BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Suatu perusahaan menjalankan bisnisnya tidak hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup (going concern) usahanya. Kelangsungan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. atau lebih dan masing-masing pihak yang terlibat dalam kontrak mencoba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2002) auditing adalah Suatu proses sistematis untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Masing-masing akan

BAB I PENDAHULUAN. pertama atau tepatnya pada tahun 1920-an akibat kondisi pasca perang.

BAB II OPINI AUDIT GOING CONCERN DAN MODEL-MODEL PREDIKSI KEBANGKRUTAN

BAB I PENDAHULUAN. karena telah menggunakan sumberdaya pemilik untuk menjalankan kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kondisi perekonomian suatu negara dapat ditandai dengan pergerakan dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukkan tingkat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan. dan dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perusahaan merupakan mesin perekonomian yang sangat berperan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2002:11) auditing adalah :

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan memperoleh laba (profit oriented). Menurut Anthony dan

BAB 2 LANDASAN TEORI & PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. antara agen (manajemen) dengan pemilik (principal). Agen diberi wewenang oleh

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Dalam landasan teori ini dijelaskan mengenai teori yang mendasari atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Laporan keuangan menurut PSAK no.1 revisi 2009 (IAI, 2012) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk dapat survive melainkan harus mampu memiliki keunggulan bersaing

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang berbeda kepentingan. Masalah agensi telah menarik perhatian yang sangat besar

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. antara agen (pihak manajemen suatu perusahaan) dengan principal (pemilik).

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

BAB 1 PENDAHULUAN. kelangsungan hidup (going concern) usahanya melalui asumsi going. concern. Kelangsungan hidup usaha selalu dihubungkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup (going concern). Going concern merupakan. mempertahankan hidupnya secara langsung akan mempengaruhi laporan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Keagenan Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori agensi menjelaskan adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Tinjauan Pustaka. Mulyadi (2002:11) mendefinisikan auditing : Berdasarkan definisi auditing tersebut terdapat unsur-unsur yang penting

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat pernyataan wajar dari auditor. Dalam melaksanakan proses

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Laporan audit penting dalam suatu audit atau proses atestasi lainnya karena

BAB I pengecualian (Unqualified Opinion), namun pada tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dari keberadaan suatu entitas bisnis ketika didirikan. Kelangsungan hidup

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan dunia bisnis di Negara tersebut. Dunia bisnis dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan instrumen penting yang harus disajikan oleh

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pelayanan akuntansi kepada masyarakat. UU no 5 tahun 2011 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu daya tarik bagi para investor. Investor biasanya menginvestasikan dananya pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buku atau akhir tahun fiskal hingga tanggal diterbitkannya laporan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. No Peneliti Tema Hasil 1 Rasmini & Juliantari (2013) Auditor Switching dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan merupakan versi game theory yang memodelkan proses kontrak antara

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari keberadaan suatu entitas bisnis selain untuk memaksimumkan

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 telah berlangsung. AFTA merupakan kerja

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (suprime mortgage) di Amerika Serikat yang membawa implikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Keuangan (PSAK) No.1 terdiri dari komponen-komponen, (a) Neraca, (b)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang yang kompeten dan independen.

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan mempertahankan kelangsungan usaha (going concern). Salah satu cara

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS KEMAMPUAN ENTITAS DALAM MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUPNYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan pada suatu periode akan melaporkan semua kegiatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup (going concern) entitas bisnis tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberi mandat kepada pihak lain, yaitu agen. Agen disini melakukan semua

BAB III METODE PENELITIAN. Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun Perusahaan yang menjadi

II. LANDASAN TEORI. Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, serta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis. Laporan keuangan memuat catatan-catatan tentang kegiatan bisnis yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. auditee. Ada lima jenis pendapat auditor (IAI,2001), yaitu: 1. pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion),

BAB I PENDAHULUAN. opini audit wajar dengan pengecualian (qualified audit opinion) dan opini audit

BAB II LANDASAN TEORI. (principal) yaitu investor dengan manajer (agent). Investor memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB II OPINI AUDIT GOING CONCERN. Opini audit going concern merupakan opini audit yang diberikan pada

BAB I PENDAHULUAN. (going concern) usahanya melalui asumsi going concern. Tujuan dari keberadaan

