BAB III METODOLOGI PENELITIAN. III.1. Program Rencana Penelitian Program rencana penelitian ini disusun seperti tampak pada gambar berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia sektor jasa konstruksi selama ini sudah terbukti sebagai salah

KEPUTUSAN DEWAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 70 / KPTS / LPJK / D / VIII / 2001

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 10 /PRT/M/2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

2017, No Konsultansi Konstruksi; Mengingat: : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM SERTIFIKASI INSINYUR PROFESIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tugas Akhir Kajian Pemberlakuan Syarat Sertifikat Keterampilan Kerja bagi Tenaga Kerja Mandor DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan di berbagai bidang sedang giat dilaksanakan oleh bangsa

BAB I PENDAHULUAN. perencana, baik untuk pembangunan gedung, jalan maupun irigasi.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

PROPINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW NOMOR TAHUN 2015 TENTANG JASA KONSTRUKSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BAB V PENERAPAN KEWAJIBAN SERTIFIKASI BAGI TENAGA AHLI KONSTRUKSI DI INDONESIA

KEPUTUSAN DEWAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 71/KPTS/LPJK/D/VIII/ 2001

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

O H T UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KERJASAMA PROGRAM PROFESI INSINYUR KEMENTERIAN PUPR DENGAN KEMENTERIAN RISTEK DIKTI. DIREKTUR JENDERAL BINA KONSTRUKSI Jakarta - Senin,10 Oktober 2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II. A. Sejarah Singkat Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) dalam surat keputusan (SK) Nomor.144/LPJK/V/2000.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencari penyedia barang dan jasa. Proses lelang (procurement) biasanya dilakukan

- 1 - BUPATI PONOROGO

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN

KESIMPULAN/KEPUTUSAN RAPAT

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DASAR DAN TEKNIK PENETAPAN KUOTA PESERTA SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. penduduk 303 juta jiwa ( Hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PENGATURAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI DITINJAU BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 (Studi Kasus di Kotamadya Medan)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan Implementasi Sertifikasi Keahlian dalam Bidang Industri Jasa

Unsur Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Di Dua Puluh Tujuh Provinsi, dan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 338/KPTS/M/2011 tentang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis data pada penelitian ini merupakan data kualitatif-kuantitatif yang nantinya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2014 NOMOR 06 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PONOROGO PERATURAN BUPATI PONOROGO NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI

KAJIAN SISTEM SERTIFIKASI LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG DI KOTA TERNATE PROPINSI MALUKU UTARA

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, a.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sektor konstruksi merupakan salah satu sektor yang memegang peranan cukup

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

BERITA NEGARA. KEMENPU-PR. Keprofesian Berkelanjutan. Tenaga Ahli. Konstruksi Indonesia. Pengembangan.

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c periu ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini jumlah kontraktor di Indonesia sekitar Jumlah ini lebih

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN TENAGA AHLI KONSTRUKSI (menurut Perlem no 13 tahun 2014)

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG SERTIFIKASI PENDIDIK UNTUK DOSEN

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN TENAGA AHLI KONSTRUKSI (menurut Perlem no 13 tahun 2014) BAPEL Lembaga Pengembangan jasa Konstruksi Nasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran

BAB III SURVEY KETERSEDIAAN DATA

JASA KONSTRUKSI NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses permohonan Sertifikat Badan Usaha (SBU). Kualifikasi Usaha Jasa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PENYAJIAN DATA

Transkripsi:

42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Program Rencana Penelitian Program rencana penelitian ini disusun seperti tampak pada gambar berikut: Undang-Undang No 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2000 Tentang Usaha Dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi Keputusan LPJK No. 71/KPTS/LPJK/D/VIII /2001 tentang Sertifikasi dan Registrasi Tenaga Ahli Jasa Konstruksi Kewajiban Sertifikasi Bagi Tenaga Ahli Konstruksi Gambaran Umum Penerapan Kewajiban Sertifikasi Bagi Tenaga Ahli Fenomena yang berkembang sejak diwajibkanya tenaga ahli memiliki sertifikat keahlian Dampak yang dirasakan oleh setiap pihak yang berhubungan dengan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi Diskusi Mengenai Kewajiban Sertifikasi Bagi Tenaga Ahli Konstruksi di Indonesia Gambar III.1. Program rencana penelitian evaluasi kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia Dasar hukum dari penelitian ini adalah Undang-undang no. 18 tahun 1999 tentang jasa konstruksi yang mewajibkan tenaga ahli konstruksi memiliki Sertifikat Keahlian dan untuk pelaksanaannya diatur pada Peraturan Presiden no.28 tahun 2000 tentang usaha dan peran masyarakat jasa konstruksi dan Keputusan LPJK No. 71/KPTS/LPJK/D/VIII/2001 tentang Sertifikasi dan Registrasi Tenaga Ahli Jasa Konstruksi. Berdasarkan landasan hukum tersebut, kemudian dibuat gambaran umum mengenai penerapan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di

