BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Huddleston dan Minahan (2011) mendefinisikan aktifitas berbelanja sebagai

Pengaruh Locus of Control terhadap Belanja Impulsif Pada Wanita Usia Dewasa Muda

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel penelitian dan definisi operasional. Variabel penelitian adalah atribut atau sifat yang dimiliki oleh objek,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut dipenuhi melalui aktivitas

BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkembangnya era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri, bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci utama dalam memenangkan persaingan. harus mengkaji sikap konsumen terhadap produk yang dihasilkan dan

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis ritel modern, khususnya di bidang fashion agar dapat memenangkan

BAB I PENDAHULUAN. Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam memprediksikan perilaku pembelian konsumen terhadap suatu

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan modern seperti minimarket,

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan umum yang berkaitan dengan tema penelitian. Rumusan masalah di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena ini dapat dibuktikan dengan adanya perubahan gaya hidup masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama, atau tujuan pengganti.

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya. pembangunan toko ritel yang berkonsep swalayan. Beberapa tahun terakhir,

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

I. PENDAHULUAN. menawarkan produknya kepada konsumen. Pasar ini terdiri dari sekelompok

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam era yang serba modern seperti saat ini, tingkat persaingan

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying.

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Globalisasi menuntut kebutuhan akan arus informasi dan pengetahuan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat terpuaskan secara permanen. Dalam usahanya untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan. Industri ritel dibagi menjadi 2 yaitu ritel tradisional dan ritel

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Perilaku Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan (need) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel

BAB 1 PENDAHULUAN. dipenuhi, baik kebutuhan yang bersifat jasmani maupun rohani. Kebutuhan adalah UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bertahan dan memenangkan persaingan di dalam bisnis ritel. bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Saat ini, fenomena pemasaran telah mengalami banyak perubahan mulai

Motif Ekstrinsik. Motif yang timbul dari rangsangan luar. Contoh : pemberian hadiah jika seseorang dapat menyelesaikan tugas dengan baik.

BAB 1 PENDAHULUAN. promosi secara berkesinambungan dan terarah akan mampu mencapai hasil. tawarkan demi mencapai tujuan finansial dan nonfinansial.

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan, baik itu berupa kebutuhan material maupun non- material. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. dengan strategi masing-masing dalam mendapatkan konsumen yang diharapkan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era yang modern, pertumbuhan ekonomi terus berkembang seiring

BAB 1. aktivitas pejualan barang atau jasa yg dilakukan secara langsung untuk memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Ritel Global (GRDI) 2015 yang dirilis AT Kearney. Ini adalah tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pertama, penelitian yang dilakukan

ANALISIS KEPUTUSAN PEMBELIAN DITINJAU DARI FAKTOR PSIKOGRAFIS KONSUMEN MATAHARI DEPARTMENT STORE SOLO SQUARE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar ritel di Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB II LANDASAN TEORI. fashion involvement, hedonic shopping value dan impulsive buying behavior.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. eceran di Indonesia yang telah berkembang menjadi usaha yang berskala

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan cepat tak terkecuali busana muslim. Desain-desain baru

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sekarang ini sudah menjadikan belanja atau shopping bukan hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi salah satu objek kajian di bidang pemasaran khususnya perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Konsumen Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo. impulsif di Galeri Elzatta Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kecenderungan Perilaku Konsumtif dan Remaja Pengertian Kecenderungan Perilaku Konsumtif

BAB I PENDAHULUAN. melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya, dan bentuk-bentuk interaksi

BAB I PENDAHULUAN Sejarah PT Carrefour di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pokok sehari hari kepada para konsumen. Retail adalah salah satu cara pemasaran produk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis ritel di Indonesia, khususnya dikota Surabaya, saat

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ritel modern saat ini semakin pesat dan mulai

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak

BAB I PENDAHULUAN. bahkan hypermarket, yang menjadi lahan subur pemilik modal asing berebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. manusia, salah satunya adalah adanya perkembangan teknologi internet. Internet

