BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan sarana kesehatan dan juga tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu aktifitas untuk memelihara serta meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan secara optimal bagi masyarakat. Adapun upaya kesehatan dilakukan secara pendekatan seperti pemeliharaan, perbaikan kesehatan, pencegahan penyakit, maupun penyembuhan penyakit serta pemulihan yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan rumah sakit di Indonesia masih banyak memerlukan pembenahan berkenaan dengan mutu pelayanannya. Fenomena menunjukkan efek dari belum bermutunya pelayanan kesehatan di Indonesia antara lain dapat dilihat dari banyaknya jumlah orang Indonesia yang pergi ke luar negeri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Penduduk Indonesia berobat ke luar negeri setiap tahun diperkirakan sekitar 1 juta orang dengan asumsi setiap orang mengeluarkan biaya rata-rata Rp 20 juta, sehingga dalam setahun uang yang dibelanjakan ke luar negeri untuk kepentingan
berobat mencapai angka Rp 20 triliun, jumlah uang berobat ke luar negeri sama banyak dengan anggaran kesehatan Indonesia dalam satu tahun (Idris, 2009). Fenomena ini tentu saja tidak menguntungkan bagi keberadaan rumah sakit di dalam negeri. Banyaknya orang Indonesia pergi ke luar negeri menunjukkan pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit di luar negeri dinilai oleh masyarakat Indonesia lebih memenuhi kebutuhan dan harapan pasien. Menurut (Setiawan, 2002) banyaknya penyebab yang membuat orang Indonesia cenderung berobat ke luar negeri adalah biaya lebih murah, pelayanannya komunikatif, diagnosis dan tindakan medisnya dinilai lebih tepat, hal ini juga sama dengan penelitian Saragih (2008) yang mengatakan prosedur pelayanan yang cepat dan akurat merupakan alasan pasien mencari pengobatan ke luar negeri. Menurut Santosa dalam Sarifuddin (2008), salah satu sebab pasien mencari pengobatan di Penang adalah karena ketidakpastian biaya yang harus dikeluarkan pasien di Rumah Sakit Indonesia, akibat dari ketidakpastian diagnosa penyakitnya. Sebagai gambaran, untuk sebuah tindakan medis di Malaysia, biayanya bisa berkisar separuh atau sepertiga dari tarif yang dikenakan sebuah rumah sakit di Indonesia. Contoh, paket tindakan endoskopi di rumah sakit swasta menengah bertaraf internasional di Jakarta sebesar Rp. 3,5 juta- Rp. 5 juta berikut perawatan selama dua hari satu malam. Di Kuching, tindakan itu dapat dilakukan hanya dalam satu hari penuh dengan biaya sekitar 800 ringgit Malaysia atau sekitar Rp. 1,8 juta saja. Jumlah rumah sakit di Sumatera Utara secara kuantitas dapat dikatakan sudah mencukupi untuk melayani masyarakat. Saat ini saja terdapat 160 buah rumah sakit di
Sumatera Utara, yaitu 57 di antaranya merupakan rumah sakit pemerintah; 103 rumah sakit swasta. Di antara rumah sakit pemerintah tersebut, 1 unit merupakan RS Pusat Departemen Kesehatan, 31 rumah sakit pemerintah daerah kabupaten/ kota, 10 unit rumah sakit TNI/ Polri, dan 14 unit merupakan RS BUMN (Dinkes Sumut, 2009). Ternyata kuantitas saja tidak cukup jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas pelayanan Rumah Sakit. Kesuksesan rumah sakit luar negeri karena memiliki pasar di Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatera Utara, hal ini disebabkan tidak terlepas dari aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh rumah sakit yang ada di luar negeri, khususnya terkait dengan promosi melalui iklan. Promosi yang dilakukan rumah sakit luar negeri tersebut bahkan sudah memasuki daerah-daerah kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara yang potensial untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di luar negeri. Cara berpromosi yang dilakukan oleh rumah sakit luar negeri tidak hanya dalam bentuk iklan, pameran, tetapi juga melalui kerjasama dengan institusi-institusi yang ada di masyarakat seperti gereja. Bahkan cara yang terbaru dilakukan dengan membuat program wisata berobat, yaitu berangkat dari Indonesia, pesawat, tempat penginapan, serta rumah sakit semua diatur oleh pihak rumah sakit luar negeri bekerja sama dengan travel yang ada di Indonesia. Hal yang dilakukan oleh rumah sakit luar negeri ini disebut dengan terpaan (exposure) terhadap informasi. Menurut Shimp (2003), terpaan informasi adalah konsumen berinteraksi dengan pesan dari pemasar (konsumen melihat iklan majalah, mendengar iklan radio, dan lain-lain). Terpaan informasi merupakan tahap awal dari proses dalam memberi