43 Indonesia, fenomena yang berkembang semenjak dikeluarkannya Undang-undang Jasa Konstruksi tahun 1999 mengenai kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia, dan dampak yang dirasakan oleh setiap pihak yang berhubungan dengan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia. Informasi yang dibutuhkan untuk menjelaskan hal tersebut nantinya akan dikumpulkan lebih lanjut dengan menggunakan metode wawancara dan kuesioner pada sampel-sampel yang terlebih dahulu ditentukan. III.1.1. Gambaran umum mengenai penerapan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia. Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai sejauh mana penerapan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia, ada beberapa hal yang harus diketahui, yaitu: 1. Gambaran umum mengenai sejak kapan tenaga ahli konstruksi di Indonesia memiliki Sertifikat Keahlian 2. Gambaran umum mengenai sejak kapan perusahaan konstruksi di Indonesia memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian 3. Gambaran umum mengenai siapa saja sampai saat ini yang baru diwajibkan memiliki Sertifikat Keahlian konstruksi pada pekerjaan jasa konstruksi 4. Gambaran umum mengenai siapa saja sampai saat ini yang baru diwajibkan memiliki Sertifikat Keahlian konstruksi pada suatu perusahaan pelaksana jasa konstruksi. III.1.2. Fenomena yang berkembang semenjak dikeluarkannya Undangundang jasa konstruksi tahun 1999 mengenai kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia. Untuk mendapatkan gambaran fenomena yang berkembang sejak diwajibkannya tenaga ahli konstruksi memiliki sertifkat keahlian, ada beberapa hal yang harus diketahui, yaitu: 1. Pemahaman masyarakat jasa konstruksi mengenai hal yang berhubungan dengan sertifikasi tenaga ahli konstruksi di Indonesia.

44 2. Bagaimana cara tenaga ahli konstruksi untuk dapat memiliki Sertifikat Keahlian. 3. Bagaimana cara penyedia jasa konstruksi untuk memiliki tenaga ahli konstruksi bersertifikat keahlian 4. Pendapat masyarakat jasa konstruksi terhadap proses sertifikasi tenaga ahli yang sedang berlangsung pada saat ini di Indonesia 5. Upah tenaga ahli konstruksi yang memiliki Sertifikat Keahlian 6. Sejauh mana pengaruh kepemilikan tenaga ahli konstruksi bersertifikat keahlian oleh kontraktor terhadap penentuan pemenang tender 7. Sejauh mana pengaruh kepemilikan tenaga ahli konstruksi bersertifikat keahlian oleh kontraktor terhadap hasil pekerjaan yang dilakukan 8. Bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh pengguna jasa terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli bersertifikat keahlian III.1.3. Dampak yang dirasakan oleh setiap pihak yang berhubungan dengan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia. Untuk dapat mengetahui dampak positif yang terjadi dengan diwajibkannya tenaga ahli konstruksi memiliki sertifkat keahlian, ada beberapa indikator dampak positif yang harus diketahui terlebih dahulu, yaitu: 1. Dampak terhadap pengguna jasa konstruksi a. Terwujudnya perlindungan bagi masyarakat pengguna jasa atas keselamatan kerja dan mutu pekerjaan keinsinyuran karena hanya insinyur yang profesional yang boleh menangani pekerjaan-pekerjaan keinsinyuran. b. Terbentuknya jalur pertanggung-jawaban perdata atas hasil karya produk dan jasa keinsinyuran. c. Keyakinan untuk mendapatkan jasa pelaksana proyek konstruksi yang Profesional sehingga terciptanya suatu hubungan profesional antara pengguna dan penyedia jasa. d. Tersedianya sumber informasi yang terinci, terklasifikasi dan mutakhir terhadap kompetensi tenaga ahli yang dimiliki oleh kontraktor bagi

