BAB III PERKEMBANGAN KOTA DAN KARAKTERISTIK SARANA ANGKUTAN UMUM KOTA BANDUNG. III.1.1. Pertumbuhan Penduduk dan Luas Wilayah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pengembangan

Budaya Supir Angkot di Kota Bandung. Kelompok 10 B Antropologi

KAJIAN INTEGRASI RUTE ANGKUTAN UMUM DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS

BAB III KARAKTERISTIK WILAYAH TIMUR KOTA BANDUNG

BAB III PROSUDER PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari-hari. Angkutan kota atau yang biasa disebut angkot adalah salah satu

DEMOGRAFI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus ibukota dari Provinsi Jawa Barat yang mempunyai aktifitas Kota

DATA KECAMATAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Daftar Kode Pos Kota Bandung

BUDAYA SOPIR ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Di dalam kehidupan seharihari

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, kebutuhan akan adanya sistem informasi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tabel 4.1 Wilayah Perencanaan RTRW Kota Bandung

TAHUN : 2006 NOMOR : 06

BAB III GAMBARAN UMUM

LAMPIRAN : SALINAN KEPUTUSAN WALIKOTA BANDUNG PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KARAKTERISTIK KORIDOR CIBIRU-DAGO

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 19 TAHUN 2004 TENTANG

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI DAN RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN Pada bab pertama ini akan dijelaskan mengenai latar belakang studi yang dilakukan, perumusan masalah, metodologi studi, kerangka

Lampiran. Lampiran Data Kota Bandung

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara ,91 BT. Sebelah Utara : Kabupaten Bandung Barat

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 07 TAHUN 2001 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN BANGKITAN PERGERAKAN TRANSPORTASI DI KOTA BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Gambar II.1 bis sekolah gratis kota Bandung (Sumber : Dokumen pribadi 2014)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB III GAMBARAN UMUM TRANS METRO BANDUNG KORIDOR 2 CICAHEUM-CIBEUREUM

1. Pendahuluan MODEL PENENTUAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN KOTA YANG OPTIMAL DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

BAB IV POLA OPERASIONAL ANGKOT CICAHEUM-CIROYOM

Oleh : Dr. Hj.AHYANI RAKSANAGARA, M.Kes (Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung) 29 Agustus 2014

TINJAUAN UMUM KOTA BANDUNG DAN WILAYAH GEDEBAGE

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Daftar Pustaka. 3. Aronoff, S Geographic Information System, A Management Perspective. WDL Publications. Ottawa, Canada.

TPS DI KOTA BANDUNG. Existing Kontainer. Sampah Masuk/ Timbulan Sampah (M 3 /hari) atau 3. Jalan Kartika 1 ± 15,86 13 atau 1 Umum/masya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

STUDI KINERJA OPERASI DAMRI DI KOTA BANDUNG Disusun oleh: Render bakti Diputra Dosen pembimbing: Ir. Budi Hartanto Susilo, M.Sc

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

ESTIMASI PELAYANAN OPERASIONAL BUS LANE DI BANDUNG

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 20 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 332 TAHUN 2010 TENTANG

TANGGAL NO SURAT NAMA DOKUMEN NAMA GEDUNG PERUSAHAAN ALAMAT REKOMENDASI WISMA JL. DAGO ASRI I NO REKOMENDASI GEDUNG

LAMPIRAN A GAMBARAN UMUM WILAYAH

PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 218 TAHUN

BAB III TINJAUAN UMUM DAN RENCANA PENGEMBANGAN DAERAH PERENCANAAN

BAB III KONDISI FISIK DAN SISTEM AKTIFITAS JALAN JENDRAL IBRAHIM ADJIE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KONDISI GEOGRAFI KOTA BANDUNG

BAB IV EVALUASI PENYEDIAAN TEMPAT PEMAKAMAN UMUM (TPU) DI KOTA BANDUNG

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA BAB 1 PENDAHULUAN LKIP SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BANDUNG

PENDEKATAN MODEL MARKOWITZ DALAM MENENTUKAN BESARNYA ALOKASI DANA UNTUK MENGURANGI JUMLAH KASUS DENGUE DI KOTA BANDUNG

Zonasi Merah. Dengan uraian:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN APLIKASINYA (SENFA) 2017 HOSPITALITY BOOKLET

BAB III METODE PENELITIAN. informasi mengenai kecelakaan lalu lintas. Dalam penelitian ini menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan transportasi semakin lama semakin meningkat seiring

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 02 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 08 TAHUN 2001 TENTANG

Bab III Gambaran Umum Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN (Kasus di Kota Bandung Bagian Barat)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. ibu kota dari Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung merupakan kota terbesar

BAB 4 ANALISIS IDENTIFIKASI TUNDAAN DI WILAYAH STUDI

DAFTAR KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KOTA BANDUNG. No. KECAMATAN ALAMAT KELURAHAN. Andir. Jl. Srigunting Raya No.1, Telp.

BAB I PENDAHULUAN. memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang.

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM

Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandung 2016 FLOWCHART SOP LAPOR! LAPOR! Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat 1

I. PENDAHULUAN. kebijakan di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

Bahan paparan dapat diunduh di : http ://litbang.bandung.go.id/agenda-kegiatan BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang menunjang pergerakan baik orang

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak diantara 107

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Wilayah Cibeunying merupakan salah satu wilayah yang berada di wilayah

WALIKOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG

PROGRAM BANDUNG GREEN & CLEAN 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Syarat Penentuan Rute Truk Pengangkut Sampah Syarat Penentuan Rute Truk Pengangkut Sampah di Kota Bandung

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

BAB III METODE PENELITIAN. Metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Hal ini sesuai

Daftar Kelurahan Di Kota Bandung. No. Kecamatan. Kelurahan. Alamat Kecamatan Andir. Kebon Jeruk. Jl. Babatan 2, Telp

