BAB I PENDAHULUAN. anggaran belanja pemerintah pusat berupa anggaran subsidi sebagai salah satu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. Pemerintah telah berupaya meningkatkan produksi tanaman pangan guna

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 04/Permentan/HK.140/2/2016 TANGGAL : 5 Pebruari 2016

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 46/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN BENIH NASIONAL

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 109/PMK. 02/2006 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Subsidi Benih. Prosedur Penggunaan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR 16/KPA/SK.310/C/2/2016 TENTANG

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum terjadinya reformasi keuangan di Indonesia, Laporan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance (Bappenas,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 562 KMK. 02/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 202/PMK.02/2010 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA UPAYA KHUSUS KEDELAI

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia mendorong terciptanya. rangka bentuk tanggungjawab pemerintah kepada masyarakat.

Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Terhadap Subsidi Pemerintah Pada PT Sang Hyang Seri (Persero)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Prosedur. Dana Cadangan. Benih Nasional. Benih Unggul.

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

2016, No Mengingat-----:--1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65,

ANALISIS ATAS HASIL AUDIT BPK SUBSIDI PUPUK DAN BENIH : BUKAN SEKADAR MASALAH ADMINISTRASI TAPI KELEMAHAN DALAM KEBIJAKAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 203/PMK.02/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. disahkan untuk periode satu tahun merupakan bentuk investasi pemerintah dalam

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/M-DAG/PER/6/2011 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 42/Permentan/OT.140/9/2008 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/M-DAG/PER/6/2011 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2014 Direktur Pupuk dan Pestisida, Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc NIP

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan anggaran menjadi topik menarik akhir-akhir ini. Fenomena APBN

KATA PENGANTAR. Jakarta, 3 Januari 2017 Direktur Jenderal Tanaman Pangan, HASIL SEMBIRING NIP

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tamba

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF MODEL BANTUAN BENIH DAN PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Terhadap Subsidi Pemerintah Pada PT Pertani (Persero)

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN PRODUKSI BERAS NASIONAL DALAM MENGHADAPI KONDISI IKLIM EKSTRIM

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pengendalian internal dibutuhkan dalam semua lingkungan

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus

2012, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran

Kebijakan PSO/Subidi Benih Untuk Padi, Kedelai dan Jagung

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI. Effektifitas Penyaluran Belanja Bantuan Sosial. I. Pendahuluan

Kebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan KATA PENGANTAR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang telah mengalami perubahan menjadi Undang-

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. suatu negara. Bangsa yang maju pasti tingkat pendidikan rakyatnya juga

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

Regulasi Penugasan Pemerintah kepada Perum BULOG 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 150/PMK.02/2011 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/SR.130/5/2010 TENTANG PEDOMAN UMUM BANTUAN LANGSUNG PUPUK TAHUN ANGGARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

DEPUTI BIDANG USAHA INDUSTRI PRIMER 08 FEBRUARI 2012

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan oleh

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan di Indonesia sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun

PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 1<? TAHUN 2013 KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN BUPATI BENGKAYANG,

BAB 1 INTRODUKSI. Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

PENGANTAR. Muhrizal Sarwani

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara, termasuk kebijakan anggaran belanja pemerintah pusat berupa anggaran subsidi sebagai salah satu instrumen utama kebijakan fiskal, menempati posisi yang sangat strategis dalam mendukung akselerasi pembangunan yang inklusif, berkelanjutan dan berdimensi kewilayahan untuk mencapai dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Melalui kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara, pemerintah pusat dapat secara langsung berperan aktif dalam mencapai berbagai tujuan dan sasaran program pembangunan di segala bidang kehidupan, termasuk dalam mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi antarkegiatan, antarprogram, antarsektor, dan antarfungsi pemerintahan, mendukung stabilitas ekonomi, serta menunjang distribusi pendapatan yang lebih merata. Salah satu fungsi anggaran yaitu fungsi distribusi, peranan terkait fungsi distribusi dilakukan melalui dukungan untuk pemberdayaan berbagai kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, kurang beruntung atau berkemampuan ekonomi terbatas. Peranan tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk pembayaran transfer antara lain berupa bantuan langsung seperti program keluarga harapan (PKH), alokasi anggaran bagi program-program dan kegiatankegiatan yang mendukung upaya pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan kerja, dan kesempatan berusaha. Implementasi dari langkah tersebut