45 pengguna jasa yang hendak melakukan memilih kontraktor yang akan digunakan. 2. Dampak terhadap penyedia jasa konstruksi a. Memenuhi persyaratan tender proyek-proyek konstruksi b. Tersedianya sumber informasi yang terinci, terklasifikasi dan mutakhir bagi kontraktor yang hendak melakukan rekrutmen tenaga ahli konstruksi. c. Terciptanya iklim keprofesionalan dalam perusahaan kontraktor, yang akan mendorong tenaga ahli bersertifikat keahlian untuk semakin menekuni dan meningkatkan keahliannya. d. Tersedianya instrumen untuk mengatur jenjang karier dan skala imbalan kerja yang lebih pasti, adil dan memadai sesuai dengan klasifikasi yang berdasarkan kualifikasi, sehingga lebih meningkatkan kesetiaan seseorang pada profesi, yang akan meningkatkan keprofesionalan orang tersebut. e. Meningkatkan kinerja perusahaan kontraktor akibat peningkatan motivasi dan produktivitas tenaga kerja. 3. Dampak terhadap tenaga ahli konstruksi a. Adanya pengakuan yang resmi dan berlaku secara nasional terhadap kompetensi dan profesionalisme keinsinyuran dari seseorang yang menyandang sertifikasi keahlian konstruksi. b. Tersedianya kesempatan peningkatan kompetensi dan profesionalisme itu melalui pembinaan keprofesian yang berkelanjutan. c. Terciptanya jalur profesi sebagai jalur jenjang karier, di samping jalur struktural dan manajemen, sehingga lebih meningkatkan kesetiaan seseorang pada profesi, yang akan meningkatkan keprofesionalan orang tersebut. d. Terdapatnya kemudahan untuk turut-serta dalam proyek-proyek pembangunan konstruksi bila persyaratan keprofesionalan kelak telah diberlakukan Pemerintah. e. Terbukanya akses ke pasaran tenaga kerja keinsinyuran karena data-data pribadi dan kualifikasinya tercantum dalam data-base yang on-line.

46 f. Terbukanya akses langsung ke pasaran tenaga kerja keinsinyuran di luar negeri karena diakuinya sertifikasi keahlian konstruksi di luar negeri. g. Meningkatkan pendapatan dan nilai jual tenaga ahli yang memiliki Sertifikat Keahlian. 4. Dampak terhadap asosiasi profesi a. Meningkatkan pendapatan asosiasi profesi b. Meningkatnya kesejahteraan anggota yang memiliki Sertifikat Keahlian 5. Dampak terhadap asosiasi perusahaan a. Meningkatnya kesejahteraan anggota yang memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian. III.2. Perencanaan Survei Sebelum melakukan survei, terlebih dahulu ditentukan tujuan dari survei tersebut, dan siapa saja responden yang akan dimintai pendapatnya, dan jumlah responden tersebut. III.2.1. Tujuan Survei Survei ini dirancang untuk memperoleh opini dari para responden mengenai gambaran umum, fenomena yang berkembang dan dampak yang terjadi akibat penerapan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Kota Bandung. Gambaran mengenai fenomena yang berkembang dan dampak yang terjadi ini diharapkan dapat diperhatikan dan ditindaklanjuti sehingga dapat mengurangi atau mengeliminasi permasalahan dan dampak negatif yang dihadapi oleh pelaku jasa konstruksi di Kota Bandung dalam penerapan kewajiban sertifikasi tenaga ahli konstruksi. Penelitian ini dikembangkan dalam bentuk wawancara dan kuesioner sebagai alat bantu untuk mengumpulkan data yang dibuat dalam bentuk pertanyaanpertanyaan, wawancara dan kuesioner memiliki keuntungan diantaranya mudah

47 dilaksanakan, dan waktu yang diperlukan dalam pengumpulan data relatif lebih singkat (bila dilakukan dengan wawancara). III.2.2. Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pihak-pihak yang terlibat dalam penerapan kepemilikan Sertifikat Keahlian (SKA) yang berada di kota Bandung, antara lain: 1. Pengguna jasa (Pemerintah dan Swasta). 2. Kontraktor berkualifikasi menengah dan besar. 3. Tenaga ahli yang telah memiliki Sertifikat Keahlian. 4. Tenaga ahli yang belum memiliki Sertifikat Keahlian. 5. Asosiasi Profesi. 6. Asosiasi Perusahaan. Penelitian ini juga dilakukan di Kota Pekanbaru, tetapi hanya mengkaji secara umum fenomena yang berkembang dan dampak yang dirasakan kontraktor dan tenaga ahli akibat diwajibkannya tenaga ahli konstruksi memiliki Sertifikat Keahlian.. III.2.3. Penentuan Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Dr. Sugiyono, 2003). Apa yang dipelajari dari sampel tersebut seharusnya dapat diberlakukan untuk populasi. Dalam penelitian ini, dari sekian banyak cara penentuan sampel maka yang digunakan adalah cara Nonprobability Sampling yaitu sampling kuota. Cara ini adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah yang diinginkan. Untuk Kota Bandung ditentukan kuotanya adalah sebagai berikut: 1. Pengguna jasa di kota Bandung (6 responden) a. 3 Pengguna jasa pemerintah b. 3 pengguna jasa swasta 2. Asosiasi Profesi di kota Bandung (4 responden) a. 2 Asosiasi profesi yang bergerak pada satu bidang keahlian