Transkripsi:

BAB III PERKEMBANGAN KOTA DAN KARAKTERISTIK SARANA ANGKUTAN UMUM KOTA BANDUNG Bab ini menguraikan perkembangan fisik Kota Bandung, perkembangan dan pertumbuhan penduduk, sistem penyediaan dan pengelolaan angkutan umum dan perkembangannya dan kebijakan pemerintah kota dalam menangani transportsai perkotaan III.1. Gambaran Umum Kota Bandung III.1.1. Pertumbuhan Penduduk dan Luas Wilayah Kota Bandung sebagai ibukota Propinsi Jawa Barat mengalami perkembangan yang pesat baik dari sisi fisik maupun aktifitas yang tumbuh dan berkembang di dalamnya. Selain fungsi sebagai ibukota propinsi, Kota Bandung juga merupakan pusat dari beberapa kegiatan yang berskala regional maupun nasional. Sebagai kota yang oleh pemerintah kolonial Belanda pernah direncanakan sebagai ibukota negara, infrastruktur yang dibangun pada saat itu pun diproyeksikan untuk dapat mewadahi kegiatan dengan skala nasional. Tumbuh dan berkembangnya beragam kegiatan membutuhkan ruang yang secara fisiknya adalah kebutuhan akan lahan. Sejak dibentuk sebagai daerah otonom pada tahun 1906, Kota Bandung telah mengalami perluasan wilayah administratif sebanyak 5 kali yaitu sebagaimana pada Tabel III.1 di bawah. Tabel III.1 Perkembangan Luas Wilayah Kota Bandung Tahun Luas, Ha - 1917 1.992 1917 1935 3.876 1935 1943 4.177 1943 1949 5.413 1949 1987 8.101,48 1987-16.729,5 Sumber: Bappeda Kota Bandung, 2005 38

Gambar III.1 Peta Jawa Barat dan Wilayah Kota Bandung Sumber : BMA (2005) Selain perkembangan fisik luas wilayah, pertumbuhan penduduk juga merupakan ciri dari perkembangan suatu wilayah perkotaan. Mulai dari terbentuk dan berkembangnya Kota Bandung pada lokasinya sekarang, sebagai hasil dari keputusan Bupati Aria Wiranatakusuma memindahkan ibukota dari Karapyak, pertumbuhan penduduk Kota Bandung memberi ciri dari sebuah proses urbanisasi terutama sejak pasca kemerdekaan. Ketika ditetapkan sebagai ibukota Karesidenan Priangan pada tahun 1846, penduduk Bandung tercatat sebanyak 11.054 orang. Pada saat pemerintahan kolonial Belanda berakhir pada tahun 1940-an, penduduk Bandung telah mencapai 224.717 orang. Pada tahun 1970 penduduk Bandung menembus angka 1 juta yaitu sebanyak 1.176.000 orang. Hasil Survei Sosial Ekonomi Daerah 2006 menunjukkan bahwa penduduk Kota Bandung pada tahun 2005 sebanyak 2.296.848 orang (BPS Kota Bandung, 2006). 39

Dibanding dengan jumlah penduduk tahun 2001 sebesar 2.146.360 maka sampai tahun 2005 telah terjadi pertumbuhan penduduk sebesar 3,01%. Gambar III.2 Pertumbuhan Penduduk Kota Bandung 2000 2005 2.350.000 Pertumbuhan Penduduk Kota Bandung 2.300.000 2.296.848 Jumlah 2.250.000 2.200.000 2.150.000 2.136.260 2.146.360 2.142.194 2.228.268 2.232.624 2.100.000 2.050.000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Sumber : BPS Kota Bandung, 2006 (diolah) Dengan jumlah penduduk (2005) 2,296,848 orang dan luas 167.29 ha, kepadatan Kota Bandung adalah 13.729,74 jiwa/km2 atau 137.297 jiwa/ha. Kecamatan dengan kepadatan tertinggi adalah Bojongloa Kaler yaitu 387,6 jw/ha sementara kecamatan dengan kepadatan terendah adalah Rancasari dengan 53,53 jw/ha. Gambar III.3 Sebaran Kepadatan Penduduk Kota Bandung Sukasari Cidadap Legend Kepadatan Kpadatan 5353-9388 9389-15019 15020-20841 20842-27558 27559-38761 Sukajadi Coblong Cibeunying Kaler Cicendo Bandung Wetan Cibeunying Kidul Andir Sumur Bandung Cicadas Arcamanik Ujung Berung Cibiru Batununggal Kiara Condong Bandung Kulon Bojongloa Kaler Astana Anyar Regol Lengkong Babakan Ciparay Margacinta Rancasari Bojongloa Kidul Bandung Kidul 40

Tabel III.2 Jumlah Penduduk, Luas dan Kepadatan Kota Bandung No Kecamatan Penduduk, jiwa Luas, km2 Kepadatan, jw/km2 1 Bandung Kulon 125,936 6.46 19,495 2 Babakan Ciparay 133,224 7.45 17,882 3 Bojongloa Kaler 117,445 3.03 38,761 4 Bojongloa Kidul 78,280 6.26 12,505 5 Astanaanyar 71,060 2.89 24,588 6 Regol 81,370 4.3 18,923 7 Lengkong 72,450 5.9 12,280 8 Kiaracondong 127,190 6.12 20,783 9 Batununggal 121,836 5.03 24,222 10 Bandung Kidul 48,528 6.06 8,008 11 Margacinta 112,032 10.87 10,307 12 Rancasari 70,500 13.17 5,353 13 Cibiru 87,285 10.81 8,074 14 Ujungberung 82,593 10.34 7,988 15 Arcamanik 66,980 8.8 7,611 16 Cicadas 104,760 8.66 12,097 17 Sumur Bandung 38,911 3.4 11,444 18 Bandung Wetan 31,825 3.39 9,388 19 Cibeunying Kidul 109,416 5.25 20,841 20 Cibeunying Kaler 67,584 4.5 15,019 21 Coblong 122,368 7.35 16,649 22 Cidadap 50,760 6.11 8,308 23 Andir 102,240 3.71 27,558 24 Cicendo 95,950 6.86 13,987 25 Sukajadi 99,864 4.3 23,224 26 Sukasari 76,461 6.27 12,195 Sumber : BPS Kota Bandung (2006) Jumlah 2,296,848 167.29 Gambar III.3 dan Tabel III.2 di atas menunjukkan bahwa penduduk Kota Bandung relatif terkonsentrasi di bagian barat kota. Keadaan ini wajar mengingat bagian barat tersebut merupakan wilayah awal-awal terbentuknya Kota Bandung sementara bagian timur kota yang berpenduduk relatif masih jarang merupakan potensi bagi pengembangan kota sebagaimana tertuang dalam RTRK yang menskenariokan tumbuhnya pusat primer baru di Kawasan Gedebage di bagian timur wilayah Kota Bandung. 41

