BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008).

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar

PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

BAB III BAHAN DAN METODE

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

METODE PENANGKAPAN IKAN

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : LIMBAH IKAN SEBAGAI ALTERNATIF UMPAN BUATAN UNTUK ALAT TANGKAP PANCING TONDA

PEMASANGAN HABITAT BUATAN ( ARTIFISIAL HABITAT ) DI PERAIRAN UMUM WADUK GAJAH MUNGKUR, WONOGIRI

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Analisis Komparasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Alat bantu Gill net Pengertian Bagian fungsi Pengoperasian

3 METODOLOGI PENELITIAN

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

IbM PORTABLE INSULATED FISH STORAGE BOX UNTUK NELAYAN DESA SUMBERBENING KABUPATEN MALANG

Soal :Stabilitas Benda Terapung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

Lampiran 1 Peta PPN Palabuhanratu

KATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember Penyusun

C. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia

BAB III BAHAN DAN METODE

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

Karamba jaring apung (KJA) kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut

Alat Lain. 75 Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

CARA PENANGKAPAN, KELIMPAHAN DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING INSANG DI WADUK CIRATA JAWA BARAT

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

Jaring Angkat

PURSE SEINE (PUKAT CINCIN)

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE

Tingkah Laku Ikan Terhadap Alat Tangkap Statis. Oleh: Ririn Irnawati

I. PENDAHULUAN Visi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Kota Cirebon Kota Cirebon merupakan kota yang berada di wilayah timur Jawa Barat dan terletak pada jalur transportasi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kota Cirebon secara geografis terletak pada 108 33' BT dan 6 4' LS, memanjang dari barat ke timur ± 8 km dan dari barat ke selatan ± 11 km dengan ketinggian ± 5 m dari permukaan laut. Kota Cirebon mempunyai luas 37,36 km 2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut (Kusdiantoro 2001) : Utara : Sungai Kedung Pane Barat : Kabupaten Cirebon Timur : Laut Jawa Selatan : Sungai Kalijaga / Kabupaten Cirebon Kota Cirebon merupakan salah satu kota terkecil di Jawa Barat dengan luas wilayah ± 3.735,82 hektar atau ± 37,36 km 2. Kota ini terdiri atas 5 Kecamatan dan 22 Kelurahan (Adhitya 2011). Kota Cirebon memiliki 3 pangkalan pendaratan ikan dan satu Pelabuhan Perikanan Nusantara. Pangkalan pendaratan ikan tersebut terletak di daerah Cangkol, Pesisir dan Kesenden, sedangkan pelabuhan perikanan nusantara terletak di Kejawanan (Kusdiantoro 2001). 2.1.1. Keadaan Iklim Kota Cirebon Kota Cirebon dipengaruhi oleh dua angin musim, yaitu musim penghujan dan kemarau. Angin bertiup secara berlawanan setiap 6 bulan sepanjang tahun. Pada musim penghujan angin bertiup dari arah barat utara (barat laut) atau disebut dengan angin barat, sedangkan musim kemarau angin bertiup dari arah timur selatan (tenggara) atau disebut dengan musim timur. Di antara musim penghujan dan kemarau terdapat musim peralihan atau pancaroba dengan suhu udara bervariasi antara 20,5 C sampai 34,4 C (Kusdiantoro 2001). 5

6 2.1.2. Keadaan Oseanografi Kota Cirebon memiliki panjang pantai 7 km (Alpuri 2011). Suhu air cukup hangat di area perairan pantai dan laut. Suhu air pada bulan Februari dan Juli masing-masing bervariasi antara 29-31 C dan 26-28 C. Salinitas perairan pantai mengindikasikan terjadinya percampuran antara massa air yang berasal dari Laut Jawa dan massa air setempat (lokal) (Nurhayati dan Suyarso 2008). Arus di perairan Cirebon cukup kuat. Arah arus dominan menuju ke arah timur dan tenggara di semua lapisan dan menjadi suatu indikasi bahwa arus di perairan Cirebon ini merupakan kombinasi dari arus yang disebabkan oleh musim, angin, pasut, topografi dan morfologi pantai (Nurhayati dan Suyarso 2008). 2.2. Karakteristik Ikan Ikan adalah makhluk hidup atau binatang bertulang belakang yang selama hidupnya (hidup) di dalam air, bernafas dengan insang, berdarah dingin, bersisik atau tidak, dan bersirip (berpasangan dan tunggal). Ikan-ikan yang hidup di sekitar apartemen ikan ada yang hidup dipermukaan (pelagis), ada juga yang hidup di dasar perairan (demersal). Ikan yang hidupnya di permukaan perairan (pelagis) dengan ciri-cirinya antara lain seperti hidup bergerombolan atau berkelompok, berenang cepat, warnanya cerah. Ikan-ikan pelagis ini kebanyakan bernilai ekonomis penting, juga berfungsi sebagai konsumen dalam food chain, sedangkan ikan-ikan yang hidup di perairan dasar (demersal) dengan ciri -ciri antara lain warnanya gelap, pada umumnya hidup tidak bergerombolan (sendiri), bentuknya bervariasi (Mallawa 2006). Berdasarkan habitatnya ikan pelagis dibagi menjadi ikan pelagis kecil dan pelagis besar. Jenis-jenis ikan pelagis besar yang terdapat diperairan Indonesia antara lain ikan tuna, ikan pedang / setuhuk, ikan cakalang, ikan tongkol, ikan cucut dan lain-lain. Jenis ikan pelagis kecil antara lain ikan layang, teri, lemuru, tembang, kembung, ikan terbang dan lain-lain (Mallawa 2006).