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut Asmadi (2008), kebutuhan setiap individu berbeda-beda, namun pada dasarnya mempunyai kebutuhan dasar atau kebutuhan pokok yang sama. Kebutuhan pokok tersebut harus dipenuhi karena sifatnya yang manusiawi dan merupakan syarat untuk mempertahankan kehidupan. Menurut Maslow (dalam Supratiknya, 1993), manusia memiliki lima hirarki kebutuhan pokok, yaitu: kebutuhan fisiologis, kebutuhan untuk merasa aman, kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan untuk merasa aman berhubungan dengan perlindungan (asuransi, hukum, undang-undang, dan sebagainya), situasi yang dapat diprediksi, serta bebas dari rasa takut ataupun cemas. Kebutuhan mencintai dan dicintai adalah kebutuhan individu untuk merasa akrab dan mesra dengan individu lain, yaitu keluarga, sahabat, serta pasangan hidup. Kebutuhan harga diri berhubungan dengan kemandirian, percaya diri, penghargaan dari orang lain, kebanggaan, dan mendapat apresiasi dari orang lain. Kebutuhan di tingkat tertinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri yang berhubungan dengan kesempurnaan, keseluruhan, kekayaan, kebenaran, kebaikan, dan sebagainya. Namun, Asmadi (2008) mengatakan bahwa kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan fisiologis, misalnya: sandang, pangan, papan, seks, dan udara. Kebutuhan fisiologis bersifat mendesak dan harus menjadi prioritas

utama untuk menjaga homeostasis biologis (mekanisme pengaturan keseimbangan dalam tubuh makhluk hidup). Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, individu yang bersangkutan akan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri. Sebagai contoh, seseorang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan makan akan merasa kelaparan, kondisi tersebut mengganggu aktifitas dan kesehatan tubuh individu, sehingga tidak dapat melakukan suatu usaha untuk mendapatkan kebutuhan lain, seperti keamanan. Pentingnya memenuhi kebutuhan fisiologis membuka peluang bagi para pengusaha di bidang ritel. Usaha ritel adalah segala aktifitas yang melibatkan proses menjual barang ataupun jasa dalam jumlah kecil ataupun satuan secara langsung kepada konsumen (Londhe, 2006). Menurut Sugiharti (2011), industri ritel di Indonesia dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu ritel tradisional dan ritel modern. Ritel tradisional adalah usaha yang dikelola secara perorangan dan dalam skala kecil atau menengah, misalnya: warung, pedagang kaki lima, dan minimarket. Sedangkan ritel modern adalah usaha yang dikelola oleh organisasi atau lebih dari satu individu. Ritel modern merupakan pengembangan dari ritel tradisional yang mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat, teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang menuntut kenyamanan saat berbelanja. Ritel modern terdiri dari: department store, supermarket, dan hypermarket. Ritel modern berkembang sangat pesat sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai bisnis ritel dan penanaman modal asing yang ditulis dalam Keppres no. 96 tahun 1998. Di kota-kota besar seperti Jakarta, industri ritel mengembangkan tempat berbelanja yang memberi nilai tambah berupa hiburan