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Jensen dan Meckling menyatakan bahwa teori keagenan atau agency theory

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian adalah kemampuan perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan ekonomi. (Standar Akuntansi Keuangan, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan suatu entitas bisnis merupakan ciri dari sebuah lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan sarana utama melalui mana informasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Astuti dan Ramantha (2014) melakukan penelitian dengan judul pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi akhir-akhir ini sebagai rangkaian dari krisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (SPAP, 2004 alinea 1).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berdiri sendiri yang terpisah dari pemiliknya. Perusahaan yang telah didirikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Jensen dan Meckling (1976) mengatakan hubungan agensi adalah hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan merupakan tujuan yang dicapai untuk menarik stakeholders untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori kontijensi sebagai teori pemayung (grand

Kata Kunci : Disclosure, Debt Default, Kualitas Audit, Opini audit tahun sebelumnya, Going Concern.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari variabel-variabel yang terdapat di dalam penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Committee on Basic Accounting Concept-a statement of basic

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. usaha) dan principal (pemilik usaha). Didalam hubungan keagenan (agency

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Agensi Adanya hubungan kontrak antara pihak manajemen (agen) dengan pemilik entitas (prinsipal) telah digambarkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dalam penelitiannya. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat pada agen untuk mengelola operasional perusahaannya. Kondisi tersebut akhirnya menyebabkan terjadinya ketimpangan informasi atau biasa disebut dengan asymetri information. Asymetri information dapat terjadi karena agen memiliki informasi yang lebih lengkap daripada pihak prinsipal mengenai kondisi internal perusahaan yang sesungguhnya dan prospek perusahaan di masa depannya. Dalam penelitian Purbarini (2007) dapat disimpulkan bahwa agency cost merupakan risiko yang terjadi ketika seorang prinsipal membayar seorang agen untuk mengelola perusahaannya padahal kepentingan agen bertentangan atau tidak selaras dengan kepentingan prinsipal. Risiko ini jelas terjadi ketika pihak prinsipal berkeinginan untuk memaksimalkan laba atau peningkatan nilai investasi dalam perusahaan, sedangkan agen sendiri berkepentingan untuk mendapatkan kompensasi yang memadai atas kinerjanya. Sehingga ada kemungkinan agen dapat memanipulasi laporan keuangan karena adanya kepentingan yang tidak selaras dengan prinsipal.

Maka dibutuhkan adanya pihak ketiga yang independen akibat adanya konflik kepentingan tersebut. Auditor dinilai mampu menjembatani kedua kepentingan tersebut. Dalam fungsinya, auditor bertugas untuk menyediakan jasa penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan yang dibuat oleh agen, dengan hasil akhir berupa opini audit. Selain mengungkapkan kewajaran laporan keuangan tersebut, auditor juga harus mengungkapkan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Informasi tersebut harus diungkapkan dalam opini auditnya. 2.1.2. Opini Audit Laporan audit merupakan hasil akhir dari pemeriksaan atas laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor. Laporan audit berperan penting dalam audit atau proses atestasi lainnya karena menginformasikan pada para penggunanya terkait kegiatan audit yang dilakukannya dan kesimpulan mengenai kondisi entitas kliennya. Laporan audit terdiri dari 3 bagian yaitu paragraf pengantar, paragraf lingkup, dan paragraf pendapat. paragraf pendapat umumnya berisi penjelasan mengenai opini (pendapat) audit. Dalam (IAI, 2001: SA Seksi 508, paragraf 03) dijelaskan bahwa opini audit harus didasarkan atas standar auditing dan temuan-temuannya. Oleh karena itu, opini audit jelas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan audit. Menurut (IAI, 2001: SA Seksi 110, paragraf 01) juga dinyatakan bahwa tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam

semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Oleh karena itu, auditor bertanggung jawab besar dalam memberi penilaian tentang kemampuan entitas kliennya dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selama periode waktu pantas. Apabila terdapat keraguan auditor mengenai kemampuan entitas kliennya dalam kelangsungan usahanya, auditor diijinkan untuk memilih apakah akan mengeluarkan unqualified modified report, unqualified with explanatory language atau disclaimer opinion. Namun pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah karena acuan mengenai hal tersebut masih belum jelas. Auditor dapat memilih tipe pendapat yang akan diberikan pada laporan keuangan auditee berdasarkan setiap keadaan yang dijelaskannya. Terdapat lima tipe pendapat audit (IAI, 2001: SA Seksi 508) yaitu: 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Ini adalah pendapat yang dinyatakan dalam laporan auditor bentuk baku. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, jika memenuhi kondisi berikut ini : a) Prinsip akuntansi berterima umum digunakan untuk menyusun laporan keuangan. b) Perubahan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dari periode ke periode telah cukup dijelaskan. c) Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

2. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language) Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien, auditor dapat menerbitkan laporan audit baku ditambah dengan bahasa penjelasan. 3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan tersebut misalnya: a) Lingkup audit dibatasi oleh klien. b) Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisikondisi di luar kekuasaan klien maupun auditor. c) Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. d) Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten. 4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion) Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika auditor tersebut tidak dibatasi ruang lingkup auditnya, sehingga auditor tersebut dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan. 5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Keadaan yang menyebabkan auditor tidak memberikan pendapat adalah : a) Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit. b) Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.

2.1.3. Going Concern Going concern dapat diartikan sebagai kemampuan suatu entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Itu artinya diperlukan suatu proses atau kegiatan operasional entitas yang berkesinambungan agar entitas tersebut dapat bertahan hidup. Dikatakan bahwa going concern merupakan salah satu konsep yang paling penting yang mendasari pelaporan keuangan (Gary dan Manson, 2000 dalam Doris 2010). Dalam penelitian (Arens, 2002: 66) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketidakpastian mengenai kemampuan suatu entitas untuk mempertahankan kelangsungan usahanya terdiri dari: a. Kerugian operasi atau kekurangan modal kerja yang berulang dan signifikan. b. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya ketika jatuh tempo. c. Kehilangan pelanggan utama, terjadi bencana yang tidak dijamin oleh asuransi seperti gempa bumi, banjir, atau masalah ketenagakerjaan yang tidak biasa. d. Pengadilan, perundang-undangan, atau hal-hal serupa lainnya yang sudah terjadi dan dapat membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi. Sedangkan menurut (Altman dan McGough, 1974), masalah going concern terbagi menjadi dua yaitu masalah keuangan yang meliputi kekurangan (defisiensi) likuiditas, defisiensi ekuitas, penunggakan utang, kesulitan memperoleh dana, serta masalah operasi yang meliputi kerugian operasi yang terus-menerus, prospek pendapatan yang meragukan, kemampuan operasi terancam, dan pengendalian yang lemah atas operasi.

2.1.4. Opini Audit Going Concern Dalam menentukan opini audit, seorang auditor eksternal harus dapat mengaitkannya dengan penggunaan asumsi going concern pada penyusunan laporan keuangan. Auditor eksternal juga harus mampu mengidentifikasi setiap tahap kegagalan bisnis yang mungkin sedang dialami oleh kliennya agar dapat secara cermat menentukan opini audit yang akan diberikan. Menurut (Purba, 2009), informasi tersebut harus dilakukan dengan mengevaluasi bukti-bukti audit yang diperoleh selama pekerjaan lapangan dan evaluasi dilakukan dengan judgement pada saat menentukan opini audit yang akan diberikan. Apabila akhirnya auditor menerbitkan laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern, hal tersebut mengindikasikan bahwa ada keraguan auditor terhadap kemampuan kliennya untuk mempertahankan kelangsungan usahanya. PSA 29 paragraf 11 huruf d (IAI, 2001 : SA Seksi 508, paragraf 11) menyatakan bahwa keraguan yang besar tentang kemampuan suatu usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) merupakan keadaan yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), yang dinyatakan oleh auditor. Maka sebelum menerbitkan opini tersebut, auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan pembayaran hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang (Sembiring, 2010). Menurut (Boritz, 1991) tingkat