2 antara lain adalah program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM), bantuan operasional sekolah (BOS), dan program jaminan kesehatan untuk masyarakat. Termasuk dalam fungsi ini, penyediaan berbagai jenis subsidi, baik subsidi harga barang-barang kebutuhan pokok (price subsidies), maupun subsidi langsung ke objek sasaran (targeted subsidies). Dalam upaya mengamankan produksi gabah/beras nasional serta antisipasi dan respon cepat untuk menghadapi kondisi iklim ekstrim, Presiden melalui Inpres Nomor 5 tahun 2011, telah mengeluarkan instruksi kepada para Menteri, Kepala Badan, Gubernur, dan Bupati/Walikota agar segera mangambil langkahlangkah yang diperlukan secara terkoordinasi dan terintegrasi sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk mengamankan produksi gabah/beras nasional. Melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2011 tersebut, Presiden menginstruksikan kepada Menteri Pertanian, antara lain untuk meningkatkan ketersediaan benih, pupuk, dan pestisida yang sesuai, baik dalam jenis, mutu, waktu, lokasi, dan jumlah. Selanjutnya, Presiden mengintruksikan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) antara lain untuk meningkatkan fungsi BUMN dalam menyediakan dan menyalurkan sarana produksi dan distribusi gabah/beras. Dengan demikian, dalam upaya peningkatan produktivitas dan produksi tanaman pangan, benih mempunyai peranan yang sangat strategis. Ketersediaan dan penggunaan benih varietas unggul bersertifikat yang memenuhi aspek kualitas dan kuantitas dibarengi dengan aplikasi teknologi budidaya lainnya seperti pupuk

3 berimbang, akan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produktivitas, produksi dan mutu hasil produk tanaman pangan. Untuk mendukung program ketahanan pangan, pemerintah melalui Menteri Keuangan telah mengalokasikan anggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berupa anggaran subsidi ketahanan pangan, yang terdiri dari subsidi pangan, subsidi pupuk, dan subsidi benih. Dalam kurun waktu 2011-2015, anggaran subsidi ketahanan pangan secara nominal mengalami peningkatan. Data selengkapnya mengenai anggaran subsidi ketahanan pangan dari tahun 2011-2015, dapat dilihat dari tabel berikut: No Tabel 1.1. Anggaran Subsidi Ketahanan Pangan Tahun 2011-2015 (triliun rupiah) 2011 2012 2013 2014 2015 Uraian Real Real Real APBNP APBN APBNP 1 Subsidi Pangan 16,5 19,1 20,3 18,2 18,9 18,9 2 Subsidi Pupuk 16,3 14,0 17,6 21,0 35,7 39,5 3 Subsidi Benih 0,1 0,1 0,4 1,6 0,9 0,9 Total 32,9 33,2 38,3 40,8 55,5 59,3 Sumber data: www.anggaran.depkeu.go.id Berdasarkan tabel di atas, jumlah anggaran subsidi ketahanan pangan dari tahun 2011-2015 cenderung mengalami peningkatan. Khusus untuk anggaran subsidi benih dari tahun 2011-2015 cenderung berfluktuasi. Tahun 2014 jumlah anggaran subsidi benih meningkat menjadi 1,6 triliun. Tahun 2015 anggaran subsidi benih turun menjadi 0,9 triliun.

4 Selain itu, guna mendukung pelaksanaan program tanaman pangan diperlukan adanya keterlibatan dari semua unsur termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pangan dan pupuk. BUMN yang bergerak di bidang pangan antara lain adalah PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero), sedangkan yang bergerak di bidang pupuk adalah PT Pupuk Indonesia (Persero) beserta anak perusahaannya yaitu PT Pupuk Sriwijaya Palembang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Pupuk Petrokimia Gresik. BUMN tersebut bergerak pada bidang usaha penyediaan kebutuhan budi daya padi, jagung, kedelai dan pupuk yang dijual kepada petani secara free market dan melaksanakan penugasan dari pemerintah cq Kementerian Negara BUMN dalam rangka public service obligation (PSO). Menurut UUD 1945 (perubahan) pasal 34 ayat 3 menyatakan Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak, kemudian diatur lebih lanjut melalui Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara pasal 66 yang menyatakan bahwa Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan BUMN. Dalam penjelasan pasal 66 Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 tersebut, meskipun BUMN didirikan dengan maksud dan tujuan untuk mengejar keuntungan, tidak tertutup kemungkinan untuk hal-hal yang mendesak, BUMN diberikan penugasan khusus oleh pemerintah. Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel,