7 2.3. Apartemen Ikan Dalam pembuatan apartemen ikan diperlukan bahan baku utama yaitu plastik. Pertimbangan plastik sebagai bahan utama apartemen ikan adalah karena bahan plastik mudah didapat dan diproduksi dalam jumlah sesuai yang dikehendaki, relatif aman (tidak beracun), tidak larut dalam air, tahan lama, aman bagi manusia dan lingkungan (Bambang et al. 2011). A Gambar 1. Apartemen ikan sebelum dan sesudah dipasang dalam air A. Apartemen ikan sebelum dipasang di dasar laut B. Aktifitas ikan di sekitar apartemen ikan (Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat 2012) B Polypropylene (PP) merupakan jenis plastik transparan yang tidak jernih. Sifatnya lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah. Memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Berdasarkan sifat-sifat diatas plastik ini merupakan plastik yang paling baik bila digunakan sebagai bungkus makanan atau minuman (Syifa dalam Bambang et al. 2011). Polypropylene (PP) mempunyai titik leleh yang cukup tinggi (190 o -200 o C), sedangkan titik kristalisasinya antara 130 o -135 o C. Polypropylene mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia yang tinggi (Bambang et al. 2011).

8 Pemasangan apartemen ikan pada suatu perairan adalah suatu kegiatan untuk merekayasa perairan tersebut menjadi perairan yang subur akan sumberdaya ikan. Adanya proses dan keterkaitan banyak pihak, baik eksternal maupun internal. Lokasi serta perairan tersebut menjadi perairan yang subur setelah melalui proses bertahap. Penempatan atau pemasangan fish apartment harus memiliki beberapa kriteria teknis (Bambang et al. 2011), yaitu : Habitat perairan yang mengalami degradasi. Pertimbangan pemasangan pada daerah padat tangkap atau lebih tangkap. Menghindari daerah pengendapan sedimen, lokasi jauh dari muara sungai. Kedalaman perairan antara 10-30 meter. Dasar perairan yang landai. Diluar area konservasi. Lokasi pemasangan apartemen ikan sebaiknya di area yang memiliki luasan dasar perairan seluas ± 2 ha. Dalam penentuan luasan area perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Bambang et al. 2011) : Aspek ekologis SDI ikan demersal terkait dengan luasan perairan yang mengalami degradasi habitat atau lingkungannya. Aspek teknis, terkait dengan luasan dan volume areal yang dapat terliput sehingga dapat menentukan kelayakan daya tampung apartemen ikan untuk dapat mendukung pemulihan SDI yang ada di suatu perairan. Aspek sosial ekonomi, terkait dengan luasan perairan yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan status sosial masyarakat setempat yang berada disekitar areal apartemen ikan maupun masyarakat lainnya yang dapat memanfaatkannya. Bentuk dan kontruksi apartemen ikan terbagi menjadi beberapa bagian antara lain: a. Partisi Partisi adalah komponen dari kerangka berbentuk keping / lempengan terbuat dari bahan plastik yang merupakan hasil cetakan (hasil pabrikan). Bahan utama yang digunakan untuk menyusun kerangka modul apartemen ikan adalah partisi plastik, dari bahan Polyprophylene yang terdiri dari 2 bentuk partisi yaitu partisi vertikal dan partisi horizontal (Budhiman 2011).