keraguan yang terhadap opini audit yang diterbitkan dapat diurutkan sebagai berikut: Tingkat Keraguan Tidak terdapat keraguan atau terdapat keraguan kecil (di bawah 20%) Keraguan signifikan (antara 20% hingga 49%) Keraguan besar (antara 50% hingga 70%) Keraguan sangat besar (dari 70% hingga 95%) Ketidakpercayaan atas asumsi going concern yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan (di atas 95%) Tabel 2.1 Pengaruh Tingkat Keraguan terhadap Opini Audit Laporan Keuangan Tidak perlu dilakukan pengungkapan Perlu dipertimbangkan pengungkapan akan adanya keraguan, penyebab adanya keraguan, rencana manajemen, dan potensi penyesuaian Perlu adanya pengungkapan akan adanya keraguan, penyebab adanya keraguan, rencana manajemen dan potensi penyesuaian Perlu adanya pengungkapan informasi mengenai adanya keraguan, akrual atas kerugian yang dapat diprediksi jika dapat diestimasi dan jika tidak dapat diestimasi, perlu diungkapkan informasi terkait dengan adanya potensi penyesuaian Apabila asumsi going concern yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan tidak berlaku, maka laporean keuangan harus disusun berdasarkan basis lain Sumber : Boritz, 1991 dalam Purba, 2009 Opini Audit Tidak Tidak dilakukan modifikasi atas laporan audit sepanjang dilakukan pengungkapan yang memadai Paragraf penjelasan pada laporan audit, walaupun pengungkapan pada laporan keuangan telah memadai Paragraf penjelasan pada laporan audit, walaupun pengungkapan pada laporan keuangan telah memadai Jika laporan keuangan disusun masih dengan menggunkan asumsi going concern, auditor wajib memberikan opini tidak wajar walaupun laporan keuangan mengungkapkan bahwa asumsi going concern tidak berlaku

Selain itu, beberapa kondisi yang juga menunjukkan masalah going concern telah diatur dalam (IAI, 2001: SA seksi 341, paragraf 05), yaitu sebagai berikut: a. Tren negatif, misalnya kerugian operasi yang berulangkali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang tidak baik. b. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, misalnya kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, rektrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva. c. Masalah inten, misalnya pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses projek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi. d. Masalah luar yang telah terjadi, misalnya pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang, atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi; kehilangan franchise, lisensi atau paten penting; kehilangan pelanggan atau pemasok utama; kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai. 2.1.5. Corporate Governance Bagi perusahaan go public, ketergantungan pada pembiayaan eksternal tentunya sudah menjadi hal yang biasa, misalnya melalui modal dan pinjaman. Hal tersebut tentunya melibatkan beberapa pihak untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup entitas tersebut misalnya pemegang saham, direksi, karyawan, dsb. Adanya hubungan antara para pemangku kepentingan tersebut dikenal dengan agency relationship. Kontribusi dari masing-masing pemangku kepentingan sebenarnya berdampak positif bagi perusahaan, namun adanya konflik kepentingan dari masing-masing pihak

sering menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan adanya tata kelola yang baik dalam suatu perusahaan (good corporate governance) untuk meminimalisir risiko kegagalan perusahaan tersebut. Corporate governance dapat didefinisikan sebagai mekanisme dan proses dimana perusahaan dijalankan. Menurut (Samanta, 2009 dalam Linoputri, 2010) pada tingkat yang paling dasar, corporate governance digambarkan sebagai suatu proses dimana perusahaan berusaha untuk meminimalisir biaya transaksi dan biaya keagenan terkait dengan bisnis yang dijalankan perusahaan. Jika perusahaan dikelola oleh manajemen dan dimiliki oleh pemegang saham yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip GCG, maka risiko kegagalan perusahaan tersebut akan sedikit. GCG akan tercapai apabila peranan CEO atau pengelola ditingkatkan (Purba, 2009). Pihak manajemen perlu memperhatikan prinsip GCG sebagaimana yang dijabarkan dalam Organization for Economic Cooperation and Development (dalam FCGI, 2000) yaitu sebagai berikut: transparency (transparansi), accountability (keterbukaan), responsibility (pertanggungjawaban), independency (independensi), dan fairness (keadilan). Menurut (Kaihatu,2006) komponen-komponen GCG tersebut penting karena penerapan prinsip GCG secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.