5 pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan. Adanya penugasan Pemerintah berupa kewajiban pelayanan umum atau public service obligation (PSO) adalah dalam rangka menjaga agar kegiatan penyediaan barang publik tersedia dalam jumlah yang cukup sekalipun tidak memberikan keuntungan yang cukup bagi penyedia jasa untuk dapat menjalankan kegiatannya. PSO yang secara finansial tidak memberikan keuntungan harus tetap disediakan, karena hal tersebut diharapkan akan memberikan multiplier effect secara ekonomi bagi masyarakat (Makmun, 2008). Penugasan Pemerintah kepada BUMN untuk menyelenggarakan public service obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan umum, memiliki konsekuensi bahwa pemerintah harus menyediakan sejumlah dana pada pos pengeluaran subsidi untuk bantuan kepada BUMN dalam rangka menjalankan PSO. Untuk mendukung peningkatan produksi pertanian, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk subsidi benih. Pemberian subsidi benih tersebut ditujukan untuk menyediakan benih padi, jagung, dan kedelai yang berkualitas dengan harga terjangkau oleh petani. Alokasi anggaran subsidi benih dalam APBNP Tahun 2015 sebesar Rp0,9 triliun, lebih rendah dibandingkan alokasi anggaran subsidi benih dalam APBNP tahun 2014 sebesar Rp1,6 triliun. Sedangkan alokasi anggaran subsidi benih Tahun 2013 terealisasi sebesar Rp0,4 triliun. Menteri Negara BUMN, melalui Surat Nomor S-39/MBU/2013 tanggal 23 Januari 2013 kepada Menteri Pertanian, memberikan persetujuan penugasan Public Service Obligation (PSO) dalam rangka pelaksanaan subsidi benih untuk

6 Tahun Anggaran 2013 kepada PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero). Untuk pelaksanaan subsidi benih Tahun Anggaran 2014, Menteri Negara BUMN telah menerbitkan surat kepada Menteri Pertanian melalui Surat Nomor S-747/MBU/2013 tanggal 19 Desember 2013 perihal persetujuan penugasan Public Service Obligation (PSO) dalam rangka pelaksanaan subsidi benih untuk Tahun Anggaran 2014 kepada PT Sang Hyang Seri (Persero). Sedangkan untuk pelaksanaan subsidi benih Tahun Anggaran 2015, Menteri BUMN telah menerbitkan surat kepada Menteri Pertanian melalui Surat Nomor S- 70/MBU/2/2015 tanggal 2 Februari 2015 perihal persetujuan penugasan Public Service Obligation (PSO) dalam rangka pelaksanaan subsidi benih untuk Tahun Anggaran 2015 kepada PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero). Apabila ada produsen benih swasta/penangkar benih yang ingin ikut serta dalam pelaksanaan subsidi benih, dapat dimungkinkan dengan di bawah koordinasi produsen benih pelaksana PSO subsidi benih. Permasalahan yang timbul atas penyerapan anggaran subsidi benih melalui Public Service Obligation (PSO) sampai saat ini, antara lain mekanisme pelaksanaan PSO belum jelas, realisasi dana PSO yang diterima tidak sesuai dengan APBN yang sudah disetujui, proses pencairan dana PSO lambat (Harahap, 2009). Belum adanya persepsi yang sama tentang pengertian/definisi PSO, Belum semua kegiatan PSO dilakukan melalui proses lelang, Perhitungan dasar kebutuhan dana PSO belum seragam, kebutuhan PSO yang dapat direalisasikan dalam APBN cenderung lebih rendah, karena keterbatasan keuangan negara dan perencanaan yang kurang baik (Makmun, 2008). Model penerapan PSO pada