9 Gambar 2. Bentuk dan Kontruksi Penyusunan Partisi Plastik Agar bangunan apartemen ikan dapat berdiri tegak didasar laut dan tidak bergeser (larat) oleh arus laut, maka pada kerangka apartemen ikan tersebut perlu dilengkapi pemberat. Bahan pemberat yang digunakan pada apartemen ikan terbuat dari beton cor, yaitu terdiri dari pemberat kotak beton 35x35x12 cm atau seberat ± 35 kg sebanyak 4 buah dan pemberat balok beton ukuran 12x12x120 cm atau seberat 40 kg sebanyak 2 batang. b. Sub Modul Setiap satu apartemen ikan tersusun dari empat sub modul dan dirangkai menjadi satu modul dengan perangkai dari lima partisi plastik horizontal yang diikat dengan menggunakan tali PA monofilamen No.700. Untuk menyusun satu sub modul dibutuhkan 25 partisi plastik yang terdiri dari 20 partisi vertikal dan 5 partisi plastik horizontal yang diikat dengan menggunakan tali PA monofilament dengan no. 700, panjang 0,5-0,6 meter. Tiap sub modul terdapat 72 titik ikatan (Budhiman 2011).

10 Gambar 3. Bentuk dan Kontruksi Satu Sub Modul Apartemen Ikan c. Modul Modul adalah satuan yang digunakan untuk menyatakan unit apartemen ikan. Satu modul apartemen ikan tersusun dari 4 sub modul dan 25 partisi horizontal sebagai perangkai. Untuk menyusun satu modul teersebut digunakan tali PA mono nomor 700 pada 80 titik ikatan, tiap titik ikatan dibutuhkan tali PA mono nomor 700 sepanjang 0,8 meter (Budhiman 2011).

11 Gambar 4. Komponen-komponen satu modul Apartemen Ikan Gambar 5. Bentuk dan Kontruksi Satu Modul Apartemen Ikan

12 Ikatan antara kerangka modul dan pemberat balok beton digunakan tali PE dengan diameter sebesar 5 mm panjang 2,0 meter. Panjang pemberat balok beton ukuran 12x12x120 cm terdapat 4 titik ikatan pada tiap pemberat balok beton. d. Koloni Koloni adalah kumpulan modul yang terdiri dari 4-6 modul yang dirangkai menjadi satu dengan menggunakan tiang dan tali penutun serta tali cabang modul (Budhiman 2011). Gambar 6. Formasi satu Koloni Apartemen Ikan Tiang penuntun digunakan untuk meluncurkan dan menuntun modul sewaktu proses penenggelaman agar posisinya dapat mengumpul (berdekaatan satu modul dengan yang lainnya) dalam satu areal dan membentuk satu koloni. Bahan dan komponen yang dibutuhkan untuk membuat tiang penuntun koloni sebanyak 200 koloni apartemen ikan yang tiap koloninya terdiri atas 5 modul atau

13 jumlah modul secara keseluruhannya sebanyak 100 modul, adalah sebagai berikut: Bambu panjang 5 m sebanyak 40 batang Tali PE dengan diameter 5 mm dan panjang sesuai kedalaman sebanyak 20 utas (potong). Gambar 7. Posisi tiang penuntun pemasangan modul e. Group Satu group apartemen ikan tersusun dari 60-80 koloni yang ditempatkan pada satu areal dasar perairan (Budhiman 2011).

14 Gambar 8. Formasi Satu Group Apartemen Ikan Pada satu group apartemen ikan dibutuhkan pelampung tanda yang berfungsi untuk mengetahui letak apartemen ikan dipasang. Bahan dan komponen yang dibutuhkan untuk membuat penanda 1 group apartemen ikan terdiri dari gambar dibawah ini :

15 Gambar 9. Pelampung tanda 1. Bahan pelampung tanda : Drum galv 50 liter : diameter 36 x 68 cm Drum galv 100 liter : diameter 46 x 80 cm Drum galv 200 liter : diameter 56 x 90 cm Ketiga drum galv tersebut dilapisi fibreglass (15 kg resin + 8 kg mate fibreglass) Besi plat tebal 4 mm, diameter 57 cm Besi pipa galv diameter 1, tinggi 3 meter Besi pipa galv diameter 2, tinggi 2 meter