III.1.2. Gambaran Sosial Ekonomi Kota Bandung Sesuai dengan perannya sebagai ibukota propinsi, Kota Bandung merupakan salah Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di wilayah Jawa Barat. Kedekatan lokasinya dengan ibukota negara memberi keuntungan terhadap pertumbuhan ekonomi kota dengan sektor yang dominan adalah sektor perdagangan dan sektor pengolahan. Berdasarkan data PDRB, aktifitas perekonomian Kota Bandung menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. Perhitungan dengan harga berlaku maupun dengan harga konstan menunjukkan bahwa sektor perdagangan memberi sumbangan terbesar terhadap PDRB Kota Bandung yaitu mencapai 30% disusul oleh sektor industri pengolahan 28% dan sektor angkutan dan jasa masingmasing 12%. Gambar III.4 PDRB Kota Bandung 2001 2003 Rp, Jutaan PDRB Kota Bandung 30,000,000 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000-27,422,417 23,420,126 20,690,499 17,435,720 6,266,628 6,694,331 7,173,857 7,704,646 2001 2002 2003 2004 Tahun Harga Berlaku Harga Konstan Sumber : Bandung dalam Angka 2004/2005, diolah Dominasi sektor perdagangan, pengolahan, angkutan dan jasa dalam kegiatan ekonomi Kota Bandung merupakan daya tarik yang besar bagi urbanisasi. Pada satu sisi urbanisasi berarti penambahan besar pasar karena proses aglomerasi yang menjadi salah satu variabel penting bagi investor dalam pengambilan keputusan untuk investasi. Data dari Dinas Perindag Bandung menunjukkan kecenderungan meningkatnya usaha perdagangan di Kota Bandung kecuali tahun 2004 yang 42

sempat terjadi penurunan namun tahun 2005 kembali naik. Rata-rata investasi di Kota Bandung meningkat 15% per tahun. Tabel III.3 Usaha Perdagangan di Kota Bandung Tahun Unit Usaha Tenaga Kerja (orang) Investasi (Rp milyar) 2002 1823 11958 678,10 2003 2755 12557 966,17 2004 2599 9657 980,79 2005 2716 10623 995,39 Sumber : Dinas Perindag Kota Bandung (2006) Adanya kegiatan dalam ruang menghasilkan kebutuhan akan pergerakan baik barang maupun manusia. Pergerakan tersebut memerlukan sarana dan prasarana dalam jumlah maupun kualitas tertentu sesuai dengan karakteristik perjalanan yang dibangkitkannya. Peningkatan besaran indikator ekonomi Kota Bandung di atas diikuti oleh peningkatan jumlah kendaraan untuk semua kategori dengan pertumbuhan terbesar adalah sepeda motor yang mencapai 9,29% sebagaimana diberikan pada Tabel III.4 di bawah. Tabel III.4 Pertumbuhan Jumlah Kendaraan di Kota Bandung Tahun Mobil penumpang Mobil Barang Bus Spd mtr Total 1996 108,500 40,032 17,025 183,594 349,151 1997 110,329 42,042 19,467 189,634 361,472 1998 120,032 42,109 33,367 227,847 423,355 1999 124,397 43,590 34,605 233,366 435,958 2000 131,325 49,392 35,709 247,201 463,627 2001 115,729 43,212 35,811 257,612 452,364 2002 113,204 45,755 30,270 259,994 449,223 2003 109,248 45,967 38,210 262,996 456,421 2004 136,020 49,901 32,795 436,263 654,979 2005 146,405 63,655 43,079 562,468 815,607 Sumber : DLLAJ & Dispenda Prop Jabar, 2006 III.1.3. Pola Guna Lahan 43

Karakteristik kependudukan tersebut tercermin dalam pola penggunaan lahan. Berdasarkan proporsi terhadap luas kota, penggunaan tertinggi adalah untuk perumahan, disusul pertanian, perkantoran dan jasa, industri, perdagangan dan penggunaan lain. Kawasan perumahan umumnya tersebar di seluruh bagian kota dengan luas terbesar terdapat di wilayah Arcamanik dan Cibeunying. Kepadatan kawasan perumahan ini meningkat ke arah pusat kota sementara pada daerah pinggiran kota masih terdapat lahan-lahan kosong berupa sawah dan tegalan. Kawasan dan sekitar pusat kota ke arah selatan merupakan perumahan golongan menengah sementara ke arah sebelah utara terdapat kawasan perumahan golongan atas. Gambar III.5 Sebaran kawasan Perumahan Kota Bandung Guna lahan untuk industri terbesar terdapat di wilayah Arcamanik dan Karees, terutama di Kecamatan Cibiru dan Kiaracondong. Di bagian selatan, kawasan ini terletak antara lain di Jalan Soekarno-Hatta dan terutama di Kecamatan Bandung Kulon. 44