Elemen-elemen dalam mekanisme corporate governance yang akan diteliti adalah sebagai berikut: (1) Komite Audit (2) Kepemilikan terpusat (3) Kepemilikan manajerial 2.1.5.1. Komite Audit Peraturan BAPEPAM No. IX.I.5 : Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No: Kep-29/PM/2004 yang diterbitkan pada 24 Desember 2004 bagian C yaitu anggota komite audit sekurangkurangnya 3 (tiga) orang anggota. Sedangkan, jumlah keanggotaan tiga sampai lima merupakan jumlah yang cukup ideal menurut (Wijaya, 2000). Keanggotaan komite audit di Indonesia sendiri cukup bervariasi, disesuaikan dengan besar-kecilnya organisasi serta tanggung jawabnya. Dari penelitian-penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran komite audit maka akan semakin meningkatkan kualitas pengawasan sehingga manajemen perusahaannya pun menjadai lebih transparan dan akuntabel. Dalam (Pedoman Tata Kelola Perusahaan, PT Bursa Efek Indonesia, 2011) dijelaskan bahwa komite audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa perseroan telah menyajikan laporan keuangan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum; perseroan telah menerapkan pengendalian internal,

manajemen risiko dan GCG; serta fungsi audit eksternal dan audit internal telah berjalan dengan baik. Beberapa penelitian sebelumnya mendukung teori bahwa keberadaan komite audit positif pada perusahaan karena laporan keuangan yang disajikan menjadi lebih berkualitas sehingga akan menerima opini yang wajar dan non going concern dari auditor. 2.1.5.2. Kepemilikan Manajerial Hasil penelitian (Jensen dan Meckling, 1976) menyatakan bahwa peningkatan kepemilikan manajerial dalam perusahaan mendorong untuk menciptakan kinerja perusahaan secara optimal dan memotivasi manajer bertindak hati-hati, karena ikut menanggung konsekuensi atas tindakannya. Kepemilikan manajerial meliputi pemegang saham yang memiliki kedudukan dalam perusahaan sebagai kreditur maupun sebagai dewan komisaris, atau bisa dikatakan kepemilikan manajerial merupakan proporsi jumlah saham yang dimiliki oleh manajer dan direktur perusahaan (Setiawan, 2010). Semakin meningkatnya persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajer, diharapkan mampu memotivasi para manajer untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab dalam meningkatkan kemakmuran para pemegang saham. Sehingga manajer tidak hanya mengambil keputusan yang sesuai dengan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan laba, tetapi juga mengoptimalkan aktivitas investasi.

Kepemilikan manajerial dapat berfungsi sebagai mekanisme corporate governance sehingga dapat mengurangi tindakan manajer dalam memanipulasi laba (Herawaty, 2008). Namun demikian, persentase kepemilikan manajerial yang terlalu besar dapat berdampak negatif pada pemegang saham eksternal karena pengambilan keputusan yang diambil oleh pihak manajemen menjadi tidak dapat dikendalikan. 2.1.5.3. Kepemilikan Terpusat Kepemilikan terpusat merupakan suatu kondisi dimana sejumlah kecil pemilik memiliki porsi kepentingan yang besar dalam perusahaan (Violita dalam Linoputri, 2010). Proporsi kepemilikan atas saham perusahaan mencapai 20% (dua puluh persen) atau lebih. Proporsi kepemilikan yang semakin besar dinilai mampu mengontrol perusahaan dengan lebih mudah karena adanya kekuatan untuk membatasi tindakan manjemen yang kurang efektif sehingga dapat menjaga kelangsungan usaha perusahaan tersebut. Namun dalam penelitian (Felina dalam Linoputri, 2010) kepemilikan terpusat dapat membawa dua hipotesis yang berlawanan yaitu: pemegang saham mayoritas secara efektif mengendalikan perusahaan dan mengendalikan informasi akuntansi yang dihasilkan, sehingga akan menurunkan kredibilitas informasi akuntansi. Sementara di sisi lain, adanya kepemilikan terpusat, pemegang saham mayoritas akan berusaha meningkatkan kredibilitas informasi akuntansi yang dihasilkan.

Kepemilikan terpusat sendiri merupakan aspek yang penting dalam corporate governance karena dianggap sebagai salah satu faktor yang mampu mengatasi masalah keagenan. Adanya kepentingan dalam menjaga kelangsungan hidup perusahaan, membuat mereka akan berusaha untuk mengarahkan para manajer pada tindakan yang sejalan dengan tujuan pemilik perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa semakin terpusat kepemilikan saham akan meningkatkan keefektifan pengawasan terhadap manajemen terutama dalam hal peminjaman, sebab jumlah utang yang terlalu tinggi akan meningkatkan resiko financial distress yang terhadap going concern perusahaan. 2.1.6. Kualitas Audit Adanya asumsi dalam teori agensi bahwa manusia itu selalu self intererest. Maka dibutuhkan pihak ketiga yang independen yang menjembatani kepentingan antara prinsipal dengan agen, dalam hal ini disebut auditor eksternal. (Craswell et al., 1995 dalam Fanny dan Saputra 2005) menyatakan bahwa: Klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik besar dan yang memiliki afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik internasionallah yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review.

