BAB II TINJAUAN TEORETIS

dokumen-dokumen yang mirip

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Informasi penyakit ISPA

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan

UKDW. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

Swine influenza (flu babi / A H1N1) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae.

DEA YANDOFA BP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

OLEH: IMA PUSPITA NIM:

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS),

Kiat Atasi Gangguan Pernapasan Akibat Polusi Udara

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT REGULER

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ANGKA KEJADIAN ISPA DI RW. 03 KELURAHAN SUKAWARNA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. negara, dan Indonesia menduduki tempat ke-6, dengan jumlah kasus 6 juta kasus

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. variabel tertentu, atau perwujudan dari Nutriture dalam bentuk variabel

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari.

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), diare adalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

Mengapa disebut sebagai flu babi?

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C)

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORETIS Infeksi respirologi akut (IRA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada anak. Yang dimaksud infeksi respiratori adalah mulai dari infeksi infeksi respiratori atas dan adneksanya hingga parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung hingga 14 hari. Infeksi respiratori atas adalah infeksi primer respiratori di atas laring yaitu hidung, faring, dan laring, sedangkan infeksi laring ke bawah disebut infeksi respiratori bawah (Rahajoe, dkk., 2008). Penyebab IRA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Di negara maju, IRA didominasi oleh virus, sedangkan di negara berkembang, oleh bakteri, seperti S. pneumoniae dan H. influenza (Rahajoe, dkk., 2008). Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Hemophilus, Bordetella, dan Corynebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus. Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA di antaranya bakteri Staphylococcus dan Streptococcus serta virus Influenza yang di udara bebas akan 5

6 masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah dua tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA. Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan (library.usu.co.id). Menurut Rahajoe, dkk., (2008) infeksi respiratori atas terdiri dari rinitis, faringitis, tonsillitis, tonsilofaringitis akut, otitis media, dan rinosinusitis. 1. Rinitis merupakan istilah konvensional untuk infeksi saluran pernapasan atas ringan dengan gejala umum hidung buntu, adanya sekret hidung, bersin, nyeri tenggorokan, dan batuk. Anak-anak lebih sering mengalami rinitis daripada dewasa, rata-rata mereka mengalami 6-8 rinitis per tahun. Rinitis merupakan penyakit akut yang sangat infeksius, dan biasanya disebabkan oleh virus. Salah satu virus penyebab rinitis adalah virus Influenza, sehingga terdapat penyebutan rinitis dengan flu, yang merupakan kata lain dari influenza.

7 Pada kenyataanya, ada banyak jumlah virus yang dapat menyebabkan rinitis. 2. Faringitis merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi lokal faring dan tonsil. Oleh karena itu, pengertian faringitis secara luas mencakup tonsillitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis. Infeksi pada daerah faring dan sekitarnya ditandai dengan keluhan nyeri tenggorokan. Faringitis dapat disebabkan oleh bakteri dan virus. Beberapa bakteri dapat melakukan proliferasi ketika sedang terjadi infeksi virus (copathogen bacterial) dan dapat ditemukan pada kultur, tetapi biasanya bukan merupakan penyebab dari faringitis/tonsilofaringitis akut. 3. Otitis media, suatu inflamasi telinga tengah berhubungan dengan efusi telinga tengah, yang merupakan penumpukan cairan telinga tengah. Otitis terjadi karena aerasi telinga tengah yang terganggu, biasanya disebabkan karena fungsi tuba eustakius yang terganggu. Tanda dan gejala otitis media adalah nyeri, demam, anoreksia, iritable, atau juga muntah. Kuman sering menyebabkan otitis media. 4. Rinosinusitis pada anak tidak terjadi secara primer akibat penyumbatan kompleks ostiomeatal (KOM), melainkan

8 akibat perubahan etmoid anterior yang menggangu aliran KOM, sehingga terjadi rinosinusitis maksimal dan rinosinusitis frontal kronis. Pada rinosinusitis disebabkan oleh bakteri. Tanda dan gejala rinosinusitis adalah rinore purulen, kongesti hidung, batuk, sakit kepala, nyeri wajah, iritabilitas, edema periorbital, dan demam tinggi. 2.1 Faktor-Faktor Predisposisi Kerentanan Anak Balita Anak masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya seperti makan. Ibu atau pengasuh yang dapat membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan makanan yang bergizi akan meningkatkan gizi anak (Hughughi, 2004). Menurut Engle, dkk., (1999) selain faktor konsumsi makanan dan faktor infeksi/kesehatan, faktor ketersediaan sumber daya keluarga seperti pendidikan dan pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, pola pengasuhan, sanitasi dan kesehatan rumah, ketersediaan waktu serta dukungan ayah, sebagai faktor yang mempengaruhi status gizi. Status gizi adalah keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan oleh salah satu atau dua kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu (Soekirman, 2000). Konsumsi dan komposisi makanan yang dimakan oleh balita

