ANGKA KEJADIAN STOMATITIS APTHOSA REKUREN (SAR) DITINJAU DARI FAKTOR ETIOLOGI DI RSGMP FK UNSRAT TAHUN 2014

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik dan emosi (Lubis, 2005). Stres fisik dan stres psikis dapat dialami oleh

1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel.

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan penyakit pada mukosa mulut yang paling sering diderita manusia dengan

ABSTRAK. Kata kunci : karsinoma sel skuamosa, rongga mulut, prevalensi.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mukosa mulut yang bersifat kambuhan, merupakan salah satu lesi mulut yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN... SURAT PERNYATAAN... ABSTRAK... ABSTRACT... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Komisi Etik

Penatalaksanaan Ulser Kronis pada Kedua Lateral Lidah. Laporan Kasus. Dosen dan Mahasiswa FKG UHT, Jl Arif Rahman Hakim 150, Surabaya 60111

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan aset berharga, tidak hanya bagi individu tetapi juga

NaSulistiani, dkk, Prevalensi dan Distribusi Penderita Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) di Klinik..

PROFIL INDIKASI PENCABUTAN GIGI DI RSGM UNSRAT TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan peserta pendidikan di tingkat perguruan tinggi

Gambaran Stomatitis Aftosa Rekuren pada pengguna alat ortodonsi cekat mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Sam Ratulangi

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

Jurnal Care Vol.5, No2,Tahun 2017

GAMBARAN STOMATITIS AFTOSA REKUREN DAN STRES PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B BITUNG

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

GAMBARAN PENCABUTAN GIGI MOLAR SATU MANDIBULA BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT MANADO TAHUN 2012

GAMBARAN PENGETAHUAN PENCABUTAN GIGI SISWA SMA NEGERI 1 SANG TOMBOLANG KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

BAB I PENDAHULUAN. jenis. Kehamilan merupakan keadaan fisiologis wanita yang diikuti dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memikirkannya sehingga dapat memahaminya. Hal ini tersirat dalam Q.S.An-

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung

Dyah Indartin Setyowati, Leni Rokhma Dewi, Ayu Mashartini Prihanti Laboratorium Ilmu Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Univ.

PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran status kebersihan gigi dan mulut pada pengidap HIV/AIDS di Yayasan Batamang Plus Manado

STOMATITIS APTHOSA REKUREN (SAR) MINOR MULTIPLE PRE MENSTRUASI (Laporan Kasus)

MINYAK GOSOK DAPAT MENGOBATI STOMATITIS APTOSA REKUREN SECARA TOPIKAL

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN INFEKSI CACING DI PUSKESMAS KOTA KALER KECAMATAN SUMEDANG UTARA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

1 Kevin G. Pitojo 2 Adrian Tangkilisan 2 Alwin Monoarfa.

STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA PENGGUNA GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASANDI RSGMP-PSPDG FK UNSRAT MANADO

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dipengaruhi oleh berbagai kondisi sistemik maupun non-sistemik (Coulthard dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

KONDISI KESEHATAN DAN KEBERSIHAN MULUT PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia vii ABSTRAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PASIEN POLIKLINIK GIGI PUSKESMAS PANIKI BAWAH MANADO

GAMBARAN PERAWATAN GIGI DAN MULUT PADA BULAN KESEHATAN GIGI NASIONAL PERIODE TAHUN 2012 DAN 2013 DI RSGMP UNSRAT

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh yang penting. Rongga mulut mencerminkan kesehatan tubuh seseorang karena

GAMBARAN PERAWATAN GIGI TIRUAN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PRODI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRAT TAHUN

BPM BLOK BUKU PANDUAN MAHASISWA PENYAKIT PERIODONTAL DAN MUKOSA MULUT SEMESTER IV TAHUN AKADEMIK

Pengelolaan Pasien Dengan Angular cheilitis

GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN MELAKSANAKAN INSTRUKSI SETELAH PENCABUTAN GIGI DI RSGM FK UNSRAT

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat adalah kasus

HUBUNGAN PENGETAHUAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT DENGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA SMA NEGERI 9 MANADO

GAMBARAN STATUS KEBERSIHAN MULUT SISWA SD KATOLIK ST. AGUSTINUS KAWANGKOAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD

Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection

Tugas 1 Sistem Pakar Diagnosa Infeksi Gigi dan Mulut

BPM BLOK BUKU PANDUAN MAHASISWA PEMULIHAN STOMATOGNATIK 2 SEMESTER V TAHUN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