7 BUMN saat ini malah menimbulkan beban, karena dana PSO berasal dari APBN, penugasan diterima sejak awal tahun, sementara dana diterima pada akhir tahun setelah dilakukan verifikasi, mekanisme PSO belum efektif (Kartikasari, dkk., 2013). Keterlambatan juknis subsidi benih, kemampuan keuangan perusahaan produsen benih belum memadai (BPKP, 2014). Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui Public Service Obligation (PSO) masih belum berjalan secara efektif. Dari fakta tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi atas mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui Public Service Obligation (PSO) oleh PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten. Penelitian akan difokuskan pada efektifitas mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui PSO dan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya realisasi penyerapan dana subsidi benih. 1.2 Perumusan Masalah Pemerintah melalui Kementerian Teknis dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum atau dikenal dengan istilah Public Service Obligation (PSO) dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan didirikannya BUMN. Terkait kebijakan subsidi benih, untuk tahun anggaran 2013, pemerintah melalui Kementerian Negara BUMN telah menugaskan PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero) sebagai BUMN yang melaksanakan program subsidi benih. Untuk tahun anggaran 2014 Kementerian BUMN hanya menugaskan PT Sang Hyang Seri (Persero) sebagai BUMN yang melaksanakan program subsidi benih. Sedangkan

8 untuk Tahun Anggaran 2015 Kementerian Negara BUMN kembali menugaskan PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero) sebagai BUMN yang melaksanakan program subsidi benih guna membantu petani dalam memenuhi kebutuhan jumlah benih sesuai masa tanam dengan varietas unggul bersertifikat dan dengan harga yang terjangkau. Mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui PSO hingga saat ini belum berjalan secara efektif. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1) Apakah mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui PSO pada PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten telah berjalan secara efektif. 2) Mengapa realisasi penyerapan dana subsidi benih melalui PSO rendah? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa hal berikut: 1) Menilai efektifitas mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui PSO pada PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten. 2) Memberikan bukti atau informasi penyebab rendahnya penyerapan dana subsidi benih melalui PSO pada PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten Tahun 2013 sampai dengan 2015.

9 3) Memberikan usulan rekomendasi perbaikan atas kelemahan-kelemahan mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui penugasan Public Service Obligation (PSO). 1.5 Motivasi Penelitian Motivasi peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mengimplementasikan pengetahuan dan pengalaman yang telah didapat selama bekerja sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Selain itu, peneliti juga ingin memperkaya khasanah keilmuan terutama mengenai pelaksanaan penugasan kewajiban pelayanan publik atau Public Service Obligation (PSO) oleh BUMN. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1) Sebagai masukan kepada Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan dalam merumuskan kebijakan terkait penugasan kewajiban pelayanan publik atau Public Service Obligation (PSO) oleh BUMN. 2) Sebagai masukan kepada PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten untuk peningkatan kinerja pada umumnya dan pelaksanaan penugasan PSO pada khususnya. 3) Bidang akademis dan dunia penelitian, agar dapat menambah literatur mengenai pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) pada sektor publik. 1.7 Proses Penelitian Tahapan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

10 Sumber: Pedoman Umum Penulisan Tesis (Maksi FEB UGM, 2012). Gambar 1.1 Proses Penelitian Studi Kasus 1.8 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini disajikan dalam enam bab sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi landasan teoritis sebagai kerangka berfikir untuk melaksanakan investigasi dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan permasalahan. BAB III : LATAR BELAKANG KONSTEKSTUAL PENELITIAN. Bab ini menjelaskan secara deskriptif tentang obyek penelitian secara selektif, aplikasi teori dan konsep untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik mengenai karakteristik obyek penelitian terkait dengan perspektif teori dan konsep yang digunakan pada bab sebelumnya.

11 BAB IV : RANCANGAN PENELITIAN. Bab ini berisi pengambilan data dan analisis data penelitian, yang meliputi rasionalitas penelitian, pemilihan obyek penelitian, jenis, sumber dan teknik pengumpulan data, validitas data serta metode analisis data. BAB V : PEMAPARAN TEMUAN INVESTIGASI KASUS. Bab ini berisi pemaparan mengenai data yang diperoleh beserta hasil analisisnya. BAB VI : ANALISIS DISKUSI DAN HASIL INVESTIGASI KASUS. Bab ini berisi temuan-temuan dalam investigasi yang menggambarkan fakta-fakta untuk dapat menjawab tujuan penelitian, serta pembahasan, analisis dan diskusi atas permasalahan yang ditemukan pada bab sebelumnya. BAB VII : RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi ringkasan hasil penelitian, simpulan, keterbatasan penelitian, dan rekomendasi yang menunjukkan hasil implikasi dari hasil penelitian.