Pemilihan auditor dengan kualitas tinggi dinilai mampu meningkatkan tingkat kredibilitas laporan keuangan, karena KAP besar umumnya akan menjaga reputasi mereka dengan selalu berusaha meningkatkan kualitas kinerja mereka dalam mengaudit suatu perusahaan. Auditor yang berasal dari KAP besar cenderung lebih berani mengeluarkan opini audit going concern terhadap perusahaan yang memang seharusnya mendapatkan opini tersebut. Kualitas audit sering diproksikan dengan KAP yang berafiliasi dengan The Big Four maupun dengan Non Big Four. Ukuran KAP the big four didasarkan pada besarnya jumlah pendapatan yang diterima atas jasa audit atau jasa lainnya. Kategori KAP the big four di Indonesia terdiri dari: a. KAP Deloitte Touche Tohmatsu (Deloitte) yang berafiliasi dengan Hans Tuanakotta Mustofa & Halim; Osman Ramli Satrio & Rekan; Osman Bing Satrio & Rekan. b. KAP Ernst & Young (EY) yang berafiliasi dengan Prasetio Utomo & Co; Prasetio, Sarwoko & Sandjaja; Purwantono, Sarwoko & Sandjaja. c. KAP Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) yang berafiliasi dengan Siddharta-Siddharta & Widjaja. d. KAP Pricewaterhouse Coopers (PwC) yang berafiliasi dengan Hadi Sutanto & Rekan; Haryanto Sahari & Rekan; Tanudiredja Wibisana & Rekan. 2.1.7. Opini Tahun Sebelumnya Perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya akan cenderung menerima opini yang sama untuk tahun

berikutnya karena kegiatan usaha suatu perusahaan pada tahun tertentu berhubungan dengan keadaan di tahun sebelumnya. Dalam penelitian ini, opini audit tahun sebelumnya dikelompokkan menjadi dua yaitu auditee dengan opini going concern (GCAO) dan tanpa opini going concern (NGCAO). Mutchler (1984) menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Selain itu, Mutchler (1985) juga menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang lain. Hal ini didukung oleh penelitian Tampubolon (2011) dan Pandiangan (2013) yaitu opini going concern tahun sebelumnya positif secara signifikan terhadap opini audit going concern pada tahun berikutnya.

2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu Tabel 2.2 Tinjauan Peneliti Terdahulu No 1. 2. Peneliti/ Tahun Setyarno, dkk (2006) Januarti (2008) Judul Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI) Variabel Variabel dependen: Opini audit going concern Variabel independen: Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan Audit Variabel dependen: Opini audit going concern Variabel independen: Kondisi Keuangan, Audit Lag, Ukuran Perusahaan, Debt Default, Audit Client Tenure, Opini Sebelumnya, Kualitas Audit, Opinion Shopping dan Kepemilikan Alat Analisis Regresi Logistik Regresi Logistik Hasil Penelitian Kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya signifikan terhadap opini going concern sedangkan kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak signifikan terhadap opini audit going concern. Audit lag, opinion shopping, dan kepemilikan manajerial tidak signifikan sedangkan debt default, ukuran perusahaan, kondisi keuangan, audit client tenure, kualitas audit, dan opini tahun sebelumnya signifikan.

No 3. 4. Peneliti/ Tahun Linoputri (2010) Setiawan (2011) Judul Pengaruh Corporate Governance terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Audit, dan Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Variabel Variabel dependen: Opini audit going concern Variabel independen: Kepemilikan Terpusat, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Keluarga, Proporsi Komisaris Independen dan Keberadaan Komite Audit. Variabel dependen: Opini audit going concern Variabel independen: Faktor Perusahaan (Financial Distress, Opini Audit Sebelumnya, dan Debt Default), Kualitas Audit, dan Mekanisme Good Corporate Governance (Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, dan Audit) Komite Alat Analisis Regresi Logistik Regresi Logistik Hasil Penelitian Kepemilikan manajerial signifikan sedangkan kepemilikan terpusat, keberadaan kepemilikan keluarga, proporsi komisaris independen, dan keberadaan komite audit tidak signifikan. Financial distress dan opini audit sebelumnya positif dan signifikan, komisaris independen negatif dan signifikan, sedangkan debt default, kualitas audit, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komite audit tidak signifikan.