9 berbeda dengan orang dewasa. Adapun pemberian makan bagi anak setiap hari sebagai berikut (Soekirman, 2000): 1. Nasi 3 porsi (seminggu 21 porsi, sebulan 90 porsi). 2. Sayur 1 porsi (seminggu 7 porsi, sebulan 30 porsi). 3. Buah 2 porsi (seminggu 14 porsi, sebulan 60 porsi). 4. Tempe 1,5 porsi (seminggu 10,5 porsi, sebulan 45 porsi). 5. Daging 1,5 porsi (seminggu 10,5 porsi, sebulan 45 porsi). 6. Susu 3,5 porsi (seminggu 24,5 porsi, sebulan 105 porsi). Penganekaragaman makanan dalam upaya menaikkan selera dan semangat makan balita harus dilakukan oleh pengasuh setiap hari. Setelah umur satu tahun menunya harus bervariasi untuk mencegah kebosanan dan diberi susu, sereal (seperti bubur beras, roti) daging, sup, sayuran, dan buah-buahan. Makanan padat yang diberikan tidak perlu dihaluskan lagi melainkan yang kasar supaya anak yang sudah mempunyai gigi belajar mengunyah. 2.2 Dua Faktor Pendukung Terjadi ISPA Faktor yang berkaitan dengan ISPA pada balita antara lain usia, keadaan gizi yang buruk, status imunisasi yang tidak lengkap serta kondisi lingkungan yang buruk seperti ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat, kepadatan hunian rumah yang terlalu

10 padat, pencemaran udara (asap dan debu) di dalam rumah maupun di luar rumah (Rahajoe, dkk., 2008). 2.2.1 Faktor Lingkungan A. Faktor Lingkungan Internal 1. Penyediaan air bersih: penggunaan air bersih untuk keperluan sehari-hari membuat annggota keluarga menjadi lebih sehat dan bisa tidak mudah terserang penyakit. 2. Pencahayaan: pencahayaan yang baik membuat sinar matahari mudah masuk dan membunuh kuman atau bakteri yang ada di dalam rumah. 3. Kebersihan ruangan: ruangan yang jarang dibersihkan akan membuat debu menempel pada ruangan sehingga jika ada partikel infeksius yang menempel di ruangan akan bertahan di ruangan tersebut dan bisa terhirup anggota keluarga. 4. Lantai: lantai yang sering dan mudah dibersihkan, misalnya terbuat dari keramik, sangat mudah disapu dan dipel sehingga partikel atau debu bisa hilang dari lantai. 5. Jamban: jamban yang sehat dalam rumah bisa mengurangi resiko menularnya penyakit.

11 6. Kamar mandi: jika ada kamar mandi dalam rumah membuat anggota keluarga bisa membersihkan diri mereka tanpa malu dan tidak akan menyebarkan penyakit yang sedang dideritanya. 7. Kepadatan hunian: rumah yang terlalu banyak orang akan memudahkan ISPA mudah tertular karena terlalu banyak orang dalam suatu ruangan dan tidak ada tempat untuk mengisolasi orang yang terkena ISPA. 8. Keluarga merokok: orang tua yang merokok menyebabkan anaknya rentan terhadap pneumonia (Rahajoe, dkk., 2008). Perokok pasif dapat mempengaruhi kolonisasi H. influenzae di saluran pernapasan atas pada anak prasekolah (Kosikowska dkk, 2010). B. Faktor Lingkungan Eksternal a. Pembuangan sampah : sampah yang rajin dibersihkan bisa mengurangi sampah sebagai tempat menjadi sarang penyakit. b. Saluran pembuangan air limbah: jika air limbah tidak disalurkan ke got menuju kali tetapi di kebun akan

12 membuat kubangan air limbah di atas tanah dan menjadi sarang penyakit. c. Kebisingan: kondisi sekeliling rumah yang tidak bising membuat balita bisa beristirahat dengan tenang tanpa ada suara yang mengganggu. d. Pekarangan: pekarang yang ditanami tanaman bisa menyerap CO 2 dan menggantinya menjadi O 2 sehingga udara lebih segar bagi keluarga. e. Kandang: kandang yang terlalu dekat rumah bisa membuat partikel kotoran hewan dibawa masuk ke dalam rumah oleh hewan dan mencemari makanan atau mencemari ruangan rumah. Kotoran hewan yang tidak terkumpul dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman penyakit. 2.2.2 Health Care A. Upaya Pencegahan 1. Kebersihan diri: balita yang sering mebersihkan diri atau mandi bisa menghilangkan partikel infeksius yang menempel pada badan atau baju sehingga risiko terserang penyakit sedikit. 2. Makanan sehat: makanan sehari-hari dibutuhkan yang teratur dalam jumlah porsi yang cukup untuk mempertahankan anti bodi tubuh sehingga bisa