GAMBARAN FAKTOR RISIKO DAN KOMPLIKASI PENCABUTAN GIGI DI RSGM PSPDG-FK UNSRAT

ABSTRAK. Kata kunci : gingivitis kehamilan, indeks gingiva modifikasi, usia kehamilan, sosio- ekonomi, pola makan, oral hygiene

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MULTIDRUG-RESISTANT TUBERCULOSIS DI RUMAH SAKIT PARU DR.H.A.ROTINSULU, BANDUNG TAHUN 2014

STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK AUTIS DI KOTA MANADO

POLA PENYAKIT KULIT NON-INFEKSI PADA ANAK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai

REINFORECEMENT BLOK 11 Pemicu 2. DR.Harum Sasanti, drg, SpPM KaDep. Ilmu Penyakit Mulut FKGUI

BPM BLOK BUKU PANDUAN MAHASISWA PEMULIHAN STOMATOGNATIK 2 SEMESTER V TAHUN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

1. Penimbunan berlebihan (congestion)dan edema dari membrane mukosa 2. Mata berair 3. Bersin bersin/ batuk batuk 4. Gatal sekali

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Pada anak anak yang menggunakan dot, menghisap ibu jari atau yang menggunakan dot mainan, keadaan semua ini juga bisa menimbulkan angular cheilitis.

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah anak yang mengalami gangguan fisik atau biasa disebut tuna daksa.

Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang Gingivitis di Puskesmas Kakaskasen Tomohon

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Angka Kejadian Psoriasis Vulgaris di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode Agustus 2008 Juni 2012

ABSTRAK. Kata kunci: gigi impaksi, keadaan patologis, tindakan preventif, penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BPM BLOK BUKU PANDUAN MAHASISWA PEMULIHAN STOMATOGNATIK 2 SEMESTER V TAHUN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut. goeno subagyo

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Keberadaan penyakit-penyakit ini seringkali diabaikan oleh masyarakat

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.3 Tempat dan Waktu Tempat : Klinik Distribusi RSGMP FKGUI Waktu : 15 Agustus 15 Oktober 2008.

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

ABSTRAK PREVALENSI AMEBIASIS DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, JAWA BARAT PERIODE TAHUN

GAMBARAN STATUS GINGIVA MENURUT KEBIASAAN MENYIKAT GIGI SEBELUM TIDUR MALAM HARI PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI 70 MANADO

Transkripsi:

ANGKA KEJADIAN STOMATITIS APTHOSA REKUREN (SAR) DITINJAU DARI FAKTOR ETIOLOGI DI RSGMP FK UNSRAT TAHUN 2014 1 I Made A. Yogasedana 2 Ni Wayan Mariati 2 Michael A.Leman 1 Kandidat Skripsi ProgramStudi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran 2 Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado E-mail: yogasedanaace@gmail.com Abstract: Stomatitis is an inflammattory process of the mucous lining of any structure in the oral cavity, such as the cheeks, gums (gingivitis), tongue (glossitis), lips, and the roof or floor of the cavity. Inflammation can be caused by several conditions in the mouth (such as poor oral hygiene, poor tooth arrangement), mouth injuries due to hot food or drink, or by conditions that affect the whole body (such as medications, allergic reactions, or infections). This study aimed to obtain the prevalence of patients suffering from recurrent stomatitis apthosa in RSGMP FK UNSRAT in 2014. This was a retrospective descriptive study. There were 69 samples categorized according to gender, age, type of treatment, and etiology of the disease. The results showed that stomatitis recurrent apthosa was most common in women with predisposing factors, as follows: trauma (53%), stress (21.7%), hormonal imbalance (17.3%), genetic (11.5%), and allergy (1.1% ). Keywords: stomatitis recurrent apthosa, etiology Abstrak: Stomatitis adalah inflamasi lapisan mukosa dari struktur apa pun pada mulut; seperti pipi, gusi (gingivitis), lidah (glositis) bibir, dan atap atau dasar mulut. Kata stomatitis sendiri berarti inflamasi pada mulut. Inflamasi dapat disebabkan oleh kondisi mulut itu sendiri (seperti oral higiene yang buruk, susunan gigi yang buruk), cedera mulut akibat makanan atau minuman panas, atau oleh kondisi yang memengaruhi seluruh tubuh (seperti obat-obatan, reaksialergi, atau infeksi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi pasien yang menderita stomatitis apthosa rekuren yang ditangani di RSGMP FK UNSRAT pada tahun 2014. Jenis penelitian ini deskriptif retrospektif. Terdapat 69 sampel yang dikategorikan sesuai jenis kelamin, usia, jenis perawatan dan etiologi penyakit. Hasil penelitian menunjukkan kejadian stomatitis apthous rekuren terdistribusi sebagai berikut: paling banyak terjadi pada perempuan dengan faktor predisposisi: trauma (53%), stres (21,7%), ketidakseimbangan hormonal (17,3%), genetik (11,5%), alergi (1,1%). Kata kunci: stomatitis apthosa rekuren, etiologi Banyak orang yang kurang memelihara atau mempedulikan penampilan serta kebersihan mulut mereka karena kesibukan dan rutinitas sehari-hari. Hal ini dapat berpengaruh menurunkan daya tahan tubuh 278 serta terjadinya Sariawan. Sariawan secara medis dapat didefinisikan inflamasi lapisan mukosa dari struktur pada mulut; seperti pipi, gusi (gingivitis), lidah (glositis) bibir, dan atap atau dasar mulut dengan kata lain

