ialah sebagai Negara yang berdasarkan pancasila, sila pertamanya ialah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. mencatat bahwa pada era reformasi terjadi perubahan pada lembaga Notariat yang

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB V PENUTUP. yang berikutnya yang mendapatkan hak dalam perkawinan poligami. Suami yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, pertama-tama memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan. Peranan bank dalam perekonomian yaitu sebagai lembaga

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB V PENUTUP. kantor Notaris PPAT Wihastuti Estiningsih, SH.,MKn dan pembahasan. bangku perkuliahan.

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1.

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari tanah. Manusia. membutuhkan tanah dalam segala macam aspek kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. bisa digunakan manusia untuk dipakai sebagai usaha. Sedangkan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang. atau hala-hal yang tidak diinginkan terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah berdirinya Negara Indonesia, para Foundingfathers (para pendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

BAB I PENDAHULUAN. dengan obyek benda tetap berupa tanah dengan atau tanpa benda-benda yang

I. PENDAHULUAN. kegiatannya manusia selalu berhubungan dengan tanah. Sehubungan dengan hal

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat (1) Undang undang Nomor 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. otentik sangat penting dalam melakukan hubungan bisnis, kegiatan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP)

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya. Pertumbuhan ini dapat dilihat dari semakin banyaknya bankbank

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kedudukan notaris dianggap sebagai suatu fungsionaris dalam

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik

BAB I PENDAHULUAN. itu, kebijakan pembangunan pertanahan haruslah merupakan bagian yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

Transkripsi:

2 suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dasar pertimbangannya ialah sebagai Negara yang berdasarkan pancasila, sila pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunya dasar agama/ kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir / jasmani, tetapi unsur batin/rohani juga. Demikian juga dengan Pasal 4 dan 5 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan pasal 56 sampai dengan pasal 58 KHI serta pasal 40 sampai dengan pasal 44 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, diatur juga mengenai syarat diperbolehkan seorang laki-laki melakukan poligami, yaitu wajib mengajukan permohonan ke pengadilan agama untuk memperoleh izin dengan syarat sebagai berikut : 1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri 2. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan 3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan 4. Adanya persetujuan dari isteri 5. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri dan anak-anak mereka 6. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri- isteri dan anak-anak mereka Makna dari ketentuan di atas adalah sebagai upaya untuk melindungi hak dan kewajiban seorang isteri dalam suatu perkawinan. Akan tetapi pada

3 kenyataannya banyak terjadi perkawinan poligami yang dilakukan tanpa melalui tata cara atau prosedur yang sesuai dengan ketenuan Undang-Undang yang berlaku. Dan pada umumnya akan mengancam perlindungan hak dan kewajiban seorang isteri. Meskipun ketentuan tersebut telah diatur, pada prakteknya terjadi penyimpangan. Kasus yang terjadi terhadap harta poligami pada masyarakat membuktikan bahwa ketentuan yang ada tidak berlaku efektif. Dalam hal seorang suami berpoligami atau beristeri lebih dari seorang maka berlaku ketentuan isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta bersama yang telah ada sebelum perkawinan dengan isteri kedua atau berikutnya itu terjadi. Mereka mempunyai hak yang sama atas harta bersama yang terjadi sejak perkawinannya masing-masing. Terhadap suatu peralihan hak atas harta yang didapat dalam perkawinan poligami khususnya harta benda tidak bergerak berupa tanah dan/ bangunan, maka setiap peralihan hak tersebut haruslah dilakukan dihadapan pejabat yang khusus ditunjuk untuk itu yaitu Pejabat Notaris-PPAT. Kenyataan hukum di lapangan khususnya menyangkut tindakan hukum Notaris-PPAT dalam menangani peralihan hak atas tanah/bangunan suatu harta perkawinan poligami banyak berpotensi konflik. Notaris-PPAT adalah Pejabat umum yang berwenang dalam membuat Akta Otentik sejauh dalam pembuatan Akta Otentik tertentu tidak dikhususkan bagi Pejabat umum lainnya. pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh perturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan

4 Notaris-PPAT, bukan saja karena diharuskan oleh pertauran perundangundangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukumbagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat keseluruhan. Melalui akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris- PPAT yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya konflik atau sengketa. Selain itu, dalam kenyataan, Notaris-PPAT acapkali menghadapi dilema. Di satu pihak, mereka harus tunduk pada ketentuan hukum dengan sifatnya yang normatif. Dipihak lain, kenyataan lapangan yang begitu kompleks seiring tidak bisa ditangani dan ditampung oleh peraturan yang begitu kaku. Oleh karena itu, dalam konteks situasi tersebut Notaris-PPAT melakukan penafsiran terhadap peraturan yang ada untuk menangani kliennya. Penafsiran dalam konteks situasi antara Notaris-PPAT dan klien tidak dapat dihindari. Disatu sisi, Notaris-PPAT karena fungsinya harus melayani klien, sedangkan disisi lain, klien membutuhkan pelayanan tanpa terlalu peduli dengan peraturan-peraturan yang mengikat Notaris-PPAT. Selain itu, dalam upaya menjaga kelangsungan pekerjaannya, Notaris-PPAT membutuhkan klien, sementara klien sering tidak mau direpotkan oleh persyaratan teknis yang disyaratkan secara hukum. Secara hukum dalam pelaksanaan tugasnya, Notaris-PPAT pada dasarnya tertumpu pada kegiatan pembuatan Akta yang serba formal-prosedural, meski disamping tugas tersebut ia dapat juga

5 memberi nasehat hukum. Dikatakan demikian karena kewajibannya hanya melayani pengesahan perbuatan hukum dari pihak-pihak yang memakai jasanya. Itulah sebabnya perjanjian dan pernyataan yang dibuat oleh Notaris- PPAT dalam bentuk akta merupakan perbuatan dari para pihak yang meminta jasanya untuk membuat pengesahan formal. Pada dataran empiris tidak tertutup kemungkinan transaksi atau perbuatan hukum para pihak yang mengandung permasalahan-permasalahan yang tidak sekedar formal-yuridis, tetapi juga non-yuridis. Oleh karena itu, berbagai kemungkinan konflik yang bersifat sosial, kultural, ekonomi, politik, dapat saja menjadi bagian inheren dalam perbuatan hukum tersebut. Justru karena tugas dan kewenangan Notaris-PPAT hanya bersifat menyaksikan dan mengesahkan perbuatan hukum yang dibuat oleh para pihak, maka konflik-konflik laten merupakan hal yang niscaya dalam sebuah akta. Seperti diketahui, Notaris Indonesia tergolong dalam Notaris latin, yang menurut Black adalah orang yang mencatat apa yang dikatakan oleh orang lain atau orang yang menyalin apa yang telah ditulis oleh orang lain. Ciri Notariat latin adalah bahwa ia melaksanakan tugas melayani kebutuhan masyarakat dalam ruang lingkup hukum privat/perdata. Karena ia adalah amanuensis, hanya mengkonstatir apa yang dikatakan orang atau para pihak, maka ia bersikap dan berkedudukan netral. Ia bukanlah pihak dalam akta yang dibuat dihadapannya, karena itu ia harus dapat memberikan jalan dalam jalur hukum yang berlaku agar maksud para pihak yang meminta bukti tertulis akan terjadinya hubungan hukum diantara para pihak dapat tercapai sesuai dengan

6 kehendak mereka. Disini, tuntutan utamanya adalah pengetahuan hukum yang luas dari seorang Notaris-PPAT agar dapat meletakkan hak dan kewajiban para pihak secara proporsional sehingga masing-masing pihak memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya. Notaris-PPAT adalah pejabat yang berwenang untuk membuat akta terhadap peralihann hak atas tanah. Perbuatan hukum mengenai hak atas tanah seperti Jual-Beli, Penghibahan, Pembebanan, Hak Tanggungan, Penyertaan Modal dan Pembebanan hak lain yang dilakukan berdasarkan akta yang dibuat oleh Pejabat. Pejabat yang dimaksud adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diberi kewenangan untuk membuat akta yang berkaitan dengan tanah. Setelah keluarnya UUPA, semua peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat yang ditunjuk, Pejabat yang dimaksud adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dalam perkembangan dimasyarakat banyak terjadi perbuatan yang tidak terang, tidak sah yang tidak berlaku terhadap pihak-pihak atau juga pihak ketiga seperti yang terjadi dalam prilaku masyarakat hukum terhadap suatu perkawinan poligami. Perbuatan hukum peralihan hak atas tanah dalam suatu harta perkawinan poligami haruslah memenuhi beberapa persyaratan yang diatur sebagaimana peraturan perundang-undangan. Untuk peralihan hak atas tanah, balik nama, terhadap permasalahan tersebut haruslah secara terang dan sah. Akan tetapi di dalam kenyataannya dalam praktik, masih saja banyak kita? jumpai peralihan hak atas tanah terhadap harta perkawinan poligami terjadi sengketa, disebabkan oleh berbagai macam alasan-alasan dan masih