Kegiatan komersial dan jasa terpusat di wilayah pusat kota (sekitar alun-alun) dan melebar di sepanjang jalan-jalan utama dari pusat kota yaitu Jalan Sudirman, Kopo, Otto Iskandardinata, Pungkur, Asia Afrika, Ahmabd Yani, Kiaracondong dan Jalan Sukajadi. Kegiatan komersil dan jasa juga kemudian menyebar di sepanjang Jalan Merdeka, Jalan Ir H Djuanda, Jalan Setiabudi, Jalan Sunda dan Jalan Pasirkaliki. Kawasan perkantoran baik yang berskala lokal maupun regional umumnya terkonsentrasi di wilayah pusat kota dan wilayah Cibeunying terutama di Jalan Diponegoro, Jalan Supratman dan Jalan Surapati. Kawasan pendidikan dan kesehatan terutama berlokasi di bagian utara kota, yaitu di wilayah Bojonegara dan Cibeunying sementara kawasan lahan kosong berupa sawah dan tegalan yang terbesar di wilayah Arcamanik, Cibeunying bagian utara dan Tegallega bagian selatan. Gambar III.6 Sebaran titik-titik perkantoran di Kota Bandung 45

Kota Bandung merupakan salah satu tujuan pendidikan di Indonesia. Sejumlah lembaga pendidikan berada di kota ini sehingga lokasi-lokasi tersebut juga merupakan pembangkit pergerakan penduduk. Lokasi pendidikan terutama terletak pada kawasan sub pusat dan pinggiran. Gambar III.7 Sebaran lokasi lembaga pendidikan di Kota Bandung Dari sebaran-sebaran tersebut di atas, terlihat bahwa kegiatan-kegiatan utama kota berkembang dan mengelompok secara sektoral mulai dari pusat kota mengikuti pola jaringan jalan utama. Selain pola tersebut, kegiatan jasa komersil juga kemudian berkembang di kawasan pemukiman. Menurut Warlina dalam Koestoer (2001), organisasi keruangan Kota Bandung cenderung mengikuti Model Konsentrik (Burgess) walaupun tidak dalam bentuk ideal. Sebagai zona 1 atau Central Bussiness District, CBD (Kawasan Pusat Bisnis, KPB) adalah pusat kota atau alun-alun Bandung yang meliputi Jalan Asia Afrika, Jalan Dalem Kaum, Jalan Otto Iskandardinata, Jalan Braga dan sekitarnya. Zona ini merupakan kawasan perdagangan berbagai jenis barang, kawasan perkantoran (swasta dan pemerintah), kawasan hiburan dan perbankan. 46

Zona 2 yang merupakan zona transisi, awalnya merupakan lahan pemukiman yang kemudian berkembang sebagai daerah komersial. Zona ini meliputi Jalan Ir H Djuanda, Jalan Cihampelas, Jalan Sukajadi, Jalan Kopo, Jalan Moh Toha dan Jalan Buahbatu. Dalam model konsentrik dari Burgess, zona 3 merupkan wilayah pemukiman bagi warga berpenghasilan rendah sementara zona 4 merupakan wilayah pemukiman penduduk berpenghasilan tinggi. Pada kasus Kota Bandung, pemisahan kedua zona ini tidak terlihat jelas karena batasnya kabur yaitu dengan terdapatnya warga berpenghasilan rendah dan berpenghasilan tinggi dalam satu zona. Zona terakhir adalah zona 5 yaitu zona yang didiami oleh penglaju. Wilayah ini meliputi Soreang, Banjaran, Rancaekek, Cicalengka dan sekitarnya. III.1.4 Pola Pergerakan Penduduk Menurut Angkeara (1997) terdapat 2 (dua) jenis pergerakan di Kota Bandung yaitu : 1. Pergerakan sehari-hari yang dilakukan oleh penduduk dalam Kota Bandung ke pusat kegiatan kota 2. Pergerakan sehari-hari yang dilakukan oleh penduduk kawasan pinggiran kota dalam bentuk perjalanan ulang-alik ke kawasan pusat Kota Bandung Sebagian besar tujuan pergerakan tersebut adalah untuk bekerja, belanja dan sekolah. Pergerakan untuk tujuan bekerja pada umumnya terjadi antara jam 07.00 09.00, jam 12.00 14.00 dan jam 16.00 17.00. Pergerakan dengan tujuan belanja umumnya dilakukan antara jam 09.00 sampai jam 11.00 dan pergerakan untuk tujuan sekolah pada umumnya dilakukan antara jam 07.00 08.00 dan jam 12.00 14.00 (Muchsan, 1989 dikutip oleh Angkeara, ibid). Pergerakan dengan tujuan bekerja hampir bersamaan dengan pergerakan tujuan sekolah sehingga periode tersebut merupakan jam-jam sibuk di Kota Bandung. Pola tersebut di atas merupakan pola yang terjadi pada hari-hari kerja (Senin Jum at). Pada akhir pekan (Sabtu dan Minggu), Kota Bandung merupakan tujuan 47