Yogasedana, Mariati, Leman: Angka kejadian stomatitis... Stomatitis. Stomatitis sendiri berarti inflamasi pada mulut. Inflamasi ini dapat disebabkan oleh kondisi mulut itu sendiri (seperti susunan gigi yang buruk), cedera mulut akibat makanan atau minuman panas, atau oleh kondisi yang memengaruhi seluruh tubuh (seperti obat-obatan, reaksi alergi, atau infeksi). 1,2 Seorang pasien dengan keluhan penyakit ini merasa nyeri yang sangat dalam dan kadang-kadang merasa terbakar. Stomatitis juga didefinisikan sebagai inflamasi lapisan struktur jaringan lunak pada mulut dengan tanda kemerahan, pembengkakan, dan kadang-kadang perdarahan dari daerah yang terkena. Bau mulut (halitosis) juga mungkin menyertai keadaan ini. Stomatitis terjadi pada semua kelompok umur, dari bayi hingga dewasa tua. 2 Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) adalah jenis yang lebih spesifik dari stomatitis, muncul dengan ulkus yang dangkal dan nyeri yang biasanya ada di bibir, pipi, gusi, atap atau dasar mulut. Rentang diameter ulkus ini dari bintik kecil hingga 1 inchi (2,5 cm) atau lebih. 1 Walaupun penyebab SAR tidak diketahui, yang diduga adalah defisiensi nutrisi, khususnya vitamin B12, folat, atau besi. Stomatitis generalisata atau stomatitis kontak dapat terjadi akibat penggunaan berlebihan dari alkohol, merica, makanan panas, atau produk tembakau. Sensitivitas terhadap obat kumur, pasta gigi, dan lipstik, dapat mengiritasi lapisan mulut. Paparan terhadap logam berat, seperti merkuri, timah, bismut, dapat menyebabkan stomatitis. 2 Mahasiswa program studi pendidikan dokter Gigi Universitas Sam Ratulangi dapat dikatakan memiliki tingkat pemahaman yang lebih yang baik karena lebih banyak mendapatkan pengetahuan tentang ilmu-ilmu kedokteran gigi dan dianggap sudah mampu untuk menangani kasus SAR. 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini deskriptif retrospektif yang bertujuan untuk menggambarkan mengenai angka kejadian SAR ditinjau dari faktor etiologi di RSGMP FK Unsrat Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan rekam medik RSGMP FK Unsrat tahun 2014. Populasi penelitian ialah seluruh rekam medik umum tentang SAR di RSGMP FK UNSRAT. Jumlah sampel dalam penelitian ini sama dengan jumlah seluruh populasi (total sampling) dan dikategorikan berdasarkan karakteristik umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan faktor etiologi. Variabel penelitian ialah SAR, biasanya berupa ulser putih kekuningan tunggal maupun lebih dari satu dan faktor etiologi terdiri dari pasta gigi dan obat kumur Sodium Lauryl Sulphate (SLS), trauma, genetik, gangguan immunologi, alergi dan sensitifitas, stres, merokok, infeksi bakteri, penyakit sistemik, dan obat-obatan. HASIL PENELITIAN Karakteritik subjek penelitian dikategorikan berdasarkan jenis kelamin, menunjukkan subjek penelitian berjumlah 69 orang yang terdiri dari 39 orang (56%) berjenis kelamin perempuan dan 30 orang (44%) berjenis kelamin laki-laki. Karakteristik menurut usia, menunjukkan bahwa 20 sampel (29%) berusia 20 tahun, 32 sampel (46.4%) berusia antara 21-30 tahun, 6 sampel (8,6%) berusia antara 31-40 tahun, 7 sampel (10%) berusia antara 41-50 tahun, 4 sampel (6%) berusia antara 51-60 tahun, dan tidak ditemukan sampel berusia 60 tahun. Ini menunjukan penyakit Stomatitis jarang terjadi pada usia diatas 60. Dari 69 sampel, seluruhnya mengalami lesi yang diduga SAR. Dari penelitian ini didapatkan hasil angka kejadian lesi yang diduga sebagai SAR pada RSGMP FK UNSRAT sebesar 100%. 279