No Peneliti/ Tahun Judul Variabel Pengaruh Variabel Kualitas Audit, dependen: Opini Audit Opini audit Tahun going concern Sebelumnya, Variabel Leverage, dan independen: Pandiang Pertumbuhan Kualitas Audit, 5. an Perusahaan Opini Audit (2013) terhadap Tahun Opini Audit Sebelumnya, Going Concern Leverage, dan pada Perusahaan Pertumbuhan Manufaktur Perusahaan yang Terdaftar Di BEI Sumber: Hasil Olahan Peneliti (2014) Alat Analisis Regresi Logistik Hasil Penelitian Kualitas audit, Leverage, dan Pertumbuhan perusahaan tidak secara signifikan, sedangkan opini audit tahun sebelumnya signifikan. 2.3. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan suatu model yang menjelaskan hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah. Hubungan antara variabel bebas (independen) dengan variabel terikat (dependen) akan dihubungkan secara teoritis melalui kerangka konseptual. Adapun yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah komite audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan terpusat, kualitas auditor, opini audit tahun sebelumnya. Sedangkan variabel dependennya adalah opini audit going concern. Hubungan antara variabel-variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE Komite Audit (X1) H1 Kepemilikan Manajerial (X2) Kepemilikan Terpusat (X3) H2 H3 Penerimaan Opini Audit Going Concern (Y) Kualitas Audit (X4) H4 Opini Tahun Sebelumnya (X5) H5 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial dan tidak dapat mengetahui pengaruhnya secara simultan karena hasil pengujian dengan metode regresi logistik hanya ada pengujian secara parsial. Keberadaan komite audit dinilai pada perusahaan karena laporan keuangan yang disajikan akan menjadi lebih berkualitas sehingga akan menerima opini yang wajar dan non going concern dari auditor. Kepemilikan

manajerial meliputi pemegang saham yang memiliki kedudukan dalam perusahaan sebagai kreditur maupun sebagai dewan komisaris, atau bisa dikatakan kepemilikan manajerial merupakan saham yang dimiliki oleh dewan komisaris dan dewan direksi perusahaan. Semakin besar persentase kepemilikan manajerial dinilai dapat mempengaruhi kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Kepemilikan terpusat merupakan suatu kondisi dimana sejumlah kecil pemilik memiliki porsi kepentingan yang besar dalam perusahaan. Kepemilikan terpusat juga dinilai mampu mempengaruhi kemungkinan penerimaan opini going concern karena keberadaan kepemilikan terpusat dinilai mampu mempengaruhi pengawasan terhadap pengambilan keputusan para manajer. Kualitas audit dalam penelitian ini diproksikan dengan reputasi auditor. Auditor yang berasal dari KAP besar cenderung lebih berani mengeluarkan opini audit going concern terhadap perusahaan yang memang seharusnya mendapatkan opini tersebut karena adanya kepentingan untuk menjaga reputasi KAP mereka. Opini audit tahun sebelumnya yaitu opini audit yang diterima auditee 1 tahun sebelum tahun penelitian. Perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya, kemungkinan akan tetap menerima opini audit going concern pada tahun berikutnya. 2.4. Hipotesis Hipotesis merupakan penjelasan atau jawaban sementara mengenai perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi dan masih akan diuji kebenarannya lebih lanjut. Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Komite audit negatif terhadap penerimaan opini audit goingconcern pada perusahaan manufaktur. H2 : Kepemilikan manajerial negatif terhadap penerimaan opini audit going-concern pada perusahaan manufaktur. H3 : Kepemilikan terpusat negatif terhadap penerimaan opini audit going-concern pada perusahaan manufaktur. H4 : Kualitas audit positif terhadap penerimaan opini audit goingconcern pada perusahaan manufaktur H5 : Opini tahun sebelumnya positif terhadap penerimaan opini audit going-concern pada perusahaan manufaktur.