tujuan perjalanan wisata regional sehingga kepadatan jalan di Kota Bandung tidak berkurang dengan adanya hari libur. III.2. Jaringan Jalan III.2.1. Pola Jaringan Jalan Kota Bandung Jaringan jalan di Kota Bandung terdiri dari jaringan jalan arteri primer, arteri sekunder, klektor primer, kolektor sekudner dan jalan lokal. Dalam prakteknya jaringan jalan yang ada seringkali mengalami pembauran fungsi terutama antara jalan arteri dan jalan kolektor. Hirarki jaringan jalan di Kota Bandung dibagi sebagai berikut: 1. Jalan Arteri Primer, merupakan jalan dengan peran sebagai pelayanan jasa distribusi antar kota dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan ratarata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. Termasuk dalam kategori ini adlah Jalan Asia Afrika, Jalan PHH Mustafa, Jalan Lingkar Selatan, Jalan Soekarno-Hatta, Jalan Jend. Sudirman, Jalan A Yani dan Jalan Tol Padaleunyi 2. Jalan Arteri Sekunder, merupakan jalan dengan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat kota dengan ciri-ciri kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk juga dibatasi. Jaringan jalan ini adalah Jalan Supratman, Jalan Diponegoro, Jalan Surapati, Jalan Gatot Subroto, Jalan RE Martadinata, Jalan Cihampelas dan Jalan Pajajaran 3. Jalan Kolektor Sekunder, merupakan jalan dengan pelayanan jasa distribusi unuk masyarakat dalam kota dengan ciri-ciri kecepatan rata-rata sedang dan jalan masuk dibatasi secara efisien. Jaringan jalan kategori ini adalah Jalan Cipaganti, Jalan K. Tendean, Jalan Siliwangi, Jalan Supratman, Jalan M Ramdan-Karapitan, Jalan Situ Aksaan, Jalan Martanegara dan Jalan Pagarsih 48

4. Jalan Lokal, adalah jalan yang melayani pergerakan angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan arata-rata rendah dan jalan masuk tidak dibatasi. Termasuk kategori ini adalah semua jaringan jalan di Kota Bandung selain yang disebut di atas. Pola jaringan jalan di Kota Bandung cenderung radial yang ditandai dengan adanya jaringan jalan yang melayani pergerakan keluar-masuk pusat Kota Bandung secara radial dan 3 (tiga) jaringan jalan yang melingkar yang mempertegas pola konsentrik. Namun pada kawasan pusat kota pola yang dominan adalah grid. Ruas jalan yang termasuk kategori lingkar dan radial adalah: 1. Jaringan jalan lingkar lapisan dalam, yaitu Jalan Kebonjati, Jalan Sunda, Jalan Kepatihan, Jalan Abdul Muis dan Jalan Astananyar 2. Jalan lingkar lapisan tengah, yaitu Jalan Soekarno-Hatta, Jalan Dr Junjunan, Jalan PHH Mustafa, Jalan Pajajaran dan Jalan RE Martadinata 3. Jalan lingkar lapisan luar, adalah Jalan Tol Panci 4. Jaringan jalan radial yang menuju ke arah Utara, yaitu Jalan Ir H Juanda, Jalan Cipaganti, Jalan Sukajadi dan Jalan Setiabudi 5. Jaringan jalan radial menuju ke arah Timur, yaitu Jalan A Yani, Jalan Gatot Subroto dan Jalan PHH Mustafa 6. Jaringan jalan radial yang menuju ke arah Barat, yaitu Jalan Sudirman dan Jalan Rajawali 7. Jaringan jalan radial yang menuju ke arah Selatan adalah Jalan M. Thoha 8. Jaringan jalan radial yang menuju ke arah Tenggara yaitu Jalan Buah Batu 9. Jaringan jalan radial yang menuju ke arah Barat Daya, yaitu Jalan Kopo dan Jalan Kebonjati Terbentuknya pola jaringan jalan tersebut didasarkan pada kondisi-kondisi pertama daerah inti kota, yang merupakan pusat kegiatan yang berlokasi di kawasan alun-alun Bandung, kedua pola kegiatan penduduk menyebar secara 49

radial dari pusat kota yang mengarah ke luar kota dan ditandai dengan adanya pusat-pusat kegiatan dengan hirarki lebih rendah dan ketiga jaringan jalan regional yang melintas atau bertemu di daerah inti kota (Angkeara, 1997). III.2.2. Perkembangan Jalan Panjang jalan yang ada di Kota Bandung saat ini adalah 1.168,8 km yang meliputi jalan nasional 42,114 km, jalan propinsi 22,99 km dan jalan kota 1.103,71 km (Bina Marga Kota Bandung, 2002). Apabila jalan lingkungan juga diperhitungkan maka panjang total jalan di Kota Bandung adalah 1.221.69 km. Panjang jalan di Kota Bandung relatif tidak mengalami penambahan yang berarti pada tahun-tahun terakhir ini. Gambar III.8 Status Jalan di Kota Bandung Sumber : Dishub Kota Bandung, 2007 50

III.3. Angkutan Umum di Kota Bandung III.3.1. Kebijakan Pemerintah Kota Penetapan rute dan trayek angkutan umum didasarkan pada Keputusan Walikota Bandung No. 551.2/Kep.1575-Huk/2002 mengenai penetapan trayek dan jumlah kendaraan umum. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa jumlah trayek untuk angkot di Kota Bandung sebanyak 38 trayek dengan wilayah layanan antar pusat kawasan/pusat terminal, antar pusat perdagangan dengan kawasan perumahan dan melingkar antara kawasan campuran. Jumlah kendaraan ditetapkan sebanyak 5.521 buah. Untuk moda bis kota yang melayani rute antar bagian wilayah kota dan sekitar wilayah kota yang diatur berdasarkan koridor Utara-Selatan, Barat-Timur serta dari pusat kota ke berbagai arah di luar kota. Jumlah izin trayek yang dikeluarkan untuk bis kota sebanyak 15 namun yang efektif beroperasi hanya sebanyak 11 trayek. Gambar III.9 Peta Rute Angkutan Umum Kota Bandung Sumber : Dishub Kota Bandung, 2006 Dewasa ini di Kota Bandung tidak ada penambahan rute angkutan kota. Hal ini didasarkan pada kebijakan pemerintah yang mengharuskan investor melakukan 51