Tabel 1. Berdasarkan jenis perawatan dan jenis kelamin Jenis Perawatan Perempuan Laki-laki Total n % n % n % Aplikasi Kenalog 20 51,3 21 70 41 59.4 Dental Health Education 18 46,1 9 30 27 39,2 Obat-obat lain 1 2,56 0 0 1 1,4 Total 39 100 30 100 69 100 Tabel 2. Faktor Etiologi Lesi yang diduga sebagai SAR Tak ada SAR Faktor Etiologi keluhan SAR Total n % n % n % Trauma 37 53,3 32 46,7 69 100 Keseimbangan Hormonal 12 17,3 39 56,5 69 100 Genetik 8 11,5 34 49,2 69 100 Stress 15 21,7 30 43,4 69 100 Alergi 1 2,2 68 97,8 69 100 BAHASAN Hasil penelitian ini mendukung teori yang mengatakan bahwa angka prevalensi SAR sekitar 5 sampai 66 % dari populasi penduduk dunia dengan rata-rata 20 %. 2 Kelebihan 44% dari kisaran tertinggi prevalensi populasipenduduk dunia dapat terjadi karena berbagai faktor. Hal ini juga ditegaskan dengan Literatur yang mengatakan bahwa prevalensi SAR tergantung pada daerah yang diteliti. 2 Hal tersebut menjadi salah satu faktoryang menyebabkan adanya kelebihanpersentase pada angka kejadian dari hasilpenelitian ini dibandingkan dengan kisaran prevalensi populasi penduduk dunia. Sampel yang pernah mengalami lesiyang diduga sebagai SAR lebih banyak daripada yang tidak pernah mengalami lesiyang diduga sebagai SAR. Hasil penelitian tersebut membuktikan teori yang menyebutkan bahwa SAR merupakan penyakit mulut yang paling banyak dialami oleh populasi manusia dan sering ditemukan oleh klinisi. Sampai saat ini SAR masih merupakan penyakit mulut yang paling sering dialami oleh manusia sepanjang hidupnya. 280 Jumlah sampel laki-laki dan perempuan tidak sama besar, namun berdasarkan penghitungan persentase dari jumlah sampel rekam medik yang diambil menerangkan bahwa sebanyak 39 sampel perempuan yang terlibat dalam penelitian ini, seluruhnya mengalami lesi yang diduga sebagai SAR, sehingga persentase pada sampel perempuan dalam penelitian ini sebesar 56% dan 44% sampel laki-laki yang terlibat dalam penelitian ini, keseluruhannya menderita penyakit SAR dan memeriksakan penyakit ini ke RSGMP FK Unsrat. Seperti yang telah di dapatkan hasil yg persentase kejadian SAR lebih banyak dialami perempuan dengan persentase sebesar 56%. Dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini, angka kejadian lesi yang diduga sebagai SAR lebih tinggi dialami oleh perempuan dari pada laki-laki. Dari hasil di atas maka penelitian ini mendukung literatur-literatur dan penelitian dari Jonas dan Mason yang menyatakan bahwa SAR lebih sering dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki. 4,5,6 Tingginya angka kejadian SAR pada perempuan sering dihubungkan dengan