dan kenyamanan, yaitu mal. Mal merupakan suatu tempat berkumpulnya para pengusaha ritel yang memiliki fungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhankebutuhan individu maupun keluarga (Ma aruf, 2005). Tambunan (2005) mengatakan bahwa secara umum, kaum wanita maupun pria mengunjungi pusat perbelanjaan paling tidak sebulan sekali untuk melakukan aktifitas berbelanja guna memenuhi kebutuhan fisiologis. Huddleston dan Minahan (2011) mengatakan bahwa aktifitas berbelanja tersebut merupakan utilitarian shopping, dimana individu melakukan aktifitas berbelanja untuk mendapatkan produk yang dibutuhkan, dan biasanya dengan perencanaan tentang barang apa yang akan dibelinya, jumlah, anggaran, tempat pembelian, dan lain sebagainya. Namun, Park dan Burns (2005) mengatakan bahwa ada kalanya proses pembelian dilakukan secara spontan oleh konsumen karena ketertarikannya terhadap suatu barang atau jasa, sehingga konsumen tersebut melakukan pembelian pada barang atau jasa yang bersangkutan. Kotler (dalam Semuel, 2007) menambahkan bahwa masyarakat jaman sekarang mengalami perubahan dalam pola berbelanja. Individu melakukan aktifitas berbelanja bukan lagi karena faktor kebutuhan yang bersifat wajib untuk dipenuhi, tetapi untuk memuaskan keinginan. Keinginan merupakan hasrat yang muncul dari dalam diri, namun tidak akan mempengaruhi kelangsungan hidup jika tidak terpenuhi (Andari, 2012). Pola berbelanja seperti itu disebut sebagai hedonic shopping atau recreational shopping (Huddleston dan Minahan, 2011). Individu yang melakukan aktifitas berbelanja tersebut bertujuan untuk merasakan fantasi, dimana individu tersebut membutuhkan pelayanan yang sangat memuaskan, serta

kenikmatan emosional, seperti membelanjakan uangnya untuk identitas diri dan aktualisasi diri (Huddleston dan Minahan, 2011). Menurut Verplanken dan Herabadi (2001), hedonic shopping banyak dilakukan oleh masyarakat di Indonesia. Hedonic shopping terjadi minimal empat kali setahun, yaitu menjelang Bulan Ramadhan atau Idul Fitri, Imlek, Natal, dan Tahun Baru. Menjelang hari-hari tersebut, publikasi diskon dan layanan khusus akan meningkatkan keinginan individu untuk berbelanja, baik pakaian, makanan, ataupun aksesoris penghias ruangan. Pada dasarnya, perayaan keagamaan bertujuan untuk mengarahkan hidup individu agar lebih religius, namun terjadi pergeseran dari makna perayaan tersebut. Individu terdorong untuk melakukan pembelian dengan tujuan untuk mengikuti perkembangan mode, menaikan derajat sosial, dan alasan-alasan lain yang sebenarnya kurang penting (Denden, 2011). Schiffman dan Kanuk (2007) menyatakan aktifitas berbelanja tersebut termasuk pola berbelanja konsumen yang disebut sebagai belanja impulsif. Belanja impulsif merupakan bagian dari pola pembelian dimana keputusan untuk membeli dilakukan ketika konsumen berada di dalam toko dan mengalami perasaan tiba-tiba, merasakan perasaan yang sangat kuat dan berkeras hati terhadap dorongan emosional untuk membeli sesuatu dengan segera. Engel dan Blackwell (1994) mendefinisikan belanja impulsif sebagai suatu tindakan pembelian yang tanpa direncanakan sebelumnya atau keputusan untuk membeli ditentukan pada saat berada di dalam toko. Assael (1993) mengatakan bahwa aktifitas belanja impulsif dilakukan oleh masyarakat dari status sosial ekonomi manapun, tanpa kontrol diri, serta cenderung mengabaikan dampak buruk yang mungkin terjadi. Menurut Sugiharti