sendiri kajian rute yang ingin diusulkan. Keadaan status quo ini diperkuat juga dengan adanya perlawanan dari angkutan lokal seperti ojeg dan becak yang berusaha mempertahankan wilayah layanannya. III.3.2. Pengelolaan Angkutan Umum Pengelolaan angkutan umum di Kota Bandung ditangani oleh beberapa instansi dengan tugas dan kewenangan masing-masing sebagaimana diatur dengan Peraturan Daerah. Instansi yang terlibat antara lain Dinas Perhubungan, Kepolisian, Dinas Pendapatan, dan koperasi angkutan yang mewakili operator. Untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi penanganan masalah transportasi Walikota Bandung menerbitkan keputusan No. 620/Kep.115-Bag.Huk/2001 tanggal 9 Maret 2001 untuk membentuk badan koordinasi dimaksud yang fungsinya menangani permasalahan transportasi jalan termasuk di dalamnya angkutan umum. Angkutan umum di Kota Bandung didominasi oleh moda angkutan darat, kereta api mewakili sekitar 4% dari jumlah perjalanan angkutan. Angkutan umum ini sebagian besar berupa angkot mikrobus. Moda angkutan umum yang beroperasi di Kota Bandung adalah angkot, bis kota, taxi, ojeg, becak dan delman. Angkot yang beroperasi terdiri dari 38 trayek dengan jumlah armada tercatat 5521 buah. Angkot yang tercatat ini sekaligus pula merupakan jumlah izin trayek yang dikeluarkan oleh pemerintah kota. Hal ini menunjukkan bahwa lisensi layanan angkutan umum melekat pada kendaraan bukan langsung pada bentuk jasa atau kegiatan yang dilakukan. Kebijakan yang diterapkan oleh Pemkot Bandung untuk membatasi pertumbuhan angkot adalah zero growth namun hal ini tidak banyak memberi sumbangan terhadap pengurangan tingkat kemacetan dikarenakan kendaraan yang terdaftar di luar Kota Bandung dan melakukan perjalanan atau beroperasi di Kota Bandung berada di luar kewenangan Dinas Perhubungan Kota. 52

III.3.3. Jenis dan Kapasitas Moda Angkutan Umum III.3.3.1 Armada Angkot Layanan angkutan umum yang dilakukan oleh angkot dilakukan melalui pengusaha yang berhimpun dalam koperasi. Terdapat 3 koperasi angkutan kota di Kota Bandung yaitu: 1. KOBANTER BARU (Koperasi Bandung Tertib Baru) 2. KOBUTRI (Koperasi Bina Usaha Transportasi Republik Indonesia) 3. KOPAMAS (Koperasi Angkutan Masyarakat) KOBANTER BARU merupakan koperasi angkot yang terbesar di Kota Bandung dengan jumlah trayek yang 28 dan armada 4.702 kendaraan. KOBUTRI mengontrol 6 trayek dengan armada 599 kendaraan sementara KOPAMAS menguasai 4 trayek dengan armada 220 kendaraan. Ketiga koperasi ini merupakan wadah bagi pemilik kendaraan atau pengemudi dan memberi forum komunikasi antara pemilik-pengemudi dengan pemerintah. Dalam prakteknya koperasi ini juga mengatur dan mengkoordinir trayek dan sebagai fasilitator dalam hubungan dengan pihak bank dalam pembelian kendaraan dan pembiayaan kendaraan baru. Setiap pemilik angkot yang beroperasi di Kota Bandung harus merupakan anggota dari salah satu koperasi tersebut di atas dan koperasi akan menjaga efektifitas hak dan pengawasan terhadap trayek-trayek yang berada dalam wilayahnya masing-masing. Studi Masterplan Angkutan Umum tahun 2004 mengutarakan bahwa peran koperasi angkutan yang sangat besar cenderung dominan baik terhadap anggota maupun dalam bernegosiasi dengan pemerintah kota. Kekuatan yang dimiliki oleh koperasi angkutan cenderung mempertahankan status quo dimana apabila ada upaya pembangunan transportasi perkotaan yang dicurigai akan merugikan kepentingan koperasi, dan anggota, mereka dapat menghimpun massa yang besar untuk menghambatnya. 53

54

Tabel III.5 Distribusi Trayek dan Jumlah Armada Koperasi Angkutan No Nama Trayek Panjang, km Jumlah Koperasi 1 Abdul Muis - Cicaheum via Aceh 22 100 Kobanter Baru 2 Abdul Muis - Cicaheum via Binong 32 369 Kobanter Baru 3 Abdul Muis - Dago 22 273 Kobanter Baru 4 Abdul Muis - Elang 20 101 Kobanter Baru 5 Abdul Muis - Ledeng 26 245 Kobanter Baru 6 Abdul Muis - Mengger 14,89 25 Kobanter Baru 7 Antapani - Ciroyom 25,06 160 Kobanter Baru 8 Cibaduyut - Karang Setra 31,08 201 Kobanter Baru 9 Cicadas - Cibiru - Panyileukan 29,38 200 Kobanter Baru 10 Cicaheum - Ciroyom 30 206 Kobanter Baru 11 Cicaheum - Ledeng 30 214 Kobanter Baru 12 Cijerah - Ciwastra - Derwati 34,11 200 Kobanter Baru 14 Ciroyom - Cikudapateuh 30 125 Kobanter Baru 15 Cisitu Tegallega 16,19 82 Kobanter Baru 16 Ciwastra - Ujung Berung 22,8 32 Kobanter Baru 17 Dago - Riung Bandung 42 201 Kobanter Baru 18 Elang - Cicadas 31,42 300 Kobanter Baru 19 Elang - Gedebage - Ujung Berung 37,49 115 Kobanter Baru 20 Margahayu Raya - Ledeng 46 125 Kobanter Baru 21 Panghegar P - Dipati Ukur 37,8 155 Kobanter Baru 22 Panyileukan - Sekemirung 43,9 125 Kobanter Baru 23 Pasar Induk Caringin - Dago 44 140 Kobanter Baru 24 Sadang Serang - Caringin 34,24 200 Kobanter Baru 25 Sadang Serang - Ciroyom 18 150 Kobanter Baru 26 Sederhana - Cijerah 14,36 67 Kobanter Baru 27 Sederhana - Cipagalo 27,8 276 Kobanter Baru 28 Stasiun Hall - Gedebage 42 200 Kobanter Baru 29 Cicaheum - Cibaduyut 36,8 150 Kobutri 30 Cicaheum - Ciwastra - Derwati 34 200 Kobutri 31 Ciroyom - Sarijadi 24 97 Kobutri 32 Stasiun Hall - Ciumbeluit via Cihampelas 16 40 Kobutri 33 Stasiun Hall - Ciumbuleuit via Eyckam 18 60 Kobutri 34 Stasiun Hall - Dago 22 52 Kobutri 35 Halteu Andir - Cibogo Atas 8,84 35 Kopamas 36 Sederhana - Cimindi 16,51 55 Kopamas 37 Stasiun Hall - Gunung Batu 16 55 Kopamas 38 Stasiun Hall - Sarijadi 15,4 75 Kopamas 55