Yogasedana, Mariati, Leman: Angka kejadian stomatitis... faktor etiologi ketidakseimbangan hormonal yang lebih sering dialami oleh wanita pada siklus menstruasinya. Pada penelitian ini terdapat 12 sampel yang mengalami SAR pada siklus menstruasinya. Jumlah tersebut hanya 17,3% dari jumlah sampel perempuan yang pernah mengalami SAR. Hal inilah yang bisa menyebabkan SAR lebih banyak dialami oleh sampel perempuan dalam penelitian ini. Faktor etiologi stres yang merupakan faktor etiologi tertinggi kedua dalam penelitian ini dialami oleh sebagaian besar sampel baik perempuan sehingga dapat menyebabkan tingginya angka kejadian lesi yang diduga sebagai SAR pada sampel perempuan. 7 Berdasarkan usia, sampel dengan usia antara 21-30 tahun paling banyak pernah mengalami lesi yang diduga sebagai SAR, yaitu sebanyak 32 sampel (46,4%) dari dari keseluhan sampel yang terlibat dalam penelitian. Sampel yang paling sedikit pernah mengalami lesi yang diduga sebagai SAR yaitu sampel yang berusia 50-60 tahun. Dari 69 sampel berusia <20 tahun yang terlibat dalam penelitian ini, hanya 4 sampel (6%) yang pernah mengalami lesi yang diduga sebagai SAR. Hasil penelitian ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa munculnya ulser SAR akan meningkat seiring dengan pertambahan usia selama dekade ketiga kehidupan (21 sampai 30 tahun). 5 Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor etiologi dari SAR yang dialami oleh sampel bukan hanya satu faktor saja, tapi juga oleh beberapa faktor etiologi yang memicu terjadinya lesi yang diduga sebagai SAR yang dialami sampel selama hidupnya. Dalam penelitian ini, faktor etiologi trauma merupakan faktor etiologi yang paling banyak mengakibatkan lesi yang diduga sebagai SAR yang dialami oleh sampel. Dari 69 sampel, sebanyak 37 sampel (53,3%) mengaku bahwa lesi yang diduga sebagai SAR yang dialami pada rongga mulutnya muncul setelah mengalami trauma dalam rongga mulut. Trauma yang sering dialami yaitu trauma karena terbentur sikat gigi saat menyikat gigi dan tidak sengaja tergigit bagian tertentu dari mukosa mulut. 4 Hasil penelitian ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa sering dilaporkan munculnya SAR pada daerah yang mengalami trauma karena tergigit dan terbentur sikat gigi. 4,8 20 orang (29%) sampel dalam penelitian ini yang menggunakan alat ortodontik (kawat gigi) jarang mengalami lesi yang diduga sebagai SAR namun lebih sering mengalami ulser traumatik, seperti yang dinyatakan dalam literatur bahwa pengguna alat ortodontik (kawat gigi) dapat mengalami ulser traumatik akibat alat yang digunakan. 8 Tingginya angka kejadian lesi SAR ini berdasarkan faktor etiologi trauma disebabkan karena gejala gejala awal seperti tergigit dan terbentur yang seolaholah menusuk mukosa mulut dan langsung disertai oleh munculnya ulser pada daerah yang trauma. Proses menjadi ulser yang berlangsung cepat dari trauma menjadi lesi yang diduga sebagai SAR yang membuat sampel menduga bahwa faktor etiologi trauma yang mengakibatkan munculnya lesi SAR yang dialaminya. Diasumsikan juga bahwa setiap terjadi trauma maka akan menimbulkan luka. Hal ini memperkuat lagi anggapan bahwa faktor etiologi trauma yang menyebabkan SAR yang dialami oleh pasien tersebut. 9 Rongga mulut merupakan cermin yang baik untuk merefleksikan keadaan sistemik seseorang. Keadaan sistemik yang tidak normal dapat tercermin pada rongga mulut dengan manifestasi berbagai lesi yang dapat muncul pada rongga mulut. Kadar hormon didalam tubuh yang tidak seimbang atau mengalami fluktuasi merupakan salah satu kondisi sistemik yang dapat tercermin dalam rongga mulut. Lesi yang bermanifestasi dalam rongga mulut saat kadar hormon dalam tubuh tidak seimbang 281

