajari bentuk huruf-huruf serta cara membacanya dengan benar. Selain itu, metode ini memiliki keterbatasan yaitu jumlah satu kartu menghasilkan satu kalimat. Hal tersebut menyebabkan metode ini akan efektif dengan menggunakan beberapa kartu yang mendorong anak untuk menceritakan gambar pada sebuah kartu. Metode ini dapat dikatakan sebuah proses pada anak tunagrahita untuk merangkai katakata sesuai dengan kemampuannya. Metode-metode diatas yang mengajarkan bahasa lisan pada anak tunagrahita ringan memiliki kekurangan dan kelebihan. Pada metode fenotis dan bermain dengan pasir merupakan metode yang efektif digunakan pada pengajaran awal yang berhubungan dengan pengajaran bentuk dan bunyi huruf. Namun, metode dengan stimulus bergambar dapat diajarkan apabila subjek telah mengenal huruf dan pengetahuan kata-kata.

Daftar Pustaka Cavallini, F., Berardo, F. dan Perini, S. (2010). Mental retardation and reading rate: effects of precision teaching. University of Parma: Parma. Febriana, S.(2013). Efektifitas Bermain Hilang dalam Pasir untuk Meningkatkan Kemampuan Mengenal Huruf pada Anak Tunagrahita Ringan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus. Volume: 1, Nomor: 1 diakses pada 12 September 2013 dari http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu/article/download/936/791%e2%80%8e Nurzalenawati, S. (2013). Meningkatkan Kemampuan Membaca Kata melalui Metode Fenotis Bagi Anak Tuna Grahita. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus.Volume: 1, Nomor: 2 diakses pada 12 September 2013 dari http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu/article/view/1155 Rahayu, E. (2011). Pengaruh Jumlah Stimulus Gambar dalam Kemamapuan Mengarang pada Siswa Menengah Luar Biasa Tunagrahita Ringan. Volume: 14, Nomor: 1 diakses pada 12 September 2013 dari http://www.unika.ac.id/lppm/images/uploaded/files/2_estirahayu.pdf Soemantri, T.S. (2006). Karakteristik dan Masalah Perkembangan Anak Berbakat: Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika. Susanto, B. (2008). Penyam(b)un(g) Suara Lidah Rakyat. Cet. Ke-1. Yogyakarta: Kanisius. Triana, N,Y. dan Andriany, M. (2010). Family Stress And Coping With Mentally Retarded Child In SLB C and SLB C1 Widya Bhakti Semarang. Universitas Diponegoro: Semarang. Wibowo, S.M. (2009). Penanganan Anak Tuna Grahita diakses pada 12 September 2013 dari http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/penanganan_tuna_grahita.pdf Pruthi, G. (2013). Language Development in Children With Mental Retardation. National Council of Educational Research and Training diakses pada 15 September 2013 dari http://dynapsyc.org/2013/languagedevelopment.pdf