13 melawan virus atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh. 3. Kebiasaan mencuci tangan: praktek cuci tangan sebagai bentuk menjaga kebersihan diri sebelum melakukan pekerjaan terkait makanan atau menyusui dan minum air yang telah dimasak, merupakan bentuk praktek perawatan yang dapat mencegah diare, termasuk usaha mencegah makanan dari gangguan lalat dan kontaminasi lain (Bahar, 2000). B. Tindakan Pertama Mengatasi Gangguan Tindakan yang dilakukan sebelum membawa pasien ke puskesmas: di sebagian negara berkembang, pemanfaatan fasilitas kesehatan masih rendah. Kecenderungan masyarakat menggunakan fasilitas kesehatan untuk penanganan kasus IRA berbeda antara puskesmas dan rumah sakit. Enampuluh persen kunjungan ke puskesmas terkait penyakit IRA, sementara kunjungan rawat jalan dan rawat inap rumah sakit hanya mencapai 20-40% dari total jenis kasus penyakit. Tindakan yang dilakukan sebelum membawa pasien ke puskesmas dapat menentukan seberapa cepat pasien akan tertangani dengan baik sehingga risiko keparahan bisa ditekan. Angka

14 kematian akibat kasus pneumonia pada anak dipengaruhi antara lain oleh tingkat keparahan pasien karena penanganan yang terlambat (Rahajoe, dkk., 2008). 2.3 Pengasuhan Pengasuhan adalah suatu sikap dan praktek yang dijalankan oleh orang dewasa (ibu atau pengasuh lain) meliputi: pemberian ASI, cara memberi makan kepada anak (child feeding), perawatan kesehatan dasar, memberi rasa aman, melindungi anak, tidur bersama, memandikan dan memakaikan pakaian, membiasakan menggunakan toilet, menjaga kebersihan, mencegah dari kuman patogen dan serangan penyakit, pencegahan dan pengobatan saat anak sakit, berinteraksi dan memberikan stimulasi, bermain bersama dan bersosialisasi, memberi kasih sayang serta menyediakan tempat tinggal yang layak dan lingkungan sehat, agar anak dapat tumbuh kembang dengan baik (Soetjiningsih, 1995 dan Jus at dkk, 2000). Pengasuhan yang dilakukan dengan tepat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yang lebih optimal. Pola asuh yang berpengaruh terhadap pertumbuhan, antara lain: stimulus (rangsangan), motivasi, ganjaran atau hukuman, kelompok sebaya, stress, lingkungan bermain, cinta dan kasih sayang serta kualitas interaksi antara anak dan orang tua. Interaksi

15 tidak hanya ditentukan oleh seberapa lama orang tua terutama ibu berinteraksi dengan anak, tetapi terutama kualitas dari interaksi tersebut yakni pemahaman terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan kasih sayang (Soetjiningsih, 1995 dan Supariasa, 2001). Determinan pola asuhan terhadap pertumbuhan anak cukup besar, dimana pola asuh yang baik berkolerasi positif terhadap tingkat kecukupan gizi dan kesehatan anak (Engle, dkk., 1999). Aspek-aspek dalam pengasuhan menurut Hughughi (2004) meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi, dan pengasuhan sosial. 1. Pengasuhan fisik mencakup semua aktifitas yang bertujuan agar anak dapat bertahan hidup dengan baik dengan menyediakan kebutuhan dasarnya seperti makan, kehangatan, kebersihan, ketenangan waktu tidur, dan kepuasan ketika membuang sisa metabolisme dalam tubuhnya. Cara-cara dalam memberikan makan yang baik seperti menyiapkan makanan tambahan selain ASI, perilaku atau kebiasaan memberi makanan bayi, cara membujuk anak makan, menciptakan suasana nyaman, menghindari pertengkaran sewaktu makan, membiasakan waktu makan yang teratur, memantau banyaknya makan yang dihabiskan oleh anak dan lain-lain. Ibu yang dapat membimbing anak