yaitu SAR. Hormon-hormon yang tidak seimbang yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu hormon estrogen dan progesteron. 7 Ketidakseimbangan hormonal yang juga diduga menjadi faktor etiologi lesi yang diduga sebagai SAR dialami oleh 9 sampel perempuan. Faktor etiologi ketidakseimbangan hormonal yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu perubahan hormon progesteron dan estrogen saat siklus menstruasi. Itulah alasan mengapa faktor etiologi ketidakseimbangan hormonal hanya diteliti pada sampel perempuan. 7 Dari 39 sampel perempuan yang pernah mengalami lesi yang diduga sebagaisar, terdapat 12 sampel yang mengalami lesi yang diduga sebagai SAR dipicu olehfaktor etiologi ketidakseimbanganhormonal. Itu berarti sebanyak 17,3% sampel perempuan yang pernah mengalami lesi yang diduga sebagai SAR, mengalami lesi ini dipicu oleh faktor ketidakseimbangan hormonal pada siklus menstruasinya. Hal ini hampir sama dengan hasil penelitian dari Balan dkk, yang menyebutkan bahwa pada saat siklus menstruasinya, 30% perempuan mengeluhkan mengalami SAR di rongga mulutnya. 7 Pada beberapa perempuan, tanda akan datangnya siklus bulanannya dapat diprediksi juga dengan munculnya SAR pada rongga mulutnya. Beberapa perempuan yang mengalami hal tersebut, mukosa mulutnya selalu muncul ulser SAR setiap bulan. 7 Adanya pengaruh hormon progesteron yang memicu SAR ditunjukkan pada penelitian dari Sumintarti dan Erni Marlina yang menyebutkan bahwa pasien SAR memiliki kadar progesteron dibawah normal. Penelitian dari Jones dan Mason telah melaporkan hubungan antara SAR d engan siklus menstruasi. 6 Sebanyak 8 sampel (11,5%) mengakui bahwa lesi yang diduga sebagai SAR yang dialaminya juga dialami oleh anggota keluarga (orang tua dan saudara) dan lesi yang diduga sebagai SAR mulai dialami sejak masa kanak-kanak. Ulser SAR yang muncul pertama kali saat kanak-kanak dan adanya riwayat SAR dari orang tua merupakan ciriciri dari SAR yang dipicu oleh faktor etiologi genetik. Dalam literatur disebutkan bahwa SAR yang dialami oleh orang tua akan diturunkan kepada anaknya. Saudara kandung yang mengalami SAR juga merupakan dampak dari SAR yang dialami oleh orang tua yang diturunkan kepada anaknya. 8 Adanya hubungan antara riwayat SAR dari orang tua yang memicu SAR yang dialami anak-anaknya telah dibuktikan menggunakan Human Leukocyte Antigen (HLA) namun sampai saat ini hal tersebut baru terbukti pada beberapa grup etnik tertentu. 10 Faktor etiologi stres yang memicu lesi yang diduga sebagai SAR dialami oleh 15 sampel (21,7%) dalam penelitian ini. Beberapa peneliti telah melaporkan hubungan antara SAR dan keadaan stres yang dialami oleh seseorang. Mahasiswa kedokteran gigi merupakan mahasiswa yang memiliki tingkat stres yang tinggi dibandingkan dengan mahasiswa lainnya. 11 Dalam sebuah studi pada mahasiswa profesi, SAR sering terjadi pada saat ujian dan saat-saat stres lainnya dalam masa perkuliahan. 11 Pada musim liburan dihubungkan dengan rendahnya frekuensi dari timbulnya SAR. 2,9 Faktor etiologi stres merupakan faktor etiologi tertinggi kedua yang memicu terjadinya lesi yang diduga sebagai SAR yang dialami sampel. Hal ini dapat terjadi karena tingginya tingkat stres yang dialami oleh sampel yang merupakan mahasiswa program profesi Dokter Gigi dalam aktivitasnya di klinik dan juga aktivitas sehari-hari. Menurut sebuah penelitian dari Polychronopoulou dan Divaris, hal yang dapat menyebabkan stres pada mahasiswa kedokteran gigi yaitu, kurangnya kepercayaan diri untuk menjadi dokter gigi yang baik di masa depan, administrasi fakultas, beban kerja, perawatan terhadap pasien, tugas dan ujian. 11 282