7 banyaknya permasalahan mengenai peralihan hak itu sendiri. Permasalahan itu antara lain mengenai proses peralihan hak atas tanah/ bangunan bagi seorang suami yang melakukan perkawinan poligami yang dijumpai dan seberapa jauh akibat hukum jika suami yang berpoligami tidak mengikutkan isteri-isterinya dalam pengalihan hak atas tanah/ bangunan yang dilakukan dihadapan Notaris-PPAT. Maka berdasarkan latar belakang itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai Peralihan Hak Atas Tanah/ Bangunan di Hadapan Notaris-PPAT Bagi Suami Yang Melakukan Perkawinan Poligami. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang menjadi pokok permasalahan dalam tesis ini yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana proses peralihan hak atas tanah/ bangunan bagi suami yang melakukan perkawinan poligami? 2. Apa akibat hukum jika suami yang berpoligami tidak mengikutkan isteriisterinya dalam pengalihan hak atas tanah/ bangunan dihadapan Notaris- PPAT? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Umum a. Untuk melatih dan mengasah kemampuan mahasiswa dalam menyatakan pemikiran dan pemahamannya di bidang peralihan hak

8 atas tanah/bangunan yang perbuatan hukumnya dilakukan dihadapan Notaris-PPAT. b. Sebagai karya ilmiah yang diperuntukkan guna memenuhi kewajiban yang sifatnya akademis, dalam rangka mengajukan usulan penelitian. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui dan menganalisis Proses Peralihan Hak Atas Tanah/ Bangunan di Hadapan Notaris-PPAT Bagi Suami yang Melakukan Perkawinan Poligami b. Untuk mengetahui dan menganalisis Akibat Hukum Suami yang Melakukan Perkawinan Poligami Dalam Perbuatan Hukum Peralihan Hak Atas Tanah/ Bangunan di Hadapan Notaris-PPAT. D. Manfaat Penelitian Penelitan ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran, manfaat, dan kontribusi di bidang ilmu hukum baik teoritis maupun praktis sebagai berikut: 1. Secara teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan akan mampu menguatkan teori-teori yang telah ada dan dapat dijadikan sebagai perbandingan antara teori-teori yang ada dan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum khususnya mengenai Peralihan Hak Atas Tanah/Bangunan di Hadapan Notaris-PPAT Bagi Suami yang Melakukan Perkawinan Poligami.

9 2. Secara Praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para praktisi, maupun bagi pihak yang terkait mengenai Peralihan Hak Atas Tanah/ Bangunan di Hadapan Notaris-PPAT terhadap suami yang berpoligami. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Gadjah Mada, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Magister Kenotariatan menunjukkan bahwa penelitian dengan judul Peralihan Hak Atas Tanah/ Bangunan di Hadapan Notaris-PPAT Bagi Suami yang Melakukan Perkawinan Poligami. Hambatannya Dilihat Dari Aspek Sistem Hukum belum ada yang membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan keasliannya yang secara tidak langsung mempunyai objek permasalahan yang hampir sama. Penelitian yang dimaksud, yaitu penelitian yang dilakukan oleh: Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Sulastri, (2012 ). Penelitian tersebut mengungkapkan Kekuatan Pembuktian Akta Notaris/PPAT Sebagai Alat Bukti Dalam proses Pemeriksaan Sengketa Perdata (Studi Kasus Putusan Nomor : 8/Pdt.G./2001/PN.Klt). Adapun masalah yang diteliti adalah: Kekuatan Pembuktian Akta Notaris/PPAT sebagai alat bukti dalam proses pemeriksaan sengketa perdata. 1 1 Sulastri, Kekuatan Pembuktian Akta Notaris/PPAT Sebagai Alat Bukti Dalam Proses Pemeriksaan Sengketa Perdata (Studi Kasus Putusan Nomor : 8/Pdt.G./2001/PN.Klt), Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2012.

10 Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Indra Gani (2012 ). Penelitian tersebut mengungkapkan Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Bangunan oleh Notaris. Adapun masalah yang diteliti adalah: Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Bangunan oleh Notaris. 2 Berdasarkan kedua penelitian di atas, persamaan dengan penelitian ini adalah pada objek penelitian, yaitu, sedangkan perbedaannya adalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah peralihan hak atas tanah/bangunan dihadapan Notaris-PPAT bagi suami yang melakukan perkawinan poligami, sedangkan dalam penelitian terdahulu adalah jual beli bangunan. 2 Gani Indra, Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Bangunan oleh Notaris, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2012.