16 tentang cara makan yang sehat dan makanan yang bergizi akan meningkatkan gizi anak. Selain itu, ibu juga perlu menciptakan situasi makan yang nyaman dan aman. Karena situasi makan dapat berpengaruh terhadap kebiasaan makan anak. Anak sebaiknya diberi makan secara teratur setiap hari, makan pada tempat yang nyaman, dan anak makan dengan tertib. 2. Pengasuhan emosi mencakup pendampingan ketika anak mengalami kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan seperti merasa terasing dari teman-temannya, takut, atau mengalami trauma. Pengasuhan emosi ini mencakup pengasuhan agar anak merasa dihargai sebagai individu, mengetahui rasa dicintai, serta memperoleh kesempatan untuk menentukan pilihan dan untuk mengetahui resikonya. Pengasuhan ini bertujuan agar anak mempunyai kemampuan yang stabil dan konsisten dalam berinteraksi dengan lingkungannya, menciptakan rasa aman, serta menciptakan rasa optimistik atas hal-hal baru yang ditemui oleh anak. Pengasuhan emosi juga erat kaitannya dengan pengasuhan fisik, seperti bila antara ibu dan anak terdapat kontak fisik yang sering dan kontak fisik tersebut juga disertai dengan belaian atau sentuhan yang penuh dengan

17 cinta dan sayang maka kontak fisik tersebut juga ada unsur emosinya. 3. Pengasuhan sosial bertujuan agar anak tidak merasa tersaingi dari lingkungan sosialnya yang akan berpengaruh terhadap perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya. Pengasuhan sosial ini menjadi sangat penting karena hubungan sosial yang dibangun dalam pengasuhan akan membentuk sudut pandang terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Pengasuhan sosial yang baik berfokus pada memberikan bantuan kepada anak untuk dapat terintegrasi dengan baik di lingkungan rumah maupun sekolahnya dan membantu mengajarkan anak akan tanggung jawab sosial yang harus diembannya. Engle, dkk., (1999) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang berkaitan dengan ibu sebagai pelaku pengasuh yaitu 1) kesehatan ibu; 2) tingkat pengetahuan; 3) intensitas waktu ibu bersama anak dan 4) kepercayaan ibu. 1. Kesehatan ibu yang kurang baik atau buruk mempengaruhi pemberian pengasuhan kepada anaknya. Ibu dengan kesehatan yang baik dan berpostur relatif lebih tinggi dan gemuk mempunyai energi untuk memperhatikan keadaan gizi anaknya. Zeiltin (2000), menggambarkan bahwa keadaan gizi ibu secara konsisten berhubungan positif

18 dengan perhatian ibu terhadap pengasuhan anak khususnya pola asuh makan, sehingga mempengaruhi keadaan gizi anak balita menjadi lebih baik. 2. Rendahnya tingkat pengetahuan tentang kebutuhan dan nilai pangan dengan kata lain kurangnya sumber daya atau rendahnya kemampuan ibu dalam mengontrol sumber daya yang tersedia akan mempengaruhi ibu dalam memberikan pengasuhan yang berkualitas terutama dalam pola asuh kesehatan. Kurangnya pengetahuan tentang gizi dapat menentukan pola gizi yang dilaksanakan sehari-hari (Suhardjo, 2003). Selain itu juga, tingkat pendidikan mempengaruhi dalam menerima informasi dan mengolahnya. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan yang baik/cara mempraktikkan pola asuh dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana cara menjaga kesehatan anak, pendidikan dan sebagainya (Soetjiningsih, 1995) 3. Pergeseran fungsi wanita dalam rumah tangga yakni tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga menjadi pencari tambahan nafkah untuk menutupi kekurangan

19 kebutuhan ekonomi keluarga berpengaruh terhadap pemberian pengasuhan. Gumala (2002), menyatakan ibu yang bekerja di luar rumah merupakan salah satu penyebab atau risiko yang dapat mengakibatkan ibu mempunyai pola asuh yang tidak baik pada anak. Hal ini berkaitan dengan alokasi waktu yang disediakan ibu, untuk bersama-sama dengan anaknya. Walaupun demikian, Satoto (1990), dalam penelitiannya di Jepara menunjukkan bahwa alokasi waktu ibu tidak berhubungan dengan pertumbuhan berat badan anak. Menurut hal yang lebih penting bukan lagi berapa lama ibu bersama-sama anaknya setiap hari, tetapi pada intensitas ibu dan anak sewaktu mereka sedang bersamasama. 4. Salah satu karakteristik budaya yaitu budaya dapat diajarkan dan akan tetap berkembang dan dipelajari sepanjang pengalaman hidupnya (Sudiharto, 2007). Kepercayaan merupakan salah satu jenis budaya. Kepercayaan ibu terhadap jenis makanan tertentu mempengaruhi pola hidup bahkan kebiasaan dalam suatu masyarakat. Kepercayaan bisa timbul dari dalam agama atau kebiasaan yang turun temurun. Kebiasaan yang berasal dari turun temurun masih dapat diatasi dengan pendidikan kesehatan yang baik. Pudjiadi (1993),

20 menemukan bahwa pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu dapat mempengaruhi terjadinya kekurangan energi protein.