1,030.07 5,521 Sumber : Dishub Kota Bandung (2007) Untuk mengawasi dan melindungi kepentingan operator, setiap koperasi menunjuk kepala kelompok atau kordinator pengawas trayek. Kelompokkelompok ini memiliki kepedulian terutama untuk memastikan pendapatan supir dari trayek tetap terjaga dan tidak mendorong upaya perbaikan layanan. Ketua kelompok dapat menjadi koordonator dalam melakukan perlawanan terhadap perubahan kebijakan, operasi dan trayek angkutan umum yang mungkin dapat merugikan kepentingan anggota mereka. Sikap protektif tersebut ditengarai sebagai salah satu alasan transportasi perkotaan di Kota Bandung berada pada keseimbangan biaya-rendah dan kualitas-rendah (low-cost low-quality equilibrium). Pemerintah tidak dapat memaksakan perubahan yang lebih mengutamakan pengguna angkutan umum dan harus bernegosiasi dengan koperasi. Berdasarkan Studi Masterplan Angkutan Umum Kota Bandung 2004 diperoleh gambaran bahwa jumlah armada angkot yang beroperasi di Kota Bandung melebihi kebutuhan ideal sebesar 247 unit atau 4,5% dari total jumlah armada yang beroperasi. Perbandingan antara supply armada angkot dan kebutuhan ideal menurut studi tersebut adalah sebagaimana diberikan pada Tabel III.6. Kondisi di atas dapat menguntungkan bagi pengguna angkutan dari sisi ketersediaan layanan namun dari sisi operator menimbulkan persaingan ketat antar angkot. Dampak yang terlihat dari kelebihan supply ini adalah fenomena ngetem pada jam-jam off peak. 56

Tabel III.6 Perbandingan Jumlah Armada dan Kebutuhan Ideal Angkot No Nama Trayek Jumlah Kendaraan Kebutuhan Ideal Kelebihan 1 Abdul Muis - Cicaheum via Binong 369 358 11 2 Abdul Muis - Cicaheum via Aceh 100 95 5 3 Abdul Muis - Dago 273 263 10 4 Abdul Muis - Ledeng 245 235 10 5 Abdul Muis - Elang 101 95 6 6 Cicaheum - Ledeng 214 204 10 7 Cicaheum - Ciroyom 206 197 9 8 Cicaheum - Ciwastra - Derwati 200 193 7 9 Cicaheum - Cibaduyut 150 143 7 11 Sadang Serang - Ciroyom 150 135 15 12 Stasiun Hall - Ciumbuleuit via Eyckam 60 54 6 13 Stasiun Hall - Ciumbeluit via Cihampelas 40 28 12 14 Stasiun Hall - Gedebage 200 199 1 15 Stasiun Hall - Sarijadi 75 62 13 16 Stasiun Hall - Gunung Batu 55 47 8 17 Margahayu Raya - Ledeng 125 117 8 18 Dago - Riung Bandung 201 198 3 19 Pasar Induk Caringin - Dago 140 129 11 20 Panhegar P - Dipati Ukur 155 149 6 21 Ciroyom - Sarijadi 97 85 12 22 Ciroyom - Bumi Asri 115 107 8 23 Ciroyom - Cikudapateuh 125 121 4 24 Sederhana - Cipagalo 276 271 5 25 Sederhana - Cijerah 67 63 4 26 Sederhana - Cimindi 55 55 0 27 Ciwastra - Ujung Berung 32 29 3 28 Cisitu - Tegallega 82 81 1 29 Cijerah - Ciwastra - Derwati 200 195 5 30 Elang - Gedebage - Ujung Berung 115 113 2 31 Abdul Muis - Mengger 25 23 2 32 Elang - Cicadas 300 294 6 33 Antapani - Ciroyom 160 152 8 34 Cicadas - Cibiru - Panyileukan 200 194 6 35 Panyileukan - Sekemirung 125 117 8 36 Sadang Serang - Caringin 200 196 4 37 Cibaduyut - Karang Setra 201 195 6 38 Halteu Andir - Cibogo Atas 35 35 0 Jumlah 5,521 5,274 247 57