16 2. Pemberat stabilistator pelampung : Beton cor 22,5 x 22,5 x 35 cm 3. Gantungan tali pemberat : Besi plat strip tebal 6 mm, panjang 20 cm Pengikat tali : 2 buah hill ban 4. Tali pemberat : Tali PE diameter 16 mm, panjang disesuaikan dengan kedalaman perairan sebanyak 2 utas (satu sama lainnya selisih 1 meter) 5. Pemberat dasar : Beton cor 20 x 20 x 150 cm = 1 batang Beton cor 20 x 20 x 50 cm = 4 batang 6. Jangkar : Jangkar besi 4 lengan, berat 15 kg 2.4. Teknologi Penangkapan Ikan yang Ramah Lingkungan Penerapan penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan adalah jenis teknologi yang diterapkan dengan memperhatikan dampak-dampak terhadap lingkungan tanpa harus mempengaruhi atau mengganggu kualitas dari lingkungan hidup. Pengembangan teknologi penangkapan ikan perlu diarahkan menuju arah terciptanya teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan sehingga pada akhirnya akan terwujud pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan (Martasuganda dalam Maulidin 2011). Oleh karena itu, perlu adanya kriteria tentang teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Teknologi penangkapan ikan dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memiliki kriteria sebagai berikut (Monintja dalam Maulidin 2011) : 1. Alat tangkap harus memiliki selektivitas tinggi. 2. Alat tangkap yang digunakan tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya. 3. Tidak membahayakan nelayan. 4. Hasil tangkapan sampingan (by catch) minimum.

17 Salah satu alat tangkap yang ramah lingkungan adalah pancing ulur. Pancing diklasifikasikan sebagai alat tangkap ramah lingkungan karena ikan yang berukuran muda atau berukuran kecil tidak akan tertangkap dan hasil tangkapan ikan relatif masih segar dan hidup (Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan 2010). 2.5. Alat Tangkap Pancing Ulur Pancing adalah salah satu alat tangkap yang umum dikenal oleh masyarakat terutama dikalangan nelayan. Pada prinsipnya pancing terdiri dari dua komponen utama, yaitu tali ( line) dan mata pancing ( hook). Jumlah mata pancing yang terdapat pada tiap perangkat pancing bisa tunggal maupun ganda bahkan lebih tergantung pada jenis pancingnya. Sedangkan ukuran mata pancing bervariasi, disesuaikan dengan besar kecilnya ikan yang akan ditangkap (dipancing) ( Subani dan Barus 1989). Pancing ulur ( handlines) merupakan salah satu jenis pancing yang sangat sederhana dibandingkan dengan jenis pancing yang lainnya. Pancing ulur dioperasikan untuk menangkap ikan pelagis dan demersal dengan menggunakan umpan. Alat tangkap pancing ini terdiri dari (Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan 2009) : 1. Penggulung Penggulung adalah bagian alat penangkap ikan yang berupa benda berbentuk silinder yang berfungsi untuk menggulung tali pancing. 2. Tali pancing Tali pancing adalah tali yang dibuat dari bahan alami atau sintetis, berupa serat tunggal atau multi yang salah satu ujungnya dipasang pancing. Tali pancing bisa dibuat dari bahan benang katun, nilon, polyethylin, plastik (se nar), dan lain-lain. 3. Mata pancing Mata pancing adalah benda yang serupa besi baja atau logam lainnya yang tahan karat. Mata pancing ada yang berkait balik atau tanpa kait balik. Mata pancing dipasang pada salah satu ujung tali pancing.

18 4. Pemberat Pancing ulur umumnya menggunakan 1 pemberat. Pemberat yang digunakan berbahan utama timah. Pemberat yang sering digunakan memiliki berat 100 g. Pemberat diikat pada ujung tali utama pancing ulur, yang berfungsi untuk memberikan gaya berat pada tali pancing ulur agar tenggelam ke perairan. 5. Umpan Umpan merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan, khususnya untuk alat tangkap pasif seperti pancing dan bubu (Subani dan Barus 1989). Umpan adalah bahan yang berfungsi untuk menarik perhatian ikan agar ikan mendekat kearah pancing dan memakan umpan tersebut. Pemilihan umpan disesuaikan dengan kesukaan makan ikan sasaran, dengan mempertimbangkan kemampuan ikan mendeteksi makanan (Gunaso dalam Nugroho 2002). Pada umumnya umpan dibagi menjadi dua golongan, yaitu umpan asli dan umpan palsu (buatan) (Nugroho 2002). Untuk pancing ulur sering menggunakan umpan asli. Umpan asli yang baik harus memenuhi syarat : a. Warna mengkilap b. Masih segar c. Memiliki bau yang khas (anyir) sebagai umpan Di Indonesia, untuk pancing tonda jarang sekali digunakan umpan asli, karena umpan asli akan mudah lepas atau rusak oleh gerakan air selama operasi penangkapan ikan berlangsung (Gunarso dalam Nugroho 2002). Umpan buatan yang digunakan banyak berasal dari bulu ayam yang halus, yaitu bulu yang terdapat dibagian leher dan ujung ekor saja. Bulu ayam yang digunakan biasanya yang berwarna putih. Selain umpan buatan dari bulu ayam, juga ada yang terbuat dari tali rafia atau karet plastik (Nugroho 2002).