48 b. 2 Asosiasi profesi yang bergerak pada berbagai bidang keahlian 3. Asosiasi Perusahaan di kota Bandung (2 responden) a. 1 Asosiasi perusahaan yang bergerak pada satu bidang keahlian b. 1 Asosiasi perusahaan yang bergerak pada berbagai bidang keahlian 4. Perusahaan jasa pelaksana (40 responden) a. 5 Kontraktor dengan kualifikasi besar b. 35 Kontraktor dengan kualifikasi menengah 5. Tenaga ahli konstrusksi (90 responden) a. 50 Tenaga ahli yang telah memiliki Sertifikat Keahlian b. 40 Tenaga ahli yang belum memiliki Sertifikat Keahlian Pada survei yang dilakukan di kota Pekanbaru, responden yang diambil hanya terdiri dari dua pihak, yaitu: 1. 4 penyedia jasa (2 menengah dan 2 besar) 2. 4 tenaga ahli yang memiliki Sertifikat Keahlian (SKA) Oleh karena sample yang digunakan adalah Nonprobability Sampling dengan menentukan jumlah sample dan karakteristik tertentu dari suatu sample tersebut, maka kesimpulan penelitian ini hanya menggambarkan kesan umum dari suatu survei. III.2.4. Perancangan Kuesioner Perancangan kuesioner dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, perancangan kuesioner dengan tujuan survei awal, yaitu apakah responden mengerti tentang isi dan maksud dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan, sehingga dapat dilakukan koreksi dan perbaikkan. Tahap ini dilakukan wawancara dengan pihak kontraktor dan tenaga ahli yang dimiliki oleh konraktor tersebut. Tahap kedua yaitu dengan masukan dan koreksi dari hasil tahap pertama diharapkan dapat disusun kuesioner ulang dengan format yang disempurnakan, dapat dimengerti oleh responden sehingga tujuan dari kuesioner ini untuk memperoleh data sesuai dengan yang diharapkan terpenuhi. Setelah dilakukan perbaikan, selanjutnya kuesioner tersebut bisa disebar.

49 Secara umum format kuesioner hampir sama untuk semua pihak, yaitu Kuesioner terdiri dari dua bagian, yaitu data identitas responden dan data perusahaan, pertanyaan seputar permasalahan dan dampak dari diwajibkannya setiap orang perseorangan memiliki Sertifikat Keahlian untuk dapat bekerja di bidang jasa konstruksi. Semua pertanyaan dalam kuesioner adalah pertanyaan tertutup, artinya responden menjawab dengan memilih dari jawaban-jawaban yang telah disediakan pada setiap pertanyaan. Pada pertanyaan tersebut, responden hanya diminta untuk memberikan jawaban sesuai dengan petunjuknya selain itu juga responden diberi kesempatan untuk memberikan jawaban lainnya, jika responden menganggap ada dampak dari diwajibkannya setiap orang perseorangan memiliki Sertifikat Keahlian untuk dapat bekerja di bidang jasa konstruksi. Bagian pertama kuesioner yaitu berisi data identitas responden dan data perusahaan, dengan maksud untuk mengetahui latar belakang perusahaan dari responden dan perusahaan. Hal ini mengingat latar belakang seseorang (jabatan, pendidikan, pengalaman, dan lain-lain) dapat memberikan pengaruh dalam melakukan penilaian (judgement) ataupun dalam memberikan opininya pada saat pengisian kuesioner. Bagian kedua kuesioner bertujuan untuk membuat gambaran umum, fenomena dan dampak yang terjadi akibat adanya kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia terhadap setiap pihak responden. Bagian kedua kuesioner terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan gambaran umum, fenomena dan dampak akibat kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi. Pertanyaan tersebut didikembangkan dari beberapa informasi yang diperlukan untuk penelitian ini yang terdapat pada sub bab sebelumnya. Untuk lebih jelasnya mengenai pertanyaan-pertanyaan (kuesioner) yang diajukan kepada responden untuk menjawab informasi yang dibutuhkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran.

50 III.3. Pengolahan data survei Pengolahan data mengenai penerapan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia dilakukan dengan menggunakan metode statistik deskriptif. Metode statistik ini memberikan penyajian data yang sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca denngan menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data atau keadaan atau fenomena (Iqbal Hasan, 2001).