informasi kepada pasien untuk mengekspos konsumen kepada pesan komunikator pemasaran yang diharapkan dapat mempengaruhi konsumen. Seorang konsumen seharusnya memperoleh informasi sebagai suatu keberhasilan komunikasi. Sebuah pesan yang akan diekspos kepada konsumen merupakan suatu merk atau branded dari suatu produk atau jasa yang berfungsi sebagai keputusan manajerial utama mengenai besarnya anggaran pilihan media dalam menyampaikan pesan. Dengan kata lain persentase dari khalayak sasaran yang tinggi dipengaruhi oleh ekspos suatu pesan merk yang memiliki alokasi anggaran yang sesuai dengan media yang tepat. Untuk memberikan pesan kepada konsumen sasaran. Wilbur Schramm dalam Rakhmad (1992) mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu yang mengurangi segala ketidakpastian atau mengurangi jumlah alternatif dalam situasi. Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan pesan, atau menyebarluaskan informasi kepada orang lain. Artinya diharapkan dari penyebarluasan informasi itu, para penerima informasi akan mengetahui sesuatu yang ingin diketahui (Liliweri, 2007). Pada era globalisasi yang penuh kompetitif, pemasaran bagi rumah sakit memang harus proaktif. Pemasaran menjadi tuntutan tersendiri dalam memberi informasi yang utuh kepada masyarakat sasaran (pasien) tentang produk atau jasa yang dimilikinya, untuk kemudian menggunakannya. Hal ini sesuai dengan perkembangan rumah sakit yang dituntut tidak saja memiliki misi sosial semata, tetapi juga memiliki nilai bisnis. Seperti yang dikemukakan Trisnantoro (2005), secara de fakto rumah sakit Indonesia sudah bergeser dari lembaga sosial menjadi
lembaga usaha, sebagai dampak berbagai perubahan dalam lingkungan lokal dan global. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (Kodersi) sebenarnya mengatur perihal rumah sakit berpromosi. Pada Bab VI Pasal 23 disebutkan, rumah sakit dalam melakukan promosi pemasaran harus bersifat informatif, tidak komparatif. Promosi berpijak pada dasar yang nyata, tidak berlebihan, dan berdasarkan kode etik rumah sakit Indonesia. Promosi sebagai alat informasi suatu perusahaan seperti juga rumah sakit dapat melakukan penyuluhan yang bersifat informatif, edukatif, preskriptif, dan preparatif bagi khalayak ramai umumnya dan pasien khususnya. Dengan demikian, pada prinsipnya tidak ada larangan untuk memasarkan rumah sakit, sepanjang menyelenggarakannya secara etis dan bertanggung jawab. Undang-Undang Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009 pada Pasal 30 Ayat 1 (g) menyatakan bahwa rumah sakit berhak untuk mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan tersebut, rumah sakit dapat mempromosikan keberadaannya dengan mengacu pada Kode Etik Rumah Sakit yang telah menetapkan rambu-rambu yang harus diikuti. Menurut Yang (2005), jika promosi disampaikan dengan jujur dan mendidik, maka promosi akan bermakna positif. Promosi merupakan salah satu cara yang efektif untuk menginformasikan adanya layanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat. Berubahnya nilai-nilai secara global yang masuk Indonesia karena adanya persaingan pasar bebas, hal ini mengharuskan masyarakat Indonesia
mengubah paradigma tentang rumah sakit, dari yang semula dipandang sebagai institusi sosial semata, menjadi institusi yang bersifat sosio ekonomis. Rumah sakit di Indonesia khususnya di Medan, belum banyak melakukan promosi. Bahkan rumah sakit swasta yang berbentuk badan usaha dengan motif profit, juga belum melakukan upaya promosi dengan baik untuk menjaring konsumen agar datang ke rumah sakit dalam negeri yang berada di Medan. Padahal berbagai pihak telah menyadari, jika kondisi itu dibiarkan, rumah sakit di Medan dan daerahdaerah lainnya hanya akan dimasuki oleh pasien-pasien miskin yang menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan gratis dari pemerintah seperti askes, jamsostek, jamkesmas. Adapun Warga yang tergolong kelas menengah ke atas cenderung mengakses pelayanan kesehatan di luar negeri, yang antara lain dinilai murah, diagnosa dokternya lebih akurat dan menyembuhkan penyakit (Bisnis Indonesia, 2006). Permintaan (demand) terhadap pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila fasilitas pelayanan kesehatan dimanfaatkan secara optimal, yang dapat dilihat dari angka permintaan dengan angka kunjungan dari waktu ke waktu menunjukkan kenaikan yang berarti (Depkes, 2000). Menurut Fuchs, Dunlop dan Zubkoff dalam Trisnantoro (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan antara lain kebutuhan berbasis pada aspek fisiologis; penilaian pribadi akan status kesehatannya; variabel-variabel ekonomi seperti tarif, ada tidaknya system asuransi, dan penghasilan; variabel-variabel demografis dan organisasi. Di samping faktorfaktor tersebut terdapat faktor lain, misalnya pengiklanan. Iklan merupakan faktor