(2011), dampak buruk yang dapat dialami oleh pelaku belanja impulsif antara lain: pengeluaran anggaran rumah tangga yang tidak sesuai rencana, kualitas produk yang tidak sesuai dengan harapan, terlibat hutang, kesulitan dalam membayar tagihan kartu kredit, serta dampak negatif lain yang dapat menimbulkan masalah-masalah baru, seperti konflik rumah tangga. Verplanken dan Herabadi (2001) juga mengatakan bahwa para pelaku belanja impulsif sedikit melibatkan proses kognitif dan lebih melibatkan faktor emosi, yaitu perasaan puas dan bahagia. Hal ini menjadikan wanita sebagai individu yang memiliki peluang lebih besar untuk melakukan pembelian impulsif dibandingkan dengan pria (Utami dan Sumaryono, 2008), karena kaum wanita lebih mengutamakan sisi emosionalitas daripada kaum pria yang lebih menggunakan sisi rasionalitas. Menurut Erikson (dalam Adelar, 2008), wanita usia 41 sampai 65 tahun berada dalam tahap middle adulthood, yang berarti seseorang diharapkan mampu menghasilkan sesuatu dan lebih memikirkan generasi muda lainnnya. Namun Adelar (2008) mengatakan bahwa wanita pada usia 40-an jaman sekarang sering bersolek karena pengaruh iklan-iklan kecantikan. Kaum wanita bersaing untuk tampil modis dengan membeli produk-produk yang sebenarnya tidak ada dalam daftar belanja mereka. Widawati (2011) menyimpulkan bahwa faktor eksternal, seperti iklan-iklan kecantikan serta faktor internal, yaitu keinginan untuk tampil modis, merupakan faktor yang mempengaruhi belanja impulsif. Artinya, pertimbangan-pertimbangan yang mendasari belanja impulsif tidak terlepas dari konsep ataupun variabel-variabel psikologis, salah satunya adalah locus of control (Widawati, 2011). Rotter (dalam Schultz dan Schultz, 2005)

mengatakan bahwa locus of control merupakan atribut kepribadian untuk membedakan satu individu dengan individu lainnya berdasarkan derajat keyakinan dalam mengendalikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan mereka, serta dapat mempengaruhi tingkah laku, sikap, perasaan, pola pikir, serta keputusan untuk membeli. Rotter (dalam Schultz dan Schultz, 2005) membagi locus of control menjadi dua kontinum, yaitu locus of control eksternal dan locus of control internal. Individu dengan locus of control eksternal memiliki keyakinan bahwa kontrol atas kehidupan seseorang berasal dari luar dirinya. Individu tersebut akan lebih mudah dipengaruhi oleh stimulus dari luar dirinya, misalnya orang lain dan iklan. Sedangkan individu dengan locus of control internal percaya bahwa kontrol atas perilaku adalah tanggung jawab diri sendiri, serta merasa mampu untuk mengendalikan suatu peristiwa. Sebagai contoh: individu dengan locus of control eksternal akan merasa kesulitan untuk melakukan tawar-menawar harga dengan pedagang ataupun tidak mampu menolak tawaran pedagang tersebut. Sedangkan individu dengan locus of control internal lebih mudah menolak produk yang ditawarkan apabila produk tersebut memang tidak dibutuhkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, antara locus of control dengan perilaku belanja impulsif terdapat hubungan positif yang signifikan (Widawati, 2011). Namun, penelitian tersebut hanya mengkaji keterkaitan antara belanja impulsif dan locus of control, serta memilih partisipan pengguna kartu kredit saja. Maka, penelitian ini dirancang untuk melihat seberapa besar pengaruh locus of control, baik internal maupun eksternal, terhadap perilaku belanja impulsif yang dilakukan oleh konsumen wanita tanpa menggolongkan partisipan

sebagai pengguna ataupun bukan pengguna kartu kredit. Maka, penelitian ini dirancang untuk melihat seberapa besar pengaruh locus of control, baik internal maupun eksternal, terhadap perilaku belanja impulsif yang dilakukan oleh konsumen wanita yang berada pada tahap middle adulthood. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, penelitian ini ingin mengetahui: Bagaimanakah pengaruh locus of control terhadap belanja impulsif? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: Melihat pengaruh locus of control terhadap belanja impulsif. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi ilmu Psikologi, khususnya dalam mempelajari perilaku konsumen mengenai locus of control eksternal dan perilaku belanja impulsif. b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan penelitian di bidang serupa, yaitu mengenai perilaku berbelanja. 1.4.2 Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran bagi para pelaku belanja impulsif.