Sumber : Studi Masterplan Angkutan Umum (2004) III.3.3.2. Armada Bis Kota Armada bis kota di Kota Bandung hampir sebagian besar dikelola oleh Perum Damri. Armada ini beroperasi pada 11 trayek dengan jumlah kendaraan 214 buah. Bis kota memiliki kapasitas 40-62 penumpang. Jaringan trayek yang dilayani oleh bis kota Damri adalah sebagaimana diberikan pada Tabel III.7 berikut : Tabel III.7 Jaringan Trayek DAMRI No Trayek Jumlah Armada Beroperasi 1 Cicaheum - Cibeureum 30 2 Ledeng - Leuwipanjang 12 3 Dipati Ukur - Leuwipanjang 12 4 Elang - Jatinangor 12 5 Kebon Kalapa - Tanjung Sari 15 6 Cicaheum - Leuwipanjang 30 7 Cibiru - Kebon Kalapa - Leuwipanjang 16 8 Alun-alun - Ciburuy 21 9 Elang - Jatinangor 12 10 Dipati Ukur via Tol 14 11 Cicaheum - Cibeureum (AC) 12 12 Dipati Ukur - Jatinangor (AC) 8 13 Cicaheum - Leuwipanjang (AC) 12 14 Cibiru - Leuwipanjang (AC) 8 Jumlah 214 Sumber : Perum DAMRI, 2004 Berdasarkan Studi Masterplan Angkutan Umum Kota Bandung 2004 diperoleh gambaran bahwa jumlah armada bis kota yang beroperasi di Kota Bandung masih kurang dibanding kebutuhan ideal sebesar 25 unit atau sekitar 12% dari total jumlah armada yang beroperasi sebesar 214 unit. Perbandingan antara supply 58

armada bis kota dan kebutuhan ideal menurut studi tersebut adalah sebagaimana diberikan pada Tabel III.8 berikut: Tabel III.8 Perbandingan Jumlah Armada dan Kebutuhan Ideal Bis Kota No Nama Trayek Jumlah Armada Kebutuhan Ideal Kekurangan /kelebihan 1 Cicaheum - Cibeureum 30 33-3 2 Ledeng - Leuwipanjang 12 14-2 3 Dipatiukur - Leuwipanjang 12 13-1 4 Elang - Jatinangor 12 12 0 5 Kebon Kelapa - Tanjung Sari 15 12 3 6 Cicaheum - Leuwipanjang 30 40-10 7 Cibiru - Kebon Kelapan - Leuwipanjang 16 23-7 8 Alun-alun - Ciburuy 21 15 6 9 Elang - Jatinangor via tol 12 18-6 10 Dipatiukur via tol 14 12 2 11 Cicaheum - Cibeureum (AC) 12 14-2 12 Dipatiukur - Jatinangor (AC) 8 8 0 13 Cicaheum Leuwipanjang (AC) 12 16-4 14 Cibiru - Leuwipanjang (AC) 8 9-1 Jumlah 214 239-25 Sumber: Studi Masterplan Angkutan Umum (2004) Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah armada bis kota di Kota Bandung masih kurang dibanding dengan kebutuhan ideal. Perbandingan kebutuhan dan jumlah armada antara bis kota dengan angkot di atas menunjukkan bahwa tersebut berbeda dengan angkot yang menunjukkan bahwa pada umumnya jumlah armada biskota yang dikelola DAMRI masih kurang. III.3.3.3. Taksi, Becak, Ojeg dan Delman Selain layanan bis kota dan angkot, terdapat angkutan umum dengan rute tidak tetap di Kota Bandung yaitu berupa taxi, becak, ojeg dan delman. Di Kota Bandung terdapat 1.182 taxi yang dioperasikan oleh enam perusahaan yaitu Centris, PuskopAU, Kota Kembang, Gemah Ripah, 4848 dan Kuat (Dishub Kota Bandung, 2006). 59

Pada daerah sekitar pasar dan pusat perbelanjaan, untuk pergerakan jarak pendek biasanya dilayani oleh becak dengan jumlah diperkirakan 4000 buah. Jenis angkutan ojeg dan delman juga merupakan angkutan yang banyak beroperasi terutama pada daerah pinggiran kota. Fenomena ini diduga disebabkan oleh keterbatasan jangkauan jalur angkutan umum pada daerah pemukimanpemukiman. Studi Masterplan Angkutan Umum (2004) mencatat terdapat 60 titik lokasi becak beroperasi dan 53 pangkalan ojeg di Kota Bandung. III.4. Kondisi Lalu Lintas di Kota Bandung Sebagai kota yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, Kota Bandung mengalami fenomena peningkatan kemacetan lalu lintas. Pertumbuhan jumlah kendaraan, terutama kendaraan pribadi baik sepeda motor maupun mobil, yang tidak seimbang dengan penambahan jaringan jalan memberi andil terhadap keadaan tersebut. Salah satu kriteria untuk menilai keseimbangan, atau ketidakseimbangan, antara supply dan demand adalah dengan melihat nisbah (ratio) volume kendaraan yang melintas dengan kapasitas jalan, yaitu v/c ratio. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kota Bandung, nisbah v/c untuk beberapa jalan di Kota Bandung yang menjadi bagian dari penelitian ini adalah sebagaimana pada Tabel III.9 berikut. Tabel III.9 Kinerja Jaringan Jalan di Kota Bandung No Ruas / Jalan Panjang v/c, rata-rata m (Th. 2002) 1 PHH Mustafa 2,370 1.0 2 Surapati 1,650 0.9 3 Dipati Ukur 1,750 1.0 4 Siliwangi 1,025 0.8 5 Cihampelas 1,570 0.8 6 Eyckman 730 0.9 7 Pasirkaliki 670 0.8 8 A R Saleh 1,000 1.0 9 Garuda 620 0.6 10 Pajajaran 1,960 0.7 60

11 Jalan Ciroyom 1,280 1.0 Sumber : Dishub Kota Bandung, 2006 (diolah) Dengan nisbah v/c yang rata-rata mendekati angka 1,0 tersebut menunjukkan bahwa kapasitas jalan yang ada sudah tidak akan mampu lagi menampung penambahan volume kendaraan tanpa terjadinya penurunan kecepatan yang berarti juga penurunan kualitas layanan. Ukuran kualitas layanan jaringan jalan, dan sistem transportasi pada umumnya, adalah waktu yang dibutuhkan untuk melintas pada ruas tertentu atau pada keseluruhan rangkaian ruas jalan yang membentuk jaringan perjalanan dari titik asal sampai titik tujuan. 61