yang sangat lazim digunakan dalam komoditas ekonomi untuk meningkatkan demand. Suatu organisasi seperti rumah sakit seharusnya memiliki wawasan pemasaran yang menentukan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (konsumen) sehingga dapat memberikan kepuasan yang diinginkan secara efektif dan efisien lebih dari pesaingnya. Menurut Kotler (1999) wawasan pemasaran merupakan cara yang dilakukan oleh perusahaan dengan memperhatikan empat hal yaitu : 1. Memenuhi kebutuhan konsumen dengan menguntungkan, 2. Menemukan keinginan konsumen dan memenuhinya, 3. Cintai pelanggan dan produknya, 4. merupakan partner terpercaya. Sedangkan menurut Levitt dalam Kotler (1999), wawasan pemasaran adalah menjual dengan memusatkan perhatian kepada kebutuhan pembeli dan penjual, mementingkan kebutuhan penjual untuk menukarkan produknya menjadi uang tunai dengan mementingkan kebutuhan pelanggan terhadap produk yang dibutuhkannya. Hal ini berarti suatu organisasi seperti juga rumah sakit memusatkan perhatian kepada pelanggan serta mengkoordinir semua kegiatan yang bersangkutan dengan pelanggan yang menghasilkan keuntungan dengan kepuasan pelanggan. Banyak pihak terkait menyatakan bahwa kualitas tenaga medis dan peralatan rumah sakit Indonesia, termasuk di Medan, pada dasarnya tidak kalah dibandingkan dengan yang dimiliki rumah sakit di luar negeri, seperti Malaysia dan Singapura. Namun informasi tersebut tidak sampai kepada masyarakat dengan baik, karena
minimnya terpaan informasi yang dilakukan oleh rumah sakit. Ada rumah sakit yang telah berupaya mempromosikan rumah sakitnya seperti yang pernah dilakukan oleh rumah sakit Siloam Gleneagles Lippo Karawaci. Di salah satu harian, rumah sakit memuat informasi dalam bentuk iklan tentang keberadaan rumah sakit tersebut, dengan mencantumkan fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang dimiliki. Namun rumah sakit ini ditegur oelh anggota DPR, sehingga efek dari kejadian tersebut membuat RS tersebut tidak mau lagi melakukan promosi (Republika, 2005). Menurut Trisnantoro (2005), pelayanan kesehatan secara tradisional dilarang mengiklankan dirinya karena dinilai bertentangan dengan etika dokter. Padahal seperti di Indonesia para tabib, dukun dan pengobatan alternative sudah lazim melakukan iklan di surat kabar, majalah dan televisi atau secara online. Schramm dikutip dalam Rakhmat (1986) mendefenisikan informasi adalah sebagai segala sesuatu yang mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi. Terpaan diartikan sebagai serangan dalam terminologi ilmu komunikasi, terpaan informasi (information exposure), menunjukkan adanya aktivitas yang berkenaan dengan frekuensi informasi yang ditujukan kepada sasaran. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa terpaan informasi berpengaruh terhadap perilaku manusia. Frekuensi promosi sering sekali dilakukan oleh rumah sakit Malaysia dan Singapura di Medan baik di media massa maupun pameran, promosi ini juga secara langsung maupun tidak langsung berisikan informasi kepada masyarakat tentang pelayanan yang dibutuhkan sehingga mempengaruhi pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan (desicion making) adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan alternatif. Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang mungkin akan dilalui oleh pembuat keputusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi masalah utama, menyusun alternatif yang akan dipilih dan sampai pada pengambilan keputusan yang terbaik. Pengertian pengambilan keputusan dari beberapa ahli adalah sebagai pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang mungkin (Terry, 2013), proses pengambilan keputusan berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan diantara sejumlah alternatif (Claude S. Goerge, Jr, 2013), pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat (Horold dan Cyril Odonnell, 2013), dan pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta dan data, penelitian yang matang atas alternatif dan tindakan (P. Siagian, 2013). Sehubungan dengan uraian di atas, peneliti hendak melakukan penelitian berkaitan dengan pengaruh terpaan informasi yang dilakukan rumah sakit di Medan terhadap pengambilan keputusan pasien dalam pemanfaatan rumah sakit di luar negeri.
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : apakah terpaan informasi (isi, frekuensi, bentuk) yang dilakukan oleh rumah sakit swasta di Kota Medan berhubungan dengan pengambilan keputusan pasien dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan terpaan informasi (isi, frekuensi, bentuk) yang dilakukan rumah sakit swasta di Kota Medan dengan pengambilan keputusan pasien dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri. 1.4. Hipotesis Terdapat hubungan terpaan informasi (isi, frekuensi, bentuk) yang dilakukan rumah sakit swasta di Kota Medan dengan pengambilan keputusan pasien dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Memberi masukan kepada pihak-pihak terkait dalam merumuskan kebijakan, program, tindakan untuk menanggulangi masalah tingginya pemanfaatan rumah sakit luar negeri oleh masyarakat Medan, Sumatera Utara umumnya. 2. Diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat khususnya yang terkait dengan administrasi Rumah Sakit
sehingga pasien dalam pengambilan keputusan tidak melakukan perobatan ke luar negeri tetapi di Medan saja. 3. Pentingnya terpaan informasi yang dilakukan oleh rumah sakit untuk memberikan informasi kepada pasien sasaran tentang fasilitas layanan rumah sakit yang dibutuhkan oleh pasien yang disediakan oleh sebuah rumah sakit.