Yogasedana, Mariati, Leman: Angka kejadian stomatitis... Stres dapat disebabkan oleh tuntutan tugas dan pemenuhan target pasien untuk menyelesaikan studinya. Ada juga masalahmasalah pribadi di luar kegiatan di kampus yang menyebabkan stres pada sampel. Faktor etiologi stres yang merupakan faktor etiologi tertinggi kedua yang diduga memicu terjadinya lesi yang diduga sebagai SAR yang dialami sampel juga menyebabkan tingginya angka kejadian dari lesi yang diduga sebagai SAR dalam penelitian ini. 11 Alergi terhadap beberapa makanan seperti kacang, coklat, kentang goreng, keju, susu,terigu, gandum, kopi, sereal, almond, stroberi dan beberapa makanan dari tomat dihubungkan dengan munculnya SAR pada beberapa pasien. Oleh karena itu lah Hanya 1 sampel (1.1%) yang harus di rawat dng obat anti alergi selainaplikasi kenalog orabase. pada penelitian ini mengalami lesi yang diduga sebagai SAR. Sampel mengalami gatalgatal pada mukosa mulutnya dan kemudian berkembang menjadi lesi yang diduga sebagai SAR setelah mengonsumsi ikan. Diperkirakan bahwa sampel mengalami alergi terhadap ikan yang menyebabkan sensasi rasa gatal pada rongga mulut setelah makan ikan sehingga membuat mukosa mulut mengalami luka. Luka ini diduga berkembang menjadi lesi SAR pada rongga mulut, namun belum ditemukan literatur maupun hasil penelitian yang menyebutkan bahwa ikan dapat memicu lesi SAR. 10,12,13 SIMPULAN Angka kejadian Stomatitis apthous rekuren di RSGMP FK Unsrat sebesar 69 orang, yang terdistribusi sebagai berikut: paling banyak terjadi pada perempuan dengan faktor etiologi tersering yaitu trauma, diikuti oleh stres, ketidakseimbangan hormonal, genetik, dan alergi. SARAN 1. Pentingnya masyarakat untuk mengakses pengetahuan tentang kesehatan termasuk informasi tentang kesehatan gigi dan mulut yang telah dipublikasikan lewat media internet sehingga masyarakat dapat mengetahui faktor etiologi SAR serta menurunkan angka kejadian SAR dengan cara meminimalisasi faktor etiologinya. 2. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan cakupan yang lebih luas dan beragam, sehingga hasilnya dapat digunakan secara umum untuk peningkatan derajat kesehatan gigi dan mulut, khususnya yang berhubungan dengan penyakit mulut. DAFTAR PUSTAKA 1. ScullyC, PorterS. Oral mucosal disease: reccurent aphthous Stomatitis. Br J oral maxilofac sur. 2008;46:198-206. 2. Prety L, Mageth KT, Rajkumar K, Karhtik R. Recurent apthous Stomatitis. J oral maxillofac pathol. 2011;15:252-6. 3. McCullough Mj, Abdel-hefeth, Scully C. Recurrent aphthous Stomatitis revisited: clinical features association and new association with infant practices. J oral patol med. 2007:36;216-220. 4. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Allergies and immunologic diseases. In: Oral and maxillofacial pathology (3 rd ed.). Philadelphia: Elsevier-Saunders. 2009; p. 285-90. 5. Field A, Longman L. Oral ulceration. In: Tyldesley s oral medicine (5th ed.). Oxford: Oxford University Press, 2003; p. 52-8. 6. Nasir A, Muhith A, Ideputri ME. Buku ajar: Metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta: 2011; h. 227-8. 7. Greenberg M. Ulcerative, vesicular, and bullous lesions. In: Greenberg, Glick M. Burket s oral medicine diagnosis and treatment (10 th ed.). Ontario: BC Decker Inc, 2003; p. 63-5. 8. Scully C. Aphtous ulcers. Medscape. 2013;1-5. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/articl 283

e/867080-overview 9. Casiglia JM. Aphtous Stomatitis. Medscape.2013;1-7. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/articl e/1075570-overview#a0104 10. Jurge S. Kuffer R. Scully C.porter SR. Recurrent aphthous Stomatitis. Oral Dis. 2006:12;1-21. 11. Balan U, Gonsalves N, Jose M, Girish KL. Symptomatic changes of oral mucosa during normal hormonal turnover in healthy young menstruating women. 12. Jain A, Bansal R. Stress among medical and dental students: a global issue. JDMS. 2012; 1(5): 5-7. 13. Cawson RA, Odell EW. Diseases of the oral mucosa: non-infective Stomatitis. In: Cawson s essentials of oral pathology and oral medicine (7th ed.). Oxford: ElsevierScience; 2002; p. 192-5. 284